Written by
Bhavini Shah
Jodha berdiri membeku di pintu masuk,
melihat Jalal yang terluka parah. Matanya melebar dan wajahnya menampakkan
ketakutan. Untuk beberapa lama, jantungnya berhenti berdetak. Untuk beberapa
saat dia merasa hidupnya berakhir... Dia lupa untuk bernapas...
Setelah enam bulan, akhirnya pria itu
ada di hadapannya. Dia tidak bisa mempercayai penglihatannya. Dia berbisik
tertahan “Shahenshah”. Sulit baginya melihat luka-luka di tubuhnya. Pria itu
berada antara hidup dan mati, darah merembes di bajunya, dan Jodha bisa melihat
lengan kanannya terkoyak parah... Kurta kuning khas Rajvanshi yang dikenakannya
telah berubah menjadi merah, menyebabkan tubuh mungil Jodha bergetar hebat...
Tubuh Jalal yang tidak berdaya terbaring di atas dipan di depan dirinya, dia
ingin menjerit, tapi suaranya tercekat di tenggorokannya... Dia tidak mampu
mengeluarkan satu suara pun...
Kekhawatirannya luar biasa hingga membuat otaknya tidak mampu
memerintahkan anggota tubuhnya untuk bergerak... Dia merasakan jantungnya
seperti diremas-remas... gumpalan air mata menghalangi pandangannya... Dalam
beberapa detik saja, dia kehabisan seluruh tenaganya, lututnya pun terasa
lunglai... Dia mencoba bergerak, tapi tak punya daya lagi tersisa... Dia
memejamkan matanya dan berdoa pada Krishna agar memberinya kekuatan...
Acharya mengira dia mendengar kata
Shahenshah... Tapi karena tidak terlalu jelas, maka dia mengabaikannya...
Melihat airmata dan kecemasan Hira, Acharya terkejut, dia selalu mengira wanita
itu adalah wanita yang sangat tegar, ini adalah pertama kalinya dia terlihat
lemah. Untuk menyadarkannya.... dia berkata dengan sedikit keras, “Hira.. Hira...
anakku, apa yang terjadi??? Kau baik-baik saja? Sepertinya ini pertama kalinya
kau melihat orang terluka parah, tapi jangan buang waktu, kendalikan emosimu
dan kontrol pikiranmu, dia butuh bantuanmu... dia telah kehilangan banyak darah,
coba hentikan pendarahannya sementara aku akan pergi mencari dokter, akan butuh
waktu... Hidupnya ada di tanganmu. Masuklah dan mkulai merawatnya, aku pergi
dulu.”
Jodha tersentak dari kebisuannya dan
menyadari bahwa Jalal sedang membutuhkannya. Dia meminta Acharya untuk
memeriksa nadi utamanya sedangkan dia akan membuat ramuan Ayurvedic untuknya
segera...
Setelah memeriksa nadinya Acharya
dengan panik berkata, “Hira, dia sekarat dan jantungnya berdetak semakin
lemah.”
Mengetahui hal itu paras Hira semakin
pucat karena panik dan cemas... Dia bergegas membuat ramuan dan Acharya
melepaskan kurta Jalal... dengan sedikit lega dia berkata, “Untunglah luka
lainnya tidak lebih parah dari luka di lengannya.”
Jodha mencoba menahan emosinya, tapi
semuanya terasa lepas kendali.... airmatanya tetap saja mengalir.
Tiba-tiba Jalal seperti kesulitan
bernapas dan mengeluarkan suara tercekat makin keras... dadanya naik dan turun
seiring tiap tarikan napasnya... tubuhnya terangkat untuk mencoba tetap
bernapas... dia makin sekarat...
Acharya menjadi panik melihat
kondisinya... Dia berlari keluar memanggil dokter...
Jodha berteriak kencang dan memanggil “Jalal”. Dia bergegas menghampirinya
dan menempelkan salep ramuan di lengannya dan luka-luka lainnya... Saat Jodha sedang
membersihkan darah di sekitar lukanya... Jalal mengigau menyebut nama “JODHA”.
