By: Sally Diandra
Sore itu sekitar pukul
4, setelah pulang kantor, Jodha menikmati suasana sore dikota Jogja bersama
anak semata wayangnya, Salim yang usianya saat ini sudah menginjak 4 tahun.
Salim sangat senang bila ibunya meluangkan waktu luangnya untuk bermain main bersamanya,
satu hal yang sangat diinginkannya setiap hari, beban kerja Jodha setiap hari
sebagai perawat memang kadang sering mengesampingkan kebersamaannya dengan anak
semata wayangnya itu.
“Mama, aku pengin main
dikids zone, boleh ya, ma?”
Jodha hanya mengangguk
“Iya, boleh ... emang Salim mau main apa sih?”
“Mobil balap!”
Dengan sigap Salim
langsung berlari kearea permainan yang khusus mobil balap, sementara Jodha
menunggunya disebuah kursi dan memperhatikannya dari kejauhan, Jodha sadar
diusianya yang sudah menginjak 4 tahun ini, Salim termasuk anak yang cerdas,
dia cepat sekali belajar, semua ilmu baru yang baru diketahuinya langsung
diserapnya dengan begitu cepat termasuk semua permainan yang ada dikids zone
ini yang terletak disalah satu mall terbesar di Jogja, bisa dikatakan kalau
semua permainan disini sudah Salim kuasai semuanya kecuali permainan bola dalam
keranjang besar semacam basket yang kadang sering membuatnya frustasi dan
permainan ini sering dimanfaatkan oleh dokter Surya untuk mengalahkan Salim.
“Jodha ...”
Jodha langsung menoleh
begitu mendengar namanya disebut, dokter Suryaban sudah berdiri disebelahnya.
“Mana Salim?”
Jodha menunjuk ke arah
permainan mobil balap “Itu anaknya, kamu mau bermain dengannya kan? Aku titip
dulu, aku mau ke cafe biasa, tiba tiba pengin minum kopi nih”
“Okee ... serahkan
padaku, nanti kalau sudah selesai, aku antar kesana”
Jodha hanya mengangguk
kemudian segera berlalu dari tempat tersebut sementara dokter Surya mulai
mendekati Salim.
Kebersamaan dokter Surya
dan Salim sudah bagaikan keakraban antar seorang ayah dan anaknya, sehingga
Jodha tidak merasa canggung menitipkan Salim pada dokter Surya, keakraban
mereka berdua inilah yang akhirnya membuat pertahanan Jodha sebagai seorang
single parent mulai luluh, Jodha mulai mempertimbangkan lamaran dokter Surya
untuk menjadi suaminya setelah selama 4 tahun menanti kesanggupan Jodha untuk
berbagi suka dan duka disisa hidupnya.
Saat itu matahari sudah
mulai terbenam, ketika Jodha sampai dicafe tempatnya biasa nongkrong bareng
Moti dan dokter Surya, Jodha sengaja memilih kursi yang berada diluar cafe,
sehingga pemandangan kota Jogja pada saat petang bisa terpapar dengan jelas
didepan matanya, Jodha paling suka melihat pemandangan menjelang malam begitu
toko toko disepanjang jalan Malaiboro itu tutup, bergantian dengan pelaku usaha
lain yang tak lain adalah para penjaja makanan lesehan yang menyewa tempat
mereka untuk berjualan.
Setelah beberapa jam
Jodha menikmati kopi dan rainbow cakenya, tiba tiba sebuah tangan mungil
memeluknya dari belakang erat “Mama ...”
“Hmm ... anak mama sudah
selesai bermain rupanya, siapa ini yang menang?”
Salim duduk disebelah
Jodha “Aku dong, ma!”
“Tapi Salim selalu kalah
kalau main lempar bola keranjang, iya kan?” dokter Suryaban yang berjalan
dibelakangnya langsung menimpali ucapan Salim
“Aaah ... nggak asyik
kalau main ama papa Surya, papa Surya curang, ma!”
Jodha hanya menggeleng
gelengkan kepalanya “Curang kenapa sayang?”
“Ya masa, papa Surya
ngajakin Salim main basket kayak orang besar itu, Salim kan nggak bisa” dokter
Suryaban cuma ketawa sambil mengacak ngacak rambut Salim “Mama, aku lapar!”
“Oke, Salim mau makan
apa?”
“Gudeg!”
“Oke kita makan gudeg,
ayooo”
Jodha segera mengajak
Salim meninggalkan cafe menuju ke tempat lesehan para penjaja makanan
dipinggiran jalan Malaiboro, sesampainya mereka disana ketika sedang menunggu
makanan yang akan disajikan tiba tiba ponsel Jodha berdering.
