Written by Bhavini Shah
Jalal
langsung bisa membaca ekspresi Maham Anga yang menyiratkan bahwa dirinyalah
pelaku utama atas kejahatan ini... Hatinya yang sakit kembali terluka sekali
lagi, jauh di dalam hatinya dia masih berharap bahwa Maham tidak bersalah, tapi
sekarang semuanya semakin jelas... sejernih kristal. Sekarang hati dan
pikirannya yakin bahwa Maham adalah pembunuh dari bayinya yang belum lahir... dia
membunuh impiannya, karena Maham jugalah dia berpisah dari Jodha... Darah
ksatrianya mendidih di dalam tubuhnya, tapi yang tampak diluar, dia menjaga
ekspresinya tetap tenang dan datar. Dia ingin membuktikan Jodha tidak bersalah
dan ingin menangkap Maham beserta bukti yang kuat, dengan tangannya sendiri... Jalal
menahan emosinya saat meminta Maham membaca surat itu sekali lagi untuknya.
Kali ini suara wanita itu terdengar lebih gugup dari sebelumnya, bahkan suaranya
gemetar saat membaca. Terlihat jelas dari semua sikapnya bahwa dia
menyembunyikan sesuatu. Sekali lagi dia melewati bagian tentang konspirasi
dirinya yang ditulis oleh Jodha.
Sementara
Maham sedang membaca, pikiran Jalal melayang ke masa lalu, ke masa-masa indah
yang pernah dilaluinya dengan Badi Ammi-nya, saat wanita itu mengejar-ngejar
dirinya untuk menyuapkan makanan, saat wanita itu menyelamatkan hidupnya... melindunginya
dari sabetan pedang, saat wanita itu mengajarinya tentang politik setiap hari
seperti gurunya sendiri, saat wanita itu ikut senang dalam setiap
kemenangannya, sedikit demi sedikit kemarahannya lebur menjadi rasa sakit... tepat
saat Maham selesai membacakan surat itu untuk yang kedua kalinya, sinar matanya
dipenuhi dengan kepedihan yang sangat dalam, seakan ada jutaan duri menusuk
hatinya... pengkhianatan Badi Ammi sungguh tak tertahankan bagi dirinya. Dalam
hidupnya dia hanya percaya pada sedikit orang.
Akhirnya,
setetes air mata jatuh tak tertahan dari sudut matanya... Matanya menatap Maham
seakan meneriakkan sebuah pertanyaan ‘Kenapa
Badi Ammi? Kenapa?’
Maham
selesai membacakan surat dari Jodha itu dan memperhatikan Jalal... Melihatnya
dalam kesedihan, hatinya menari bahagia...
Jalal bisa
melihat semuanya dengan jelas, bahkan dia bisa melihat kebahagiaannya diatas
penderitaan yang dirasakannya... Tanpa berkata apa-apa diambilnya kembali surat
itu dari tangannya, dan berlalu pergi dari ruangannya...
Maham sama
sekali tidak menyadari bahwa Jalal sudah mengetahui semuanya, dia pikir
kesedihan Jalal karena surat dari Jodha.
Jalal
keluar dari ruangan Maham... Dia ingin menceritakan semuanya pada Rukaiya, dia
ingin menceritakan padanya bahwa Maham adalah satu-satunya orang yang telah
membunuh bayinya yang belum lahir... wanita itu telah membunuh anaknya...
Jalal
teringat saat di ruang sidang, saat Rukaiya mempermalukan Jodha... Tanpa
perasaan, dia menghukum Jodha. Karena itulah dia memutuskan tidak akan
menceritakan semua padanya sampai dia bisa mengumpulkan bukti-bukti kuat yang
memberatkan Maham.
Segera saja
dia memanggil Abdul dan menceritakan semua padanya... Dia juga memberitahu
tentang Maham yang melewatkan bagian penting itu saat membacakan suratnya..
Bahkan Abdul tidak bisa percaya tentang semua yang didengarnya, dia sudah tahu
Maham itu licik, tapi membunuh anak Jalal dan menyalahkan Ratu Jodha. Hal itu
benar-benar sudah melewati batas.
Selama
berjam-jam, Jalal dan Abdul berdiskusi membuat rencana hingga tercapai satu
keputusan.
