Mobil tersebut berhenti kemudian turun sesosok pria mungkin itu pemiliknya. Dia berjalan ke arahku "Dek tidak apa-apa?" tanya nya dengan nada khawatir, yang benar saja apa dia tidak melihat keadaan ku. Mau marah tapi sangat tidak sopan karena dia terlihat lebih tua dariku. Akhirnya akupun mendongak dan saat kedua pasang mata kami bertemu sejenak aku tertegun belum pernah aku melihat mata seperti itu tajam dan seperti mewakili sikap pemiliknya yakni misterius dan tegas namun segera dia memalingkan wajahnya begitupun aku, dengan gugup aku menjawabnya . "Saya tidak apa-apa pak, hanya saja seragam saya jadi basah dan kotor."
Dia mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya. Dan mengulurkannya kepadaku "Ini dek untuk membersihkan sisa lumpurnya." Dengan ragu-ragu aku pun mengambilnya "Terimakasih" ucapku dengan sopan. "Saya minta maaf atas kecerobohan saya barusan" dia berkata dengan nada menyesal.
"Tidak apa-apa pak, saya juga salah karena kurang berhati-hati". "Kalau begitu saya pergi dulu. Assalamu'alaikum" pamitnya. Lalu ku jawab "Wa'alaikumussalaam."
Setelah mobilnya melesat, baru kusadari ternyata sapu tangannya masih berada di tanganku. Mungkin pria itu sedang terburu-buru hingga melupakan sapu tangannya.
Akhirnya aku terpaksa pergi ke sekolah dengan kondisi seperti ini. Untungnya hanya rok ku saja yang terkena cipratan air.
Setelah tiba di sekolah aku langsung masuk dalam barisan untuk mengikuti upacara hari senin. Ada yang tidak biasa pada upacara kali ini. Karena ini awal semester jadi banyak mahasiswa dari berbagai Universitas untuk melaksanakan program PPL (Program Pengalaman Lapangan).
Program tersebut bertujuan untuk mempersiapkan tenaga pendidik yang profesional.
Tapi tunggu dulu mata ku fokus menatap salah satu mahasiswa yang ada di ujung dekat para guru laki-laki. Bukan kah pria itu yang menabrak ku tadi, ralat lebih tepatnya yang mencipratkan air ke seragam ku.
Setelah upacara selesai, aku langsung menuju kelas. "Jodha... kita sekelas" Vina menghampiri sambil memelukku.
Alangkah senang nya hati ini di tahun terakhir di masa SMA bisa sekelas dengan teman lamaku ini.
Vina... Sebenarnya kami berasal dari MTs yang sama tapi mungkin kami di takdirkan untuk kenal lebih dekat di Aliyah.
Waktu sudah menunjukkan pukul 07.45. Sudah masuk jam pertama. Tapi tak ada tanda-tanda akan ada guru yang masuk ke kelas kami. Sambil menunggu guru datang aku mengisi spidol yang biasa di gunakan oleh guru.
"Assalamu'alaikum... " Akhirnya pak Ahmad yakni guru bahasa Arab tiba juga.
"Wa'alaikumsalaam..." ujar kami serempak. Kami semua saling melirik satu sama lain. Mengapa kali ini berbeda. Pak Ahmad tidak datang sendiri melainkan ada seorang pria berbadan tegap yang mengikuti di belakangnya. Setelah ku amati, benar ia pemilik sapu tangan ini.
Aku kembali ke meja ku dan duduk dengan sikap yang hampir sempurna dan sesekali memainkan pulpen.
Setelah pak Ahmad menyimpan tas nya di atas meja guru ia langsung mempersilahkan pria itu untuk memperkenalkan diri.
"Perkenalkan nama saya Jalaluddin Faisal Akbar, panggil saja pak Jalal"
Pria itu memperkenalkan diri didepan kelas yang ia ajar . Kelas 12 IPA A. Dengan suara yang berat seperti suara bass dan sikapnya yang terlihat berwibawa.
Sudah tiga kali aku melihat melihat pria itu. Pertama saat insiden tadi pagi, kedua saat upacara meskipun tidak terlalu jelas karena aku berada di barisan paling belakang, dan terakhir saat ini. Mungkin aku akan melihat pria itu selama enam bulan kedepan.
Pak Jalal lalu bercerita tentang pengalamannya sampai bisa berada di hadapan anak-anak kelas 12 IPA A.
Ternyata pak Jalal tinggal di pondok pesantren Gontor semenjak duduk bangku MTs hingga MA.
Tidak terasa sudah masuk waktu dzuhur. Berhubung Vina sedang dalam keadaan tidak shalat. Maka aku pun sendiri pergi ke masjid.
Setelah sampai di masjid aku bergegas untuk berwudhlu. Tempat wudhlu akhwat (Perempuan) terletak di samping kanan masjid sedangkan tempat wudhu ikhwan (Laki-laki) terletak di samping kiri masjid. Tempat shalat akhwat berada di atas.
Saat aku akan menaiki tangga. Aku berpapasan dengan pak Jalal.
Seperti tadi pagi saat kedua pasang mata kami bertemu. Dia selalu menundukkan wajahnya. Apa ia sering bersikap begitu dengan perempuan lain. Ahh akan ku tanyakan pada sahabat ku Vina, ia pasti paham dengan hal-hal yang berurusan dengan agama.
Entahlah aku sangat mengagumi sahabatku yang satu itu. Terlihat anggun dengan kerudung besar nya. Kapan aku bisa seperti itu, tapi melihat kondisiku sekarang, aku tersenyum miris. Kerudung yang ku pakai saat ini saja masih tipis. Tapi bukan kah Hijrah itu proses...??
Karya: Sasha Citra