Written By Bhavini Shah
Translate By Tyas Herawati Wardani
Raja
Bharmal berkata dengan perasaan terharu, “Ranisa, Hidup sungguh tak bisa
diduga, Aku tak pernah mengira bahwa saat terkelam dalam hidupku akan tertulis
dengan tinta emas dalam sejarah... Hari ini aku sangat bangga pada Jodha, dia
telah mengukir takdirnya sendiri...Kepribadiannya yang tulus dan tidak pernah
mementingkan dirinya sendiri telah mengubah sebongkah batu arang hitam menjadi
sebuah berlian. Dia telah membuat kita mampu mendongakkan kepala...Cara
Shahenshah mengakui cintanya pada Jodha di depan begitu banyak orang adalah
saat-saat yang takkan pernah kulupakan... Kebijaksanaan Shahenshah mengatasi
masalah Surya dan Sukanya sungguh terpuji. Aku sangat yakin sekarang bahwa
semua yang terjadi pasti ada alasannya... Satu tahun yang lalu, Shahenshah memaksa
dengan angkuhnya menikahi Jodha, aku tidak pernah mengira suatu saat aku akan
bersyukur atas keputusanku yang egois dan cukup memaksa saat itu. Tidak peduli
bagaimana caranya, takdir memainkan perannya sendiri, tidak memandang dia
adalah seorang Shahenshah ataupun rakyat biasa.”
“Raja
Sahib, aku hanya ingin bilang bahwa Jodha telah melalui banyak
penderitaan...tapi akhirnya Kanah memberikannya anugerah... Aku merasa bahagia
untuk Sukanya hari ini...Surya adalah pria yang terhormat dan Raja dari tiga wilayah.
Sepertinya dewa telah mendengar doa-doa kita...” Keduanya tersenyum
bahagia...Mainavati kembali melanjutkan dengan sedikit khawatir, “Sekarang,
hanya tinggal Shivani yang kupikirkan...Semoga kita menemukan pasangan yang
cocok untuknya seperti Sukanya dan Jodha. Sampai saat ini kita belum menerima
lamaran apapun untuk dirinya.”
Raja
Sahib tersenyum santai dan menjawab, “Ranisa, jangan cemas, secepatnya kita
akan juga menemukan calon yang cocok untuk Shivani. Saat ini, kekhawatiranku
yang utama bukanlah pernikahan Shivani, melainkan Kuvar Pratap, kecurigaanku
pada Kuvar Pratap terbukti benar... Pelan-pelan dia telah memupuk dukungan dari
semua Raja Rajvanshi... Jika aku tidak salah, sebentar lagi akan pecah perang,
perang terbesar abad ini antara Mughals dan Raja Udhay Singh. Kalau aku tidak
salah, Shahenshah juga sudah memperkirakan hal yang sama.... tapi dia memainkan
taktik yang bagus dengan Surya Vadan
Singh, Raja dari tiga wilayah Rajvanshi yang sebelumnya menentang Mughal tapi
sekarang Shahenshah telah memenangkan hati Surya dengan cara yang sangat bijak.
Aku yakin sekarang Surya tidak akan mendukung Kuvar Pratap melawan Mughal.
Shivani
merasa kesepian tanpa Sukanya dan Jodha...jadi dia mencari Masa untuk diajak
mengobrol...Dia pergi ke kamarnya dan mendengarkan percakapan Raja Saheb dan
Mainavati tentang pernikahannya, dia sedih mengetahui orang tuanya mencemaskan
pernikahannya dan tak adanya satu lamaran pun yang datang untuk dirinya. Dia
berlari keluar istana dengan sedih dan duduk di sebuh bangku di salah satu
sudut. Malam yang gelap dan muram... kesunyian melingkupi sekelilingnya...Bulan
sedang bermain petak umpet bersama awan... udara dingin yang berhembus tidak
berpengaruh apapun pada figurnya yang mungil. Kesadaran yang tiba-tiba mengenai
kecemasan orang tuanya mengenai pernikahannya menyentak dirinya... dia merasa
sedih dan tertekan saat mengingat semua pangeran hanya menyukai Jodha jiji dan
Sukanya jiji dan tidak seorang pun memperhatikan dirinya....Ketika dia
membayangkan semua pangeran itu, mendadak muncul Mirza dalam pikirannya... dia
berkata sedih pada dirinya sendiri, ‘Bahkan Mirza menyukai Sukanya jiji.’...
Dia mengenang semua kejadian saat Mirza mengejar-ngejar Sukanya....saat dia
sengaja duduk di sebelah Sukanya saat kompetisi memanah... tak pernah sekalipun
dia melihatnya dan caranya memegang tangan
Sukanya jiji seakan dia mencintainya, bahkan di saat upacara Sangeet... dia
datang untuk melihat Sukanya jiji menari. Tidak seorang pun memperhatikanku
karena aku paling muda dan semua orang memperlakukanku seperti anak kecil.
Jodha jiji dan Sukanya jiji akan segera pergi dan aku akan tetap tinggal
sendirian di istana... Tak sadar air matanya menetes memikirkan nasib buruk
dirinya... Hatinya sakit dan kesepian...Dia sembunyikan kepala di antara
lututnya sambil menangis.
***************
Setelah
menikmati hidangan makan malam yang lezat ala Amer, Mirza merasa sedikit tidak
nyaman, jadi dia berjalan-jalan keluar istana untuk mencari udara segar. Dia
terkejut saat melihat seorang gadis duduk sendirian di atas bangku pada malam
selarut ini. Saat dia mendekat, sayup-sayup dia mendengar isakan yang tertahan.
Dia bertanya dengan cemas, “Siapa kau dan mengapa kau menangis di sini?”
Begitu
Shivani sadar ada orang sedang berdiri di dekatnya... sontak dia mendongak
dengan wajahnya yang sembab...Keduanya sama-sama terkejut, Mirza yang pertama
bersuara, “Shivani!!”
