s="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 21.3pt;">
Jodha melihat ke
dalam matanya yang menggelap marah, dan berkilauan karena emosi yang memuncak.
Kengerian merambati tulang belakangnya. Jantungnya mulai berpacu. Dia berlari
ke arah Jalal untuk memberikan penjelasan, namun setelah melihat ekspresinya
yang memucat dan penuh kekecewaan, kata-katanya tersangkut di tenggorokan.
Seluruh tubuhnya mati rasa hanya karena membayangkan akibatnya, dia tahu dia
telah melewati batas dengan memeluk laki-laki lain di dalam ruangan pribadinya
dan dia tertangkap basah. Seketika, dia menyesal, tapi terlambat, dia paham
betul apa yang dipikirkan Jalal tentan Surya, betapa cemburunya dia saat Surya
ada di dekatnya. Bahkan setelah mengetahu itu semua, dia mengabaikan hal itu dan
memeluknya tanpa pikir panjang... Dia kehabisan kata-kata untuk membela dirinya
sendiri. Wajahnya dipenuhi rasa bersalah dan penyesalan, isakan mulai tercipta
di kerongkongannya dan muncul di pelupuk matanya. Tangannya yang gemetar
berusaha untuk menyentuhnya, tapi tidak cukup berani untuk menggapainya.
Jalal bisa membaca
ketakutan dalam sinar matanya yang polos. Melihat matanya mulai basah,
kemarahannya luruh seketika. Menghembuskan napasnya dengan berat, dia berjalan
mendekatinya dan menggenggam tangannya yang membeku di udara. Sambil membelai
wajahnya dengan lembut, dia berkata,-“Jodha kau tidak perlu menjelaskan
apa-apa... Aku percaya padamu lebih dari hidupku.... Dan aku juga sadar tentang
fakta bahwa Surya adalah temanmu, dan tidak ada yang lebih dari persahabatan di
antara kalian...” Suaranya yang lembut, tenang dan penuh cinta bagai musik
mengalun di telinganya, hangatnya genggaman tangannya mampu menenangkan aliran
darahnya.
Perlahan, air mata
keluar tanpa disadarinya dan mulai menuruni wajahnya.... Jodha memeluknya
dengan wajah berkilauan karena air mata. Mengetahui kepercayaan Jalal padanya,
dia benar-benar tersentuh. Dia tahu betapa posesifnya Jalal, tapi meski sudah
melihat sendiri kedekatan Jodha dan Surya, dia tidak mengatakan apapun mengenai
kecurigaannya. Dia senang dan bingung pada saat bersamaan karena Jalal bahkan
tidak bertanya padanya. Tapi perasaannya yang tidak yakin membuat hatinya tidak
tenang, -“Jalal kau tidak kecewa padaku... SUNGGUH??? Kau benar-benar percaya
padaku??” Jodha terdengar rapuh, takut dan was-was, tapi Jalal sendiri belum
siap untuk bicara... Dia belum bisa memahami perasaannya sendiri apakah dia
kecewa atau tidak... Keheningan menguasai beberapa saat... Saat dia lama tidak
menjawab, Jodha mulai tidak sabar dan bertanya lagi...
“Jalal, tolong
katakan kau tidak marah padaku??? Kumohon jangan salah paham padaku, aku tidak
melakukan apapun untuk menyakitimu... Aku mencintaimu lebih dari hidupku, aku
tidak akan pernah mengkhianatimu... Kumohon jangan tinggalkan aku Jalal. Aku
tidak bisa hidup tanpamu.” Saat mengucapkan kalimat yang terakhir, kakinya
sudah tidak mampu menyangga tubuhnya, dia tersungkur di kaki Jalal sambil
mencengkeram jama-nya kuat-kuat. Mengutarakan semua kata-katanya, isakannya
makin lama makin kencang. Napasnya makin tercekik. Seluruh tubuhnya seakan-akan
mulai hancur hanya dengan membayangkan jika dia kehilangan cinta dalam hidupnya
lagi.
