Betapapun ku lukiskan
keagungan-Mu dengan deretan huruf,
Kekudusan-Mu tetap
meliputi semua arwah
Engkau tetap Yang Maha
Agung, sedang semua makna,
akan lebur, mencair, di
tengah keagungan-Mu, wahai Rabku
Yang Dirindukan Bab 1
By Chusnianti
“Assalaamu
‘alaikum...”
Sapaan
hangat yang selalu dilantunkan oleh Irul kepada setiap temannya yang seiman.
Pagi ini seperti biasa ada Jodha di dalam kelas yang selalu datang pagi di
sekolah.
“Waalaikumussalaam...
Datang pagi juga, Rul?”
“Iya,
Jo... biasa, ada tugas yang belum selesai. Kamu udah, kan?”
“Sudah,
ambil aja di dalam tas,” ucap Jodha yang saat itu sedang menyapu lantai kelas.
“Siph...
memang kamu yang paling baik.”
Interaksi
tersebut adalah pemandangan yang biasa dilihat di kelas. Irul yang notabene
anak seorang kiayi, namun karena seorang
laki-laki dan juga mendapat dapukan khusus di majelisnya, dia tidak bisa
sepenuhnya dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Meskipun begitu, setiap interaksi
mereka, tidak ada yang pernah berbicara saling bertatapan. Ilmu agama yang
mereka peroleh, sebisa mungkin mereka terapkan, bahwa hak memandang hanyalah satu kali (sekilas), dan pandangan selanjutnya
adalah dosa.
Mereka
berdua duduk di kelas yang sama sejak mereka ada di bangku SMP dan berlanjut sampai
mereka ada di bangku SMA. Namun sikap Irul dari dulu sampai sekarang tidak
berubah. Dulu Jodha pernah bilang padanya, “Rul... heran ya sama kamu.
Sebenarnya kamu itu kan lebih pintar daripada aku. Tapi kenapa tugas sering
menyalin dari bukuku, sih?”
Irul
hanya menanggapinya dengan senyuman sekilas kemudian berkata, “Kan tahu
sendiri, Jo... Cowok itu pemalas.” Dan selanjutnya Jodha akan sering
mendengarkan ceramah singkat dari Irul, “Sebenarnya
Allah menciptakan laki-laki itu memiliki akal yang lebih baik daripada wanita.
Mereka diciptakan lebih karena merekalah yang nantinya harus mempimpin dalam
keluarganya. Memberi keputusan dan mengayomi keluarga.”
Jodha selalu
senang mendengarkan temannya itu berbicara yang bermanfaat. Dia selalu haus
akan ilmu baru terutama ilmu agama, dan gemar mengulang lagi materi apa saja
yang telah disampaikan. Impiannya adalah menjadi seorang guru, ia sungguh ingin
bisa mengamalkan ilmu yang dimilikinya, terutama guru mengaji.
“Selamat
pagi...” ucap Jalal, teman sekelas Jodha.
“Selamat
pagi...” jawab Jodha yang berada di depan kelas untuk menyelesaikan tugas
menyapunya.
“Wow...
udah jangan dilihatin aja. Lihat itu ada meja di depanmu!” tegur Irul.
Namun
sudah terlambat. Jalal sudah terlanjut menabrak meja di depannya karena
berjalan sambil melihat Jodha yang masih fokus dengan kegitannya. Dan
selanjutnya dia hanya memamerkan cengirannya pada Irul.
“Sob...
udah ngerjain PR, kan?” tanya Jalal yang saat itu sudah duduk di samping Irul
dan meletakkan tasnya di atas meja.
“Sudah...
Nih.”
Irul
sudah hafal betul dengan sikap Jalal. Ia anak yang malas mengerjakan PR kecuali
PR Biologi. Lagi lagi dengan Jodha, yang lebih suka dengan Matematika, hampir
soal-soal di LKSnya sudah selesai dia kerjakan tanpa perintah dari guru.
~o0o~
Akhirnya
jam pelajaran sudah selesai. Waktunya mereka menikmati hari terakhir pulang
awal sebelum mulai minggu depan mereka mengikuti pelajaran tambahan menjelang
Ujian Nasional.
Jalal
berjalan ke parkiran sepeda motor masih ngobrol dengan Irul tapi pandangan
matanya tidak pernah lepas dari Jodha. Irul yang menyadari hal itu langsung
menegurnya.
“Alihkan
pandanganmu. Dia bukan hakmu saat ini.”
Jalal
langsung mengalihkan pandangannya pada Irul, “Iya, Pak Ustadz... Lagian ini kan
mataku sendiri. Bukan kamu yang dosa juga, kan?”
Irul
geleng-geleng kepada akan kelakuan temannya yang satu ini, “Terserah apa
katamu. Yang penting aku sudah menunaikan kewajibanku untuk menegur orang yang
salah.” Irul pun mempercepat langkahnya karena sudah melihat dimana sepeda
motornya, “Aku duluan, Jalal. Hati-hati di jalan.”
“Iya..
kamu juga,” jawab Jalal.