Shivani
berteriak dengan sama terkejutnya, “Mirza!!!”
Mirza
bertanya khawatir, “Apa yang terjadi Shivani? Mengapa kau menangis dan kenapa
kau sendirian disini malam-malam begini di bawah cuaca sedingin ini.”
Shivani
agak kesal, “Bukan urusanmu mengapa aku menangis dan apa yang kulakukan di
sini, berhenti bersikap pura-pura peduli padaku dan tinggalkan aku
sendiri...Aku bukan Sukanya di!!”
Mirza
duduk di sebelahnya tanpa berkata apa-apa.
Shivani
kembali menghardik, “Kau tidak mengerti?!...Tinggalkan aku sendiri.”
Mirza
menjawab dengan nada serius, “Tidak, aku tidak mengerti, mengapa kau menangis?
Dan mengapa kau duduk di sini sendirian di cuaca sedingin ini?”
Shivani
menjawab dengan suara tinggi, “Aku sedih karena kedua kakakku akan segera pergi
meninggalkanku dan aku akan kesepian di istana, kami mengundang banyak sekali
tamu yang berisik dan suka sekali mencampuri urusan pribadi orang lain jadi aku
keluar untuk menikmati waktuku sendirian tapi sayangnya mereka ada di
mana-mana, bahkan di sini...”katanya sambil menatap kesal pada Mirza.
Mirza
mengabaikan sindirannya dan menjawab dengan lembut, “Shivani jika kau merasa
sedih soal kepergian kakak-kakakmu, kenapa kau tidak datang saja ke Agra
bersamanya. Aku janji kau tidak akan merasa kesepian di Agra dan kami akan
merasa sangat beruntung menyambut tamu seperti dirimu dan kumohon jangan
menangis, air mata tidak cocok di wajah cantikmu.”
Shivani
tertegun menatapnya meski tubuhnya gemetar kedinginan. Dia tidak pernah
menyangka Mirza bisa bersikap sangat perhatian.
Mirza
menggeser tubuhnya makin dekat dan menyampirkan syal ke tubuh Shivani. Shivani
terkejut dengan tindakan kecil itu...dia tidak tahu harus bereaksi seperti
apa...Hatinya tersentak saat ingat bahwa Mirza lebih menyukai Sukanya daripada
dirinya.
Mirza
berkata kalem, “Shivani, di sini sangat dingin...ayo kita masuk ke dalam istana
kalau tidak kau akan sakit dan lagipula Mehndi rasam akan segera dimulai.”
Shivani
tidak mengerti mengapa Mirza bersikap sangat aneh padanya. Sepanjang waktu dia
terus mengganggu dan mengusiknya tapi mengapa sikapnya sangat berbeda sekarang?
Tiba-tiba...Shivani
membentaknya dengan kata-kata kasar dan menyakitan, “Apa kau salah mengenaliku
sebagai Sukanya jiji atau mungkin aku adalah pilihan keduamu, karena sekarang
Sukanya jiji sudah terikat pada orang lain...tapi dengar baik-baik...aku sangat
mengenal orang sepertimu...sikapmu yang norak...Kau tidak punya kesempatan dengan
Sukanya jiji jadi sekarang kau coba mendekatiku. Sungguh, aku merasa kasihan
padamu...Betapa menjijikkannya dirimu?” Dia menarik napas dan melanjutkan, “Kau
tahu, aku menyukaimu sampai saat ini, kupikir sifatmu mirip Jijusa tapi tapi
kau bahkan tidak mendekati sifatnya sedikitpun. Berhentilah pura-pura
mempedulikanku...Aku tidak akan jatuh ke dalam perangkapmu dan kuperingatkan,
menjauhlah dariku...dasar playboy...” Bersamaan dengan semua kata-kata
pahitnya, tanpa sadar semua luka di dalam hatinya terbuka lagi dan air mata
yang tak diinginkannya menetes dari pelupuk matanya, dengan cepat dia bangkit
dari duduknya dan berlari menuju ke istana.
Mirza
membeku menghadapi kemarahan dan kebencian Shivani padanya. Hatinya hancur
setelah dihina seperti itu.
Jodha
dan Jalal kembali ke istana pada saat yang bersamaan ketika Shivani berlari
sambil menangis ke dalam istana.
Sudut
mata Jalal menangkap keberadaan Mirza yang berjalan ke dalam istana.
Jodha
berlari mengejar Shivani sedangkan Jalal berjalan marah ke arah Mirza.
Jalal
bertanya dingin, “Apa yang telah kau lakukan pada Shivani? Sudah kukatakan
dengan jelas tetaplah di dalam batasmu atau kalau tidak kau harus membayar
konsekuensinya.”
Mirza
menjawab sedih, “Bhai Jaan, aku mengerti jika Shivani salah paham terhadapku
tapi kau saudaraku, bagaimana bisa kau menganggapku serendah itu.”
Jalal
mulai bisa menerka situasinya dalam satu kalimat itu, lalu dia berkata dengan
menyesal, “Mirza, jangan salah mengartikan kata-kataku tapi tadi kulihat
Shivani menangis dan berlari masuk ke dalam istana dan kemudian aku melihatmu
berjalan di belakangnya jadi aku bertanya agak keras padamu tapi aku sepenuhnya
percaya padamu.”
Mirza
menjawab lemas, “Bhaijaan, aku ingin istirahat di kamarku...Shabba Khair.”
Jodha
masuk ke dalam kamar Shivani dan melihatnya berbaring di atas tempat tidur dan
menangis tersedu-sedu.
Jodha
duduk di dekat Shivani dan membelai rambutnya lalu bertanya dengan halus,
“Shivani, apa yang terjadi? Mengapa kau menangis?”
Shivani
bangkit dan memeluk Jodha lalu menangis lagi selama beberapa menit lagi sebelum
menjawab, “Tidak apa-apa Jiji...Aku hanya sedih karena besok kau akan pergi
kembali ke Agra dan Sukanya juga akan segera menikah dan juga pergi dan aku
ditinggal sendirian di istana ini.”