Jalal mulai goyah
melihat keadaannya. Dia tidak pernah bisa melihat Jodha dalam kondisi
menyedihkan seperti itu. Air matanya bagai belati menghujam jantungnya.
Wajahnya mulai pucat dan kelam. Cahaya dari dalam dan luar tubuhnya seakan
pudar. Hatinya pilu melihatnya begitu putus asa. Jalal masih ingat kunjungannya
terakhir ke Amer, bersama Jodha, sepuluh bulan lalu saat dia hendak
menceraikannya karena menyaksikan pengakuan cinta Surya padanya dan kedekatan
mereka. Dia mengerti rasa sakit, kecemasan dan ketidakyakinan dibalik
kata-katanya. Namun hal yang lebih melukai hatinya adalah perasaan Jodha yang
mengira bahwa dia akan meninggalkannya selamanya... dia mungkin meragukannya...
dia mungkin tidak percaya padanya.. tapi pada kenyataannya tidak sedetikpun dia
pernah berpikir Jodha akan mengkhianatinya...
Jalal mengangkat
tubuh Jodha yang lemas dengan mencengkeram lengannya kuat-kuat dan menangkup
wajahnya yang lembut dengan telapak tangannya. Lalu menghapus air mata di
wajahnya dengan penuh kasih, dia berucap dengan nada serius dan penuh
tekanan,-“Ya Jodha, Aku tidak meragukanmu, tapi aku tidak akan berbohong...
Melihatmu dalam pelukannya telah menyakiti perasaanku dengan cukup dalam. Meski
aku sepenuhnya percaya padamu tapi aku tidak suka kau memeluk pria lain meski
tak ada perasaan diantara kalian. Sesungguhnya aku juga tidak terima jika ada
pria lain yang menatapmu dengan bernafsu... Rasanya itu akan membakar
tubuhku...Ya, aku sangat kecewa padamu, bukan karena aku meragukanmu, tapi
sebagai seorang Putri Amer dan Permaisuri Agra, kau harusnya tahu batasanmu.
Kau adalah KEBANGGAAN Mughal dan keluarga kerajaan Rajput. Aku sangat yakin
padamu, tapi aku juga tidak ingin orang lain menuduhmu. Jika orang lain yang
melihatmu dalam situasi yang mencurigakan seperti tadi, pastinya hal itu akan
menghancurkan nama baikmu selamanya...”
Jodha menyadari
kesalahan besar yang telah dilakukannya saat dia sangat gembira. Dia tidak
kuasa menatap mata Jalal. Dia berkata dengan nada rendah, malu dan penuh
sesal,-“Shahenshah kumohon maafkan aku. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa
melakukan kesalahan sebesar ini. Kumohon ampuni aku jika kau bisa, aku pasti
tidak akan mengulangi kesalahan yang sama lagi.” Dia menyembunyikan wajahnya di
balik telapak tangannya sambil menangis. Dia tidak punya keberanian untuk
menatapnya. Lututnya begitu lemah, dia butuh kehangatan dan kepastiannya bahwa
Jalal benar-benar memaafkannya, dia ingin menyelam dalam pelukan hangatnya dan
menerima kesalahannya, tapi dia sudah tidak memliki kekuatan yang tersisa.
Menyadari perasaannya
yang kusut dan hancur, Jalal turut merasa sedih. Dia menghalau tangan Jodha
dari wajahnya dan menangkupnya dengan tangannya sendiri dengan lembut. Dia tahu
benar apa yang dibutuhkan oleh Jodha, dia tahu Jodha butuh kepastiannya...
perlahan dia menyentuh pipinya di antara jari telunjuk dan tengahnya dan
mendongakkan wajahnya dan mulai menciumi air matanya dengan bibirnya yang
hangat dan lembut. Dia sadar nada suaranya yang keras dan tatapan marahnya
telah mengguncang perasaannya, dia lalu berkata dengan nada yang lebih
menenangkan,-“Jodha, berhentilah menangis... Lihat aku... Aku tidak bisa
melihatmu seperti ini...” dia berkata dengan suara lembut dan penuh cinta, lalu
membawanya ke dalam pelukannya.
