Written by Bhavini Shah
Jodha
menjawab dengan cepat dan tenang,-“Pertama, menangkan dua tantangan
ini...Sisanya akan kuberitahu nanti...”
Jalal
menjawab dengan sedikit bercanda,-“Baiklah...Aku menerima tantangan
Malika-e-Hindustan...Ayo kita mulai pertandingannya setelah Ganesh Pujan...”
“Sepertinya,
kau begitu terburu-buru untuk kukalahkan Shahenshah... Tidak masalah kalau
begitu... Setelah Ganesh Pujan, kita punya satu ritual mengikat Raksha
Dhanga...Sampai jumpa lagi di teras dimana kita akan memulai tantangan kita
yang pertama...Dan jangan lupa datang ke terasku...”
Jalal
masih ingin menggoda Jodha dan mencari-cari kesempatan untuk
mengganggunya,-“Aku setuju, tapi bukankah seharusnya aku mendapat hadiah atas
kemenanganku mengalahkan Malika-e-Hindustan...Bagaimanapun juga bukan hal yang
mudah untuk mengalahkannya..”
Jodha
membalas dengan kesal,-“Baiklah, hari ini kau sendiri akan lihat begummu adalah
prajurit yang lebih baik darimu....Dan pastinya aku akan memberimu hadiah bila
kau menang...Tapi jika kau kalah, maka kau tidak kuperkenankan menyentuhku
sampai atau setidaknya kita sudah ada di Agra...”
Jalal
tersenyum penuh arti,-“Aku terima persyaratanmu Jodha begum...Namun sebelum itu
aku ingin mengingatkanmu bahwa orang yang kau tantang bertarung bukanlah
prajurit biasa...Dia mampu mengalahkan seluruh pasukan...Dan kau sendiri pernah
menyaksikannya langsung... Mungkin saja kau sudah lupa soal itu, sebaiknya kau
mengingatnya lagi...”
Jodha
ingat pertarungan pedang Jalal dengan Adham dan dua puluh pasukannya. Dia
merinding di bawah kulitnya,-“Oh ya ya...Mana mungkin aku lupa...Dia melakukan
hal yang mustahil dengan mengalahkan mereka semua dalam pertarungan pedang..”
Setelah beberapa saat dia berpikir lagi dan menyimpulkan,-“Tapi aku juga
berlatih pedang selama enam bulan terus-menerus...Dan mengalahkan banyak
petarung juga di Ashram... Jadi tidak ada yang perlu dicemaskan sama
sekali...Aku pasti bisa mengalahkannya...”
Jodha
tenggelam dalam lamunannya sendiri dan mulai kehilangan rasa percaya dirinya.
Raut mukanya berubah dari tenang menjadi sedikit takut. Lalu dia tersenyum
manis pada Jalal dan berkata,-“Baiklah Shahenshah...Kurasa aku memberimu
tantangan yang terlalu berat...Jadi kupikir lebih baik aku membatalkan ide
pertarungan pedangnya...Kita langsung pada pertarungan memanah saja...”
Jalal
memahami permainan Jodha. Dia tahu Jodha mulai menyadari bahwa dia tidak bisa mengalahkannya
dalam pertarungan pedang jadi dia menunjukkan sikap manis dan lugunya. Jalal
tersenyum lebar dengan manisnya dan berkata,-“Oh nooo Jodha begum...Kau
seharusnya memberikan tantangan yang paling berat untukku...dan bertarung
pedang denganmu pasti akan menaikkan reputasiku jutaan kali..”
Jodha
meliriknya dengan sebal dan membalas kata-katanya, menyesali dalam hatinya
berkali-kali karena otaknya yang tidak bisa berpikir
panjang,-“Baik...baik...kuturuti keinginanmu...”
Jalal
tersenyum melihat wajahnya yang lucu karena khawatir.
Tiba-tiba,
ada pemberitahuan yang disampaikan dengan suara kencang oleh penjaga
pintu,-“Moti Bai meminta ijin untuk menemui Jodha begum..”
