Jalal kini sudah berada di Diwan e Khass.
Semua orang berdiri dan memberi salam. Setelah membalas salam mereka, Jalal pun
duduk di singgah sananya.
Tirai dibuka. Semua orang terkejut melihat
Ramtanu yang tenggelam dengan lamunanya. Jodha yang melihatnya khawatir jika
Jalal tersinggung karenanya.
Tak berapa lama, Ramtanu membuka matanya
dan memberi salam pada Jalal, “Aku tidak tahu kau sudah disini. Aku biasanya
tak menyadari apapun saat aku sedang memikirkan musik.”
Jalal menimpali, “Aku tak masalah. Aku
menghargai orang yang memandang pekerjaannya lebih penting dari dunia ini.”
“Bagiku musik adalah Tuhan.”
“Luar biasa, Subhanallah.”
“Kau perlu menunggu untuk beberapa saat.
Aku perlu menyetel alat musikku.”
“Orang biasanya menungguku. Aku tak
menunggu orang lain.”
“Tapi siapa yang bilang padamu, bahwa
seniman itu mirip orang lain.”
“Aku sangat bersemangat untuk mendengarkan
musikmu.”
Ramtanu mulai menyetel alat musiknya dan
mencoba suaranya. Tiba-tiba ia batuk dan mengatakan bahwa suaranya tak mau
menyanyi...
Jalal menyela, “Itu karena kau fikir aku
tak pantas mendenagrkan musikmu.”
Ramtanu menjawabnya dengan santai, “Aku sih
tidak. Tapi mungkin saja suaraku berpendapat begitu. Mungkin itu sebabnya aku
tak bisa memaksa diriku untuk bernyanyi.”
Dengan cepat Jalal mengambil pisaunya.
Suasanya menajdi tegang. Namun Ramtanu masih melayaninya dengan santai, “Tak
ada gunanya kau membunuhku. Kau tetap saja tak akan bisa mendenagrkan musikku,
dan akhirnya kau akan kehilangan seniman handal.”
“Aku selalu mendapatkan apa yang aku
inginkan.” Jalal langsung melemparkan pisaunya. Ramtanu berteriak. Namun pisau
itu membuatnya mati. Pisau yang dilemparkan Jalal mendarat di antara lengan dan
badannya. Semua orang terkejut, Jodha dan Hamida langsung berdiri. Maham dan
Resham hanya melongo (bahasa indonesianya apa ya? Hihihi)
Jalal berkata, “Aku sudah buktikan. Aku
telah mengembalikan suaramu.” Jalal menunjuk Ramtanu, “Aku yakin kau tak
keberatan bernyanyi dihadapanku.”
Ramtanu yang sedari tadi tersenyum
menjawab, “Kau mengesankanku. Kau bisa menjawabku dengan baik.”
Ramtanu memulai musiknya dan para Ratu
kembali duduk.
Semuanya menikmati dan tenggelam dalam lagu
yang dibawakan oleh Ramtanu. Jalal menikmati lagu yang dibawakan Ramtanu kemudian melirik ke arah Jodha. Maham Anga yang
melihatnya juga ikut tersenyum karena rencananya telah berhasil.
Pelayan memberikan minuman untuk Jalal.
Jalal menerimanya tanpa mengalihkan pandangannya dari Jodha. Jodha juga
meliriknya dan mereka sama-sama tersenyum.
Kini Jodha berada di pemandian. [Pas scene
ini, backsound nya sama dengan backsound sinopsis ini] Ia berbaring dan
rambutnya terurai kedalam air. Menyadari kedatangan Jalal, Jodha merasa malu
dan mengalihkan pandangannya.
Jalal duduk disampingnya. Ia membelai wajah
Jodha dengan bulu merak. Jodha menutup matanya, dan Jalal terus membelainya hingga
ke tubuhnya.
Jalal menggenggam tangannya kemudian
menariknya hingga Jodha terbangun. Rambutnya yang panjang mengenai tubuh Jalal.
Jalal menyibakkan rambut Jodha. Jodha menunduk dan perlahan-lahan menatap Jalal.
Mereka berdua berpandangan dan tersenyum.
Jalal mempererat genggamannya.
