Saat itulah Jodha dan Mainawati menyadari kalau mereka hanya
memiliki satu hari tersisa untuk dihabiskan bersama. Keduanya saling berpelukan
sekali lagi dan mulai terisak keras.
Semua orang mendengarkan percakapan mereka... Raja Bharmal... Kakak
Sujamal... Saudarinya Sukanya dan Shivani.... Mata mereka juga basah oleh air
mata melihat kesedihan Jodha....
Jodha berkata sambil memeluk Ibunya, “Ibu, aku tidak ingin
meninggalkan istana ini dan dirimu.”
Jodha masih saja terisak... Dia belum melepaskan pelukannya dari
Mainawati...
Air mata juga mulai muncul di mata Jalal melihat isak kesedihan
Jodha.... Dia hanya mampu berdiri diam disana....
Saudara tercintanya Sujamal mendekati Jodha dan mulai bernyanyi...
Ini rumah
ayahmu saudariku sayang, ini adalah rumahmu untuk sementara
Suatu hari
kau akan menjadi pengantin, lalu kau akan pergi ke rumah suamimu
Jodha mendengar nyanyian Sujamal, dia berlari ke arahnya... dan
memeluknya sambil menangis... Sujamal menghapus air matanya dan merapikan tutup
kepalanya.
Jodha menatap ayahnya dengan airmata tak terbendung.... Pertama
kali melihat ayahnya menangis... dia makin tenggelam karena kesedihannya dan
mulai bernyanyi...
Ayah, aku
adalah kelopak kecil dari bunga mawar di tamanmu....yang memperindah tamanmu...
Kenapa
sekarang aku harus pergi dan mekar di taman keluarga suamiku
Ketiga saudara perempuan itu mendekat untuk memeluk Raja
Bharmal... mereka berpelukan dan menumpahkan kesedihan. Setelah mendengar
nyanyian Jodha yang penuh kesedihan, semua orang di ruangan itu turut
terisak...
Raja Bharmal memeluk ketiga putrinya sambil memejamkan mata... dan
dengan suara tercekat... bernyanyi... menumpahkan perasaannya...
Anak
perempuan adalah tanggung jawab dan ikatan sementara dengan seorang ayah
Tradisi
dunia ini dan kita harus memenuhi tanggung jawab ini???
Jodha berlari ke arah Mainawati dan Dadisa... dia bersimpuh dan
menyentuh kaki mereka... dan dengan suara lemah..
Kenapa kau
membuat Ibu merasa bersalah, Saudari kau tidak tahu apa yang telah dilaluinya
Kau adalah
bagian dari hatinya dan dengan air mata yang takkan pernah habis dia harus
melupakanmu
Bhagwant Das menyentuh lengannya dan menyeka airmatanya sambil
terisak... dan memeluk saudarinya tercinta... dengan sedih dia bernyanyi...
Saudara aku
bagai burung di tamanmu,
Aku hanya
punya waktu satu malam dan aku harus terbang pergi pada pagi hari untuk
selamanya
Sujamal dengan suara pilu bernyanyi... sambil menyeka air mata
Jodha...
Adikku
sayang, kenangan masa kecilmu akan membuat kami menangis untuk waktu lama,
Namun tetap
kita harus memenuhi tanggung jawab dan harus mengangkat tandumu di pundak kami.
Hampi semua orang di ruangan itu ikut menangis.... Saat Jalal
datang pertama kalinya untuk menikahinya, dia tidak melihat setetespun airmata
di wajah Jodha, namun kali ini tangisnya membuatnya sedih, tapi sebelum ada
yang memergokinya menangis, dia bergegas keluar dari ruangan itu untuk menutupi
kesedihannya dari semua orang...
Hamida, mendekati Mainawati dan Jodha untuk menghibur mereka. Dia
duduk di sofa seberang mereka dan berkata, “Rani Sahiba, kumohon jangan
mencemaskan Jodha... kami akan menjaganya lebih dari putriku sendiri. Aku
berjanji padamu bahwa Ratu Jodha... Malika E Hindustan tidak akan pernah
menangis lagi. Dia akan menerima limpahan cinta di Agra seperti yang
diterimanya disini.”
Ratu Mainawati merasa lega mendengar kata-kata yang menenangkan
dari Ibu mertua Jodha, Ratu Hamida.