Jodha menjawab dengan agak panik,
“Shahenshah., Shahenshah... lihatlah aku... aku Jodha-mu... bangunlah... apa
kau mendengarku?” Dia bicara lagi denga suara lebih keras, “Tidak akan ada hal
buruk terjadi padamu, aku tidak akan membiarkannya.” Dia mengusap lembut
wajahnya dan dia baru menyadarinya, suhu tubuhnya semakin menurun... Berdasar
pengetahuannya tentang ilmu pengobatan, dia langsung tahu kalau semua itu
adalah efek dari banyaknya darah yang keluar dari tubuhnya. Hanya dalam
hitungan menit, tubuhnya akan semakin lemah dan tidak berdaya, tubuhnya akan
gemetar karena kehilangan banyak darah... Secepatnya Jodha menggosok-gosok
kakinya...
Jalal mulai gemetar hebat, napasnya
semakin berat, Jodha makin panik melihat Jalal sekarat. Dia seakan bisa
merasakan Jalal mulai menjauh dari kehidupan dan kondisinya makin kritis. Bibir
dan pipinya mulai membiru. Diputuskannya untuk menularkan kehangatan dari
tubuhnya... dengan gerakan cepat Jodha menutup semua jendela dan pintu di
pondok itu... Lalu mengambil selimut dan menutupi tubuh mereka, dipeluknya
Jalal dengan kuat meski tetap menghindari untuk tidak mengenai luka-lukanya.
Kulit lembutnya, sentuhannya mengalirkan kehangatan pada tubuhnya yang dingin,
bahkan dalam keadaan tidak sadarkan diri Jalal bisa merasakan kehangatan
pelukannya. Darahnya yang membeku kembali mencair di bawah panas tubuh Jodha,
dan demamnya pun turun dalam waktu lima belas menit.... Perlahan, ramuannya mulai
berpengaruh pada tubuhnya, lukanya berhenti mengeluarkan darah, tapi napasnya
masih berat. Paling tidak, keadaannya mulai membaik... Perkembangan kecil itu
membuat Jodha sedikit lega, dia memeluknya dengan erat dan mencium lembut
pipinya... Seperti ada percikan listrik, mendadak tubuh Jalal kembali
bertenaga...
Terdengar ketukan di pintu... “Hira...
Hira... buka pintunya.”
Jodha bergegas keluar dari balik
selimut yang hangat dan sebelum membuka pintu, dia merapikan chunni-nya.
Acharya bertanya dengan bingung, “Hira, kenapa kau menutup pintunya?”
Hira menjawab dengan cepat. “Acharya,
dia demam sementara angin bertiup kencang, jadi aku menutup pintu dan
membungkusnya dengan selimut sehingga dia tidak kedinginan.”
Acharya berkata lembut dan tersenyum, “Oh...
pikiran yang pintar, Hira.”
Dokter memeriksa denyut nadi Jalal dan
luka-lukanya, lalu dia menghirup aroma salep yang dibuat Hira. Senyum kecil
terukir di wajahnya dan dia berkata, “Syukurlah, kau membuat ramuan ini tepat
waktu untuk menghentikan pendarahannya. Kau telah menyelamatkan nyawanya Hira,
meskipun, denyut nadinya masih lemah, tapi dia akan segera membaik... Dia akan
membaik dalam sehari atau dua hari, untung saja lukanya tidak terlalu dalam,
kondisinya memburuk karena dia tidak segera mendapatkan pertolongan. Dia sudah
lepas dari masa bahaya, tapi dia harus istirahat selam dua puluh empat jam dan
balurkan salep ini minimal 3 kali...”
Jodha dengan matanya yang sembab dan
tangan menyatu di dada menyetujui yang disarankan oleh dokter... Dokter
menambahkan beberapa obat untuk mempercepat pemulihannya dan menjelaskan cara
pengobatannya kemudian dia pergi...
Aacharya dengan nada lebih bersimpati
mengungkapkan, “Hira, kau bisa pergi dan beristirahat, aku akan menjaganya
malam ini. Tunjukkan saja padaku caranya.”
Oh...
Tidak... Bagaimana caraku mengatakan padanya kalau aku ingin tetap disini
sendirian bersama Jalal sepanjang malam dan merawatnya... Bagaimana caraku
menjelaskan padanya kalau aku adalah istrinya dan dia adalah cinta dalam
hidupku...? Dengan sedikit gugup Jodha memberi
alasan, “Acharya, aku ingin merawatnya, karena aku juga harus membuat kadha dan
salep untuknya dan itu butuh waktu lama... sementara aku meracik obatnya aku
bisa sambil menjaganya, tapi bisakah kau menemani Nandu tidur malam ini di
pondokku...”