Jodha
menjawab sama kencangnya,-“Biarkan Moti bai masuk..”
Moti
memberi salam pada Jodha dan Jalal lalu berbicara,-“Shahenshah dan
Jodha...Semua orang menunggu anda berdua di ruang Pooja...Datanglah
segera...Hanya sedikit waktu yang tersisa untuk Ganesh Pujan sekarang...”
Jalal
dan Jodha terlalu asyik dengan pembicaraan mereka hingga tidak menyadari
sedikitpun waktu telah berlalu dua jam.
Dengan
bodohnya mereka saling memandang dengan tatapan oopss dan segera berdiri dari
meja makan. Tanpa menunggu semenitpun, keduanya bergegas berjalan menuju ruang
Pooja.
Begitu
sampai disana, tanpa menoleh pada siapapun mereka langsung bergerak menuju
tempatnya masing-masing dan segera duduk. Mirza menikmati melihat tingkah
mereka yang unik dan bertanya dengan suara lantang,-“Bhai jaan...Bhabhi
jaan...Bagaimana makanannya??? Apakah terlalu pedas atau terlalu manis???”
Semua orang di ruangan itu mulai tertawa menggoda pasangan itu. Jalal dan Jodha
keduanya merona merah karena malu disoraki oleh seluruh anggota keluarga.
Shivani
yang duduk di dekat Mirza menatapnya dengan marah dan berucap,-“Hei...Diamlah dan
konsentrasi pada Pooja-nya...”
Mirza
dan Shivani belum pernah bertatap muka sebelumnya. Itulah pertama kalinya Mirza
menjatuhkan pandangannya pada Shivani. Dan hanya pada tatapan pertama dia
langsung terpesona pada kepolosan dan kecantikan alami Shivani. Dia begitu
terpana pada pesonanya yang murni. Dia menatapnya tanpa berkedip yang justru
malah membuatnya kesal. Shivani berdiri dan pindah ke tempat lain. Mirza
tersenyum melihat tingkah lakunya.
Jalal
dan Jodha saling menatap dengan tersipu menahan malu.
Jodha
menatapnya cemberut dan berkata dengan pelan dan sedikit marah,-“Semua ini
terjadi karena dirimu...Bisakah kau hentikan sikapmu yang menyebalkan itu dan
mulailah bersikap dewasa!!!”
Jalal
makin terhibur melihat mood Jodha yang tiba-tiba berubah. Tapi dia juga
menikmati semua pertengkaran kecil ini. Untuk membuatnya lebih kesal, dia
bertanya dengan wajah tak bersalah,-“Sekarang apa lagi salahku???”
Dan
sesuai perkiraan, pertanyaan itu makin membuat Jodha uring-uringan,-“Semuanya
salahmu...Kau terlalu banyak bicara...Biasanya, kau melakukan semua pekerjaanmu
dalam waktu yang sudah diatur...Bahkan urusan ke toilet pun sudah diatur
waktunya...Lalu apa yang terjadi tadi??? Bagaimana bisa kau lupa waktu untuk
ritual penting ini???”
Jalal
tersenyum melihat Kucing Liarnya marah-marah dan meminta pada Pandit
Ji,-“Mulailah ritualnya Pandit ji..” Pandit ji mulai membaca Mantra-
ll
Vighneshwaray Varday Surpriyay
Lambodaray Saklay Jagaddhitay
Nagannay Shruti Yagya Vibushitay
Gauri Sutay Gan Nath Namo Namaste ll
Jalal
berkonsentrasi penuh pada Mantra Pandit ji. Tapi dia sama sekali tidak mengerti
semua kata yang ditulis dalam Bahasa Sansekerta. Dengan sopan dan ingin tahu
dia bertanya pada Pandit ji makna dan tujuan dari pooja ini.
Pandit
ji terkesan dengan kesopanan dan keingintahuan Jalal untuk mempelajarinya.
