Ketika Salim berusia 4
tahun ...
“Hallo selamat sore ...”
Jodha bisa mendengar dengan jelas suara Rukayah terdengar diujung sana,
sore itu Jodha memang sengaja menelfon Rukayah, Jodha memberanikan diri
menelfon Rukayah, setelah Salim bertanya terus ke Jodha “Mama, kenapa muka
Salim nggak seperti papa Surya atau mama?”
saat itu Jodha hanya bisa memberikan jawaban yang klise yang membuat
Salim semakin bertanya tanya dan kali ini Jodha memberanikan diri untuk
menanyakan kondisi Jalal ke Rukayah demi Salim, siapa tau Rukayah mengetahui
sedikit informasi tentang Jalal, waktu 4 tahun bisa merubah segalanya, Jodha
benar benar penasaran dengan kondisi Jalal “Haloo Rukayah ... Ini aku Jodha”
Rukayah langsung terkejut begitu mendengar suara Jodha disebrang sana
“Jodha? Apa ini benar benar Jodha?” Rukayah
bertanya dalam hati
“Rukayah, kamu masih ingat aku kan? Aku Jodha,
temanmu” Jodha berusaha meyakinkan bahwa dirinya benar benar Jodha teman
Rukayah yang telah menghilang selama 4 tahun ini
“Jodha? Kamu benar Jodha? Jodha temanku?” setelah diam beberapa saat akhirnya terdengar suara
Rukayah diujung telfon
“Iya, Rukayah, aku Jodha temanmu, apa kabar?”
“Baik, kabarku baik, Jodha ... kamu sekarang dimana?”
“Aku di Jogjakarta, Rukayah ... kapan kapan kalau
kamu ada waktu, mampirlah kemari, nanti aku beri alamatku” ingin sekali rasanya
saat itu Jodha bertanya ke Rukayah tentang kondisi Jalal, siapa tahu Rukayah
tahu kabar tentang Jalal, paling tidak mencari tahu tentang Jalal namun
sayangnya lidah Jodha seakan tercekat, Jodha tak mampu bertanya tentang Jalal,
hingga pembicaraan mereka pun hanyalah sekedar basa basi belaka.
Beberapa hari kemudian, Jalal yang terus menerus mencari Jodha bersama
Birbal kesana kemari tetap tidak mendapat satu petunjuk apapun tentang
keberadaan Jodha saat ini, tidak ada satupun orang yang Jalal temui yang
mengetahui tentang Jodha.
Dan pagi itu ketika Jalal dan anggota keluarga yang lain sedang menikmati
sarapan pagi mereka di taman belakang, tiba tiba bibi Maham Anga kembali
mengingatkan Jalal akan janjinya. “Tanpa terasa saat ini sudah setahun yaa
Jalal benar benar sembuh dari sakitnya” ibu Hamida dan seluruh keluarga yang
lain tersenyum memandang kearah Jalal, sementara Jalal masih asyik dengan
sarapan paginya “Lalu setelah semua yang sudah bisa kamu lakukan, mulai dari
bekerja, olahraga dan lain sebagainya, kapan kamu akan menikah, Jalal?”
ibu Hamida segera menghentikan suapan sarapannya paginya saat itu “Rasanya
belum tepat untuk membahas soal itu, Maham” ibu Hamida berupaya untuk
melindungi Jalal dari serangan bibi Maham Anga
“Lho apa pertanyaanku ini salah, kak? Wajar kan kalau aku bertanya kapan
Jalal menikah?”
Salima menggelengkan kepalanya “Menikah? Menikah sama siapa, bi? Jalal kan
belum punya calonnya”
bibi Maham Anga tersenyum “Kamu belum tau ya rupanya, Jalal kan mau
menikahi Rukayah, bukan begitu, Jalal?” Jalal yang sedari tadi tidak begitu
menggubris ucapan bibinya segera menghentikan sarapan paginya dan menatap wajah
wajah anggota keluarganya satu per satu. “Bagaimana, Jalal kapan kamu mau
menikahi Rukayah?”
Tepat pada saat itu Rukayah sedang menuju ke tempat keluarga Jalal yang
sedang berkumpul, Rukayah sengaja tidak memberikan salam, dari tempatnya
berdiri Rukayah bisa mendengar pertanyaan bibi Maham Anga tentang rencana
pernikahan Jalal dengan dirinya, dengan hati yang berdebar debar Rukayah
menanti jawaban Jalal “Bibi, seperti yang sudah sering aku katakan, aku belum
siap untuk menikah, aku masih trauma, untuk sementara aku ingin sendiri,
seperti saat ini saja aku sudah nyaman, bibi”
bibi Maham Anga mulai kehilangan kesabarannya “Tapi sampai kapan, Jalal?