Jalal
yang melewati tempat Jodha langsung memperlambat gerak jalannya. “Hai, Jo...
Sudah mau jalan? Hati-hati di jalan ya...”
Jodha
tersenyum, “Iya, Jalal.. kamu juga.”
Kemudian
Jodha melajukan sepeda motornya dan juga menyapa Irul yang dilewatinya.
~o0o~
Tak
terasa bangku SMA sudah dirasakan Jodha dan teman-temannya hampir 3 tahun.
Ujian Nasional sudah mereka rasakan dan mereka tinggal menunggu hasil Ujian
mereka.
Ada pula
yang tidak berubah sampai sekarang. Jalal yang masih selalu memperhatikan Jodha
akan tetapi tidak ada balasan dari orang yang bersangkutan. Jalal sudah pernah ingin
menyatakan perasaanya, tapi Jalal masih ingin memastikan sesuatu terlebih dahulu.
Jam 9
malam. Jodha baru saja pulang dari pengajian yang diikutinya beserta remaja
yang lainnya. Dia membuka aplikasi media sosialnya. Disana ada chat dari Jalal.
Jika biasanya Jalal mengirim chat yang menurut Jodha tidak penting dan selalu
tidak diacuhkan oleh Jodha.
Erlangga Jalaludin Saputra
“Jo... Boleh aku tanya.
Aisyah
Jodha Azzahra
“Boleh, Jalal... Mau tanya apa?”
Erlangga Jalaludin Saputra
“Emm... Btw, emang pacaran dalam Islam nggak
boleh ya?”
Aisyah
Jodha Azzahra
“Iya, Rasul melarang segala jenis khalwat
(berdua-duaan) yg bukan mahram, termasuk pacaran.”
Erlangga Jalaludin Saputra
“Walaupun beda negara? LDR gitu”
Aisyah Jodha Azzahra
“Mau beda negara, mau beda alam, mau beda
dunia, mau LDR mau tetangga, tetep aja haram.”
Erlangga Jalaludin Saputra
“Kan pacarannya nggak ngapa-ngapain?”
Aisyah Jodha Azzahra
“Nggak ngapa-ngapain aja dapet dosa, rugi
kan? mendingan nggak usahlah.”
Erlangga Jalaludin Saputra
“Tapi kan kita punya perasaan”
Aisyah Jodha Azzahra
“So? punya perasaan nggak buat kamu boleh
melanggar hukum Allah yang kasi kamu perasaan.”
Erlangga Jalaludin Saputra
“Kalo pacarannya bikin positif?”
Aisyah Jodha Azzahra
“Positif hamil maksudnya?”
Erlangga Jalaludin Saputra
“Hehe.. jangan suudzann, maksudnya bersamanya
bikin rajin shalat geto”
Aisyah Jodha Azzahra
“Shalatmu untuk Allah atau untuk pacar?
pernah denger ikhlas?”
Erlangga Jalaludin Saputra
“Nggak, maksudnya kita, dia kan ber-amar
ma’ruf..”
Aisyah Jodha Azzahra
“Halah,
dusta, mana ada kema’rufan dalam membangkang aturan Allah.”
Erlangga Jalaludin Saputra
“Kalo orangtua udah restui?”
Aisyah Jodha Azzahra
“Mau orangtua restui, mau orangutan, tetep
aja pacaran maksiat.”
Erlangga Jalaludin Saputra
“Katanya ridha Allah bersama ridha ortu?”
Aisyah Jodha Azzahra
“Wkwk.. ngawur, dalam taat pada Allah iya,
dalam maksiat? masak ortu lebih tau dari Allah?
Erlangga Jalaludin Saputra
“Jadi nggak boleh nih? kl dikit aja gimana?”
Aisyah Jodha Azzahra
“Eeee.. nawar, emang ini toko besi kulakan?”
Erlangga Jalaludin Saputra
“Terus solusinya gimana? kan Allah ciptakan
rasa cinta?”
Aisyah Jodha Azzahra
“Nikah, itu solusi dan baru namanya serius.”
Erlangga Jalaludin Saputra
“Yaa.. kan masih belum cukup umur”
Aisyah Jodha Azzahra
“Sudah tau belum niat nikah, kenapa malah
mulai pacaran?”
Erlangga Jalaludin Saputra
“Pacaran kan enak, nikmat”
Aisyah Jodha Azzahra
“Iya, nikmat bagi lelaki, bagi perempuan
penyesalan penuh airmata nanti.”
Erlangga Jalaludin Saputra
“Aku bakalan serius, sekitar 6 tahun lagi aku
bakal lamar dia.”
Aisyah Jodha Azzahra
“Itu mah nggak serius, sama aja teken kontrak
untuk sengsara.”
Erlangga Jalaludin Saputra
“Tunggu aku sampe punya rumah baru lamar”
Aisyah Jodha Azzahra
“Itu agen properti atau calon suami? nggak
serius banget.”
