Dari tadi Jalal masih tak menyangka ternyata gadisnya
bahkan lebih cantik dari khayalannya selama ini. Walau pakaian Jo tidak terlalu
mewah, karena seperti perkiraannya di awal bahwa Jo tak mau memakai gown dan
sepatu berhak tinggi. Tapi tetap saja ia terlihat sangat cantik, walau dengan
make up tipis di wajah. Yang Jalal yakini Bu Asiah lah yang memaksa Jo untuk
memakainya.
“Jalal lebih baik perhatikan saja jalanmu, jangan memandangku
seperti itu. Aku risih dengan pakaian ini ditambah tatapanmu itu atau lebih
baik kita kembali lagi dan berikan aku sedikit waktu untuk menukar pakaian
merepotkan ini” Mohon Jo.
Jalal melirik Jo lebih,“Tidak Jo, jika kita tidak harus
kembali atau kau mau kita ketinggalan acaranya?” Jalal meneruskan kemudinya,
“Lagipula ini tak terlalu buruk seperti yang ku bayangkan”ucapnya samar.
Jodha menatap laki-laki disampingnya, “Apa?”
Jalal menggeleng.
Sejujurnya Jo agak risih dengan pakaiannya ini, walau tadi
ia telah meminta Bu Asiah untuk tidak memberikannya gown yang ribet, Al-hasil beginilah
pakaian yang Jo kenakan gown white brokat panjang di belakang tapi di depannya
hanya sebatas paha dengan perpaduan celana jeans putih yang menampilkan
keanggunanya. Sebenarnya perpaduan celana jeans adalah keinginannya sendiri agar
kakinya tidak menjadi pusat perhatian, berlebihan sih tapi mau diapakan lagi, serta
sepatu simple datar tanpa hak serta rambut yang hanya digelung ke atas. Jo juga
hanya memberikan sedikit lip gloss pada bibirnya.
“Jalal, anak siapa yang kau culik ini? Apakah ini
kekasihmu yang sering kau ceritakan padaku beberapa mingu lalu?”tanya Tn.Zavier
Winola.
“Ini bukan saat yang tepat untuk melakukan lelucon pa”
Jalal menarik Jo yang tampak ragu berhadapan dengan calon keluarganya, “Perkenalkan
pa ini kekasihku Jodha Ardani”
“Sebentar,
sepertinya wajah gadis ini tidak asing lagi bagiku. Tapi siapa dia? Mungkin
hanya kebetulan saja”batin Tn.Zavier Winola bertanya-tanya.
Jalal segera menarik tangan papanya dan membawa pergi
jauh dari pandangan Jodha, “Pa aku ingin membicarakan sesuatu” Jalal membuka
percakapan, “Hm.. sebenarnya dia Jodha anak Tn.Zahid sahabat lama papa. papa
masih ingat kan?”
“Ya aku masih ingat, mana mungkin aku melupakannya.Tapi kenapa
Jodha ada bersamamu lagi bukankah dia telah pergi dan menghilang tanpa sebab”
“Tidak pa, terjadi kesalah pahaman diantara kami. Dan Jo
mengalami kecelakaan yang membuat memori ingatannya hilang, itulah sebabnya ia
tak mengenaliku apalagi papa dan mama.”
“Oh, sungguh malang nasibnya. Semoga ingatannya cepat
kembali agar kau tidak menjadi pria asing yang baru dikenalnya” Tn.Winola
prihatin.
“Aamiin”
(justru
itu yang kutakutkan pa, bila seluruh memori Jo telah kembali dia pasti akan
sangat membenciku) batin Jalal.
Jo mencari Jalal yang tiba-tiba menghilang dari
hadapannya, “Kemana Jalal? Bukankah tadi ada di situ” Jo menunjuk tempat Jalal
beberapa menit lalu.