Jodha
menjawab tenang, “Shivani, kau belajar berjalanpun denganku, aku sangat
mengenalmu, jangan bohong pada Jiji-mu...katakan padaku apa yang terjadi? Apa
yang mengganggu pikiranmu?”
Shivani
menatap Jodha dengan sedih lalu mengaku, “Jiji, aku sedih karena aku tidak
cantik seperti kau dan Sukanya jiji...Tidak ada yang menyukaiku...bahkan aku
menguping saat Bapusa dan Masa membicarakan tentang diriku dan mengkhawatirkan
pernikahanku...dan...” dia menggantung kalimatnya.
“Dan
apa Shivani???” Jodha mendesak.
“Dan
Jiji Mirza mengejar Sukanya jiji, maksudku....Pertama dia menyukainya dan
sekarang ketika dai tahu dia tidak bisa mendapatkannya...dia coba-coba bersikap
perhatian padaku dan itu menyakitkan untukku. Kenapa semua pangeran dan Raja
menyukaimu dan Sukanya jiji...dan semua orang memperlakukanku seperti anak
kecil. Aku bukan anak kecil lagi.” Katanya sambil bersungut-sungut.
Jodha
mulai mengerti rasa frustasinya dan ketertarikannya yang tersembunyi terhadap
Mirza. Dia membelai wajahnya dan menjawab kalem, “Shivani, pernahkah kau lihat
dirimu di depan cermin?? Aku dan Sukanya, kami berdua tidak sepadan denganmu.
Kau benar-benar gadis yang cantik dan untuk kau ketahui Mirza sebenarnya sangat
menyukaimu. Dia bahkan secara tidak langsung menceritakan dirimu pada
Shahenshah.
Shivani
menjawab jengkel, “Jodha jiji, jangan bohong padaku, Mirza sangat menyukai
Sukanya jiji...kau mungkin tidak tapi aku memperhatikannya. Sejak kemarin dia
membuntuti Sukanya jiji kemanapun...bahkan ke Upacara Sangeet.”
“Shivani...dia
memang disuruh melakukan itu...Itu bagian dari rencana kami untuk membuat Surya
cemburu hingga dia mengakui cintanya pada Sukanya dan itulah yang sebenarnya
terjadi. Kasiha Mirza dia hanya ingin membantu saudari kita dan dia malah
terjebak di dalamnya.” Jodha menjelaskan sambil terus menatap Shivani.
Shivani
menatap Jodha terkejut, “Apa??? Dia bagian dari rencana...Ohhh...Aku tidak tahu
dan aku sudah mengatakan kata-kata yang meyakitkan pada Mirza. Dengan tulus dia
peduli padaku dan kukira...Ohh..Jiji...Dia pasti sangat marah padaku... Ya
Tuhan, bagaimana aku harus bersikap di depannya sekarang??” katanya
pelan...namun tiba-tiba wajahnya kembali cerah.
“Kau
menyukai Mirza, Shivani?” Jodha bertanya terus terang.
“Tidak...Jiji...bukan
seperti itu...Itu hanya... Aku salah paham dengannya dan lagipula Jiji, aku
tidak percaya dengan urusan cinta yang konyol dan semuanya itu... itu hanya
untukmu dan Sukujiji...Tidak mungkin...Aku tidak menyukainya seperti itu...Aku
hanya menganggapnya sebagai teman baik.” Dia menjelaskan sambil berusaha
meyakinkan dirinya sendiri.
“Hmmm,
sebenarnya Shivani, Shahenshah sedang mencari jodoh untuk Mirza dan aku
berpikir...Tapi sudahlah...lupakan saja...aku akan menyarankan gadis lain
saja.” Jodha berkata tenang dan serius.
“Ohhh...siapa
yang kau pikirkan pertama kali??? Jadi kau sudah punya kandidat?” Shivani
bertanya tak sabar.
“Shivani,
sekarang saatnya Mehndi dan kita harus bersiap-siap, jadi pikirkan itu
saja...jangan cemaskan Mirza.” Dengan sengaja Jodha menyudahi pembicaraan
itu...Dia ingin Shivani menyadari perasaannya pada Mirza dengan caranya
sendiri.
Di
dalam kamarnya, Shivani berpikir sambil bersiap-siap untu acara...’Aku sudah
bersikap kasar pada Mirza, dia tulus peduli padaku dan aku bersikap sangat
kejam padanya. Aku bahkan menghinanya dengan merendahkan kepribadiannya dan
menyebutnya playboy. Aku harus minta maaf padanya...tapi jika dia tidak
tertarik pada Sukanya di, lalu apa yang dilakukannya saat Sangeet???Apa dia
datang untuk melihatku? Mengapa dia memberikan syalnya padaku dan saat aku bersikap
sinis dan mencemoohnya, dia tetap tenang, sopan dan peduli padaku. Dia khawatir
aku akan terkena flu jadi dia memberikan syalnya pdaku meski aku sudah memakai
punyaku sendiri, dia sangat tampan dan menarik lalu kenapa dia menyukaiku??’
Dia memandangi dirinya sendiri di cermin dan bertanya dalam hati, ‘Apakah aku
cantik?’ Wajahnya merona malu...Matanya tertuju pada syalnya...dia peluk syal
itu dan tenggelam dalam lamunannya..
Sukanya
dan Jodha, keduanya sudah siap dan datang ke kamar Shivani dan melihatnya
sedang melamun di depan cermin...
Sukanya
dan Jodha, keduanya tertawa melihatnya memakai syal pria...dan tersesat dalam
lamunannya.
Jodha
menggoda, “Shivani, apa itu syalnya Mirza??”
Seketika
Shivani merasa malu, dia tergagap menjawab, “Jiji...dingin sekali jadi aku
memakainya...” sambil melepaskan syal itu dan meletakkannya di atas meja, lalu
bertanya santai, “Lagipula warna ini terlalu membosankan untuk seleraku..dan
Jiji, kita sudah terlambat, ayo pergi...”
