Lila membeku
mendengar kata-kata itu... Perlahan Jalal menggenggam tangan Lila, dia
menyeringai melihat tangannya yang gemetar... Dengan lihai Jalal melanjutkan
ucapannya dengan lebih keras agar Jodha juga bisa mendengarnya, “Kau tahu hal
terbaik yang terjadi dari perpisahan kita...? Berat badanmu turun dalam enam
bulan kemarin, sebelumnya kau agak gemuk, tapi sekarang kau terlihat langsing...
Aku tidak pernah mengatakannya padamu, tapi dulu lenganku sampai sakit saat aku
harus menggendongmu tapi sekarang kau terlihat lebih ringan cintaku...”
Mulut Jodha membulat
membentuk huruf O sempurna, Awwww!!! Apa??? Jodha memicingkan matanya dan,
dengan amarah yang tertahan dia menggumam, “Aku gemuk... Kakiku... Akan
kutunjukkan padamu segemuk apa diriku..”
Jalal menahan tawanya
dan melanjutkan gurauannya, “Kuberitahu sesuatu Jodha, dalam enam bulan itu aku
berpikir kenapa aku sangat menyukaimu, sikapmu bahkan seringkali keras kepala,
kekanakan, jorok, sedikit konyol, kadang-kadang bodoh, tidak sensitif, gila,
dan benar-benar tidak waras... lalu aku sadar... Kau tahu sebuah ungkapan... Cinta
itu buta... bahkan keledai terlihat cantik seperti peri... jangan salah paham
dulu, aku tidak bilang kau seperti keledai, kau memang sangat cantik tapi agak
bodoh seperti keledai...” sejenak dia berhenti... untuk mengontrol tawanya yang
hampir lepas... dia tahu Jodha pasti tersinggung...
Dia melanjutkan
setelah beberapa saat... “Aku telah memikirkan beberapa nama panggilan dalam
enam bulan itu... Aku tidak akan lagi memanggilmu Junglee Billi, tapi mulai
sekarang aku akan memanggilmu kadal... Karena kau selalu menempel padaku
seperti kadal... Aku baru menyadarinya setelah kau pergi... jadi kadal
tersayangku... Kenapa kau tidak bicara sama sekali???”
Lila ingin tertawa
keras, tapi dia berusaha keras menahan dirinya.... Jodha benar-benar
tersinggung dan marah, dia menggumam... Kadal.. benar... Aku akan membunuhmu
karena ini Jalal... Marahnya hampir meledak...
Jalal memancing lagi,
“Kadal tersayangku, aku telah lama menunggu saat ini...” dengan lembut dia
mengecup tangan Lila... secara otomatis Lila menarik tangannya dari genggaman
Jalal...
Jalal bertanya
lembut, “Jodha, katakanlah sesuatu... Aku tidak tahan lagi berpisah... sesuai
tradisi Mughal kita diperbolehkan berciuman
di bibir untuk Mooh dikhai pertama kita.”
Jodha shock
membayangkan Jalal akan mencium Lila... sementara Lila juga mulai gemetar ketakutan...
Jalal tahu Lila gemetar hebat... Dia tersenyum dan mendekati Lila lalu
berbisik, “Lila... Jodha menganggapmu seperti saudara jadi aku juga akan
menganggapmu sebagai setengah istriku... jelas aku punya hak untuk menciummu...
bukan begitu Lila..”
Secepat kilat Lila
membuka ghoongatnya.... Jalal terbahak-bahak... dia bangkit dan tanpa menoleh
pada Jalal, dia lari keluar dari kamar itu... Jalal berteriak... “Tunggu Lila...
Kita bicarakan malam pertama kita...”
Jalal berjalan ke
arah balkon dimana Jodha sedang berdiri tertutup ghoongatnya... dengan cepat
dia menarik lepas ghoongatnya, lalu menatap wajahnya dengan marah, “Sesuai
tradisi aku harus melihatmu Jodha Begum... ritualnya sudah selesai, aku
pergi...”
Sebelum dia
melangkah, Jodha menahan pergelangan tangan Jalal dan berkata menyesal, “Jalal,
tolong maafkan Jodha-mu???”
Tanpa melihat Jodha
dia menjawab dingin, “Jodha, lepaska tanganku... biarkan aku pergi..”