Perlakuan lembutnya
pada Jodha membuatnya lebih merasa bersalah dan dia mulai terisak lagi bahkan
kali ini lebih keras dengan disertai cegukan, dia berkata,-“Jalal aku tidak
tahu lagi harus berkata apa...Tapi aku merasa menjadi wanita paling beruntung
di bumi ini... Tidak ada pria yang rela istrinya dipeluk laki-laki lain...
Ketika aku melihatmu dengan Kanika dan aku mempercayaimu, itu bukanlah apa-apa
karena wanita sudah diajarkan sejak kecil untuk menerima kenyataan bahwa
seorang pria bisa memiliki lebih dari satu wanita dalam hidupnya... Tapi
kepercayaanmu padaku membuatku tak bisa berkata-kata, aku tidak punya kata yang
mampu menggambarkan kebahagiaanku... Tidak pernah sekalipun aku bermimpi
menikah dengan pria yang tidak egois dan mencintaiku selamanya. Tidak cukup
rasa syukurku pada Kanah karena telah mengirimmu dalam kehidupanku. Aku tidak
tahu kebaikan apa yang telah kulakukan pada kehidupanku sebelumnya hingga
memiliki DIRIMU sebagai suami dan cintaku... hari ini aku bukan hanya
mencintaimu, tapi aku akan memujamu lebih tinggi dari Kanah. Namun untuk
melegakan perasaanku, aku tetap ingin menjelaskan kenapa aku memeluk Surya
seperti itu.”
Mendengar pengakuannya
yang tak terduga, Jalal merasa bagai terbang ke langit ketujuh. Dia memeluk
Jodha dengan penuh perhatian dan cinta, lalu dia menjawab,-“Jodha aku
benar-benar percaya padamu. Kau tidak perlu menjelaskan apa-apa padaku. Aku
percaya padamu lebih dari hidupku... Tidak ada yang bisa memisahkan kita..”
Lalu setelah diam sejenak, dia lanjut berkata,”Jodhaa...Hidup tanpamu takkan
pernah tenang dan bahagia...Aku juga tidak pernah tahu sebelumnya bagaimana
rasanya begitu dicintai oleh seseorang dengan begitu tingginya.... Kehadiranmu
dalam hidupku memberikan warna yang baru..”
Kata-katanya dan
kepercayaannya membuatnya kelu. Pikirannya beku. Jodha kembali memeluk Jalal
dengan erat penuh rasa memiliki dan dengan suara seraknya berkata,”Aku
mencintaimu Jalal...Aku sangat mencintaimu...” Keduanya tenggelam dalam pelukan
hangat dan emosional selama beberapa saat.
Setelah beberapa
saat, Jodha memecah keheningan dan dengan nada rendah dan hati-hati dia
berkata,-“Jalal, aku ingin memberitahumu sesuatu...” Sambil memeluk Jodha,
Jalal menjawab,-“Ya, permaisuriku tersayang... Katakan saja..”
Jodha melepaskan
pelukannya dan menariknya ke dekat sofa,-“Kau tahu Jalal... Kemarin aku baru
tahu kalau Sukanya menyukai Surya sejak dia berumur sepuluh tahun... Saat aku
mengetahui hal itu aku khawatir karena aku tahu Surya telah mencintaiku dan
bisa saja dia menolaknya... Betapa senangnya hatiku saat Surya sendiri mengakui
cintanya untuk Sukanya.” Lalu dia ceritakan semuanya bagaimana Surya jatuh
cinta pada Sukanya.