Kemudian dia menjelaskannya satu per satu,-“Dewa Ganesha selalu menjadi dewa
pertama yang disembah dalam setiap acara penting... Kita meminta berkahnya
sebelum persiapan dimulai untuk pernikahan hingga tidak ada halangan yang akan
muncul dan semuanya berjalan lancar...”
Jalal
sangat tertarik pada tiap bagian dari ritual ini. Jodha juga merasa senang
melihat Jalal melibatkan diri dengan sungguh-sungguh dalam semua ritual.
Akhirnya, ritual pertama dalam pernikahan selesai dengan sebuah awal baru.
Setelah
pooja, Jodha meminta pada Jalal untuk memohon restu dari semua orang yang lebih
tua. Mereka berdua memohon restu dari Hamida...Raja Bharmal...Rani
Mainavati...Dadisa...dan yang lainnya. Sekarang waktunya untuk tradisi Raksha
Dhaga. Pandit ji menjelaskan pada Jalal,-“Tradisi ini diperuntukkan bagi
saudara laki-laki dan perempuan...Saudara laki-laki akan memberikan janjinya
kepada saudara perempuan akan membantunya dalam setiap masalah besar maupun
kecil...Dan sebagai balasannya saudara perempuan mengikatkan Raksha Dhaga
dengan diiringi doa panjang umur bagi saudara laki-lakinya...”
Semua
saudara laki-laki Bhagwant Das, Raj Singh, Jagannath dan Khangar Singh berdiri
dalam barisan untuk tradisi ini. Jodha menerima restu dari mereka dan
mengikatkan Dhaga di pergelangan tangan mereka dilanjutkan dengan tilak di dahi
mereka. Semuanya berjalan sempurna namun Jodha belum sepenuhnya senang. Semua
kebahagiaannya belumlah lengkap tanpa kehadiran satu orang paling penting dalam
kehidupannya. Air matanya menetes keluar mengenang saudara laki-laki
tercintanya, guru dan pelindungnya, Sujamal bhaisa dan semua momen indah yang
pernah mereka jalani. Saat-saat dia selalu ada di sampingnya dalam setiap tahap
kehidupannya. Saat dia mengajarkan teknik bertarung pedang. Hari-hari saat
mereka bermain bersama. Jodha jauh lebih dekat dengan Sujamal daripada dengan
saudara laki-lakinya sendiri. Melihat air mata Jodha, Dadisa berjalan mendekati
Jodha dan keduanya berpelukan sambil menumpahkan perasaan mereka tanpa
menyebutkan namanya. Semua orang di dalam ruangan itu tahu kenapa Jodha dan
Dadisa menangis tapi tidak satupun dari mereka yang berani menyebut nama
Sujamal di depan Raja Bharmal.
Mendadak
terdengar suara yang keras di dalam ruangan itu,-“HIRA..” Jodha tersentak
mendengar panggilan HIRA. Hanya satu orang yang memanggilnya dengan nama HIRA.
Pikirannya langsung terbuka,”SUJAMAL BHAI SA..” Cepat-cepat dia memutar
tubuhnya mengikuti arah darimana suara itu berasal. Tapi dia tidak bisa menemukannya
dimanapun. Dia kecewa dan berpikir mungkin dia sangat merindukannya, karena
itulah dia seakan mendengar panggilan Hira itu. Wajahnya langsung berubah sedih
dalam waktu singkat.
