“Anda tuan Jalal?” Jalal langsung menganggukkan kepalanya begitu melihat
beberapa polisi mendekat kearahnya, Jalal tahu kalau dirinya akan dimintai
keterangan oleh pihak yang berwajib soal kecelakaan yang dialaminya “Ya, saya
Jalal”, “Bisa minta waktunya sebentar untuk kami mintai keterangannya?”,
“Boleh, mari pak”
Ketika Jalal hendak mengikuti para polisi tersebut tiba tiba sebuah suara
menghentikan mereka “Tunggu!” dari arah pintu kamar operasi seorang dokter dan
dua orang perawat datang menghampirinya, salah satu perawat itu adalah Jodha
yang menutupi wajahnya dengan masker kain
“Maaf, apakah anda kerabat korban
kecelakaan yang bernama Rukayah?” tanya sang dokter, Jalal segera menganggukkan
kepalanya “Ya, ada apa? Apakah ada yang gawat?” raut muka Jalal langsung
berubah tegang sedangkan Jodha menatapnya dengan debaran jantung yang begitu
kencang “Ternyata dia benar Jalal, suaranya masih sama seperti yang dulu,
rupanya dia sudah sembuh, terima kasih Tuhan ... akhirnya doaku Kau kabulkan”
Jodha terus mengamati wajah Jalal, wajah yang sangat dirindukannya selama 4
tahun ini, wajah yang selalu mengisi mimpi mimpinya, wajah yang selalu
membuatnya bertahan untuk tetap menjadi seorang single parent, ingin rasanya
Jodha berteriak mengatakan kalau dirinya telah berada disisinya saat ini, namun
yang jadi pertanyaan, buat apa dia berada di Jogja sekarang? Apakah Jalal sudah
tahu kalau dirinya berada di Jogja? Jodha hanya bisa menebak nebak sambil terus
memandangi wajah mantan suaminya itu dengan tatapan haru, sementara Jalal masih
ngobrol dengan sang dokter yang akan mengoperasi Rukayah.
“Jadi maksud anda, kedua kaki Rukayah harus diamputasi?” Jodha langsung
terkejut begitu mendengar suara Jalal yang terdengar gemetar, Jodha memang
belum sempat melihat kondisi Rukayah didalam, dirinya langsung ikut keluar
menemani sang dokter demi mencari tahu apakah benar laki laki yang dilihatnya
ini adalah mantan suaminya? “Iya, tuan Jalal, untuk itulah kami minta
persetujuan anda selaku kerabatnya, agar kami bisa segera mengamputasi kedua
kakinya” Jalal sesaat terhenyak mendengar penuturan sang dokter “Apakah hal itu
tidak bisa ditunda, dok? Sampai keluarganya datang? Saat ini mereka sedang
dalam perjalanan kemari” sang dokter menggelengkan kepala “Kami tidak
bertanggung jawab apabila terjadi sesuatu pada nona Rukayah, tuan ... kami
takut dia kehilangan banyak darah sebelum kami sempat mengoperasinya” Jodha
merasa iba melihat Jalal yang kebingungan, ingin rasanya Jodha memeluknya dan memberikan
dukungannya pada mantan suaminya ini tapi semua itu tidak bisa dia lakukan,
Jodha merasa ragu dengan Jalal setelah sekian lama mereka tidak bertemu,
apalagi saat ini ada Rukayah ada disamping Jalal “Apakah Rukayah saat ini
dekat dengan Jalal? Sebenarnya ada apa dengan mereka?” Jodha terus meraba
raba, banyak pertanyaan yang ingin dilontarkan ke Jalal tapi semua itu hanya
tertahan diujung lidahnya, tak lama kemudian Jalal menyetujui kaki Rukayah
untuk diamputasi, Jodha melihat Jalal sedang menandatangani beberapa berkas
yang diajukan oleh pihak rumah sakit, ketika semua sudah selesai tiba tiba
Jalal menoleh kearahnya, mata mereka saling beradu pandang, Jalal merasa
mengenal dengan mata itu sementara Jodha langsung menundukkan kelopak matanya
dan menutupi bet namanya dengan tempat map yang dibawanya sedari tadi, ketika
Jalal hendak bertanya sesuatu, Jodha segera berbalik dan menghindar dari Jalal
bersama sang dokter dan perawat lainnya.
“Mari tuan Jalal, kita selesaikan terlebih dulu masalah kita” suara salah
satu polisi membuyarkan niat Jalal untuk mengejar perawat yang matanya tidak
begitu asing bagi Jalal, walaupun wajahnya tertutup oleh masker tapi rasanya
Jalal kenal dengan mata itu, mata itu seperti mata Jodha, Jalal baru teringat
namun beberapa polisi langsung menggiringnya kesebuah ruangan untuk ngobrol
dengan mereka. S
etelah Jalal selesai memberikan kesaksiannya ke polisi tersebut, Jalal
segera menuju ke lobby rumah sakit dan langsung menuju ke customer service
“Maaf, bu ... bisakah anda membantu saya?” Jalal berusaha mengiba meminta
pertolongan pada wanita yang berjaga di customer service rumah sakit malam itu
“Apa yang bisa saya bantu, pak?”, “Begini, kemarin saya menemukan sebuah
dompet, kalau saya perhatikan sepertinya itu dompet salah satu perawat disini
karena ada ID Cardnya, namanya Jodha tapi KTP nya Jakarta, bu ... apakah saya
bisa meminta alamat rumahnya agar saya bisa mengembalikan dompet itu kedia?”