Erlangga Jalaludin Saputra
“Nikahnya nanti kalo udah cukup duit”
Aisyah Jodha Azzahra
“Alasan klise, itulah yg cowok katakan untuk
tunjukkin betapa nggak komit dia.”
Erlangga Jalaludin Saputra
“Aku mau nikah tapi tunggu saudaraku nikah
dulu”
Aisyah Jodha Azzahra
“Ya tunda aja hubungannya sampe saudaranya
nikah.”
Erlangga Jalaludin Saputra
“Aku siap, tapi nunggu nanti lulus kuliah
dulu.”
Aisyah Jodha Azzahra
“Alasan yang paling menunjukkan
ketidakseriusan¬, nggak siap tu namanya.”
Erlangga Jalaludin Saputra
“Klo seandainya dia siap ketemu ortuku
sekarang juga, tapi aku yg belum siap, gimama?”
Aisyah Jodha Azzahra
“Cape deeh (=_=);”
Erlangga Jalaludin Saputra
“Ya udah, kakak-adik aja ya?”
Aisyah Jodha Azzahra
“Wkwk.. maksa banget sih mau maksiat? giliran
suruh shalat aja banyak alasan.”
Erlangga Jalaludin Saputra
“terus yang serius itu yang gimana?”
Aisyah Jodha Azzahra
“Yang berani datangi wali-mu, dan dapet restu
wali-mu dan menikahimu segera.”
“Hal terserius yang bisa dilakukan yg belum
siap adalah memantaskan diri, bukan justru mengobral diri.”
Erlangga Jalaludin Saputra
“Ya udah, deh Jo... makasih ya.”
Aisyah Jodha Azzahra
“Sama-sama.”
Jodha
sebenarnya sadar akan sikap Jalal yang ditunjukan padanya selama ini. Tapi dia
tidak ingin meninggalkan komitmen yang dijaganya selama ini, ‘Jomblo Sampai Halal’. Dia juga
sebenarnya merasa bahwa apa yang ditanyakan oleh Jalal secara tidak langsung
adalah pernyataan perasaanya pada Jodha. Apakah dia akan mau menerimanya
menjadi pacar atau tidak.
Sementara
di tempat lain. Jalal di kamarnya masih merenungi atas balasan chatnya dengan
Jodha. Dia sudah bisa membuat kesimpulan bahwa Jodha tidak akan pernah mau
menjadi pacarnya. Dia hanya mau dijadikan seorang istri.
Jalal
kembali membuka media sosialnya dan disana ada update status terbaru dari
Jodha. Seperti sebelum-sebelumnya, status Jodha selalu penuh makna bagi Jalal
dan orang-orang yang mau menjadikan hikmah.
Pahamilah agama, kaji Islam, perjuangkan Islam sebagai
persiapan, itu baru serius agar pantas dirimu jadi pasangan dan ortu yg baik
cinta ada masanya, pantaskan diri untuknya bukan dengan pacaran, dan syahwat
pake badan kalau siap walau nikahnya harus besok, barulah ta’aruf karena
ta’aruf bukan mainan bagi yg belum siap jadi serius bagi yg sudah siap adalah
dengan nikah, sementara serius bagi yg belum siap adalah mendekat dan taat pada
Allah.
Pesan saya bagi para orang tua, anda jangan banga jika punya
anak yang PACARAN, masa anda membiarkan anak dalam kemaksiatan, masa anda tega
membiarkan anak terjerumus, dan masa juga anda orang tua malah membiarkan anak
masuk dalam neraka...
Semoga bermanfaat.
Komentar:
Khoirul Azhari – “Siap,
Ukhti. Memperbaiki diri terlebih dahulu sebelum menjemput bidadari dunia,
kelak.”
Erlangga Jalaludin Saputra – “Siph...”
Erlangga Jalaludin Saputra – “Eh,
Pak Ustadz... cie... udah ada calon nih ye... Siapa? Ga kenalin ke sohibnya
ini?”
Khoirul Azhari – “Insha Allah kamu kelak juga tahu, Jalal... Kali ini
aku baru bisa berharap, berusaha memperbaiki diri dan berdoa semoga Allah
mendekatkan jodohku.”
Aisyah Jodha Azzahra – “@Irul:
Aamiiin... Semoga Allah mengabulkan.”
Erlangga Jalaludin Saputra – “Siapa
sih, Pak Ustadz... bikin penasaran aja! Kenalin kenapa?”
Jodha
hanya tersenyum membaca komentar-komentar yang ada. Dia tidak mau terlalu
tenggelam dengan dunia maya. Dia kemudian meletakkan ponselnya kemudian
berjalan ke kamar mandi untuk mengambil wudlu sebelum pergi tidur.
NB: Ini
cerita perdana dari saya pribadi. Semoga masih ada yang berminat. Saya tidak
memaksa untuk semua readers mengikuti cerita ini. Saya menerima masukan yang
bermanfaat. Apalagi kalau ada yang berkenan menyumbangkan ide cerita untuk
kelanjutan cerita. Hehehe... Dan saya usahakan, cerita ini akan selesai sebelum
saya berangkat KKN.
Terima kasih....