Untuk kamu yang laki laki mungkin dengan kondisimu seperti ini tidak menjadi
masalah tapi untuk Rukayah? Kamu telah berlaku tidak adil padanya Jalal?” bibi
Maham Anga mulai mencecar Jalal dengan pertanyaan pertanyaannya
“Maham! Apakah suatu kewajiban bagi Jalal untuk menikahi Rukayah? Apakah
mereka saling mencintai satu sama lain?” ibu Hamida tidak suka dengan
pertanyaan bibi Maham Anga yang memojokkan Jalal
“Kak Hamida, apakah kamu tidak bisa melihat, ada apa diantara mereka?
Setahuku Rukayah sangat mencintai Jalal dan aku pikir seharusnya Jalal membalas
perasaan Rukayah, karena berkat gadis itu Jalal bisa seperti sekarang ini” ujar
bibi Maham Anga dengan nada tinggi
“Tapi bibi, kalau Jalal juga mencintai Rukayah mungkin memang tidak menjadi
masalah, tapi ini apa Jalal juga mencintai Rukayah?” Salima ikut menimpali
pembicaraan ibu dan bibinya
“Kamu bisa tanya sendiri padanya, Salima”
“Sudah sudah sudah ....” Jalal jengah dengan pertengkaran yang mulai
tersulut diantara keluarganya “Aku harap kalian jangan bertengkar! Aku sudah
memikirkan hal ini baik baik” Jalal langsung berdiri dari tempat duduknya “Bibi
Maham Anga, aku tahu aku memang harus bersikap adil terhadap Rukayah, aku
memang harus berterima kasih padanya, aku janji, bibi ... Aku akan menikahi
Rukayah” bibi Maham Anga dan Rukayah yang masih menguping pembicaraan mereka
tersenyum senang, sementara ibu Hamida, Salima dan kedua adik Jalal bingung
dengan ucapan Jalal
“Tapi Jalal ...”
“Tenang, ibu ... Aku tahu apa yang aku lakukan, bibi Maham Anga ... Aku mau
menikahi Rukayah dengan satu syarat” Jalal menatap tajam kearah bibinya
“Apa itu, Jalal ... katakan saja” semua yang hadir disana termasuk Rukayah
menanti jawaban Jalal dengan perasaan yang was was
“Aku akan menikahi Rukayah setelah aku bertemu dengan Jodha!” bibi Maham
Anga dan Rukayah langsung terkejut mendengarnya “Kalau bibi setuju maka akupun
setuju, bagaimana?” sesaat bibi Maham Anga terdiam sementara ibu Hamida dan
Salima tersenyum senang mendengar ucapan Jalal, sedangkan Jalal terus menanti
kata kata bibinya
“Baiklah, okay ... Kalau itu mau mu, silahkan! Silahkan kamu cari bekas
istrimu itu tapi ingat janjimu, Jalal! janji adalah hutang! Jadi kamu harus
menepati janjimu, Jalal!”
“Tidak! Aku tidak mau!” tiba tiba Rukayah menghampiri mereka dengan kata
kata penolakannya “Bibi! Bagaimana bibi bisa menyetujui syarat Jalal? Kalau iya
mereka bertemu, kalau tidak? Lalu sampai kapan aku akan menikah? Sampai kapan
aku akan digantung seperti ini terus? Aku butuh kepastian bibi!” Rukayah tidak
terima dengan syarat yang diajukan oleh Jalal
“Rukayah, tenang Rukayah ...” bibi Maham Anga mencoba untuk menetralisir
keadaan
“Bagaimana aku bisa tenang, bibi ... kalau nasibku ini tergantung pada
pertemuannya dengan mantan istrinya itu, daripada terlalu lama aku menunggu,
lebih baik aku katakan saja dimana Jodha berada sekarang, asal kamu tahu saja
Jalal saat ini Jodha tinggal di Jogja!” semuanya yang berada disana termasuk
Jalal sangat terkejut begitu mendengar pengakuan Rukayah yang tanpa Rukayah
sadari sendiri, Rukayah jadi bingung begitu semua mata menatap kearahnya,
sementara bibi Maham Anga terperangah dengan mata melotot tajam kearah Rukayah,
bibi Maham Anga tidak percaya setelah mendengar ucapan Rukayah yang bisa
menjerumuskan Rukayah sendiri.
“Kamu bilang apa, Rukayah? Coba katakan sekali lagi, apa yang baru saja
kamu ucapkan?” Jalal mendekati Rukayah dengan tatapan tajam,
Rukayah bingung dan gelisah dan tidak mampu berkata apa apa lagi, dirinya
baru menyadari bahwa barusan dia baru membuka keberadaan Jodha selama ini
didepan Jalal dan keluarganya sementara bibi Maham Anga hanya geleng geleng
kepala menyesali ucapan Rukayah “Aaaa aaku aakuu ... bilang apa, Jalal?”
“Tidak usah pura pura, Rukayah ... Tadi kamu bilang Jodha ada Jogja,
benarkah itu? Darimana kamu tahu?” Rukayah bingung dan berusaha untuk
mengalihkan pada pembicaraan yang lain “Katakan Rukayah!” nada bicara Jalal
mulai meninggi.