Jalal mengarang sebuah cerita palsu sementara wanita penjaga customer service itu
mengernyitkan dahinya menatap Jalal dengan pandangan menyelidik “Anda bisa
memberikan dompetnya pada kami, nanti akan kami kembalikan ke orangnya”, “Tidak
bisakah saya bertemu dengan suster Jodha, bu?”
Jalal berusaha memasang tampang semelas mungkin, tekadnya sudah bulat,
apapun akan dia lakukan untuk bisa bertemu dengan Jodha, Jalal yakin Jodha
pasti berada dirumah sakit ini, wanita penjaga customer service itu kemudian
berbicara dengan melalui telefon dan tak lama kemudian menoleh kearah Jalal kembali
“Pak, maaf kami tidak bisa memberikan alamatnya pada anda tapi kalau anda ingin
bertemu langsung dengannya, kebetulan malam ini dia sedang melakukan operasi,
anda bisa ke ruang operasi dilantai 3, dia sedang bertugas disana, anda bisa
menemuinya setelah dia selesai melakukan operasi” mata Jalal langsung berbinar
terang, harapannya selama 4 tahun ini mencari Jodha akhirnya terkabul juga,
Jalal segera berlari menuju kealantai 3 tempat dimana tadi Rukayah dioperasi,
Jalal yakin mata yang memandangnya tadi adalah mata Jodha “Kenapa dia tidak
segera mengatakan kalau itu adalah dirinya? Apakah mungkin Jodha merasa
bersalah padaku, sehingga dia tidak mau menemui aku? Apakah benar yang
dikatakan oleh bibi Maham Anga selama ini? Tapi rasanya tidak mungkin, aku harus
mencari jawabannya, aku harus menanyakannya pada Jodha!” Jalal bertekad
untuk terus menunggu Jodha sampai dia keluar dari ruang operasi. Namun
sayangnya hingga menjelang tengah malam, Jodha tidak keluar juga dari ruang
operasi tersebut, Jalal tetap menunggu dengan sabar.
Sementara itu diruang recovery, Jodha iba dengan keadaan Rukayah yang harus
kehilangan kedua kakinya, Jodha mencoba menemani Rukayah yang saat itu belum
tersadar dari masa kritisnya, Jodha ingin memberikan dukungan untuk Rukayah, Jodha
terus menunggui Rukayah hingga Rukayah bisa melewati masa kritisnya malam ini.
Ketika pagi menjelang sekitar pukul 4 pagi, tiba tiba Jodha merasa tangan
Rukayah yang digenggamnya sejak tadi bergerak gerak, Jodha langsung bangun
“Rukayah ... kamu sudah sadar? Rukayah ...” sesaat Rukayah mengerjap ngerjapkan
matanya, samar samar dilihatnya ada wajah seseorang yang berada dekat sekali
dengannya, semakin jelas wajah itu semakin jelas apalagi ketika senyum diwajah
itu mengembang Rukayah bisa mengenali itu adalah senyum Jodha “Jodha???”
Rukayah benar benar terperanjat begitu dilihatnya Jodha berada didepannya,
sementara Jodha tersenyum senang “Rukayah, kamu sudah sadar? Kamu masih ingat
aku?” Rukayah merasa terharu dan langsung memeluk Jodha, Jodhapun membalas
pelukan Rukayah erat “Jodhaaa ... aku tidak menyangka kita bisa bertemu disini,
bagaimana kabar kamu, Jodha?”, “Aku baik baik saja, Rukayah ... kamu sudah
merasa baikkan?” Rukayah melonggarkan pelukannya, dirinya merasa tidak bisa
merasa kedua kakinya “Aku merasa baikkan, Jodha ... tapi kenapa aku nggak bisa
merasakan kedua kakiku?” Jodha bingung bagaimana menjelaskannya pada Rukayah,
secepat kilat Rukayah langsung membuka selimut yang menutupi kakinya dan
dilihatnya kakinya tidak ada disana “Aaaaaaaaa tidaaaakkk!!!!!” Rukayah
langsung berteriak kencang “Rukayah, tenang Rukayah ...tenang ...” Jodha
berusaha menghibur Rukayah.
“Bagaimana aku bisa tenang, Jodha! Bagaimana aku bisa tenang! Aku tidak
punya kaki lagi! Kakiku mana Jodha! Bagaimana aku bisa menikah dengan Jalal?”