Jodha
dan Sukanya saling berpandangan penuh arti...mata mereka sama-sama menari
dibalik senyum misterius di wajah masing-masing.
Mirza
merasa sangat sedih... Telinganya terus-menerus menggemakan kata playboy...
lagi dan lagi... Makin menyakitkan baginya karena mendengarnya dari mulut gadis
yang dia cintai. Dia putuskan tidak akan bicara lagi dengan Shivani dan semua
wanita.
***********************
Upacara
Mehndi dilaksanakan di aula yang lebih kecil....Hanya keluarga terdekat dari
masing-masing pihak yang diundang...seluruh ruangan di penuhi aroma mehndi. Para
gadis kecil sangat bersemangat dan suka melihat mehndi...Sekumpulan wanita
menyanyikan lagu pernikahan... Para gadis muda dan para ipar menggoda Jodha dan
Sukanya. Keduanya tersenyum tapi hanya Shivani yang merona tanpa alasan
jelas... Sesuai tradisi, satu demi satu kelima anggota keluarga meletakkan
Mehndi di tangan Jodha.
Jodha
mencemaskan Mirza dan berdoa agar dia selamat dari kemarahan Jalal. Dengan
sengaja, dia meminta Shivani untuk pergi ke kamar Shahenshah dan memeriksa
apakah dia membutuhkan sesuatu.
Shivani
tidak ingin melewatkan satu menitpun acara ini jadi dia berlari cepat menuju
kamar Jalal seperti anak kecil. Dia melewati penjaga pintu dan memasuki kamar
Jalal dan hampir bertabrakan dengan Mirza... Tiba-tiba melihat Mirza tepat di
depan mata...dia melangkan mundur dua langkah dan menundukkan wajah karena rasa
bersalahnya.
Mirza
menatapnya kesal dan menyingkir ke arah lain.
Jalal
sedang bersantai di atas sofa, melihat Mirza dan Shivani dalam suasana yang
canggung, dia bertanya santai, “Shivani...apa yang kau lakukan di sini, apa
semuanya baik-baik saja???”
Shivani
berjalan mendekat ke arah Jalal dan menjawab dengan napas terengah, “Jijusa,
Jiji mengirimku ke sini untuk menanyakan apa kau butuh sesuatu?”
Jalal
bercanda, “Ya Shivani...yang aku butuhkan saat ini adalah Jiji-mu.”
Shivani
merona dan berlari keluar dari kamar Jalal sambil cekikikan geli. Melihat rona
merah di wajah Shivani menerbitkan seulas senyum di wajah Mirza yang tidak
luput dari perhatian Jalal.
Shivani
berlari kembali ke aula tempat acara...dimana semua orang sedang duduk
mengelilingi Jodha, termasuk Mainavati...Dadisa...Hamida...meletakkan Mehndi di
tangan Jodha.
Shivani
mendekat ke dalam lingkaran dan memanggil, “Jodha jiji.”
Jodha
sedang sibuk dengan mehndi hingga dia tidak mendengar panggilannya...Shivani
memanggil lebih kencang, “Jodha jiji.” Perhatian semua orang teralihkan pada
Shivani.
Jodha
menjawab santai, “Mengapa kau berteriak Shivani? Apa yang terjadi?”
Shivani
menjawab genit, “Jodha jiji, sesuai permintaanmu aku pergi menanyakan pada
Jijusa apa yang dia butuhkan dan dia bilang saat ini yang dia butuhkan adalah
KAU.”
Semua
orang di dalam aula itu serempak tertawa... Jodha merasa malu sekali jadi dia
sembunyikan wajahnya di balik bahu Mainavati.
Beberapa
menit berlalu, Jalal memperhatikan Mirza yang sedang duduk terdiam, tenggelam
dalam pikirannya sendiri, Jalal ikut sedih melihat Mirza tertekan seperti
itu...dia seakan ikut merasa bersalah atas apa yang dialaminya. Dia tahu benar
Mirza jatuh cinta pada Shivani dan hanya satu orang yang mampu menceriakannya
sekarang dan orang itu adalah Shivani... mereka harus bicara untuk menjernihkan
kesalahpahaman ini.
“Mirza,
aku butuh bantuanmu...” ujar Jala santai.
“Ya
Bhai Jaan, Apa yang bisa kulakukan untukmu?” tanyanya serius.
“Aku
ingin kau menuliskan sebuah surat kepada Bhabhi Jaan-mu atas namaku.” Kata
Jalal.
“Bhai
Jaan, apa??? Kenapa kau ingin menulis surat untuk Bhabhi Jaan??” dia bertanya
bingung.
“Karena
aku tahu alasannya mengirim Shivani kemari...Jadi aku akan menjawabnya.”
Jawabnya misterius.
“Bhai
Jaan, kau membuatku bingung...tolong jelaskan.” Pinta Mirza.
“Sebenarnya,
kau ingat Bhabhi jaan-mu menantangku dan sesuai kesepakatan jika kau menang,
maka seharusnya dia menghabiskan malam denganku tapi dia menolaknya sekarang
karena keluarganya ingin menghabiskan malam ini dengannya.” Jalal menjelaskan.
“Tapi
Bhai Jaan, ini adalah hari terakhirnya bersama keluarganya..” dia berkata
dengan nada pelan dan terdiam dengan gugup menyadari dia sudah kelewatan
batas...
“Aku
tahu, tapi seharusnya dia sudah mempertimbangkan hal itu sebelum menantang
Shahenshah E Hindustan...” jawabnya sambil tersenyum misterius.
Mirza
ikut tersenyum dan berkata, “Bhaijaan...Kau suka sekali menggodanya, ya!!”