Mendengar hal itu,
kata terkejut mungkin terkesan meremehkan. Karena dalam mimpi terliarnya
sekalipun Jalal tidak pernah menduga bahwa hal itulah yang membuat Jodha
memeluk Surya dengan penuh perasaan. Butuh beberapa waktu baginya untuk
bereaksi, meski dia tadi mengatakan sangat percaya pada Jodha, tapi tak pelak
kenyataan ini juga membuatnya sangat lega bagai beban berat tak lagi menghimpit
hatinya. Tiba-tiba perasaannya langsung berubah, dengan senyum ceria, dia
melingkarkan tangannya ke sekeliling lengan Jodha, ditariknya tubuh Jodha
mendekat dengan seringai nakalnya dan bicara dengan nada senang,-“Ini
benar-benar keajaiban.... Aku turut senang untuk Sukanya... Surya adalah
seorang pangeran yang berani, jujur, setia dan tampan... Dan sebentar lagi dia
akan menjadi Raja Jaipur dan yang paling penting, keduanya saling mencintai...
Tidak ada yang lebih baik dari hal itu...”
Sambil merebahkan
kepalanya di dada bidang Jalal, Jodha berkata dengan sedikit cemas,-“Tapi
masalahnya adalah mereka tidak memiliki keberanian untuk mengakui perasaan
cinta mereka satu sama lain karena alasan mereka sendiri, Sukanya pikir Surya
masih mencintaiku sementara Surya pikir bahwa Sukanya akan menolaknya hanya
karena dia tahu Surya telah lama mencintaiku. Aku berniat mencairkan
kesalahpahaman mereka, tapi jika memang mereka saling mencintai maka mereka
harus mengalahkan rasa takut mereka dan mengungkapkan perasaan mereka dengan
cara mereka sendiri, dan lagipula itu adalah saat yang spesial, aku tidak ingin
merusaknya. Itulah kenapa aku memilih diam.”
Jalal tersenyum
menggoda dan menjawab,-“Jika kau mencemaskan pengakuan cinta mereka, maka kau
tidak perlu cemas sama sekali. Jodha aku tahu apa yang harus
dilakukan...Secepatnya Surya akan mengakui cintanya pada Sukanya... Aku akan
mewujudkannya dengan caraku, tapi dengan satu syarat..” Dia berhenti sambil
menatap sensual ke arah Jodha.
“Apa syaratnya Rajaku
sayang?” Jodha bertanya dengan sama menggodanya.
“Sesuai dengan
tradisi Mughal saat ada berita bagus, pertama kau harus memaniskan mulutku
dengan bibir merah mu yang lembut dan tampak lezat itu.” Jalal menariknya
mendekat dan berbisik di telinganya sambil mengelus lembut kulit wajahnya, nada
suaranya bermain-main.
Jodha bergetar dengan
sensasi yang menyengat tubuhnya, bisikan sensual dan sentuhan ringannya
menciptakan gelombang gairah dalam dirinya. Wajahnya langsung merona, dan
pipinya memanas... Dia lingkarkan tangannya ke sekeliling leher Jalal dan
dengan nada suara yang menirukan desahan Jalal dia
berkata,-“Jalal...Sebenarnya, aku sendiri tidak punya rencana meninggalkanmu
secepat itu...Perbuatanmu sungguh menakjubkan hingga kau pantas merasakan
sesuatu yang pedas dan asin sekaligus.... Hari ini kau telah memenangkan
hatiku, bukan hanya sekali tapi berkali-kali, dengan cara yang mengejutkan lagi
dan lagi.... Pertama aku terkejut ketika kau mengundang Sujamal bhaisa....
Omong-omong bagaimana kau bisa tahu segalanya, bahkan tanpa kuberitahu???
Kerinduanku padanya kusembunyikan dari semua orang, di dalam hati aku merasa
sedih memikirkan kami semua bersenang-senang tanpa kehadirannya dan disitulah
kau tahu kesedihan yang kupendam sendiri dan mewujudkan keinginanku. Kedua,
kepercayaanmu yang tak tergoyahkan padaku dan sebuah janji. Aku memberimu
sebuah janji yang bisa kau minta pada Ratumu ini kapanpun, hanya sekali dan aku
pasti akan mengabulkannya tanpa membantah.” Lalu dia pura-pura menggigit
telinga Jalal dan terkikik keras.