Sukanya
dan Shivani sedang berdiri di dekat Jalal, menutupi Sujamal. Jalal memanggil
Jodha. Jodha melihat ke arahnya dengan bingung,-“Kenapa dia memanggilku dengan
namaku di depan semua orang??? Biasanya dia selalu memanggilku dengan Jodha
Begum ketika banyak orang...” Dia selalu menyebutku Jodha begum ketika banyak
orang di sekitar kami. Jalal memanggilnya lagi, tahu bahwa raut mukanya
menampakkan kebingungan dan memanggilnya lagi dengan senyumnya yang paling
cemerlang,-“Jodha begum...Bagaimana mungkin tradisi Raksha Dhaga selesai tanpa
Sujamal bhaisamu tercinta!!” dan ketiganya bergerak ke samping untuk memberi
jalan bagi Sujamal. Begitu melihat Sujamal, raut wajah Jodha langsung
berseri-seri bak bunga mawar yang cantik. Senyuman lebar tersungging di setiap
wajah orang-orang di dalam ruangan itu. Hampir saja Jodha berlari dan
memeluknya, namun dia berhenti di tengah jalan. Dia ingat kemarahan bapusa pada
Sujamal. Dia berhenti dengan air mata yang masih tergenang. Dia tahu bapusa
tidak akan pernah mengijinkan Sujamal bhaisa ada di dalam istana. Dia menoleh
pada ayahnya dengan berurai air mata. Matanya memohon pengampunan bagi
kakaknya.
Bharmal
berjalan ke arah Jodha dan Sujamal. Lalu membelai lembut rambut Jodha dan
bertanya dengan ceria,-“Jodha...Apa kau tidak menyambut tamu spesial kita???
Aku telah mengundang Sujamal atas permintaan khusus Jamaisa... Dari sudut
pandang politik, aku belum bisa memaafkannya.. Tapi dikarenakan ini adalah
upacara pernikahanmu, perayaan keluarga, aku tidak akan menghalanginya untuk
menjadi bagian dari saat yang bahagia ini... Aku tahu kalian berdua saling
menyayangi satu sama lain... Berapa banyak mimpi tentang hari pernikahan
kalian... Ketika Jamaisa memintaku untuk mengundangnya, awalnya aku tidak
setuju dan marah padanya... Bahkan aku melarangnya ikut campur dalam masalah
keluarga kita...tapi pada akhirnya, dia berhasil meyakinkan aku...Kau sangat
beruntung memiliki suami sepertinya yang sangat mengerti keinginan dan semua
impianmu...”
Jodha
makin melambung perasaannya dan malu mendengar pujian ayahnya untuk Jalal.
Wajahny merona merah. Perlahan dia mengangkat wajahnya sedikit dan melihat ke
arah Jalal dengan penuh rasa syukur.
Jalal
dan Jodha berbicara lewat mata mereka. Jalal tersentuh melihatnya sangat
bahagia dan gembira, di lain pihak Jodha juga tersanjung dengan kepedulian
Jalal dan cintanya untuk dirinya. Sambil memeluk Sujamal, mata Jodha tak lepas
menatap Jalal dan mengedipkannya sebagai isyarat terima kasih. Jalal
membalasnya dengan tersenyum hangat.
Moti
datang membawa nampan aarti untuk menyambut Sujamal. Jodha, Sukanya dan Shivani
bersama-sama melakukan aarti untuk Sujamal. Mereka semua menangis terharu.
Semuanya juga merindukan Sujamal. Apapun masalah yang telah terjadi, ikatan
mereka dengan Sujamal dan kasih sayang diantara mereka tetap tak berubah karena
kebencian. Setelah aarti, Jodha memberi tilak pada Sujamal dan mereka
berpelukan kembali dengan penuh kebahagiaan. Pandit ji menghampiri dengan
membawa Raksha Dhaga dan Jodha menyelesaikan ritualnya dengan wajah sangat
bahagia. Semuanya terasa lengkap seperti dalam impiannya. Kebahagiaannya tak
bisa diungkapkan dengan kata-kata. Mainavati dan Dadisa juga sangat gembira
melihat Sujamal.
Sudah
hampir waktu makan siang. Seluruh istana telah dipenuhi banyak orang. Para
wanita melantunkan lagu-lagu pernikahan. Gadis-gadis kecil berlari-lari dan
bermain. Saudara laki-laki Jodha yang termuda mengadopsi Nandu karena dia belum
memiliki satupun anak meski telah bertahun-tahun menikah.