“Mama, HP mama bunyi”
“Oh iya, sayang ...
terima kasih, Mama angkat telfon dulu ya ... ya hallo ... Oke oke aku segera
kesana” dokter Surya langsung tanggap itu pasti telfon dari rumah sakit.
“Ada apa Jodha?”
“Rumah sakit nelfon,
katanya ada kecelakaan, ada beberapa korban kecelakaan, mereka kekurangan
tenaga medis, ada yang harus di operasi saat ini juga” Jodha bergegas hendak
meninggalkan mereka “Salim, malam ini mama nggak bisa menemani kamu makan, kamu
makan sama papa Surya dulu yaa, mama harus kerja dulu sekarang”
“Mama kan udah kerja
tadi pagi, kenapa harus kerja lagi?”
Jodha tersenyum sambil
mencium pipi anak semata wayangnya ini “Ini tugas mendadak, sayang ... dan mama
nggak boleh menolak karena ini berkaitan dengan nyawa seseorang, Salim tau kan
mama kerja apa?”
“Perawat!”
“Tugasnya perawat itu
apa?”
“Merawat orang!”
Jodha memeluk anaknya
erat “Itu artinya mama harus merawat seseorang malam ini, Salim nanti pulangnya
sama papa Surya ya, bilang sama nenek kalau mama pulangnya agak telat, okay?”
Salim segera mengangguk “Ayooo cium mama, sayang” Salim mencium kedua pipi dan
kening ibunya “Mama pergi dulu yaa, dokter Surya titip Salim, tolong katakan ke
ibu, aku mungkin pulang agak malam”
Dokter Surya mengangguk
“Apa tidak lebih baik aku antar saja?”
“Nggak usah, kasihan
Salim dia kan ingin menikmati makanannya malam ini, temani dia saja” Jodha pun
segera berlalu dari tempat itu.
Sesampainya dirumah
sakit, ketika Jodha mulai memasuki lorong menuju keruang operasi tempatnya
bekerja, Jodha melihat dikanan kiri lorong terdapat banyak orang sedang duduk
duduk
“Mereka ini pasti keluarga korban kecelakaan” bathin Jodha dalam hati.
Jodha terus melanjutkan
langkahnya menuju keruang ganti baju operasi dan atribut yang lain, ketika
melewati bangku yang dekat dengan pintu, Jodha bisa melihat dengan jelas sosok
yang dikenalnya selama ini yang selalu menjadi pertanyaan anak semata wayangnya
“Mama, kenapa wajah Salim nggak seperti mama atau nggak seperti papa Surya?”
“Karena Salim, wajahnya mirip papa Jalal, coba lihat ini foto papa Jalal”
“Kapan Salim bisa ketemu sama papa Jalal, ma? Kenapa papa Jalal nggak
pulang pulang, ma? Papa Jalal pulangnya kapan, ma?”
Pertanyaan pertanyaan Salim tiba tiba terngiang ngiang ditelinga Jodha dan
saat ini orang itu telah benar benar ada didepan matanya, hanya berjarak
beberapa meter saja. Saat itu Jalal sedang memejamkan matanya sambil
menyandarkan kepalanya kedinding, dilihatnya semuanya tidak berubah kecuali
rambutnya yang semakin gondrong, badannya kurus seperti tidak terurus dan
jambangnya yang mulai tumbuh lebat didagunya, beda dengan Jalal yang dulu yang
selalu mencukur bersih jambangnya yang mulai tumbuh.
“Apakah kamu benar benar Jalal?” Jodha bertanya tanya
dalam hati “Apakah salah satu korban kecelakaan yang kali ini adalah salah
satu kerabatnya?”
Jodha hanya bisa menduga duga dan sengaja Jodha tidak menampakkan dirinya
didepan Jalal, saat ini Jodha belum siap bertemu dengan Jalal, Jodha segera
berlari menjauhi Jalal sambil menutupi mulutnya dengan tangannya, Jodha
menangis haru, karena dirinya bisa melihat Jalal hidup dan sehat walaupun
penampilannya tidak beraturan seperti itu, Jodha menangis pilu.