“Aku tahu benar, kau mencintainya lebih dari kami mencintainya,
tapi perasaanku sebagai seorang Ibu tidak mau mengerti semua itu... dalam
beberapa hari ini kami semua lupa bahwa Jodha sudah menikah dan tidak lagi
menjadi milik kami... Kami semua malah merasa Jodha masih akan menikah dan akan
meninggalkan kami untuk pertama kalinya.” Mainawati menjawab dengan nada rendah
dan sopan.
Jalal dan Abdul masuk ke dalam ruangan utama Diwan dan di hadapan
semua orang Abdul memberikan pengumuman dengan suara keras, “Semuanya harap
dengarkan... Shahenshah akan memberikan sebuah pengumuman penting.”
Pikiran semua orang tertuju pada pengumuman itu... Dalam waktu
singkat seluruh ruangan dipenuhi oleh orang-orang. Jodha juga terkejut
menduga-duga tentang hal apa yang akan diumumkan.
Jalal bangkit dengan anggun dari singgasananya dan dengan sikap
kebangsawanan dan berwibawa mendeklarasikan... ”Terima kasih pada semuanya
karena telah berkumpul disini dalam waktu cepat.” Setelah diam sejenak dia
melanjutkan, “Ratu Jodha, telah menantangku untuk mengalahkannya dalam
pertarungan Memanah dan aku sangat bangga menerima tantangannya. Aku sudah
mengagumi kemampuan ilmu pedangnya dan segera, aku akan menjadi pengagumnya
dalam kemampuan memanahnya juga, jadi aku mengundang semua orang untuk
bergabung dengan kamu dalam kompetisi ini.”
Jodha terperangah dengan pengumuman itu, dia
tidak pernah menduga Jalal akan menantangnya di depan umum seperti ini.
Raut muka Raja Bharmal langsung berubah...
Tanpa membuang waktu, dia berjalan mendekati Jalal dan meminta untuk berbicara
secara pribadi dengannya.
“Pertama, aku ingin meminta maaf atas sikap
Jodha yang kekanakan karena menantangmu seperti itu. Shahenshah, aku tidak
setuju kompetisi ini dilakukan pada saat seperti ini... Kami semua sudah cukup
sibuk menyiapkan perta pernikahan, dan akan lebih sulit jika kami juga harus
menyiapkan untuk kompetisi ini juga.” Raja Bharmal meminta dengan gugup.
Jalal serasa tak percaya mendengar kata-kata
Raja Bharmal. Pria itu selalu siap menuruti semua permintaan menantunya
(Jamaisa) tanpa banyak bertanya, namun sekarang wajahnya justru khawatir dan
merasa bersalah... Jalal merasa pasti ada alasan yang lain...
Dengan pelan Jalal bertanya... “Raja Bharmal,
Aku merasa kalau kau menyembunyikan sesuatu dariku. Aku sudah seperti putramu
sendiri, jangan ragu-ragu dan katakan sejujurnya apa masalahnya.”
Dengan nada minta maaf Bharmal berkata.. ”Kau
benar Shahenshah. Sebenarnya ada banyak Raja dari Rajvanshi disini, yang telah
datang untuk menghadiri pernikahan dan aku juga tahu benar kalau kau adalah
prajurit pemberani, dan tidak ada seorangpun yang mengalahkan kemampuan
pedangmu, tapi Jodha sangat ahli dalam memanah, di seluruh tanah Rajvanshi
tidak ada yang berhasil mengalahkannya. Aku tidak ingin Jodha mengalahkanmu
dalam memanah di hadapan semua musuh-musuhmu, semua Raja di Rajvanshi adalah
lawanmu. Kekalahan kecilmu akan berdampak besar dalam hal politik. Tolong
mengertilah dan batalkan kompetisi ini.”
Jalal tersenyum... ”Raja Sahib, aku mengerti,
tapi aku tidak ingin kau khawatir dan cukup percaya saja padaku... yakinlah
padaku seperti kau yakin pada Jodha. Dan jika Jodha menang, aku akan sangat
bangga padanya dan menjadi orang yang paling bahagia.”