Perlahan-lahan Jodha kembali berbaring. Jalal tersenyum kemudian mendekati
Jodha. Kini ia wajahnya sudah sangat dekat dengan wajah Jodha. Ia hendak
menciumnya dan Jodha menutup matanya.
Akan tetapi, semua itu hanyalah khayalan
Jalal. Karena sekarang Jalal dan Jodha masih berada di Diwan. Jalal masih terus
minum dan menikmati memandang Jodha.
Jalal dan Jodha berada di tempat lain.
Jodha mengangkat gelasnya, sementara Jodha menuangkan minuman untuknya. Setelah
itu, Jodha menghampiri Jalal dan menyandarkan kepalanya diatas bahunya.
Namun itu bukanlah apa yang sebenarnya
terjadi. Mereka masih berada di Diwan. Jalal tersenyum menatap Jodha. Ia
melangkahkan kakinya ke depan Jodha. Ia mengulurkan tangannya dan Jodha langsung
menyambutnya. Mereka berdua berputar perlahan dengan diiringi lagu Ramtanu.
Mereka menghentikan langkah mereka. Jalal
berjalan kebelakang Jodha. Jodha berbalik dan tersenyum menatap Jalal. Dan itu
juga masih dalam khayalan Jalal.
Malam semakin larut. Jodha menyalakan
lilin-lilin kecil dikamarnya. Jalal datang dan memeluknya dari belakang. Jodha
begitu terkejut dan gugup karena Jalal begitu dekat dengannya. Kedua tangan
jalal mengunci tubuh Jodha dan berbisik, “Katakan. Katakan bahwa kau tidak
mencintaiku. Katakan bahwa kau tidak punya padaku.”
Jodha melepaskan pelukan Jalal dan
berpaling. Ia berbicara setengah berbisik, “Tidak. Aku tidak mencintaimu. Tidak
sama sekali.”
Jalal mendekatinya. Ia menyentuh pundak
Jodha kemudian menyusuri tangan Jodha dan menggenggam tangannya. Jodha terkejut
dengan perlakuan Jalal, “Apa yang kau lakukan.”
Jalal berbisik di telinga Jodha sambil
terus menggenggam tangannya, “Aku Jalal. Aku selalu mendapatkan apa yang aku
mau Ratu Jodha. Aku selalu menang.”
Jalal memasukkan jari-jarinya disela-sela
jari tangan Jodha dan menggenggamnya, “Jika kau tak mencintaiku.” Ia mencium
tangan Jodha, “Jika kau tak punya rasa padaku.” Kemudian ia membelai wajah Jodha
dengan telunjuknya, “Jika kau masih menganggapku bukan kekasihmu. Maka pergilah
dari sini.”
Tangan kanan Jalal kini menyentuh tangan
kanan Jodha. “Menajuhlah dariku.” Saat itu juga Jodha melepaskan pelukan Jalal,
namun mereka masih berpengan tangan. Jodha merasa bersalah, ia menggenggam
tangan Jalal dengan kedua tangannya, “Tidak Yang Mulia. Aku tak mengatakannya.”
Jalal langsung menarik Jodha, hingga kini
Jodha berada dibelakangnya. Tangan Jodha seakan memeluk tubuh Jalal. Jalal
mencium tangan kiri Jodha yang berada diatas pundaknya. Jodha tersipu namun ia
tampak menikmati kedekatan itu.
Jalal kembali berbisik, “Aku telah berjanji
padamu Ratu Jodha. Aku sudah berjanji tidak akan menyentuhmu tanpa izinmu.”
Jalal kembali memasukkan jarinya kesela-sela jari Jodha, Menurutku kau sudah
mengijinkanku malam ini. karena kau memanggilku ke kamarmu.”
Jodha mengelak dan melepaskan dirinya. “Aku
tak memanggilku ke kamarku.”
Jalal tak melepaskannya begitu saja dan
kembali memeluknya dari belakang. “Jika begitu...” Jalal menyentuh pundak
Jodha, “Katakan saja padaku dan aku akan pergi.” Telapak tanggannya kembali
menyusuri lengan dan tangan Jodha, “Haruskah aku pergi.” Jodha menggenggam jari
Jalal.” Mereka bedua tersenyum. Kemudian Jalal mematikan lilin yang ada didekatnya dengan tangannya.
