Wajah pucat gadis itu jelas terekam nyata di penglihatan
Jalal.
Telah 17 hari Jo berbaring tak berdaya diatas kasur rumah
sakit tapi tak menunjukkan tanda- tanda bahwa ia akan membuka mata.
Ternyata benar firasat Jalal waktu itu, sebuket Kamboja
yang terselip pada rangkaian bunga waktu itu merupakan pertanda. Ia baru bisa
merangkai semua tanda setelah mengetahui Jo terkena sasaran tembak para buron
di Papua.
Setidaknya itu yang Jalal ketahui saat ini dari ayah dan
ibu Jo, walaupun bukan peristiwa itu yang sebenarnya terjadi.
Dan yang lebih penting adalah hari ini 13 Oktober,
tanggal yang ditentukan untuk hari bahagianya bersama gadis itu.
Tapi, apa seorang Jalal Zavier bisa menentang takdir?
Tentu saja tidak, yang ia harapkan mata gadis itu akan
terbuka dan kembali bersamanya.
Sesaat setelah berita Jo tertembak sampai di telinga
Jalal, ia langsung menghentikan semua persiapan pernikahan yang hampir selesai
itu.
Mana mungkin seorang yang habis tertembak dan menjalani
operasi akan sembuh dalam waktu 2 minggu. Terlalu singkat pikirnya.
Kalau pun bisa, terlalu memaksakan. Keadaan pengantin
yang masih belum stabil harus meladeni tamu undangan dan menghabiskan waktunya
seharian berdiri di pelaminan.
“Jo bukalah matamu
dan tatap aku. Apa kau tidak ingin tertawa dengan ku dan hanya akan menghabiskan
harimu diatas tempat tidur dengan mata tertutup.” Jalal menertawakan dirinya.
“Hahaha bahkan sekarang kau membuat pernikahan kita
batal. Apa kau tak ingin menikah denganku Jo? Apa kau terpaksa? Baiklah jika
kau terpaksa aku takkan memaksamu lagi. Tapi ku mohon bukalah matamu jika bukan
untukku, pikirkan lah orang tuamu dan orang tuaku yang sangat menyayangimu.” rintih
Jalal putus asa.
Seseorang masuk,
“Nak pulanglah dulu, kau harus memperhatikan kesehatanmu
juga, jangan egois pada dirimu sendiri.” ucap Ny.Farida setelah membuka pintu
ruangan.
“Aku akan pergi nanti setelah Jodha membuka matanya.”
“Tidak nak jangan seperti itu, kita semua tak tahu kapan
Jodha akan sadar.”Air matanya mulai keluar.
Tn.Zahid datang memotong pembicaraan mereka, “Pulanglah
kau, ibumu sedang sakit, aku yakin dia juga butuh perhatianmu. Ibumu lebih
penting daripada Jodha, kalian tidak punya hubungan apa-apa sebelum pernikahan
terjadi.” ucapnya tegas.
Tn.Zahid tahu kata-katanya tadi telah melukai perasaan
Jalal, tapi apa boleh buat?
Ia harus bersikap tegas, bukan hanya Jodha yang harus di
prioritaskan tapi kedua orangtua dan dirinya sendiri.
“Tapi..”
“Aku tahu kalian akan menikah tapi kalian belum, hanya
‘akan’, jadi kau belum punya hak atas putriku.” Tn Zahid kembali memerintah
Jalal untuk pulang.
Jalal bangkit dari tempatnya semula, berjalan dengan sisa
tenaga yang ada. Membuka pintu sesaat menoleh kepada Jo berharap gadis itu akan
sadar dan memanggil namanya.
Ny.Farida memperingatkan suaminya setelah Jalal pergi
dari hadapan mereka, “Jangan keras begitu!”
“Aku hanya terpaksa, ini tak baik untuknya. Dia
mengharapkan Jodha sadar, yang kita pun tak tahu kapan waktunya. Ini hanya akan
membuatnya terpuruk, kau ingat kata dokter itu kan” Tn.Zahid memandang sayu
istrinya.