Jalal tahu Raja Bharmal merasa tidak yakin
dengan alasan yang diutarakannya.... tapi dia juga tidak sanggup menolak
keinginan menantunya.
Dengan suara tertahan Raja Bharmal berkata, ”Seperti
keinginanmu Shahenshah, aku akan mempersiapkan kompetisi itu.”
Seluruh Rajvanshi sudah tahu keahlian memanah
Jodha... Beberapa Raja mulai membicarakannya. Akan sangat menyenangkan melihat
Shahenshah dikalahkan oleh Ratunya sendiri. Dia belum pernah dikalahkan oleh
siapapun seumur hidupnya.... Akan sangat menyenangkan melihatnya merasakan
kekalahan pertamanya dari Ratunya sendiri. Hampir semuanya mencela ide bodoh
Jalal tentang kompetisi terbuka ini.
Sujamal dan saudara-saudara Jodha juga sama-sama penasaran.... Tak ada seorang
pun yang punya gambaran tentang kemampuan memanah Jalal.
Abdul, Hamida dan Jalal ada di ruangan
pribadi...
“Jalal, kenapa kau umumkan tantangan itu di
depan banyak orang? Apa itu perlu? Seluruh Rajvanshi sudah berkumpul disini dan
kekalahanmu bukan hanya menjadi kekalahanmu pribadi, tapi juga kekalahan Mughal
dan aku sudah mendengar keahlian memanah Ratu Jodha. Kelebihanmu dalam
pertarungan pedang bukan memanah, Jalal... Akan sulit untuk bisa menang. Jalal
kau tidak memikirkannya masak-masak, jika kau kalah seluruh Rajvanshi akan
menertawakanmu dan juga Mughal.” Hamida mengutarakan keberatannya.. dan
menunggu reaksi dari Jalal.
Jalal menjawab tenang dan yakin, “Ammi Jaan,
sebelum aku menerima tantangannya secara terbuka, aku telah memikirkan
dampaknya secara dalam. Aku ingin mengejutkan seluruh Rajvanshi... Mereka semua
sudah tahu kemampuan pedangku jadi sekarang waktunya mengejutkan mereka apa
lagi yang mampu dilakukan seorang Jalaluddin Mohammad?? Yang kuharapkan darimu
adalah keyakinan dan restumu.”
Abdul menyetujui dan menjawab, “Mariam
Makhani, Tolong jangan mencemaskan tentang kekalahan Shahenshah... Mungkin saja
tidak ada yang akan kalah, tapi aku sepenuhnya yakin bahwa Shahenshah tidak
akan kalah melawan Ratu Jodha.”’
Pernyataan Abdul dan Jalal berhasil
meyakinkan Hamida Banoo.... Dia tersenyum lembut dan memberikan restunya untuk
Jalal... “Semoga Allah memberkati kemenanganmu.”
Segera setelah Hamida Banoo keluar dari
ruangan itu, Mirza datang dengan pikiran dan kecemasan yang sama. Sebelum dia
mengutarakannya, Jalal berkata, “Jika kau yakin padaku, jangan tanyakan
kenapa.”
“Bhaijaan, aku percaya padamu lebih dari
hidupku dan aku tidak memiliki keraguan akan kemenanganmu, tapi yang aku
pikirkan bahwa hal ini akan menciptakan kericuhan politik dan aku tidak ingin
kau atau Bhabhi Jaanku tersayang dipermalukan di depan umum.”
Sambil mengalihkan topik pembicaraan, Jalal
bertanya, “Mirza, aku butuh bantuanmu.”
Mirza langsung menjawab pelan, “Ya...
Bhaijaan Perintahkan aku.”
“Mirza bagaimana pendapatmu tentang Sukanya?
Apa kau menyukainya?” Jalal bertanya serius.
“Apa maksudmu Bhaijaan?” Mirza bertanya
terusik.
Jalal tersenyum kecil dan bertanya, “Mirza,
bagaimana menurutmu tentang Sukanya dan pernikahanmu.”
Mirza memotong cepat, “Bhaijaan... Aku tidak
menyukai Sukanya seperti itu, tapi aku suka menikah dengan Shivani.” Raut muka
Mirza langsung memucat dan gugup karena keceplosan mengenai keinginannya untuk
menikahi Shivani.