Jo mengamati semua tamu yang berlalu lalang di
hadapannya, sungguh keluarga Jalal benar-benar keluarga terhormat. Entah berapa
orang penting yang datang mungkin akan ada lagi setelah ini dan ini. Mengingat
Jalal juga seorang artis yang sebagian manusia pertelevisian tahu akan hal itu.
Tak luput dari pandangan Jo, banyak perempuan cantik berada di tengah keluarga
besar Jalal. Jo tak mau berburuk sangka dulu sebelum tahu kebenarannya, “Bisa saja mereka teman, saudara sepupunya
Jalal kan?” batinnya meyakinkan.
Tapi hatinya masih bingung, banyak sih wanita cantik tapi
ada seseorang yang akrab daripada yang lainnya. Jika wanita lain mereka hanya berbasa-basi,
tapi yang ini berbeda.
Tak disangka kaki Jodha ikut melangkah mendekati keluarga
Jalal, entah keberanian dari mana, Jo hanya ingin tahu apa hubungannya. Tak
lama Jo telah ada di dekat mereka, mengambil kue dan berdiri terdiam
“Ini loh Arkan yang mama mau temuin sama Jalal?” Ny.Arum
menarik tangan wanita ke hadapan Arkan dan Askana.
Arkan mengingat sesuatu, “Lah ini bukannya teman Jalal
yang dulu ya”
“Mungkin iya, mama juga lupa. Lavina tunggu disini
sebentar ya, biar tante panggil Jalal dulu” Ny.Arum pergi mencari putra
bungsunya itu, sedangkan Lavina dia disambut baik dengan keluarga Jalal.
Lavina memang seorang yang cantik, jelas dari gaya
pakaian yang begitu feminim, gown yang tak disukai Jo begitu melekat ditubuhnya
(jelas terlihat dipandangan Jo gown ini sangat pendek), sepatu berhak tak luput
dikakinya. Pantas saja Jalal begitu menginginkan Jo memakai pakaian ribet dan
sepatu aneh seperti yang ia pakai. Mungkin Jo akan mundur teratur dari pada diusir
tak terhormat. Ayolah bagaimana pemikiran kalian jika berada di posisi Jodha.
Jodha bingung, “Maksudnya
apa ini? Jika Jalal sudah dijodohkan oleh orangtuanya, apa gunanya aku disini?”
Jodha berfikir, “Dimana Jalal,
haruskah aku mencarinya atau membiarkan dia bertemu dengan wanita itu”
“Jodha” Jalal memanggil Jo yang berada sekitar sepuluh
langkah kaki orang dewasa, tiba-tiba seorang yang menurut Jo adalah Jalal
menghampirinya.
“Jalal!” teriak wanita paruh baya itu.
Jalal berhenti dari tempatnya menuju Jodha, menengok
seseorang yang memangilnya tadi. Terdiam siapa yang akan ditemuinya terlebih
dahulu. “Mungkin aku akan menemui Jodha
dan membawanya ke hadapan mama” Jalal berfikir.
Ny.Arum mendekat ke arah Jalal sebelum Jalal melanjutkan
langkahnya, “Ikut mama sebentar, dari tadi kau belum bertemu Arkan dan kakak
iparmu?”
“Tapi, aku ada urusan nanti aku akan menemui mama”
“Urus keluargamu dulu baru urus kepentinganmu yang lain”
Ny.Arum menggandeng tangan putranya.
Jodha terdiam melihat Jalal dan ibunya itu, entah kenapa
Jo merasa ia akan diabaikan di pesta ini. Jodha tak mengenal siapapun kecuali
Jalal. Jodha dapat melihat dengan jelas keluarga bahagia itu, lalu untuk apa
ada kehadirannya di pesta ini.