“Maaf,
mungkin ini akan lama, 1 hari, 1 minggu, 1 bulan, 1 tahun, atau mungkin
bertahun-tahun. Tergantung kedaya tahanan putrimu juga. Semuanya kehendak
Allah, kami hanya melakukan apa yang kami mampu. Dan tuhanlah penentu akhirnya.”
Ny.Farida menangis “Aku tahu, tolong jangan ingatkan aku
lagi tentang itu. Dan aku yakin, putriku itu akan kuat.”
***
19 November
“Jo katakan apa yang terjadi sampai kau seperti ini.”
ucap Jalal setelah memberhentikan kursi roda Jo di sebuah taman Rumah Sakit
“Aku hanya tertembak oleh pemberontak, Jalal. Ya hanya
itu saja. Dan berhenti memasang wajah seperti itu.“
“Apanya yang hanya tertembak. Kau hampir mati dan kau
bilang kau takkan terlibat di dalam pertempuran.”
“Aku terpaksa dan lagi pula pemberontak itu sudah
tertangkap. Buktinya aku selamat Jalal, aku ada didepanmu. Aku baik- baik saja,
dan soal pernikahan kita maafkan aku. Aku menggagalkan rencana kalian, aku tak
bermaksud dengan itu” suaranya melemah.
“Tak apa pernikahan bisa diurus nanti, yang terpenting
kau. Mana mungkin aku bisa menikah sendiri tanpa dirimu.”
Jo menundukkan kepala, “Entahlah, mungkin jika Alvi,
Dara, Genaya dan Haswari datang terlambat, nyawaku sudah tiada.”gumamnya.
“Apa Jo?”
“Ehmm, tidak.”
“Baiklah, tunggu sebentar. Aku akan mengambil sesuatau di
dalam.”
Sebelum Jo sempat membalas ucapan Jalal, lelaki itu telah
menghilang lebih dulu dengan langkah tegapnya. Selang beberapa menit, Jalal
kembali dengan gitar kesayangannya.
Ya sejak Jo sadar 2 hari lalu Jalal selalu menghiburnya
dengan lagu yang ia nyanyikan dengan gitar, kesukaan Jo.
Begitu nikmat terdengar di telinga Jo saat Jalal yang
menyanyikannya.
Same
bad, but it feels just a little bit bigger now
Our
song on the radio, but it don’t sound the same
When
our friends talk about you
All
that it does is just tear me down
Cause
my heart breaks a little when I hear your name
And
it all just sound like uh..uh..uh
Ehm..too young too dumb to realize
That
I should have bought you flowers and held your hand
Should
have gave you all my hours when I had the chance
Take
you to every party, cause all you wanted to do was dance
Now
my baby is dancing
But
she’s dancing with another man
Bruno Mars – When I Was Your
Man
Jalal meletakkan gitarnya.
“Kenapa kau menyanyikan itu?”
Jalal bingung “Apanya yang kenapa?” Jalal mengerti, “Tak
apa.”
“Kau tahu kan makna lagu itu?”
“Aku tahu dan aku suka” Jalal mulai bercerita, “Menceritakan
seorang laki-laki saat ia membelikan bunga untuk kekasihnya. Dan masa ini,
laki-laki itu tak dapat bersama kekasihnya dan ia berharap kekasih baru
wanitanya melakukan apa yang dulu ia lakukan untuk wanita itu karena wanita itu
suka” Jalal menyelesaikan ceritanya.
Jodha bingung “Kenapa
dengan Jalal? Dia selalu malas membahas hubungan mereka, saat ditanya
pernikahan Jalal mengganti topik lain.”
***
Seorang wanita berambut kecoklatan sebahu dengan kaki
jenjangnya berjalan tak tentu arah “Sialan wanita itu, berani-beraninya dia
membuat nyawa ayahku hilang. Tunggu pembalasanku Alvi Zherren, kau akan
menderita setelah ini. Dan tak akan ada lagi kebahagian yang akan menghampirimu.”
rutuk wanita itu.