Jalal memejamkan
matanya dan menghirup dalam-dalam aromanya yang memabukkan. Dengan senyum puas
dia berkata,-“Jodha kau tidak perlu berterima kasih... kau tahu benar aku bisa
mengorbankan hidupku, hanya demi secercah senyummu. Tapi kupastikan aku akan
memanfaatkan keuntungan dari janji yang telah kau ucapkan padaku, dan ingatlah
aku akan menagih janji ini dan menikmati setiap momennya dan aku tidak akan
mudah terjebak dalam tipuan manismu...” Dia tersenyum dan bangkit dari sofa
namun matanya tak lepas dari Jodha dan membopongnya ke dalam lengannya lalu
mencium pipinya lembut dan membawanya ke atas tempat tidur.
Jodha tersipu berat
memperhatikan kerinduan yang dalam dan penuh damba di mata Jalal, dan merona
menyadari apa yang akan dilakukan Jalal selanjutnya, dia berbisik,-“Jalal...
Kumohon lepaskan aku...Kau harus memenuhi tantangan itu jika kau ingin
menyentuhku.”
Jalal menyuruhnya
diam dengan tatapannya,-“Ssshhh...” dan mengunci bibirnya dengan menempelkan
jarinya disana. Tubuhnya bergerak mendekati Jodha. Dia kunci kedua tangan Jodha
ke atas kepalanya dengan tangan kirinya kuat-kuat, sementara tangan kanannya
mengusap bibir bawah Jodha. Dengan sentuhannya yang tiba-tiba, dia telah
memercikkan api di sepanjang punggung mereka. Atmosfer ruangan itu mulai
dipenuhi dengan napas mereka yang tak beraturan dan tak terkendali. Mata mereka
terkunci satu sama lain dalam gairah yang kasar, dalam dan tak berujung. Nafas
yang panas saling berpadu... Perlahan Jalal makin menunduk dan menindih tubuh
Jodha dengan seluruh tubuhnya. Dia berbisik lagi sambil melepaskan cincin
hidungnya,-“Jodha perpisahan kita sungguh menyakitkan dalam enam bulan kemarin,
tapi minggu yang lalu keinginanku untuk memelukmu dan menjadikanmu sepenuhnya
milikku telah membunuhku. Aku teramat sangat menginginkanmu hingga tak bisa
kuucapkan dengan kata-kata. Aku ingin merasakan cinta...Aku ingin kau tidur
dalam dekapanku...Aku ingin kau menyentuh setiap bagian tubuhku...Aku bahkan
masih belum percaya kita telah bersama lagi.”
“Jalal aku juga
merasakan persis sama seperti itu... Minggu ini, menanti sekilas tatapanmu juga
telah membunuhku.... Aku putus asa menunggu sentuhan dan dekapanmu. Aku juga
ingin tidur dalam lenganmu yang posesif dengan damai, merasa terlindungi dan
dicintai.”
Jalal tersenyum penuh
perasaan, perlahan menggosokkan bibirnya sendiri pada bibir Jodha dan mengecup
lembut di ujung bibirnya. Bergerak lebih ke atas, dia mencium pipi kanannya.
Lalu menggigit cuping hidungnya dengan sensual, dia berbisik serak,-“Aahh...Aku
sangat rindu pada aroma manismu....”
“Aku juga sangat
merindukanmu Jalal...Aku tidak bisa menunggu apakah...” tangannya mencengkeram
punggung Jalal. Balas berbisik dengan penuh rayu di telinganya dan membuatnya
lebih merona.
Jalal menyeringai
menyadari efek dirinya pada Jodha,-“Kau tidak bisa mengunggu untuk apa
Jodha...” Dia bertanya memancing.