Jalal tersenyum atas jawaban cepat Mirza,
“Aku tahu kalau saudaraku memperhatikan saudara iparku yang termuda Shivani,
tapi aku ingin kau mendekati Sukanya dan berteman dengannya... aku ingin kau
menghabiskan lebih banyak waktu dengannya.” Dengan tenang Jalal meminta pada
Mirza tanpa menjelaskan rencananya yang malah membuat Mirza lebih bingung dan
tidak mengerti.
“Tapi kenapa???” Mirza bertanya gelisah.
“Mirza kau tidak diperkenankan mempertanyakan
perintahku, ingatlah bahwa aku adalah kakakmu... tapi aku akan menjawab
pertanyaan kenapa darimu, karena aku mencintaimu.
“Maaf Bhaijaan... Aku tidak bermaksud untuk
tidak menghormatimu tapi kau tahu Shiva...” belum sempat Mirza menyelesaikan
kalimatnya, Jalal sudah memotongnya untuk menceritakan tentang kisah cinta Surya
dan Sukanya... dan menjelaskan bahwa keduanya saling menyukai, tapi sama-sama
takut untuk mengutarakan cinta mereka... ”Aku ingin kau membuat Surya cemburu
padamu.” Lalu Jalal menjelaskan semua rencananya...
“Ya Tuhan... Bhaijaan.... otakmu benar-benar
cemerlang...” Mirza tertawa dan menambahkan, “Ini akan sangat menyenangkan.”
Namun sedetik kemudian wajahnya berubah sendu lagi, “Tapi Bhaijaan, jika aku
lebih sering bersama Sukanya lalu apa yang akan dipikirkan Shivani tentang
diriku, dia akan membenciku.”
Jalal menjawab sambil mencibir, “Kau sangat
naif adikku sayang, kau bahkan tidak paham bahwa dengan cara ini juga akan
membantumu.... Kuperhatikan Shivani juga menyukaimu, tapi dia terlalu gengsi
untuk menunjukkannya. Begitu kau lebih perhatian pada Sukanya, dia akan segera
menyadari perasaannya padamu. Dia akan sama cemburunya seperti Surya. Kita akan
menjatuhkan dua burung dengan sekali lempar.” Jalal mengerling pada Mirza.
Dengan raut tak percaya Mirza berkata... ”Bhaijaan...
aku tidak bisa berkata-kata. Otakmu benar-benar encer. Ini sungguh akan
menyenangkan.”
“Mirza... dengarkan baik-baik.... Sukanya
adalah gadis yang baik maka kau jangan melewati batasmu. Tetaplah menjaga
jarak... Kau tahu maksudku, jangan ambil keuntungan dari situasi ini kalau
tidak, percayalah, aku tidak akan melepaskanmu.” Dia berkata tegas.
Mirza menjawab tertahan, “Ya Bhaijaan, aku
mengerti.”
Jalal dan Jodha berjalan berdua menuju tempat
kompetisi. Jalal berkata menggoda, “Bersiaplah untuk kekalahanmu Junglee
Billi...”
Jodha menatapnya karena terusik dengan
kata-katanya....
“Omong-omong, apa yang akan kudapatkan
sebagai balasan atas kemenanganku dalam kompetisi ini?” Jalal menyindir sambil
mencengkeram pergelangan tangan Jodha secara tiba-tiba dan menarik tubuhnya
mendekat.
“Percayalah... kau akan sangat menyesal jika
memenangkan kompetisi ini... Aku tidak akan melepaskanmu jika kau menang.”
Jodha menjawab marah sambil mendorong tubuhnya menjauh. “Masihkah kau berani
menyentuhku?”
“Oh Ratuku yang pemarah.... Kau terlihat
sangat panas ketika kau mengancamku seperti ini... Tapi percayalah pada suamimu
tercinta, jika aku menang, aku tidak akan membiarkan satu benang pun menutupi
tubuhmu. Dan omong-omong, hidungmu yang kecil dan pipimu yang memerah menggemaskan
membuatku tergila-gila padamu... Membuatku bukan hanya ingin menyentuhmu, tapi
juga melahapmu saat ini juga... disini...” Jalal berbisik sensual.
Jodha menjauh dua langkah darinya dengan
kesal sambil memicingkan matanya dengan tajam.