Semuanya gelap. Jalal dan Jodha kembali
berada di Diwan. Dan ternyata itu juga hanyalah khayalan Jalal yang semakin
mabuk.
Semua masih berada di Diwan. Jalal berdiri
dan Maham langsung menghampirinya. Semua juga ikut berdiri. Maham mencoba mencegah
Jalal yang mau pergi, “Kau mau kemana? Ramtanu belum selesai bernyanyi.” Jalal
yang sedang mabuk mengatakan bahwa ia ingin pergi. Semua kembali duduk setelah
kepergian Jalal. Maham Anga menatap kepergian Jalal.
Jalal berjalan dengan sempoyongan. Ia
benar-benar sudah sangat mabuk. Semua perabotan yang ada disekitarnya hampir
terjatuh dan bahkan sudah ada yang terjatuh karena untuk pegangan Jalal.
Maham Anga menghadang Jalal yang akan
beristirahat ke kamarnya. Ia melihat Jalal yang tampak gembira dan menanyakan
alasannya. Jalal menjawab dengan tersenyum, “Aku sangat gembira, karena surat
Ratu Jodha.”
Maham Anga menyentuh pipinya dengan kedua
telapak tangannya sambil tersenyum, “Ya Allah! Aku tak percaya ini Jalal.
Selamat. Aku ikut gembira, Yang Mulia dilanda perasaan seperti ini. Tampaknya
hatimu sudah mencair.”
Jalal terus tersenyum dan mengucapkan salam
untuk pergi. Namun Maham menghentikannya dengan memegang lengannya. “Jalal,
Ratu Jodha adalah Ratu yang pertama, yang kau luangkan banyak waktu untuk
memahaminya dan mengerti dia. Ratu Jodha sudah mengungkapkan rasa cintanya
padamu. Kini giliranmu untuk mengungkapkan perasaanmu padanya.”
Ekspresi Jalal seperti orang bodoh
mendengar ucapan Maham Anga. Maham Anga melanjutkan ucapannya, “Ratu Jodha
telah mengundangmu ke kamarnya. Kau harus menemuinya. Bolehkah aku bocorkan
sedikit rahasia padamu? Saat kau pergi menemui Ratu Jodha, mungkin saja dia
akan jinak-jinak merpati. Dia mungkin tidak akan mudah untuk ditaklukkan.
Mungkin saja dia akan menolak, kau mendekatinya. Jangan salah menanggapi semua
itu dan beranggapan bahwa dia tidak mencintaimu. Menurutku, kau harus pergi ke
kamar Ratu Jodha. Cintamu sedang menunggumu.”
Jalal mengangguk dan terus tersenyum. Ia
mengucapkan salam kemudian melangkah pergi. Setelah Jalal benar-benar pergi,
tatapan licik Maham Anga kembali muncul.
Komentar:
Episode ini berhasil membuatku
senyam-senyum sendiri. Di awal episode, saya sudah dibuat hampir tertawa karena
kekonyolan Javeda. Dan ekspresi Maham Anga yang hanya bengong menyaksikan
tingkah menantu kesayangannya tersebut. *Menantu kesayangan bukan ya? Secara,
menantu Maham Anga kan hanya satu. LOL*
Di tengah-tengah, saat menontonnya pertama
kali, saya benar-benar tertipu. Saya fikir itu Jodha dan Jalal memang sudah
menajdi suami istri sepenuhnya, tapi ternyata......
Di akhir pun masih juga dibuat tersenyum
oleh Shahenshah. Ya ampun, ekspresi wajahnya itu... Lucu banget deh kalau lihat
dia seperti orang bodoh begitu. Hihihi
Dan.. baru kali ini saya biat sinopsis
dengan hampir semua dialognya saya tulis.. Cukup melelahkan juga. Jadi tolong,
pengertiannya dan untuk saling menghargai. Jangan sampai ada yang Auto CoPas
karya orang lain tanpa izin dari mereka. Kita hidup hanya sekali, kan lebih
baik kalau damai daripada berperang. Okay...
PS:
Maaf ya jika cara penyampaiannya berbeda dari biasanya. Mungkin bahasanya
sedikit kacau dan sulit dimengerti. Saya memang menawarkan diri untuk menulis
sinopsis episode ini, sementara Hime akan melanjutkan sinopsis episode
selanjutnya.