Jodha mengeliminasikan dirinya ke ujung ruangan, tak ada
yang menarik ‘fikirnya’. “Pulang?” Jo
telah berfikir akan hal itu tapi tidak mana mungkin ia membiarkan tingkah
anak-anak itu menghinggapi dirinya. Hanya karena diabaikan dan Jalal dikenalkan
oleh seorang wanita yang lebih baik darinya, ‘hanya’ itu bukan hanya Jo, itu
sudah lebih dari cukup membiarkan hatimu panas. “Hatiku tak panas, ini suatu yang wajar. Orang tua menjodohkan anaknya,
apa yang salah?” Jo membela. “Lalu
untuk apa cincin yang ada di jarimu itu?” hatinya menentang. “Ya untuk,,,untuk,,,untuk perhiasan juga
bisa kan, tidak harus sebagai suatu pertanda ataupun simbol ikatan”
Entah berapa lama Jo berdiam di sudut ruangan, hanya
berdebat dengan hati. Tanpa disadarinya puluhan menit berlalu dan puluhan menit
terbuang percuma.
“Jalal apa yang kau ceritakan pada papamu tentangku”
tanya Jo datar setelah Jalal mengagetkan Jo yang melamun di ujung ruangan.
“Bukan hanya pada papa tapi pada seluruh keluarga
besarku, mereka harus tau bukan, siapa calon menantu keluarga ini setelah Kak
Askana kelak”Jalal menjelaskan dengan wajah serius, “Ayo aku ajak kau menemui mereka
disana”
Jodha tahu jika Jalal akan mengenalkannya dengan Ny.Arum
tadi “Tidak perlu. Sudah hampir larut malam, lebih baik kita pulang”
Jodha telah berada di dalam apartemen-nya, setelah Jalal
mengantarkan pulang. Tadi Jo telah memaksa agar ia tak bertemu dengan orang tua
Jalal tapi Jalal tetap memaksa. Dengan dalih pendekatan dirinya dengan seluruh
keluarga Zavier. Agar bila suatu saat dipertemukan lagi ia tak merasa canggung
dan sudah saling mengenal.
Jo bersyukur saat disana tak ada Ny.Arum, hanya ada
Tn.Winola dan beberapa saudara sepupu Jalal yang menyambut hangat Jo. Jo
sedikit senang, setidaknya ia mulai mengenal keluarga Jalal.
***
Jo mendapat tugas untuk menetralisir keadaan di sudut
desa kecil kota Kalimantan setelah terjadi pemberontakan. Bersama PATERATA
lainnya ia memimpin perjalanan menggunakan pesawat tempur milik TNI-AU. Jalanan, rumah,
fasilitas umum rusak disana, telah terjadi aksi kekerasan yang merugikan banyak
pihak. Jo bersama rekannya menelusuri jalan setapak dan memasuki hutan untuk
melihat lokasi kejadian dan memberi bantuan secara langsung. Jo sempat menitikan
air mata melihat keadaan desa ini.
Negeri
ini telah merdeka
Merdeka
dari para penjajah dan manusia berkulit putih
Yang
tinggal di bagian belahan bumi lain
Jauh?
Ya, tapi mereka berhasil membuktikan betapa hebat bangsanya
Tapi
kini, penjajah justru datang dan hadir dari diri penerus Bangsa
Sungguh
miris, tidak terbayang oleh mereka
Betapa
sulit menjadikan negeri ini kokoh
Betapa
sulit pahlawan mengusir penjajah dan berkorban nyawa
Berdiri
sendiri tanpa harus digoyahkan semangatnya
Berdiri
sendiri tanpa harus dipatahkan keinginannya
Dan
memang tak akan ada yang tahu apa keinginan takdir selanjutnya
Kini Jo baru tahu apa yang diucapkan Ir.Soekarno bahwa “Perjuanganku
akan lebih mudah karena melawan Bangsa lain, sedangkan perjuanganmu akan lebih
sulit karena melawan Bangsa sendiri “ benar adanya.
Sepanjang hari mereka melakukan penjagaan dan penyerangan
jika terjadi keributan. Malam hari pengobatan kepada korban pun tetap mereka
lakukan, istirahat tidak dikenal disini yang terpenting adalah keselamatan
serta kenyamanan para masyarakat desa.
