Saat berada di atas panggung ku lihat Pak Jalal sedang duduk di barisan paling depan. Ia melihatku sambil mengangguk dan menggerakkan kedua tangannya sebagai isyarat "Tenang Jo, releks.."
Di babak grandfinal ini terdiri dari 5 orang peserta. Dan di sini sudah sediakan kursi serta meja yang diatasnya sudah di terdapat semacam bel.
Bismillah. Ku jawab soal-soal yang di berikan juri menggunakan bahasa Arab dengan tenang dan tepat.
Kini semua peserta dan pembimbing duduk di sebuah aula menantikan siapa yang akan menjadi pemenang untuk tahun ini. aku berbicara pada pak Jalal yang tengah memainkan ponselnya. "Hmmm.. Pak kalau saya nanti kalah. Maaf saya sudah mengecewakan bapak."
Ia melirikku yang duduk di sampingnya sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. "Kalah atau menang itu biasa dalam sebuah pertandingan yang penting kamu sudah berusaha untuk melakukan yang terbaik karena usaha tidak akan mengkhianati hasil. Lagipula saya justru bangga sama kamu meskipun kita baru latihan selama satu minggu tapi kamu bisa masuk grandfinal. Jangan pesimis gitu saya yakin kamu pasti menang”. Pak Jalal tersenyum meyakinkan.
Pengumuman pemenang akan segera diumumkan, terlihat beberapa orang sedang memindahkan tiga piala ke atas meja. Semoga aku bisa membawa salah satu piala itu.
Terlihat baik pembimbing maupun peserta harap-harap cemas. Dua orang MC maju kedepan sambil membawa sebuah amplop yang ku tebak berisi nama-nama pemenangnya.
Salah satu dari kedua MC itu membuka amplop dan satunya lagi membaca isi nya. "Juara 1 di raih oleh MAN * Bandung. Ananda Jodha Atsilia Haura". Alhamdulillah Yaah Allah. Kemudian MC melanjutkan membaca pemenang kedua dan ketiga. "Untuk ketiga pemenang di persilahkan maju kedepan di dampingi oleh pembimbingnya masing-masing”
"Ayo Jo kita maju ke depan." Tampak suara tepuk tangan memenuhi ruangan ini.
Pak gubernur memberiku piala serta sebuket bunga. Tak lupa momen ini diabadikan. Aku berada di tengah sedang pak Jalal dan pak Gubernur berada di sampingku. Ku pasang senyum manisku di depan kamera.
Acara telah usai dan kami langsung menuju parkiran untuk kembali pulang. Karena kami hanya berdua. Aku duduk di bangku penumpang. Pak Jalal mulai melajukan mobilnya meninggalkan kota Bogor.
Kami berhenti di sebuah rumah makan yang memiliki fasilitas mushola di dalamnya untuk melaksanakan shalat Ashar.
Suasana tampak ramai. Banyak para pengunjung yang datang kesini bersama keluarganya. Pak Jalal memesan satu buah meja untuk kami makan pada pelayan.
Setelah itu ku ambil air wudhu. Mungkin karena di sini daerah pegunungan jadi airnya sangat dingin hampir mendekati air es.
Saat aku masuk mushola, suasana tampak sepi karena waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore.
Saat aku memakai mukena datang Pak Jalal. Karena di sini hanya ada kami berdua maka aku berdiri di belakangnya sebagai makmum.
Ini pertama kalinya aku shalat berimamkan pak Jalal.
Kuteteskan air mata sambil bertanya dalam hati. Bolehkah aku menjadi makmum di kehidupanmu?
Setelah shalat kami menuju meja yang sudah di pesan pak Jalal. Lalu kami menyantap makanan di temani suara gemericik hujan.
Saat ini kami berada di mobil tak banyak percakapan dan suara musisi religi yang populer dengan lagu "Sepanjang Hidup" lah yang mendominasi suasana.
"Rumah kamu dimana?". Ia bertanya sambil melirikku lewat spion
"Di jalan Mohamad Toha pak"
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih satu setengah jam akhirnya kami sampai di bandung.
Pak Jalal mengantarku sampai rumah dan bertemu dengan ibu.
"Loh kok buru-buru pak, silahkan masuk dulu"
Ia menolak dengan halus tawaran ibuku. "InsyaAllah lain waktu bu, saya pamit dulu Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumsalam"
Saat kami masuk ke rumah. Ayah yang tengah duduk di kursi dan bertanya padaku."Yang tadi itu gurumu Jo?"
"Iya yah, beliau yang ngebimbing Jodha buat lomba ini" ku jawab setelah mencium tangan ayah terlebih dulu.
"Kamu mandi terus wudhu gih, bentar lagi shalat maghrib" ibu menimpali
"Iya bu".
Setelah shalat aku bergabung dengan ayah yang sedang menonton televisi ditemani ibu.
"Gimana tadi kak lombanya?" Fahmi bertanya sambil duduk di sampingku.
"Lancar mi. meskipun pas ngejawab soal kakak sempet deg-degan. Tapi alhamdulillah juara satu"
"Alhamdulillah" ujar mereka serempak.
****
Waktu berjalan begitu cepat. Sudah satu semester pak Jalal mengajar disekolahku.
Setahu ku saat ini ia tengah menyusun skripsi.
Aku tengah membaca novel di perpustakaan bersama Vina.
"Jo tolong ambilkan buku merah di atas meja bapak". Pak Dani kepala perpustakaan menyuruhku karena saat ini ia sedang sibuk menghitung jumlah buku.
Saat aku akan mengambilnya ternyata di atas buku merah ini ada sebuah undangan.
Dan alangkah terkejutnya aku saat membacanya.
****
Dalam hening, ku peluk erat bayangmu...
Melalui doa yang selalu ku ucapkan...
Kau tak pernah lupa untuk ku sebut...
Walau kau tak pernah tau bahwa disini, ya aku selalu menyapamu disetiap sujudku...
Berbisik ke arah tanah namun rasa ini menjulang ke langit...
Rasa yang hadir melalui getaran di hati saat mendengar namamu di sebut...
Tanpa tatap, tanpa bicara timbul harapan di hati...
Harapan kepada Allah agar menjagamu...
Menjaga hatimu serta pandanganmu...
Yaa Allah tetapkan lah dia menjadi pria sholeh...
Karena hanya kesholehannya yang mampu memikat hati ini...
Tak perlu bertemu dan bercanda bersama...
Cukup doa yang menjadi penghubung antara kita...
Doa tanpa perantara yang langsung di dengar oleh sang pemilik hati...
(Jodha Atsilia Haura)
Karya: Sasha Citra