Ia berusaha berpikir keras apa yang akan dilakukannya
untuk membalas perbuatan Alvi, ke Indonesia saat ini? Tidak.
Cepat atau lambat dirinnya pun akan dijebloskan ke
penjara. Ia harus bersabar untuk memulai semuanya tanpa tergesa-gesa.
“SAMUEL…..”teriak Clara.
“Iya Cla, ada apa? Mengapa kau berteriak seperti
ini?”jawab Samuel yang datang menghampiri Clara.
“Diam kau, aku tidak butuh ocehanmu kini. Sekarang kau
pergi ke Indonesia dan cepat cari tahu segala tentang Alvi Zherren.” ucap Clara
sambil memberikan sebuah foto pada Samuel.
“Baik, tapi kumohon tenangkan dirimu. Jangan mengambil
suatu keputusan tanpa dipertimbangkan dahulu, itu hanya akan membuat sulit
dirimu.”
Samuel menatap foto gadis berpakaian khas para tentara
Indonesia dengan mata bening yang angkuh itu.
Entah kenapa jantungnya berdetak lebih cepat.
“Gadis gila, sebentar lagi kau akan habis oleh kakakku.”
Akhirnya Samuel pergi ke Indonesia untuk mencari tahu
keberadaan dan kondisi Alvi saat ini, ia sempat kesulitan untuk menemukan
informasi tentang gadis itu.
Mungkin saja nanti ada yang mengenalinya dan langsung
melaporkan ke Polisi, tidak. Ini kali pertamanya datang ke Indonesia setelah
bertahun-tahun pergi ke Jepang.
Sudah beberapa hari terakhir, ia membayar orang untuk
menggali informasi dimana wanita itu tinggal. Dan, dengan kesengajaan ia
memesan kamar hotel tak jauh dari apartement yang ditinggali Alvi.
Ia berjalan mendekati apartement dan menemukan seseorang.
Ya, Alvi Zherren yang menjadi incaran kakaknya dan Samuel mengikuti wanita itu
dengan penuh kehati-hatian dan sampailah di hari berikutnya hanya ia habisi
untuk menemukan lebih dalam lagi tentang Alvi.
“Aku berhasil menemukan indentitas dan keadaannya saat
ini. Aku akan kembali ke Jepang dan nantikan kejutan dariku.”
“Kerja bagus Samuel, aku senang dengan hasil yang kau
bawa. Tidak sia-sia aku mempunyai adik sepertimu. Aku tidak mau terburu-buru,
mungkin beberapa bulan kedepan.”
“Bukankah kau selalu bangga dengan hasil kerjaku Cla?
Kenapa baru sekarang kau memujiku? Kau naif Ka!”
“Tutup mulutmu, jangan buat aku marah di hari bahagia
ini. Aku akan menyiapkan rencana besar untuk menghabisi PATERATA itu” tawa
gadis itu pecah setelah memikirkan rencana yang akan ia jalani.
***
11 Januari
Hari bahagia dalam hidup Jo akhirnya tiba juga. Salah
perkiraanya waktu di Rumah Sakit, semuanya salah.
Setelah apa yang ia lewati bersama Jalal.
Malam ini adalah malam terakhir Jo bersama keluarganya.
Karena besok malam dan seterusnya, Jo akan selalu bersama dengan calon suaminya
itu.
Setelah Jo dinyatakan benar-benar sembuh oleh Dokter pada
bulan Desember, mama Jalal lah yang paling senang akan kabar itu. Dan mereka
semua setuju bahwa besok adalah hari yang pantas untuk di adakan pernikahan Jo
dan Jalal kembali.
Setelah kegagalan yang pertama, Jo sangat antusias tidak
seperti yang pertama persiapan pernikahannya. Karena bebannya kini tak ada
lagi.