“Kerahkan semua tenaga kalian! Aku tidak ingin satu pun
anggota PATERATA jatuh sakit. Bila ada yang perlu bantuan, cepat bergerak
jangan menunggu waktu lama. Semangat!!!”kata Jo bergebu-gebu pada para
anggotanya.
“Siap”kata mereka serempak.
“Sekali lagi aku ingatkan pada kalian, besok adalah hari
dimana kita membebaskan para tawanan yang di culik para pemberontak. Kita akan
pergi bersama yang lain. Jangan takut, Tuhan selalu disini.”Jo kembali berkata
seraya menunjuk dadanya.
Anggota yang lain hanya mengangguk dan bertingkah seperti
seorang yang haus darah tak sabar akan penyerang mereka besok untuk menangkap
para pemberontak. Dan mengeluarkan para masyarakat yang telah ditawan.
“Sekarang kembalilah ke tenda masing-masing, jangan lupa
siapkan alat penyerang disamping kalian untuk berjaga-jaga. Karena aku yakin
mereka juga telah menyiapkan rencana licik”ucap Jo mendengus kesal.
“Siap Komandan”katanya hormat.
Dan semua pun membubarkan barisan masing-masing menuju
tenda yang disediakan setelah sebelumnya ditugaskan untuk memeriksa keamanan
daerah sekitar.
Waktu yang ditunggu pun datang, keanggotaan PATERATA
sedang mempersiapkan dirinya dan mengadakan pertemuan unntuk menyusun strategi
penyerangan bersama pasukan lain.
Mereka bergegas menuju markas pemberontak yang berada
cukup jauh dari daerah saat ini kira-kira 5 km. Menggunakan mobil bak terbuka
khusus para anggota. Beberapa menit melakukan perjalanan mereka sampai di jalan
setapak depan hutan dipenuhi pohon besar. Menurut informasi sebelumnya, lokasi
markas berada di dalam hutan yang harus ditempuh melewati sungai dan beberapa
jembatan rusak.
“Semua berhati-hati. Lihat keadaan sekitar, saling
perhatikan anggota lain jangan sampai kehilangan jejak”seru Jodha lagi.
Lagi-lagi para anggota hanya menutup rapat mulutnya
dengan menyusuri jembatan bergantian. Pikiran mereka melayang untuk melakukan
penyerangan beberapa waktu lagi.
Sampailah mereka pada sebuah lokasi di pedalaman hutan,
terdapat beberapa gubuk disini. Dihiasi pemberontak yang sedang berlalu-lalang
melakukan penjagaan. “Kalian dan aku sendiri menuju kesana serta menyerang
mereka, sedangkan beberapa lainnya datangi gubuk disana yang aku yakini
terdapat para korban yang mereka tawan”
“Laksanakan”
Terjadi aksi pertempuran antara anggota PATERATA dan
pasukan lainnya bersama pemberontak. Suara tembakan keras senjata laras pendek
maupun panjang dari kedua pihak menguasai heningnya hutan. Tak ada satupun yang
ingin kalah, tetapi karena kekuatan mental serta fisik yang dimiliki anggota.
Akhirnya mereka pun dapat melumpuhkan para pencundang itu, sedangkan di sisi
lain beberapa anggota sedang sibuk melepaskan para manusia yang ditawan dari
gubuk kecil dan melarikannya keluar hutan menuju mobil tadi. Agar segera dibawa
ke tenda perawatan hanya sekedar mengobati luka atau menyembuhkan trauma.
“Setengah diantara kalian berjaga diluar dan aku akan
masuk kedalam menemui otak dari semua kekacauan yang dibuatnya”kata Jo
memerintahkan dan segera masuk kedalam rumah kayu yang paling besar.
“Shettt”suara dentingan pisau kecil yang berhasil melukai
lengan Jodha tak terduga.
“Selamat datang di markas kami Komandan dan selamat juga
telah memenangkan pertempuran ini secara mudah”kata seorang pria yang tidak
terlalu tua berdiri tegap di hadapan Jodha.
.
.
.