Setelah
mendiktekan sebuah pesan untuk Jodha, secara spesifik Mirza diinstruksikan
untuk menyampaikan surat itu hanya melalui Shivani. Dia memberitahunya agar
menyuruh Reva yang masuk ke dalam aula dan memanggil Shivani keluar lalu
memberikan surat ini langsung padanya.
Dia
berkata sedih, “Shivani...”
Jalal
mengabaikan keengganannya dengan sengaja dan berkata, “Bisakah kau pergi dan
menyampaikan surat ini sekarang...?”
Dia
sedikit cemberut dan membalas, “Ya bhaijaan...”dengan kesal Mirza keluar dari
kamar itu.
Sesuai
instruksi Jalal, dia menyuruh Reva masuk ke dalam untuk memanggil Shivani
keluar dari aula.
Segera
saja saat Shivani tahu Mirza sedang menunggunya di luar, jantungnya berdegup
cepat...Ya Tuhan...Mengapa dia memanggilku keluar pada saat selarut ini?
Pikirnya....Dia terlihat sedih saat aku pergi ke kamar Jijusa...tapi dia adalah
tamu kami dan aku sudah memperlakukannya dengan salah, dia berusaha menolong
Sukanya jiji tapi aku malah menghinanya dan berkata kasar padanya, jadi
harusnya aku pergi dan meminta maaf atas kekeliruanku.
Dia
keluar dan berjalan pelan ke arah Mirza.
Tiba-tiba
Mirza mengulurkan tangannya dan mengangsurkan sebuah surat padanya dan
buru-buru bicara tanpa memandang Shivani...”Bhaijaan mengirim surat ini untuk
Bhabhi Jaan, sampaikan padanya secara pribadi...”
Belum
sempat Shivani menanggapinya, Mirza sudah berjalan pergi.
Shivani
berteriak memanggilnya, “Tunggu...Aku ingin bicara denganmu..”
Dia
berhenti dan berbalik sambil menaikkan alisnya, dan berkata dengan kesal, “Apa
lagi yang harus dibicarakan atau kau ingin menghinaku lagi???”
Hmmm...dia
terlihat benar-benar marah dan kecewa...Shivani berjalan cepat mendekatinya,
lalu meminta, “Tolong dengarkan aku...Aku ingin minta maaf atas
kesalahanku...Aku benar-benar menyesal atas semua yang telah kukatakan...”
Mirza
menatapnya frustasi dan tanpa mengucapkan apapun dia berjalan kembali ke
kamarnya dengan langkah cepat.
Shivani
berlari mengejarnya dan berkata...”Oyeee...hello...dengar...kasarnya...Aku
minta maaf dan ke pergi begitu saja dengan sombongnya tanpa mengatakan apapun
padaku.”
Mirza
tetap mengabaikannya dan terus berjalan, namun segaris senyum terulas di
bibirnya..’Dia benar-benar gila’ pikirnya...
Dengan
cepat Shivani menyentak tangannya dang berkata, “Kau tidak bisa pergi seperti
ini... Kau harus memaafkan aku...”
Mirza
menarik napas dengan kasar dan memicingkan matanya lalu menggeram, “Ohh ini
caramu meminta maaf Shivani...Lepaskan tanganku...Tidak seharusnya kau memegang
tangan seorang playboy...” kata-kata yang pernah diucapkan Shivani masih
menusuk hatinya.
Shivani
menjawab kesal, “Jangan terlalu sinis...Aku bilang maaf dan aku siap menerima
hukuman apapun tapi kau harus memaafkan aku...” katanya dengan santai...tapi
memaksa.
“Shivani,
aku tidak berniat memaafkanmu dengan alasan apapun dan aku juga tidak akan
menghukummu...”katanya kaku dan tersenyum sinis.
Kelihatannya
dia tidak akan memberikan maaf dengan mudah...dia begitu kecewa padaku tapi aku
juga tidak menyerah semudah itu, pikirnya...”Kau tidak pernah tahu betapa keras
kepalanya aku...Kau harus memaafkan aku kalau tidak aku akan menghukum diriku
sendiri dengan duduk di luar di cuaca sedingin ini sampai kau datang dan
menerima permintaan maafku...” katanya dengan mengancam.
Apa
yang dia pikirkan...??? Pertama dia menyakitiku dan sekarang dia mengancamku.
Dengan marah Mirza menatapnya dan berkata dengan kasar, “Kau pikir bisa
mengancamku seperti itu...” dia terdiam lalu melanjutkan dengan nada lebih
tinggi dan tegas tak mau dibantah, “Dengar...aku tidak peduli, lakukan saja
yang ingin kau lakukan...kau bisa meloncat ke dalam api atau meloncat dari atas
gunung...bukan urusanku dan jangan mengikutiku terus...Ini peringatan untukmu.”
Mirza
berjalan pergi dengan marah.
Dengan
sedih Shivani menatapnya pergi...dan bergumam, “Khadoos(kasar)” lalu dia
berjalan kembali ke aula upacara dan mendekati Jodha lalu berbisik,
“Jiji...Jijusa mengirim pesan untukmu...”
Jodha
terkejut dan menjawab dengan bisikan, “sshh..Shivani, buka pesannya dan
pegangkan untukku.”
Jantungnya
berdetak cepat...dia menelan ludah dengan gugup...Shivani membuka pesan itu
untuk Jodha...”Tantangan... taruhan...penantian...ATAU” dia membaca keempat
kata dalam pesannya... dan berbisik gugup ATAU’...Ya Tuhan...apa yang harus
kulakukan?? Matanya membelalak ngeri...dia mulai terserang panik saat apa yang
ditakutkannya terjadi...Ohh tidak...bagaimana seandainya dia datang kemari....Sebaiknya
kau kembali ke kamarku, lagipula mehndi-nya sudah selesai.
Hampir
tengah malam jadi hampir semua wanita sudah pergi, hanya beberapa keluarga
dekat yang masih mengobrol...saatnya menyudahi acara...
Jodha
berkata dengan wajah datar dan suara yang dibuat seolah dia mengantuk..”Masa,
aku sangat lelah, bisakah aku kembali ke kamar untuk beristirahat...”