Malam ini Jo menjalani sebuah ritual adat Padang yang
sangat dihindarinya. Tapi mau dikatakan apa, ibu selalu memaksa. Sebenarnya Jo
bukan tak suka dengan ritual ini hanya saja terlihat sangat merepotkan.
Bahkan saat saudaranya menjalankan prosesi ‘Malam Bainai’
Jo sangat senang melihatnya karena memang Jo menyukai tradisi ini.
Saat dimana calon pengantin perempuan yang disebut anak
daro dicipratkan air oleh para sesepuh dan dibibimbing kedua orang tua menuju
pelaminan yang akan ditempatinya besok hari dengan memijak kain jajakan kuning.
Saudara laki-laki segera menggulung kain jajakan kuning
yang baru dilewati anak daro. Bermakna bahwa pernikahan cukup hanya sekali
dalam hidup anak daro, yang baru saja Jo lakukan.
Inai telah dipersiapkan dan Malam Bainai pun tiba yang
berarti malam dimana anak daro memakai inai / berinai (semacam Henna).
Tidak sepuluh jari tangan yang dipakaikan inai hanya 9,
karena 10 berarti sempurna sedangkan sempurna hanya milik Allah.
“Beruntung sekali kamu Jo, kamu mendaptakan calon suami
seperti Jalal. Yang tampan, baik dan perhatian lagi. Buktinya saat kamu koma lama,
dia selalu berada disisimu dan tak ingin meninggalkanmu. Aku tahu dari Tante
Farida Jo.”ucap Sifa sepupu perempuan Jo yang sedang memakaikan inai di jari
manisnya
“Jadi uni iri sama Jo? Bang Dani juga gak kalah hebatnya tuh
dibanding Jalal, uni aja yang terlalu melebih-lebihkan.” Balas Jo yang tak mau
kalah.
Keesokannya tanggal 12 Akad pun dilaksanakan di Padang
dengan terbalut pakaian adat Minang merah keemasan serta suntiang gadang di kepala
Jo.
Di rumah keluarga Jo di Padang, yang telah berubah
menjadi begitu indah. Dengan kain warna emas yang menutupi sekeliling dinding
ruangan, dan kursi pelaminan khas minang terpajang di ujung ruangan.
Lurus sepanjang pelaminan pengantin, makanan yang
menandakan kebiasaan hidup masyarakat minang berjejer rapih. Bukan acara mewah
yang sedang berlangsung disini, tetapi suatu tradisi yang orang tua Jo inginkan
sedari dulu.
Suatu acara pernikahan yang sakral dan suci. Kental
dengan adat minangkabau juga tidak melupakan seluruh kelengkapan yang ada.
Jalal telah berada di salah satu ruangan untuk
mengucapkan janji suci pernikahan. Ayah Jo dan semua kerabat lelaki sudah siap
menjadi saksi acara pernikahannya. Sedangkan, para wanita, kompak menemani Jo
di ruang atas yang akan turun setelah ijab qobul sukses dilaksanakan.
Jantungnya berdegub kencang, ayah menjadi wali pernikahan
di pandu oleh seorang penghulu.
Jalal meraih tangan ayah dengan penuh gemetar, antara
siap dan tidak. Semua harus berjalan, perlahan ayah berucap.
“Ananda Jalal Zavier bin Zavier Winola, saya Nikahkan dan
saya Kawinkan anak saya yang bernama Jodha Ardani kepada engkau. Dengan
maskawin berupa : 12 batang emas dan sebuah al-quran, tunai.”
Jalal mengulang, ia menarik napas panjang, “Saya terima
Nikahnya dan Kawinnya, Jodha Ardani Binti Zahid Ardani. Dengan maskawinnya
tersebut tunai.”
Ijab Qobul lancar dilaksanakan dengan 1 tarikan nafas.
Semua berucap sah dan senyum mengembang tergambar di
masing-masing tak terkecuali Jalal. Ia masih tak percaya, kini Jodha telah
resmi menjadi istrinya yang selama ini ia dambakan.