Pertama,
mereka memutuskan akan menjauhkan semua pendukung Maham, karena itu mereka
berencana menarik Resham keluar dari hidupnya dan menggantikan tempatnya dengan
seorang mata-mata.
Rencana
kedua adalah menemukan Hakim itu... hakim manakah yang telah membantu Maham dan
memberinya ramuan itu padahal penjagaan sudah sangat ketat, Jalal sendiri yang
akan berbicara dengan Hakim istana.
Bagian
terakhir rencananya adalah melemahkan kekuatan Maham dengan bantuan Hakim dan
mata-matanya dengan cara mencampur ramuan pada makanannya yang akan menyebabkan
dirinya sakit dan melemah hari demi hari.
Abdul lalu
bertanya, “Shahenshah, untuk menjalankan rencana ini dengan baik, kita akan
membutuhkan waktu dua atau tiga bulan, kita juga tidak tahu apakah kita bisa
menemukan bukti-bukti itu atau tidak. Apakah kau benar-benar ingin mendapatkan
bukti-bukti itu, Kupikir, jika kau sudah yakin Badi Ammi yang melakukan semua
ini, lalu untuk apa menunggu lagi?
Jalal
menjawab tanpa berpikir lama, “Tidak, Abdul, Badi Ammi punya posisi yang tinggi
dalam istana dan dia memegang kendali atas beberapa departemen. Saat ini, semua
bukti mengarah pada Ratu Jodha, jadi aku tidak mau nantinya rakyatku
mempertanyakan keputusanku, atas dasar apa aku menghukum Maham, padahal Ratu
Jodha yang terbukti bersalah. Lagipula, aku harus lebih berhati-hati lagi saat
ini karena ini berhubungan dengan perasaan cintaku. Dan, entah bagaimana aku
harus memenangkan pertarungan ini.”
Abdul
setuju dengan pendapat Jalal...Dia merasa gembira dan bangga melihat Jalal
benar-benar menyeimbangkan logika dan perasaannya pada saat bersamaan.
Rencana
dijalankan dan mulai bekerja...
Sesuai
rencana mereka, sebuah pesan palsu dikirimkan kepada Resham, mengabarkan bahwa
ada anggota keluarganya yang sedang sakit, keluarganya meminta Resham segera
pulang ke desa. Dengan ijin dari Maham, dia keluar dari istana menuju desanya,
di tengah perjalanan dia ditahan hingga semua masalah ini selesai. Dan,
menyuruh seorang mata-mata menggantikan tempat Resham di sisi Maham yang akan
mengawasi setiap gerakannya siang dan malam...
Seorang
diri Jalal datang menemui Hakim di kliniknya mempertanyakan tentang keguguran
yang dialami Rukaiya. Dia mengajukan banyak pertanyaan pada Hakim untuk menilai
reaksinya atas setiap pertanyaan dan mencari tahu apakah dia yang terlibat
dalam kebohongan ini, bagaimana cara Hakim itu menjelaskan setiap pertanyaan...
Intuisi Jalal yang tajam dan kemampuannya dalam menilai sikap lawan memberinya
kesimpulan bahwa Hakim itu tidak terlibat dalam persekongkolan tersebut.
Dengan
perasaan kecewa Jalal bersiap untuk pergi, tapi secara tidak sengaja dia
memperhatikan seorang asisten Hakim berjalan masuk dan dia mengenakan perhiasan
yang sangat mahal serta kain sutra, dan Jalal berpikir....bagaimana bisa dia
memiliki pakaian dan perhiasan mahal seperti itu...Tetap bersikap biasa, dia
menjawab salam “Aadab” dan pergi keluar dari klinik itu. Tanpa membuang waktu,
dia memerintahkan penyelidikan lebih lanjut pada asisten Hakim secara rahasia.