Ketika Jodha
menyadari sikapnya, mengabaikan airmata yang dengan mendesak keluar dari
matanya, dia berkata pelan, “Jalal, sikap acuhmu akan menghentikan hidupku... Aku
tidak tahan jika kau membenciku..” Isakannya melembutkan hati Jalal, dia
berbalik dan melihat matanya yang sembab. Mereka berdua saling menatap dengan
kedalaman dan kesungguhan cinta..
Dengan lembut Jalal
berkata, “Jodha, aku butuh waktu, aku benar-benar kecewa padamu..”
Genggaman tangan
Jodha tidaklah kuat jadi dengan mudah Jalal membebaskan tangannya dan mulai
melangkah keluar dari kamar itu... Jodha berlari dan menghalangi langkahnya,
lalu dengan yakin dia mendorong tubuhnya ke dinding dan mendekatkan tubuhnya
sendiri sambil menarik baju Jalal di bagian dadanya, dan melihat lurus ke dalam
kehangatan matanya.... Cara Jodha memandangnya membuat Jalal bergairah... dia
ingin menarik Jodha dalam dekapannya dan memeluknya erat, tapi di sisi lain dia
tidak ingin memaafkan Jodha semudah itu..
Melihat sikap kerasa
kepala Jalal, dengan senyum tersungging dia menggesekkan pipinya pada pipi
jalal dan mulai merayunya.... Jalal menutup matanya untuk mengendalikan
nafsunya... Aroma tubuhnya yang manis merasuk ke dalam pikirannya... Jodha
melingkarkan lengannya ke sekeliling lehernya, lalu dia mendekati telinganya
dan berbisik dengan penuh rayu, “Shahenshahhh... Hukumlah aku... Kau boleh
menghukumku karena kesalahanku sesuka hatimu..”
Mendengar bisikannya
yang menggoda, Jalal membuka matanya... Dia menatap mata Jodha, yang sedang
dipenuhi gairah dan nafsu... Perlahan Jodha memutar-mutar ujung jarinya di pipi
Jalal, lalu berhenti saat mencapai bibirnya, bahkan dia tidak mengalihkan
pandangannya sama sekali... Perlahan, sihirnya mulai bekerja pada Jalal... Dia
terjebak dalam tatapan penuh gairah itu... Begitu jarinya menyentuh bibirnya,
dengan cepat Jalal menarik jari itu masuk ke dalam mulutnya dan menggigitnya
lembut... Jodha mendesah, “Ahhh...” Jalal melingkarkan tangannya di sepanjang
pinggulnya dan menariknya mendekat menempel pada tubuhnya... Jalal juga tahu
Jodha sedang merayunya... dia masih bisa menahan dirinya...
Dengan lembut Jodha
mencium pipinya yang lain dan berbisik, “Jalal... bersiaplah untuk menerima
hadiahmu..” Suaranya yang sensual dan ciuman itu memunculkan gelombang gairah
dalam diri Jalal..
Mereka berdua saling
menatap dengan penuh damba... Jalal menatap bibir Jodha yang bergetar... Dia
ingin meraup bibir yang memerah itu, setiap inchinya... Kesedihannya terlupakan
untuk sementara... dan jantungnya mulai berdetak dengan kecepatan luar biasa..
Bibir Jalal mulai
bergetar karena sentuhannya.... Awalnya Jodha mencium bibir itu dengan
lembut... Jalal menikmati teksturnya yang licin dan lembab... dia pindahkan
tangannya dari pinggul ke punggungnya yang terbuka... dan menariknya lebih
mendekat dengan sekali hentakan... Jodha kembali menyesap bibir Jalal... dia
tahan bibir bawah Jalal diantara giginya dan mengulumnya diselingi gigitan
kecil... Jalal tidak bisa menahan dirinya lebih lama lagi... dia mulia membalas
ciuman Jodha dengan penuh nafsu... Kedua tangannya meremas rambut Jodha dan
menarik wajahnya mendekat dengan liar dan mencium bibirnya dengan sama
panasnya... Diputarnya tubuh Jodha hingga merapat ke dinding dan mengunci kedua
tangannya di samping tubuhnya... dan memperdalam ciumannya... lidahnya
menyelusup masuk ke dalam mulut Jodha untuk mencecap gairah dalam tubuhnya... Mereka
sama-sama terbuai... nafsunya meningkat seirama dengan gairahnya... dengan
penuh nafsu dia menggigit dan mengulum bibirnya... Jodha mendesis menahan sakit