Kata Jalal, 12 batangan emas melambangkan tanggal
pernikahan mereka sedangkan sebuah Al-Quran melambangkan bulan pernikahan yang
mereka adakan juga harapan dalam rumah tangganya disertai kebaikan Al-Quran.
Setelah itu diadakan pesta kecil yang didatangi warga desa
mengucap selamat kepada anak daro.
Dan kali ini datang adalah Ulfah & Fikri.
“Kalau mau nikah gak usah repotin orang juga kali Jo,
kenapa gak di Jakarta aja. Untung Fikri baik mau nganterin aku ke Padang
sekalian berlibur hehehe.”ucap Ulfah menghampiri Jo.
“Kamu ini Fah, tanya sama ayah dan ibu tuh. Lagian aku
gak nyuruh kamu datang kesini, minggu depan bisa kan?”ledek Jo.
“Oh jadi kamu gak mengaharapkan kehadiranku disini? Kamu
bayangin Jo, aku jauh-jauh datang kesini hanya untuk mengucapkan selamat
menempuh hidup baru padamu dan sekarang, “ucap Ulfah yang sengaja di lebay-lebay
kan.
“Udah deh Fah, peran marah kamu tadi gak cocok sama
pribadi seorang Ulfah yang Jo kenal. Jadi Ulfah yang gokil aja ya, lebih seru.”
“Yaudah Jo, kan ceritanya aku lagi ngambek sama kamu. Dan
aku bersyukur Jo walau ada beberapa penghalang yang menghambat pernikahan sebelumnya.
Akhirnya sekarang jadi juga kamu sama Jalal” ucap Ulfah serius.
“Tuhan terlalu baik fah, masih mengizinkan aku di
kelilingi dengan orang yang aku sayang, termasuk kamu”
***
20 Januari
Jodha bersanding dengan laki-laki yang telah sah menjadi
suaminya beberapa hari lalu, berjalan menyusuri halaman belakang rumah keluarga
Zavier, yang dirancang sedemikian rupa.
Dengan puluhan atau mungkin ratusan lampion yang
menghiasi indahnya malam, dan juga kesan-kesan alam tak luput dalam konsep.
Jo sendiri lah yang mengusulkan konsep seperti ini karena
waktu itu Ny.Arum khawatir jika diadakan seperti saat itu kejadian yang sama
akan terulang. Lalu Jo mengusulkan, alhasil mereka semua menerima.
Bukan tidak ingin, munafik jika Jo tak mau. Tapi Jo rasa itu
terlalu berlebihan, memang benar kata orang jika pernikahan diharapkan
dilakukan sekali dalam hidup.
Tapi tak harus menghamburkan uang kan? Iya sih, semewah
apaun pernikahan yang mereka adakan tak akan membuat keluarga ini miskin.
Tapi kan uangnya bisa digunakan untuk kehidupan yang akan
mereka lalui kedepannya.
Banyak orang yang menghadiri acara ini. Dari mulai kolega
keluarga Jalal dan teman ayah para Tentara.
Yang membuat Jo terharu adalah seluruh PATERATA ada di
acara pernikahannya. Jo tak menyangka mereka dengan rela menghadiri pernikahan
Jo di suatu acara dalam keadaan santai (maksudnya bukan dalam keadaan menjalankan
suatu tugas dengan pakaian kebesaran mereka, mereka menjadi wanita yang
sesungguhnya).
Jo tak tahu menahu mengapa mereka semua bisa memakai
pakaian serempak. Warna hitam pilihan mereka tampak serasi digabung dengan gown
abu yang Jo kenakan.
“Kau sangat cantik KPA Jodha,” ucap Dara yang juga tak
kalah cantik dengan dress panjang ditubuhnya.
“Jodha hanya Jodha tak ada yang lain.” Jodha kesal dengan
tambahan KPA. Bahkan Dara tak tahu kondisi apa?. “Kau menghinaku ya?” tanya Jo
mulai tak percaya diri.