Untuk
menjamin kerahasiaan rencana ini, Jalal membeli ramuan dari Hakim di luar
istana demi melaksanakan rencana yang ketiga. Mata-matanya mulai mencampurkan
ramuan itu pada hidangan milik Maham. Perlahan, Maham menunjukkan gejala-gejala
tubuhnya lemas dan mual pada malam hari. Efek dari ramuan itu, dia tidak
sanggup bangun tepat waktu dan menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai jadwalnya
tiap hari. Kemudian, atas perintah Jalal, bawahannya menambah dosis ramuan,
Maham semakin terlihat lemah, mengalami sakit kepala, mual, muntah dan
lainnya... Beberapa kali dia pingsan di dalam istana saat berjalan dari ruangan
ke ruangan lain... Orang-orang mulai membicarakan sakitnya... Sesuai rencana
mereka, beberapa kali dia kehilangan keseimbangan dan tersungkur di Diwan E
Khaas dalam waktu dua minggu... Semakin hari dia semakin lemah...
Tiga minggu
berlalu sejak kepergian Jodha... Semuanya masih tetap sama di dalam istana... Matahari
tetap terbit dari timur dengan sinar keemasannya... Burung-burung tetap
berkicau dengan merdu... Bunga bermekaran... Bulan bersinar tiap malam dengan
anggunnya, namun bagi Jalal semuanya tidak berarti. Dia kehilangan semua warna
dalam hidupnya, hari-harinya dilaluinya seperti robot... Tidak ada yang
membuatnya senang, musik yang mendayu-dayu tidak bisa menyentuh perasaannya,
sinar lembut rembulan justru membakar tubuhnya... Dengan rasa marah dia
memandang matahari setiap harinya. Setiap kali dia menutup matanya untuk
berdoa, wajah Jodha yang basah oleh air mata selalu muncul di depannya, bahkan
dia tidak mampu berkonsentrasi dalam doanya.
Walaupun
dia sudah terlatih menahan kesedihannya dan bagaimana memunculkan senyum palsu
di wajahnya, namun tidak satu detikpun terlewat dengan tidak memikirkan
Jodha... Begitu urusan kerajaannya selesai, pikirannya langsung tertuju pada
Ratu Jodha... Hatinya terlalu sakit oleh pengkhianatan Maham, ditambah
perpisahannya dengan Jodha, kedua hal itu menggerogotinya dari dalam.... Siang
hari berlalu dengan cepat, tapi malam harinya selalu dijalaninya dalam
kesedihan... Menjadi kebiasaannya tiap hari duduk di depan lentera kuil selama
berjam-jam sebelum dia tidur... Hanya nyala lentera ini yang bisa memberinya
kedamaian dan ketenangan seperti keberadaan Jodha itu sendiri. Di antara
jadwalnya yang padat dan misinya terhadap Maham, hanya itulah yang membuatnya
bertahan hidup... Hari demi hari rasa frustasinya semakin meningkat... Sudah
hampir tiga minggu dan dia belum berhasil menemukan bukti yang memberatkan
Maham... Juga tidak ada kabar atau tanda keberadaan Jodha dimanapun... Para
prajurit mencarinya ke setiap kuil, desa, Ashrams, tapi tidak satupun yang
membuahkan hasil...Jalal tidak punya pilihan, selain bekerja bersama Maham
meski harus terus pura-pura tersenyum setiap harinya sampai dia terbukti
bersalah...
Di lain
pihak, Maham terkejut melihat Jalal mampu mengendalikan dirinya sendiri... cara
dia mampu menyelesaikan tugas-tugasnya dan mengendalikan emosinya justru
membuatnya kecewa... Rencana Maham memang berhasil, tapi tidak berpengaruh pada
Jalal... Jodha telah keluar dari hidupnya, tapi Jalal justru bisa mengendalikan
semuanya dan lebih fokus bekerja...
Tiga minggu setelah kepergian Jodha:
Diwan E
Khaas penuh terisi oleh petugas dan pegawai kerajaan termasuk Maham, sedang
berlangsung pembicaraan sengit mengenai pembelotan Abul Mali. Maham berdiri
untuk mengutarakan pendapatnya tentang masalah itu, tiba-tiba dia merasa
limbung. Dan, sekali lagi kehilangan keseimbangan tubuhnya di depan sidang... Sudah
kelima kalinya hal itu terjadi di depan publik... Jalal berdiri dari
singgasananya dan bantu memapahnya duduk kembali di kursinya. Setelah beberapa
saat dia merasa lebih baik.