Jodha mendekatkan
dirinya dan dengan tatapan penuh gairah dia berbisik kembali di
telinganya,-“Aku tidak bisa menunggu lebih lama untuk menggigit telingamu...”
dan benar-benar menggigit telinganya dengan keras di antara senyumnya. Jalal
berteriak kesakitan karena aksinya yang tiba-tiba,-“Aahhh...Junglee Billi..”
dan melepaskan cengkeramannya di tubuhnya. Dengan cepat Jodha mendorong
tubuhnya dan bangkit dari tempat tidurnya sambil terkikik geli dan
berkata,-“Hmmm...Itu hukumanmu karena menyebutku gendut.” Dan lari keluar dari
ruangannya. Jalal juga tersenyum karena aksinya yang nakali itu. Dia berhenti
di depan pintu, berbalik dan mengedipkan matanya,-“Shahenshah, aku akan
menunggumu di teras dalam waktu setengah jam...Bersiaplah untuk menghadapi
tantanganmu.”
Pemandangan di teras Jodha
Sore itu sangat indah
dengan udaranya yang cukup sejuk dan segar. Jalal berdiri di teras dengan
senyuman tersungging di wajahnya sambil menggosok lengannya untuk membuatnya
hangat. Dia teringat kembali saat pertama kalinya dia beradu pedang dengan
Jodha. Dia menarik napas panjang dan berbicara dengan dirinya sendiri,-“Oh
Ratuku tersayang...Berapa lama aku harus menunggu...berapa lama kau akan
membiarkanku putus asa, tapi hari ini aku tidak membiarkanmu menang atas
cintaku... Aku pasti menang apapun caranya...Sudah cukup kau membuatku berlari
mengejarmu, sudah saatnya aku ingin mendengarmu berteriak memanggilku sekali
lagi...Aku ingin luruh dalam kehangatanku dan membuatku merasa lengkap.”
Jalal sudah siap
untuk bertarung pedang, namun dikarenakan udara yang terlalu dingin, dia merasakan
dingin pada tubuhnya yang terbuka. Untuk menghangatkannya, dia mulai berlatih.
Sambil melakukan push up, dia memperhatikan baik-baik tiap sudut teras itu. Dia
menyukai design bangunannya yang memungkinkan tidak seorang pun bisa melihat
siapa yang sedang berada di teras, sempurna untuk para putri. Di sudut teras,
terdapat sebuah ruangan kecil. Bagian luarnya dilukis dengan macam-macam warna
yang menawan dan berkilau memantulkan atap. Banyak macam mainan dan boneka yang
dilukis di tembok itu. Karena penasaran Jalal bangkit dan berjalan masuk ke
dalam ruangan kecil itu. Senyum lebar terkembang di wajahny saat melihat
ruangan bermain milik Jodha. Banyak sekali mainan dan boneka diletakkan di satu
sisi sudut ruangan, sedangkan sudut lainnya dipakai untuk melukis dan
menggambar. Sekali lagi dia tersenyum saat menemukan lukisan dirinya tergantung
di dinding di seberang tempat tidur. Ketika dia memandang lukisan masa kecil
Jodha yang menggemaskan bibirnya menekuk karena senyuman.
Jalal baru sadar
kalau dia sudah menunggu lebih dari sepuluh menit. Dia keluar dari ruangan itu
untuk memeriksa apakah Jodha sudah datang atau belum.
Beberapa saat
kemudian dia mendengar seseoran datang menaiki tangga, dan mendengar nada
bicara Jodha yang sedang memberi perintah.
“Apapun yang terjadi,
pastikan tidak ada yang datang kesini...” Jodha memberikan perintah tegas pada
Moti dan Reva.
Dia tiba di teras dan
menutup pintunya. Jalal terkejut melihatnya memakai burkha. Dengan tatapan
terkejut dia bertanya,-“Jodha begum, kau akan bertarung denganku dengan pakaian
itu???”
Jodha menjawab dengan
tatapan tajam,-“Sama sekali tidak Shahenshah...Pakaian yang kukenakan hari ini,
tidak akan pernah kau bayangkan dalam mimpi terliarmu sekalipun.” Dan
menyeringai misterius.
* * * * * * *
* * * * *