Rukayah terus berteriak teriak karena kehilangan kedua kakinya, sementara Jodha
tertegun begitu mendengar teriakan Rukayah tentang Jalal, Jodha sadar kalau
saat ini Rukayah memang sedang dekat dengan Jalal, maka tak heran bila mereka
berdua ada dirumah sakit ini, tak lama kemudian salah satu perawat segera
mendekati Rukayah dan memberikan suntikan biusnya agar Rukayah bisa tenang
kembali, Rukayahpun terkulai lemas tak sadarkan diri.
Jodha segera berlari keluar, diriya tidak tahan setelah mendengar ucapan
Rukayah “Bagaimana aku bisa tenang, Jodha! Bagaimana aku bisa tenang! Aku
tidak punya kaki lagi! Kakiku mana Jodha! Bagaimana aku bisa menikah dengan
Jalal?” Jodha menangis dimeja kerjanya, penantiannya selama 4 tahun ini
pupus sudah, Jalal telah memilih Rukayah untuk menggantikan posisi dirinya tapi
semua ini bukan salah Jalal, dirinyalah yang telah meninggalkan Jalal, Jalal
pasti telah melupakan dirinya. Jodha segera menyeka pipinya yang basah, segera
diambilnya tasnya kemudian berlalu dari ruang kerjanya, tidak dihiraukannya
panggilan temannya yang bertanya padanya, Jodha hanya diam saja sambil terus
berjalan menuju ke parkiran sepeda motor, saat itu sudah pukul 6 pagi,
disepanjang lorong menuju ke ruang operasi yang ditinggalkannya tidak
dilihatnya Jalal, Jodha terus berjalan menuju ke tempat parkir motor.
Ketika Jodha sedang menyebrang ketempat parkir, tiba tiba pak Satpam
langsung menepuk bahu Jalal yang sedang duduk sambil terpejam disebelahnya “Pak
Jalal! Itu suster Jodha sudah keluar” Jalal segera membuka matanya dan
mengalihkan pandangannya ke tempat parkir motor “Itu suster Jodha, apa benar
suster itu yang anda cari?” Jalal mengangguk mantap “Jodha! Aku tidak boleh
kehilangan kamu lagi sekarang!” Jalal segera berlari kearah Jodha setelah
mengucapkan terima kasih ke pak Satpam yang sudah membantunya tadi.
“Jodha!” Jodha segera menoleh kearah sumber suara yang memanggil namanya,
sesaat dirinya terpaku melihat sosok laki laki yang sangat dikenalnya, Jalal
segera menghampirinya dan hendak memeluk tubuh Jodha namun Jodha segera mundur
sambil menutupi mulutnya dengan tatapan haru “Jodhaaa ... kamu masih ingat aku
kan? Aku Jalal suamimu” Jodha hanya menggelengkan kepalanya sambil terus
mundur, Jalal segera menghampirinya cepat dan merengkuh lengannya “Lepaskan aku!”
tiba tiba suara Jodha terdengar meninggi “Kenapa, Jodha? Ada apa? Apa salahku?”,
“Aku bukan Jodhamu lagi, Jalal! Aku bukan istrimu, kita sudah bercerai, tidak
ada hubungan apa apa diantara kita lagi!” Jodha terus berteriak agar Jalal
menjauh darinya “Bagaimana bisa? Aku ini masih suamimu yang sah! Kamu tahu, aku
jauh jauh datang dari Jakarta kesini, hanya untuk mencari kamu” Jalal merasa
heran dengan perubahan sikap Jodha “Buat apa kamu mencari aku? Kita sudah tidak
punya hubungan apa apa lagi dan lagi kalau toh kamu benar benar mencari aku itu
buat apa? Sementara kamu berencana menikahi Rukayah kan?” Jalal terperangah
mendengar ucapan Jodha “Aku mohon, tinggalkan aku Jalal, selama ini aku sudah nyaman
dengan hidupku ini, tolong ... jangan kamu tambahi beban hidupku, aku mohon
Jalal” sesaat Jalal melonggarkan genggaman tangannya dilengan Jodha sambil
terus menatap Jodha dengan pandangan tidak percaya “Kenapa Jodha jadi
berubah seperti ini? Apakah benar seperti yang dikatakan bibi Maham selama ini?
Dan lagi dari mana dia tahu kalau aku mau menikahi Rukayah? Apakah dia sudah
bertemu Rukayah semalam?” Jalal terus bertanya tanya dalam hati sementara
Jodha segera berbalik dari berjalan secepat mungkin menjauh dari Jalal, Jalal
segera mengejarnya namun Jodha sudah agak jauh didepan sudah mencapai pintu
gerbang rumah sakit dan segera mencegat angkot yang melintas didepannya, Jalal
berlari secepat kilat untuk mengejar Jodha namun angkot yang membawanya telah
berlalu, untungnya saat itu ada motor ojek yang mangkal didepan rumah sakit,
Jalal segera meminta tukang ojek itu untuk mengikuti angkot yang ditumpangi
Jodha, Jalal merasa ada yang janggal dalam perubahan diri Jodha, Jodha yang
sekarang bukannya Jodhanya yang dulu dan Jalal ingin mencari tahu.
To Be Continued