tapi terlambat bagi Jalal menghentikan semuanya.... Himpitan tubuhnya yang kuat
bahkan tidak memberikan ruang bagi Jodha untuk bergerak sedikitpun... Jalal
kehabisan napas, tapi gairahnya masih baru dimulai... Dia menyusurkan tangannya
ke leher Jodha dan melepas kalungnya yang besar serta cincin hidungnya.... Dia
tengadahkan wajah Jodha dan menghujani lehernya dengan ciuman bertubi-tubi... sentuhan
Jodha telah menghancurkan kendali dirinya... dia meninggalkan jejak ciuman di
lehernya dengan gigitan liar.... Jodha mengerang menyebut namanya,
“Jalaaaalllll....” Napas Jodha makin berat.... Saat Jalal melihat Jodha menutup
kelopak matanya makin tenggelam dalam buaian gairah, dengan sekali hentakan dia
melepas anting-antingnya... dan menggigit cuping telinganya.... saat tubuhnya
makin terdesak ke dinding... Jodha menjerit kesakitan, “Ouchh.”... Mendengar
rintihannya, akal sehat Jalal kembali dan menyadari dia terlalu jauh
bertindak... dia ingat kembali kemarahannya dan kekesalannya pada Jodha... Dia
menertawakan dirinya sendiri, lalu mengecup lembut bibir Jodha dan berkata
dengan nada ketus, “Jodha begum, aku belum memaafkanmu, aku hanya mengambil
hadiahku...” Dia mendorong tubuh Jodha menjauh dan melangkah pergi....
Jodha dengan nada
memohon berujar, “Jalal... Kumohon tunggu...” Dengan cepat dia ambil sebuah manisan dan berdiri di depan
Jalal... dia julurkan tangannya untuk menyuapkan manisan itu pada Jalal...
Mereka berdua ingat kenangan saat Jalal menyakitinya dulu, tanpa kata ataupun
penolakan Jalal memakan manisan itu dari tangan Jodha, lalu Jodha mengangsurkan
kotak manisannya pada Jalal dan berkata, “Maukah kau menyuapiku Jalal??”
Jalal menjawab
pendek, “Makanlah sendiri...” Dan melangkah menuju pintu....
Jodha berteriak,
“Jalal, sampai kau menyuapi aku manisan ini aku tidak akan makan...”
Jalal berhenti dan
menoleh ke belakang dengan tatapan sengit... dia berbalik dan melangkah ke
arahnya dan tanpa diduga mengeluarkan semua amarahnya yang sudah ditahannya
dari tadi, “Jodha, aku bosan dengan semua sikap keras kepalamu... Aku tidak
peduli kau makan atau tidak.... Pergilah ke neraka... Setiap kali aku tidak
menuruti keinginanmu... Cukup ya cukup...” dia berhenti sejenak dan melanjutkan
kata-katanya dengan lebih pelan, “Tolong, jangan memanfaatkan perasaan
cintaku... Kau tahu kalau airmata dan keinginanmu adalah kelemahanku... Kau
meninggalkan hanya dengan sepucuk surat dan tanpa kata-kata, tanpa
persetujuanku... Kau berpikir tentang impianmu dan harapanmu bisa menikah
ulang... tapi kau tidak memikirkan aku sekali saja, bagaimana terlukanya
hatiku...??? Kita bertemu lagi setelah enam bulan, teganya kau meninggalkan aku
lagi hanya dengan sepucuk surat... Aku bisa mengerti semua yang kau tulis dalam
surat itu dan aku tidak mempermasalahkannya, tapi sikapmu yang pergi saat aku
masih tertidur... Kau benar-benar menyakiti perasaanku... Aku tidak akan
semudah itu memaafkanmu dan jangan ngancam tentang tidak akan makan di
depanku... Aku peringatkan, jangan uji kesabaranku, aku sedang sangat
kecewa...” Dengan mata sembab Jalal bergegas keluar dari tempat itu... Jodha
terhenyak melihat kekecewaan di wajahnya, dia baru menyadari bahwa tindakannya
selama ini salah...
Jalal tertekan
mengingat kembali kemarahan dan kekecewaan yang ditumpahkannya pada Jodha...
Dia tidak ingin menyakitinya dengan kata-kata itu tapi dia memang berharap
terlalu banyak pada Jodha daripada begumnya yang lain... Sikapnya selalu
berbeda pada Jodha... Dia satu-satunya yang selalu menjadi penenang dalam
kemarahannya... Airmatanya dan suara yang merdu melembutkan perasaan Jalal....
* * * * * * *
* * * * *