Jalal hanya tersenyum ditatap tajam seperti
itu...
Ribuan orang sudah memadati arena... Semua
anggota keluarga duduk di barisan depan... Sukanya dan Mirza duduk
bersebelahan.... Untuk menghormati Mirza, Sukanya mengobrol dengannya,
sedangkan Mirza mulai menjalankan misinya membuat Surya dan Shivani cemburu,
dia membuat lelucon yang berbeda tentang Amer dan membuta Sukanya tertawa...
Sesuai rencana, tatapan Surya terpaku pada Sukanya dan Shivani menatap Mirza...
Pandangan Mirza jatuh pada Mehndi di tangan
Sukanya, dengan sopan dia meminta Sukanya memperlihatkan Mehndinya. Dengan
sedikit ragu, Sukanya mengulurkan tangannya pada Mirza untuk menunjukkan
Mehndinya...
Mirza berkata dengan senang, “Wow Sukanya,
warna Mehndimu sangat terang dan polanya juga sangat indah.” Dia ambil
kesempatan itu untuk memegang tangannya sambil matanya melirik untuk melihat
reaksi Shivani dan Surya.
Sukanya mulai salah tingkah karena
sentuhannya... Mirza masih menggenggam erat tangannya dan memandang tangannya
dengan penuh perhatian.
Sukanya bertanya dengan ekspresi ragu dan
tanda tanya di wajahnya, “Apa yang kau cari, di tanganku?”
Mirza memandangnya sambil tersenyum dan
menjawab.... ”Hmmm... Sukanya.. Sekarang aku tahu semua rahasiamu.... Aku bisa
melihatnya jelas di tanganmu, kau sedang jatuh cinta pada seseorang.” Wajah
Sukanya merona merah.
Sukanya menarik tangannya dan menjawab
malu-malu, “Apa yang kau katakan?”
Surya melihat Sukanya yang bersemu merah dan
tersenyum sambil mengobrol dengan Mirza. Melihat kedekatan mereka, Surya terbakar
cemburu... hatinya terasa membara...
Shivani juga merasakan hal yang tidak jauh
beda, meski belum menyadari alasannya kenapa dia tidak suka Sukanya dan Mirza
mengobrol bersama... Dia hampir berteriak, “Sukanya jiji... kenapa kau tidak
kesini dan duduk di sebelahku?”
Sukanya menjawab dengan datar, “Shivani, aku
akan kesana sebentar lagi.” Lalu karena penasaran, dia mengulurkan tangannya
lagi dan bertanya, “Bisakah kau katakan padaku, apakah pernikahanku atas dasar
cinta atau perjodohan?”
Jalal dan Jodha tiba dan duduk di sisi lain
dari tempat Surya dan Shivani duduk... Jalal memperhatikan wajah Surya yang
memerah karena menahan emosi... pria itu bahkan tidak sadar Jalal duduk di
sebelahnya...
Setelah beberapa menit, Jalal bertanya serius
pada Surya, “Bagaimana kabarmu Surya???” Saat itulah Surya baru sadar kalau
Jalal dan Jodha sudah duduk di sebelahnya...
Dia menjawab dengan hormat, “Aku baik-baik
saja Shahenshah...”
Untuk makin membuatnya cemburu, Jalal
bertanya “Surya, apa kau sudah pernah bertemu dengan adikku Mirza??”
“Ya, aku pernah melihatnya, tapi kami belum
sempat mengobrol..”
Jalal menunjuk ke arah Sukanya dan Mirza dan
berkata, “Lihat itu adikku yang duduk di sebelah Sukanya.” Setelah diam
sejenak, dia melanjutkan, “Sukanya dan Mirza terlihat sangat cocok.. seakan
mereka memang tercipta untuk satu sama lain.”
Surya menoleh terkejut ke arah Jalal... dan
hanya menganggukkan kepalanya.
Saat dia mulai memahami maksud perkataan
Jalal... kemarahannya makin mendidih, seketika dia bangkit dan berjalan pergi.
Jodha dan Jalal saling memandang dan
tersenyum... rencana mereka berjalan sempurna...
Akhirnya... Raja Bharmal tiba dan menempati
posisinya... dan kompetisi pun dimulai..
* * * * * * *
* * * * *