Sukanya
dan dadisa, keduanya ikut-ikutan, “Kami juga lelah jadi kami juga akan pergi ke
kamar Jodha.” Yang lainnya juga ikut mengatakan hal yang sama.
Jodha
merutuki nasibnya...dia tidak punya pilihan jadi dia memaksakan senyum dan
menyambut semua orang di kamarnya untuk sesi mengobrol dan menggeram kesal dalam
hati pada Jalal atas ketidak sensitifannya, “Jallad Jalal...”
Mirza
merasa sedikit lebih baik setelah Shivani meminta maaf padanya...Dia ingat saat
Shivani memegang tangannya dan memaksanya untuk memaafkan dirinya...dia
tersenyum kecil mengingat sifat keras kepalanya yang unik itu.
Jalal
memperhatikan setitik sinar dan senyum kecil di wajah Mirza...
Jalal
bertanya santai, “Mirza...Apa kau sudah menyampaikan pesannya pada Shivani?”
“Ya..Sudah.”
jawab Mirza pasif.
Dengan
nada serius untuk menutupi kegelian di wajahnya, Jalal bertanya lagi, “Kuharap
Shivani tidak bersikap terlalu berlebihan... Menurutku dia itu terlalu
blak-blakan dan mengganggu..”
Mirza
langsung memotong untuk membantahnya, “Oh..tidak...tidak...Bhaijaan..Shivani
sangat manis...Sebenarnya aku menyukainya yang seperti itu...Dia sangat jujur
dan gadis yang polos.”
Jalal
terus memancing, “Mirza, kau sangat naif...Menurut pendapatku, dia terlalu
dimanja oleh Raja Saheb...Aku sangat terkejut dia berani menghinamu...kau
adalah tamu di Amer...Aku mempertimbangkan untuk membicarakan masalah pada Raja
Bharmal tentang kelalukannya yang tidak sopan dan arogan..”
Mirza
menjawab gugup dan agak cemas, “Aku tahu dia agak keras kepala, tapi dia sudah
meminta maaf padaku atas sikapnya yang tidak sopan tadi ketika aku menyampaikan
pesanmu untuk Bhabhi Jaan...Bhaijaan...Aku minta padamu untuk tidak melaporkan
masalah ini pada Raja Bharmal....Kau tahu...dia sudah cukup sedih dan
kecewa...Setelah makan malam, saat aku berjalan-jalan keluar, aku melihatnya
duduk di bangku dan menangis...Saat kutanyakan padanya dia bilang...dia
menangis karena kedua kakaknya akan segera menikah dan akan pergi meninggalkan
istana....dan dia kecewa padaku karena dia perhatikan aku menggoda
Sukanya...Bhaijaan kumohon jangan melaporkan dia pada Raja Bharmal...Dia
sebenarnya sangat baik.” katanya dengan pelan di akhir penjelasannya.
“Tapi
aku sungguh tidak habis pikir...Mengapa dia kecewa padamu...Kau menggoda
Sukanya bukan dirinya...”itu pertanyaan jebakan dari Jalal.
“Bhai...jaan..kau
tahu...kau tahu yang sebenarnya...Aku..”dia bingung merangkai kata yang benar
dalam benaknya.
“Mirza...Apa
yang ingin kau katakan??? Katakan dengan jelas...Mengapa Shivani kecewa
padamu??? Jalal bertanya tegas.
“Bhai
Jaan...maksudku...kau tahu Shivani..”
Jalal
menghela napas keras-keras dan menjawab, “Ya aku tahu dia Mirza....Maksudmu
apa? Dan aku tidak bisa membiarkannya begitu saja...beraninya dia menghinamu?
Dia harusnya dihukum...”
Tiba-tiba
Mirza membentak dan menjawab setengah berteriak, “Bhai Jaan...” langsung dia
sadar dan kembali berkata pelan, “Maaf Bhai Jaan...tapi Shivani benar-benar
polos dan naif dan itu adalah kesalahanku, ketika kulihat dia bersedih... Aku
tidak bisa menahan diri, aku hanya bermaksud membuatnya nyaman dengan
memberikan syalku padanya dan mengatakan hal-hal yang manis padanya...jadi dia
pikir aku sedang menggodanya...dan itulah kenapa di salah paham padaku.”
“Itu
artinya kau sangat menyukainya dan dia tidak suka menerima perhatian darimu.”
Ujar Jalal.
“Bukan
seperti itu...Kupikr dia kecewa padaku karena dia mengira Sukanya adalah
pilihan pertamaku bukannya dia dan dia pikir...Aku tidak bisa mendapatkan
Sukanya jadi sekarang aku menggodanya...Bhai Jaan...Ini semua bukan
salahnya...percayalah padaku...gadis manapun akan berpikiran yang sama seperti
itu...”jawab Mirza. Ohh tidak...mengapa aku tidak berpikir seperti itu
sebelumnya....Dia cemburu pada Sukanya, itulah kenapa reaksinya
berlebihan...dan itu artinya dia sebenarnya menyukaiku..
“Jadi
dia sudah minta maaf atas sikapnya yang tidak sopan dan kau sudah
memaafkannya??” tanya Jalal.
“Tidaaak..Aku
masih sangat marah padanya...aku tidak banyak bicara dan pergi begitu
saja...”jawab Mirza menyesal.
“Menurutmu
dia menyukaimu, Mirza??” tanya Jalal terus terang.
“Aku
tidak tahu Bhaijaan.. dia itu sangat membingungkan..”
“Kau
mencintainya??”
“Aku
juga tidak tahu Bhaijaan tapi air matanya membuatku hancur dan hatiku sakit hanya
dengan memikirkan bahwa mulai besok aku tidak bisa melihatnya lagi...Aku belum
pernah merasa bimbang seperti ini sebelumnya...Aku tidak bisa berhenti
memikirkannya.” Jawabnya dengan suara tertahan.