Shehnai...
bunga-bunga... lagu-lagu cinta... gaun mahal dan indah... berpadu menciptakan
suasana pernikahan yang megah. Senyum Jodha tak pernah lepas dari wajahnya
bagai bunga di musim semi. Dia berlari-lari seperti kupu-kupu kecil. Sukanya
mencuri pandang ke arah Surya sedangkan hati Mirza menyanyikan senandung cinta
untuk Shivani. Di antara keramaian yang terjadi, matanya hanya mencari Shivani.
Abdul dan Jalal memeperhatikan semua orang. Jalal menangkap basah Mirza yang
sedang memandangi Shivani sambil senyum-senyum sendiri... Hampir semua gadis
sibuk mempersiapkan lagu pernikahan... rangoli... dan menghias istana... Semua
orang larut dalam kebahagiaan. Seluruh sudut istana dihiasi oleh bunga-bunga
yang sangat indah. Harum dari bunga dan parfum menambah keindahan pernikahan.
Surya
mendekati Jodha dengan senyum di wajahnya dan mengucapkan selamat sekali lagi
atas terlaksananya ritual pertama dan meminta untuk bicara dengan Jodha secara
pribadi jika itu memungkinkan. Jodha juga ingin bicara secara pribadi, tapi
dengan sedikit terpaksa dia akhirnya menyetujui akan menemuinya di balkon kamar
tidurnya dikarenakan di dalam istana terlalu ramai.
**Surya di balkon kamar tidur
Jodha**
Jodha
dan Surya ada di balkon kamar tidurnya. Surya memecahkan keheningan di antara
mereka,-“Jodha, terima kasih banyak kau mau menemuiku disini... Aku tidak tahu
harus mulai dari mana Jodha, tapi aku ingin memberitahumu bahwa aku sangat
merindukanmu sejak kau meninggalkan Amer...”
Jodha
menyela,-“Surya, kumohon mengertilah aku sudah menikah sekarang... Aku pernah
mengatakan padamu bahwa aku tidak mencintaimu... Kau adalah teman baikku dan
aku tidak bisa mencintai pria lain selain Jalal...”
Surya
mengangkat tangannya dan memberi isyarat agar Jodha lebih tenang. Lalu
melanjutkan,-“Jodha dengarkan aku dulu... Yang kubicarakan bukan tentang kau
dan aku... Bisakah kau membiarkanku menyelesaikan dulu??” Jodha mengisyaratkan
agar dia melanjutkan bicaranya.
Surya
melanjutkan dengan nada serius,-“Jodha, perasaanku hancur dan sakit setelah kau
meninggalkan Amer... Aku sudah mengakui cintaku yang bertepuk sebelah tangan...
Namun penolakanmu menghancurkanku sedikit demi sedikit... Melihat kau dengan
Jalal serasa membunuhku dari dalam... Hatiku menangis pilu... Jodha... Setelah
kau pergi aku benar-benar kehilangan.... Aku datang dan tinggal di istana ini
untuk menghidupkan kenangan kita... Aku duduk di teras memandangi cakrawala
selama berjam-jam... Aku menyusuri sungai tempat dimana kita biasa bermain.... Apa
kau tahu di saat-saat menyedihkan itu Sukanya selalu ada disampingku... Dia
duduk bersamaku selama berjam-jam tanpa bicara... Kemanapun aku pergi, dia mengikutiku
semata agar aku merasa nyaman... Sedikit demi sedikit aku mulai menghargai
perhatiannya untukku... Hanya demi menghormatinya aku mulai bermain chopat....
catur dan menunggang kuda bersamanya dan entah bagaimana aku sudah benar-benar
lepas dari keterpurukanku... Aku mulai tersenyum... Aku pulang kembali ke
Jaipur dan disibukkan oleh urusan rutin tapi bukannya kau Jodha... Aku mulai
merindukan Sukanya... Tiba-tiba saja wajahnya yang polos... tertawanya... perhatiannya...