Rukayah tidak tahan melihat tatapan mata Jalal yang menghujam jantungnya
“Eee iiiyaa Jalal, Jodha ada di Jogja sekarang”
“Darimana kamu tahu, Rukayah? Kenapa kamu tidak bilang dari dulu?” Jalal
benar benar penasaran dengan ucapan Rukayah, sementara Rukayah menyesali
perbuatannya yang tiba tiba saja keceplosan begitu saja.
“Bagaimana aku bisa bilang dari dulu? Aku baru mengetahuinya beberapa hari
yang lalu, Jalal”
“Maksudmu?” Salima ikut menimpali pembicaraan mereka.
“Iyaa aku baru tau kemarin, kak ... sumpah! Demi Tuhan! Aku baru tahu
ketika Jodha menelfonku” suara Rukayah terdengar bergetar dan terbata bata.
“Menelfonmu? Berapa nomor telfonnya Rukayah?” Jalal terus menerus mencecar
sejumlah pertanyaan ke Rukayah.
“Maafkan aku, Jalal ... Aku telah menghapusnya, terus terang selain aku
cemburu pada Jodha, aku juga tidak ingin kamu mengetahuinya jadi aku hapus saja
nomer telfonnya itu”
Jalal nampak menahan amarahnya. “Bibi, aku besok pindah ke Jogja, salah
satu anak perusahaan kita ada kan disana, segera buat kepindahanku kesana, aku
akan berkemas kemas, permisi” Jalal segera meninggalkan tempat itu, sementara
Rukayah hanya bisa mematung menatap kepergian Jalal, sedangkan pihak anggota
keluarga yang lain langsung setuju dengan keputusan Jalal.
Tanpa pikir panjang lagi, setelah menyiapkan segala keperluannya, Jalal
segera pergi ke Jogjakarta bersama dengan Birbal dan Mirza Hakim mengenderai
mobil Range Rovernya, perjalanan panjang dari Jakarta ke Jogjakarta tidak
membuat Jalal gentar, Jalal sudah bertekad selain mengurus salah satu anak
usaha perusahaan ayahnya, Jalal juga akan menyusuri kota Gudeg itu untuk
mencari Jodha. Sesampainya di Jogjakarta, Jalal menempati salah satu apartemen
miliknya sendiri bersama dengan Mirza dan Birbal, setelah mengenalkan dirinya
dan adiknya di kantor anak perusahaan ayahnya tersebut, Jalal memulai
pekerjaannya disana dan begitu sore hari tiba segera Jalal turun ke jalan untuk
mencari Jodha, Jalal teringat kalau dulu Jodha pernah cerita kalau salah satu
sahabat dekatnya ada yang bekerja di salah satu rumah sakit di Jogjakarta,
bahkan saat itu Jodha tidak bisa menghadiri pernikahan sahabatnya itu karena
kesibukkan mengurus catering ibunya, Jalal yakin kalau sahabat Jodha ini pasti
tau keberadaan Jodha.
“Lalu siapa nama sahabat Jodha itu kak?” Mirza yang ikut menemani Jalal
mencari Jodha merasa penasaran dengan cerita Jalal.
“Aku sendiri lupa, Za ... siapa ya namanya?” Jalal mencoba berfikir keras
mengingat ingat nama sahabat Jodha yang tinggal di Jogja “Yang pasti dia itu
pindahan dari Jakarta atau lebih tepatnya orang Jakarta yang bekerja sebagai
perawat disalah satu rumah sakit disini”
Mirza Hakim menghela nafas panjang “Cuma itu petunjuknya, kak? Yaaa ...
orang Jakarta yang kerja di Jogja pasti banyak lagi, bukan cuma dia saja”
“Tapi ini kan lebih spesifik, Za ... kerja dirumah sakit, kita harus
menanyakan semua rumah sakit yang ada disini, ayooo semangat!”
Jalal dan Mirza Hakim memulai pencariannya dari satu rumah sakit ke rumah
sakit lain di Jogjakarta, namun lagi lagi hasilnya nihil dan setelah dua bulan
Jalal berada di Jogjakarta tanpa Jalal duga Rukayah menyusul Jalal kesana, tiba
tiba saja pagi itu Rukayah sudah muncul diapartemennya “Selamat pagi, Jalal.”
Jalal terperangah begitu mengetahui Rukayah yang sudah duduk di sofa ruang
tamu “Ngapain kamu kesini, Rukayah?”
Rukayah tersenyum sambil menghampiri Jalal “Kok pertanyaanmu seperti itu
sih? Aku ini kan calon istrimu jadi wajar dong kalau aku ingin menemani calon
suamiku, boleh kan? Jangan lupa, Jalal ,,, kalau kamu sudah berjanji mau
menikahi aku” ujar Rukayah sambil membelai wajah Jalal dengan mesra, sementara
Jalal tidak bergeming sedikitpun.
“Aku tidak akan lupa, Rukayah,,,kamu tidak usah khawatir.”
Rukayah tersenyum sambil menggelanyut manja dibahu Jalal.