Jalal
tersenyum lebar dan berkata dengan penuh semangat, “Kau hanya punya waktu satu
hari untuk mencari tahu...Lagipula...Ini sudah larut malam, kembalilah ke
kamarmu dan beristirahatlah, tapi sebelum kau pergi aku punya satu pesan untuk
Bhabhi Jaan-mu..”
“Bhai
Jaan...ini sudah malam...dan mungkin semua orang sudah pergi...dan Bhabhi Jaan
mungkin juga sudah tidur...” jawab Mirza.
“Dia
pasti tidak akan bisa tidur setelah membaca pesan pertamaku....itulah kenapa
aku mengirim pesan ini padanya... aku sudah cukup menggodanya dan malam ini dia
butuh tidur yang lelap dan ini juga kesempatanmu bisa menemui Shivani sekali
lagi...” Jalal tersenyum misterius..
Matanya
langsung bersinar dengan ceria, “Oh...Bhai Jaan...Kau berlebihan sekali...”
keduanya tertawa.
Mirza
membawa pesan itu dan menuju aula tapi tidak seorang pun ada di sana, jadi dia
pergi ke kamar Jodha...Reva dan Mothi sedang duduk di luar kamarnya.
Reva
bertanya menggoda pada Mirza, “Pesan lain untuk Jodha begum??”
Mirza
tersenyum dan menjawab, “Ya...bisa kau panggil Shivani keluar?”
Moti
yang menjawab, “Tapi Shivani tidak ada di dalam kamar Jodha..”
Mirza
berkata lagi, “Bisa kau pergi ke kamarnya...pesan ini sangat penting dan
Shahenshah memintaku untuk memberikan pesan ini pada Shivani untu disampaikan
pada Bhabhi Jaan.”
Reva
menjawab, “Biar aku yang pergi dan memanggilnya keluar...” Kamar para saudari
Jodha saling bersebelahan...jadi Reva berlari ke dalam kamar Shivani namun
kamarnya kosong lalu dia memeriksa ke dalam kamar Sukanya tapi dia juga tidak
ada di sana..”
Reva
berlari keluar dan berkata cemas, “Dia tidak ada di kamar manapun..”
Moti
kembali berlari masuk ke dalam kamar Jodha untuk memastikan sekali lagi dan segera
keluar dengan perasaan cemas, “Dia juga tidak ada di dalam kamar Jodha..”
Mirza
ingat kata-katanya yang dia pikir hanyalah cara Shivani mengancamnya...”Aku
akan menghukum diriku sendiri..” Dia berusaha mengatur ekspresinya agar
terlihat lebih santai, saat diperhatikannya Moti dan Reva yang panik,
kekhawatirannya akan membuat mereka dalam masalah. Dia berkata santai, “Jangan
khawatir, aku tahu dimana dia... Aku melihatnya di kamar Raja Bharmal beberapa
saat lalu mungkin dia masih ada di sana.”...lalu dia memberikan pesan itu pada
Moti dan menjelaskan dengan hati-hati, “Moti, pastikan kau menyampaikan surat
ini dengan diam-diam pada Bhabhi Jaan...” segera dia menuju ke gerbang
istana...tapi sebelum dia pergi, dia masih sempat berpesan..”Moti...Jangan ceritakan
pada siapapun soal Shivani...Tidak baik membuat banyak orang cemas.”
Mirza
pergi keluar menuju ke taman istana dengan cemas...Jantungnya serasa copot
membayangkan Shivani berada di luar menunggunya memaafkan dirinya di cuaca
sedingin ini...Dia kesal memikirkannya...betapa tidak pekanya Shivani...Gadis
bodoh tak berotak yang keras kepala..
Shivani
sedang duduk di sudut bangku...dia peluk lututnya dengan kedua tangannya
sementara wajahnya disembunyikannya diantara lutut untuk membuatnya tetap
hangat...Ketika Mirza memperhatikannya dari jauh, dia bahkan tidak memakai syal
hangat apapun...Mirza berlari menuju ke arahnya...dia mengutuk dirinya karena
tidak mempercayainya dan menyadari betapa keras kepalanya Shivani.
Moti
dan Reva berlari masuk ke dalam kamar Jodha dengan membawa pesan itu...Begitu
mata Jodha melihat kertas pesan berwarna merah, hatinya berdebar... Secepat
kilat dia bangkit dari duduknya dan memanggil Moti ke sudut ruangan sambil
bertanya khawatir, “Apa ini pesan dari Shahenshah?”
Moti
mengangguk bermaksud menggodanya, namun setelah melihat wajahnya yang ketakutan
dia bertanya serius, “Semua baik-baik saja, Jodha???” Dengan tidak sabar Jodha
memintanya untuk membuka pesan itu agar dia bisa membacanya...Wajahnya terlihat
sangat gugup dan jantungnya bedetak dalam kecepatan tinggi...
Tarik napas dalam-dalam,
sayangku...Aku mencintaimu Jodha...Aku sangat mencintaimu hingga aku tidak
ingin melihat segaris kecemasan di kecemasan di keningmu meski untuk sebuah
gurauan...Aku hanya menggodamu...Aku membebaskanmu malam ini...Aku ingin kau
bersantai dan menikmati waktumu yang berharga bersama keluargamu tapi
rindukanlah aku juga...Aku hanya berharap aku bisa melihat dan mencium aroma
tanganmu yang penuh dengan Mehndi tapi mungkin lain waktu saja...lagipula aku
sudah memberikan malamku pada keluargamu...Kuharap suatu saat aku bisa
menuliskan betapa cantiknya dirimu malam ini...namun aku masih menikmati makanan
penutup yang manis di atas tempat tidurku sambil mengutuk pada
bulan...Merindukanmu sayang...Milikmu dan selamanya milikmu hingga tak terbatas
waktu...Jallad...