tangisnya untukku... semuanya mulai menghantuiku.... Aku mulai terbiasa
mengunjungi istana untuk bersama Sukanya... Bahkan aku sendiri tidak tahu kapan
dan bagaimana hatiku selalu ingin bersama Sukanya padahal kau ada di depanku
seperti saat ini... Ketika aku menerima undangan pernikahanmu.... Aku ikut
senang untukmu tapi yang membuatku lebih senang karena aku punya alasan untuk
bersama Sukanya... Saat aku memasuki istana aku mulai mencari Sukanya bukannya
dirimu... Jodha, aku tidak tahu apa yang terjadi padaku tapi kurasa aku tidak bisa
merasakan hidup tanpa Sukanya... Jodha, aku mencintai Sukanya dan aku ingin
menikahinya...tapi...”dia berhenti...
*Kanika memainkan rencana lain*
Kanika
sedang berdiri di balkon kamar tidurnya dan terkejut melihat Surya ada di
ruangan Jodha. Langsung saja senyuman licik muncul di wajahnya.
Pada
waktu yang bersamaan, saat Jodha dan Jalal sedang mengobrol. Jalal bersemangat
sekali membayangkan pertarungan pedangnya dengan Jodha. Lila memberitahunya
bahwa Jodha ada di ruangannya. Jalal pergi untuk menemui Jodha di kamarnya.
Tapi sebelum dia tiba di kamar Jodha, Kanika berdiri tepat di depan Jalal.
Melihat senyum palsunya rasanya Jalal ingin membunuhnya. Namun dia kendalikan
amarahnya dan mencoba untuk melewatinya. Tapi dia sudah menghalangi seluruh
jalan dan mulai berbicara dengan sikap manisnya yang
dibuat-buat,-“Shahenshah.... Apa kau belum memaafkan aku???”
Jalal
merasa jijik dengan sikapnya yang kurang sopan saat mendekatinya. Meski sudah
sekuat tenaga mengendalikan emosinya, tapi Jalal masih agak kasar saat
mendorongnya ke samping dan mulai berjalan ke arah kamar Jodha. Belum jauh
berjalan, Kanika berteriak frustasi,-“Shahenshah aku ingin memberitahumu
sesuatu tentang Jodha dan Surya...”
Dengan
gerakan cepat Jalal berbalik dan menatapnya dengan marah. Tanpa membuang waktu
Kanika langsung berkata,-“Shahenshah aku mengenal Jodha dan Surya sejak
kecil... Mereka berdua saling mencintai, tapi sayangnya mereka tidak bisa
menikah... Maafkan karena aku harus mengatakan ini tapi Jodha masih punya
hubungan dengannya... Beberapa kali aku melihat mereka salinh berpelukan... Dan
hari ini juga, aku tidak bisa mempercayai penglihatanku saat aku melihat Surya
ada di kamar Jodha.... Dia masih disana sekarang... Jodha itu benar-benar,
wanita rendah, murahan dan menjijikkan..”
Mendengar
semua hinaan dan kata-kata kasar untuk Jodhanya, Jalal kehilangan kendali
dirinya yang terakhir dan emosinya langsung naik. Dia kehilangan kesabaran
menghadapinya. Mendengar kata-kata yang menjelek-jelekkan Jodha, darah Jalal
mendidih. Dia menatap Kanika seperti singa terluka yang kelaparan. Dia sudah
membangunkan monster dalam dirinya. Matanya memerah karena marah. Jalal memukul
ke arah Kanika. Melihat kemarahannya yang buas, nyali Kanika menciut dan
berniat melarikan diri dari hadapannya. Jalal
bisa menangkapnya dalam waktu singkat dan menamparnya dua kali. Tamparan itu
sangat keras hingga dua buah giginya lepas dan bibirnya berdarah. Kepalanya
menghantam tembok terdekat dan darah juga mulai mengalir dari belakang
kepalanya. Jalal mendesaknya ke dinding dan mencekik lehernya hingga hampir
lemas. Suara Jalal bergema karena marah,-“Kau brengsek...Aku tidak akan
melepaskanmu hari ini..”