Sementara itu Jalal segera terbangun dari tidurnya sejenak setelah
mendengar ada suara orang berlari menjauh, waktu itu sekelebat tubuh Jodha
masih nampak sebelum Jodha masuk kedalam pintu, Jalal bisa melihatnya dan Jalal
merasa tidak asing dengan tubuh tersebut tapi sayang dirinya tidak bisa melihat
wajahnya, Jalal sadar rumah sakit ini adalah salah satu rumah sakit yang belum
Jalal datangi untuk mencari informasi tentang Jodha, namun kembali Jalal
tersadar kalau Rukayah ada didalam, Rukayah termasuk salah satu korban kecelakaan
yang harus dioperasi, sementara adiknya Mirza Hakim hanya luka ringan biasa,
Jalal teringat bagaimana peristiwa kecelakaan itu bisa terjadi.
“Jalal, aku ikut!” Rukayah ngotot meminta Jalal ikut mencari Jodha.
“Kamu sekali ini aja nggak ikut bisa nggak sih? Ini aku pergi sama Mirza
bukan untuk mencari Jodha, kami ada urusan sendiri” Jalal mulai marah ke
Rukayah.
“Yaa apapun itu, aku ikut! Pokoknya aku ikut! Kamu mau pergi kemana kek ke
bulan kek aku ikut! Pokoknya aku ikut!” Rukayah terus merajuk minta ikut.
“Sudahlah, kak ... biarkan dia ikut” ujar Mirza Hakim kesal.
“Ya sudah! Ayo ikut! Kamu duduk dibelakang!”
Sepanjang perjalanan Rukayah menggerutu karena dirinya harus duduk dibangku
belakang “Jalal, aku mau pindah depan!” Rukayah kembali melakukan aksi
ngambeknya.
“Kamu ini maunya apa sih? apa sih bedanya duduk didepan dengan duduk
dibelakang? Sama saja kan?” Jalal kembali kesal dengan Rukayah yang
mengganggunya sejak berangkat tadi, tiba tiba Jalal menghentikan mobil
kantornya itu lalu keluar dari kursi pengemudi dan membuka pintu belakang
“Sekarang pindah! Kamu mau didepan kan? Sekarang kamu didepan, silahkan! Aku
yang dibelakang, ayooo ...”
Rukayah cemberut melihat tingkah Jalal yang seperti itu, sebenarnya yang
diinginkan Rukayah adalah duduk disebelah Jalal dan Mirza Hakim yang duduk
dibelakang, sekarang malah terbalik, dia yang didepan bersama Mirza Hakim
sedangkan Jalal yang duduk dibelakang, dengan berat hati Rukayah duduk dikursi
pengemudi, Jalal malah tiduran dikursi tengah sambil menikmati perjalanan.
Rukayah yang masih kesal dengan Jalal dan egonya yang tinggi yang selalu
menginginkan apa apa serba dipenuhi, semakin merasa kesal dan marah, tiba tiba
mobil dipacunya hingga kecepatan 100 km/jam ... Jalal dan Mirza yang sedari
tadi diam sambil menikmati perjalanan tiba tiba kaget dengan perubahan laju
mobil yang begitu kencang
“Rukayah! Kamu gila apa! Kamu sadar nggak sih, kamu ini ngebut! Aku mohon
pelankan Rukayah!”
Rukayah tidak menggubris ucapan Jalal dari bangku belakang “Biarin! Aku
pengin ngebut!”
“Kak Rukayah kamu gila! Ini Jogja bukan Jakarta! Lagian nggak perlu ngebut
lagi disini!” Mirza ikut menimpali ucapan Jalal.
“Aku bilang biarin! Ya biarin! Aku pengin ngebut!”
“Rukayah! Aku mohon, Rukayah!”
Belum sempat Rukayah memelankan laju mobilnya tiba tiba dari arah depan
melaju truk tronton yang membunyikan klaksonnya yang kencang dan menyalakan
lampu dimnya yang begitu menyilaukan membuat Rukayah panik dan kehilangan
keseimbangan.
“Awaaaaasssss Rukayaaahhhh!!!!” Jalal mencoba memberikan peringatan ke
Rukayah namun karena Rukayah sudah panik dengan kecepatan yang tinggi, tak ayal
lagi mobil yang mereka tumpangi itu menabrak bagian belakang truk minyak yang
melaju didepan mereka dan kecelakaan itupun terjadi, hingga menyebabkan
kecelakaan beruntun, beberapa mobil dibelakang mereka terlibat kecelakaan
karambol gara gara mobil mereka yang menabrak truk minyak, mobil Jalal ringsek
dibagian depan, yang membuat kondisi Rukayah sangat parah, sementara Jalal dan
Mirza Hakim hanya mengalami luka luka ringan.
Part Selanjutnya Klik Disini