Jo memang sangat cantik seperti apa yang dikatakan Dara,
dengan warna abu yang cocok dikulitnya. Rambutnya dinaikkan ke atas, pokoknya ia
sangat menawan, bagaikan dewi malam.
Sedangkan Jalal menyamai warna gown milik Jo, kemeja abu
dengan dibalut jas abu yang lebih pekat menambah wibawanya.
“Kau cantik,” ucap Jalal setelah acara hampir selesai,
hanya sedikit tamu yang belum pulang.
Jodha tersipu tapi ia menutupi rona merah
diwajahnya.“Jalal aku sudah cukup lelah hari ini, jangan membuatku bekerja
tambahan hanya untuk menjawab ledekanmu itu.”
“Tidak Jo aku sungguh-sungguh, kau cantik. Bagaimana
tidak, aku kira aku menikahi gadis tomboy yang terperangkap di hutan. Tapi
bukan, kau berbeda malam ini.” Jalal mengatakan hal yang sejujurnya.
“Aku tidak mempercayai itu Tn.Zavier.” Jo menjentikkan
tangannya di depan wajah Jalal yang menatapnya tanpa henti. Setelah Jalal sadar
dari keterpesonaannya, Jo lari kedalam kamar untuk beristirahat. Mengingat
sebagian besar tamu sudah tiada.
Jo berada di salah satu kamar yang telah disiapkan
Ny.Arum, “Hufftt sudah jam 12, lelah sekali, kemana Jalal kenapa aku ditinggal
sendirian, katanya akan menyusul sebentar lagi,” ucap Jo setelah merebahkan
dirinya di kasur.
.
.
.
“Jo ayo! Jangan tidur dulu aku mau pergi denganmu ke
suatu tempat” teriak Jalal membangunkan Jo yang hampir tenggelam di dunia
mimpinya.
“Pergi kemana? Tapi aku lelah, bukankah kau juga lelah.
Apa tidak masalah pergi larut malam seperti ini?” Jodha mengucek matanya.
“Ayolah tak apa.”Jalal menarik tangan Jo keluar.
“Kau akan membawaku dengan pakaian seberat ini. Apa kau
berniat menyiksaku?” Ucap Jo sebal.
“Ahh ya aku lupa, pakailah baju dalam kotak ini. Pasti
kau akan terlihat sangat cantik dan tenang saja itu bukan gown mengerikan yang
kau bayangkan Jo.” sahut Jalal menjitak kepala Jo yang berfikiran aneh tentang
pemberiannya.
“Lalu kenapa kau tidur tanpa mengganti gown. Aku fikir
kau mulai terbiasa dengan pakaian seperti itu.” Jo memandang ketidaksukaan pada
perkataan Jalal tadi. “Jangan harap!” Jo berlalu.
“Aku tunggu di balkon depan!” ucap Jalal memerintah Jo
yang telah masuk ke dalam kamar mandi.
Beberapa saat kemudian..
Jalal yang sedang bermain game di balkon dibuat terkejut
oleh kedatangan Jo. Gadis itu sangat cantik dengan rambut basahnya dan baju
yang diberikan Jalal tadi. Hanya baju biasa, kemeja kotak hitam putih dengan
celana panjang warna putih dan blazer sepanjang paha Jo berwarna hitam kontras
dengan kulitnya.
“Ayo Jalal, aku telah selesai, berhenti menatapku seperti
itu!”
“Ah iya, ayo.” tarik tangan jalal menggenggam tangan Jo
keluar kamar.
“Mau kemana kalian?” tanya Ny.Arum melihat kedua anaknya
keluar.
“Ada lah ma,” Jalal tersenyum.
“Kalian harus istirahat, apa tak lelah?”
“Nanti kami akan istirahat ma, tapi kami butuh udara
segar diluar.” Jalal meninggalkan Ny.Arum dan langsung pergi tanpa menoleh.
(Dan
kemana mereka pergi? hanya mereka yang tahu hahaha)
(Sumber gambar : Google)