Abdul
mendengar geraman Jalal dan melihatnya sangat marah. Dia berlari
menghampirinya untuk menenangkan amarahnya.
Setelah melewati sedikit perjuangan, akhirnya Abdul berhasil melepaskan Kanika
dari cengkeramannya. Jalal bergetar dan terguncang karena marah. Langsung saja
Kanika lari menjauh untuk menyelamatkan hidupnya sendiri. Butuh waktu lebih
lama bagi Jalal untuk menenangkan dirinya. Jalal memberitahu Abdul bahwa dia
ingin sendirian sementara waktu. Tanpa banyak tanya, Abdul segera kembali ke
diwan meninggalkan Jalal yang sedang emosional sendirian. Lalu Jalal berjalan
kembali menuju ruangan Jodha.
*Kembali ke ruangan
Jodha*
Kebahagiaan
Jodha tak terkira. Dia ingin menyatakan hal yang sama pada Surya bahwa Sukanya
jatuh cinta padanya juga. Jodha tadi takut Surya akan menjawab tidak soal
rencana pernikahannya dengan Sukanya dan pasti akan menghancurkan hati Sukanya. Tapi setelah mendengar
pengakuannya, Jodha benar-benar gembira. Dengan nada ceria dia bertanya,-“Tapi
apa Surya???”
Surya
menjelaskan lagi,-“Tapi Jodha, aku sendiri pernah mengatakan padanya aku
mencintaimu.... Dan dia juga sudah melihat kondisiku ketika aku terpuruk... Bisa
saja dia tidak mau menerimaku karena dulu aku mencintaimu... Bagaimana
seandainya dia juga menolakku seperti yang kau lakukan... Kali ini pasti aku
tidak akan mampu bertahan... Aku bisa merasakan dia juga mencintaiku... Setiap kali
aku menatap matanya aku melihat limpahan cinta untukku... Tapi setiap kali dia
ada di depanku... Aku tidak bisa mengungkapkan perasaanku... Pikiranku buntu
karena takut akan ditolak...”
Memperhatikan
kegelisahan yang dirasakan teman baiknya, Jodha tersenyum dan menjawab,-“Surya
aku mengerti dan kuharap aku bisa membantumu... Ini masalah masa depanmu, dan
aku ingin kau mengambil langkah pertamamu sendiri... Namun bisa kuyakinkan
padamu bahwa Sukanya juga menyukaimu... Dia terus-menerus bertanya padaku
tentang dirimu... Kapan kau akan datang... Apa yang kau suka... Apa makanan
kesukaanmu... Ada kemungkinan dia juga menyukaimu... Aku bisa lihat
percikan-percikan di matanya setiap kali dia memandangmu... Saranku kau harus
segera melamarnya karena bapusa sedang mencarikan pasangan yang cocok
untuknya... Aku tidak mau kau terlambat lagi... Surya, kau tidak perlu khawatir
akan penolakannya... Jika kau tidak melamarnya sekarang kau akan kehilangan
dirinya cepat atau lambat... Jika kau melamarnya segera maka ada kesempatan dia
setuju menikah denganmu... Satu hal yang harus selalu kau ingat aku tidak
pernah menolakmu... Takdir kita bukan untuk bersatu... Jika kau melamarku
sebelum pernikahanku, aku mungkin akan menerimamu... Kau adalah Raja impian
semua Putri Rajput... Setiap gadis akan bahagia menikah denganmu... Jangan
patah semangat dan tetap percaya diri... Aku yakin Sukanya akan jadi
milikmu...”
Mendengar
kata-kata Jodha yang mendukungnya, Surya menjadi lebih bersemangat dan
memeluknya. Jodha membalas pelukannya dengan kebahagiaan yang sama. Tapi di
saat bersamaan Jalal yang masih kesal dan marah masuk ke dalam ruangan Jodha
dan melihat Jodha memeluk Surya dengan senyum di wajahnya.
* * * * * * * * * * * *