Jodha
membaca seluruh isi pesan itu dalam satu tarikan napas saja...Dia sudah membaca
seluruh pesannya tapi wajahnya masih tampak gugup dan cemas...butuh beberapa
detik baginya untuk memahami apa yang telah dia baca... tapi wajahnya perlahan
berubah dari ketakutan menjadi senyum penuh cinta...senyum merona...dan
akhirnya setelah dia baca kata makanan penutup wajahn dan matanya tampak
malu-malu...jantungnya berdegup kencang...Perlahan dia baca sekali lagi dan
memahami tiap katanya sambil membayangkan dirinya... dan tersipu malu.
Moti
dan Reva saling berpandangan dengan senyum cerah saat melihat Jodha melamun
karena pesan itu.
Jodha
bergumam pelan, “Jallad.” Dan tersenyum kecil..’Jalal, gurauanmu dan cintamu
benar-benar khas dirimu...aku tidak bisa membedakan kapan kau hanya menggodaku
dan kapan kau sedang serius...tapi pesanmu telah membawa pergi
kantukku...Keinginanmu adalah segalanya untukku’ katanya pada dirinya
sendiri...dan segera berbalik untuk bertanya pada Mainavati, “Masa, boleh aku
pergi menemui Bapusa, dia pasti akan sangat sibuk besok dan aku tidak punya
kesempatan lagi untuk mengobrol dengannya.”
Mainavati
menjawab, “Jodha, ini sudah malam, mungkin Bapusa-mu sudah tertidur sekarang,
dan besok akan kupastikan kalian berdua punya waktu untuk mengobrol.”
Jodha
menjawab sedih, “Oke Masa.”
“Mengapa
kau melarang ladoo-ku...Jika dia memang sudah tidur, maka Jodha akan
kembali...biarkan dia pergi...ini istananya juga, dia tidak butuh ijinmu.” Dadisa
memarahi Mainavati.
“Baiklah
Jodha, kau boleh pergi tapi segeralah kembali.” Dengan terpaksa Mainvati
memperbolehkannya pergi.
Jodha
menjawab tenang untuk menutupi suka citanya, “Terima kasih Masa. Aku akan
segera kembali.”
Dia
keluar dari kamarnya bersama Moti dan reva... dan berbisik pada keduanya,
“Moti, aku akan menemui Shahenshah, dia ingin melihat mehndi-ku...Jika
kebetulan Bapusa datang kemari maka beritahu aku secepatnya. Aku akan segera
kembali.”
Dia
berlari menuju ke kamar Jalal sambil mengingat kembali setiap kata dalam
pesannya...Dia ingin memeluk dan menciumnya untuk pesannya yang sangat manis.
Dia
melewati gerbang...penjaga tidak menghentikannya tapi cukup terkejut melihatnya
di malam selarut ini... Jodha masuk ke dalam kamarnya...hanya satu lilin yang
menyala...tirai berkibar tertiup angin...Sinar bulan menerobos masuk dari
jendela dan menyinari wajahnya...Dia berdiri di samping ranjang...dan tersenyum
melihat wajah polosnya yang sedang tidur... Wajahnya tampak lebih bersinar dari
sebelumnya....Seulas senyum terukir di wajah Jalal.
Jalal
serasa mendengar gemerisik suara gelang kakinya dalam tidurnya dan merasakan
kehadirannya di dalam kamar itu...Perlahan Jodha mendekat dan duduk di atas
ranjang di sebelah tubuhnya... Saat melihat wajah polosnya yang menawan dari
dekat, Jodha tidak bisa menahan diri...Dia menundukkan wajahnya dan mencium
keningnya, Jalal tetap bergeming...lalu dia mencium kedua pipinya dan berbisik,
“Jalal, aku juga sangat merindukanmu.”
Jalal
tersenyum dan membuka matanya...Keduanya saling menatap penuh cinta...Jalal
menangkup wajahnya dan mencium bibirnya dengan lembut...dan berbisik, “Jodha
apa yang kau lakukan di sini?”
“Aku
datang ke sini untuk mewujudkan keinginanmu..” jawabnya sedikit bergumam.
“Jadi
kau akan menghabiskan malam ini denganku sesuai keinginanku??” tanyanya
menggoda setengah berbisik.
“Aku
kemari untuk menunjukkan Mehndi-ku, itulah yang kau inginkan dalam pesanmu.”
Katanya sedikit kesal.
“Biar
kulihat.” Jalal bangkit untuk melihat Mehndi-nya...”Jodha, di sini terlalu
gelap aku bahkan sulit melihat wajahmu, bagaimana aku bisa melihat Mehndi-mu.”
Katanya pelan lalu berdiri dan mengambil sebuah lilin.
Dia
kembali dengan sebuah lilin dan berdiri di dekatnya dan terpesona melihat
wajahnya yang bersinar di bawah cahaya lilin...Dia bergumam, “Jodha, aku ingin
kau tetap di sini...Tolong jangan pergi...kita bisa melanjutkan apa yang
tertunda tadi...”
Jodha
berbisik, “Shahenshah, Mehndi.”
Jalal
memandangi tangannya dan menghirup aroma mehndi...”Indah.” katanya pelan...Jodha
tersipu dan menundukkan wajahnya....Jalal sangat suka melihat wajahnya yang
malu-malu...dia angkat dagunya dan berbisik di telinganya, “Ini adalah perintah
Shahenshah E Hindusta...Kau tidak boleh pergi dari kamarnya malam ini..”
Jodha
memejamkan mata seakan dia menurut dan menyetujui permintaannya. Jalal
meletakkan lilin di atas meja di dekatnya...dan menarik Jodha mendekat dan
mencium bibirnya dengan penuh gairah... Beberapa menit kemudian, saat Jalal
mulai bergairah...tiba-tiba Jodha berteriak mengagetkan mereka, “Bapu..sa..”
Secepat
kilat Jalal melepaskannya dan berlari ke arah pintu, tapi lalu berhenti dan
membalikkan tubuhnya, dan berkata... “Jungli Billi.”
*********