Versi
Asli Chapter 40 - 43
By
Viona Fitri
“Maafkan
aku.” ucap Jodha lemah. Jalal seperti terbawa angin & langsung berlari ke
arah prajurit yg mengatakan kata-kata kasar itu pada Jodha. Tangan nya langsung
mendarat begitu saja, memberi tamparan panas yg membekas di pipinya. “Kurang
ajar! Beraninya kau bicara tidak sopan seperti tadi pada ratu Jodha. Cepat pergi!”
sentak Jalal. Kedua prajurit itu segera pergi dari sana.
Jodha
masih tetap diam dengan pemikiran nya. Semua orang seperti merasa terbang di
langit, begitu dirinya jatuh ke bumi. Tanpa berkata apa pun, Jodha segera
memasuki kamar Jalal dan meletakkan nampan yang di bawanya pada sebuah meja
kecil yang di kelilingi oleh kursi-kursi santai di ruangan itu.
Jodha akan
beranjak pergi, ketika tangan Jalal mencekal pergelangan tangan nya. “Jangan
pergi dulu ratu Jodha.” pinta Jalal. Ia berusaha membawa Jodha untuk duduk di
samping nya, tapi Jodha selalu berusaha menghindar sebisanya.
“Aku harus
pergi ke dapur, tuan. Anda bisa makan siang dengan tenang.” ucap Jodha dengan
tenang.
“Jangan
berkata seperti itu lagi ratu Jodha. Aku...”
Jodha
menginterupsi. “Saya hanya seorang pelayan, bukanlah seorang ratu. Saya
mempunyai banyak tugas di dapur.”
“Ratu
Jodha... Tak bisakah kau tinggal disini untuk sesaat saja. Aku ingin kau
menemaniku makan siang.”
“Sudah
saya katakan bahwa saya bukanlah seorang ratu. Saya mempunyai banyak pekerjaan.”
geram Jodha. Ia melepaskan tangan Jalal dari pergelangan tangan nya.
“Kau
jangan jual mahal seperti itu ratu Jodha.” bentak Jalal. Entah kenapa mendadak
emosinya menyulut ke permukaan. Saat ini Jalal sangat sensitif. Tidak jarang ia
marah-marah pada pelayan karena alasan yang tidak jelas. Dan sekarang, ia
menyalurkan amarahnya pada Jodha.
Jodha
mengangkat wajahnya. Ia menatap Jalal dengan mata yang berkaca-kaca. “Kau
senangkan? Sekarang aku hanya menjadi seorang pelayan. Kau senangkan aku di
hina seperti tadi? Kau akan tertawakan di atas penderitaanku? Aku ini
pengkhianat. Aku ini wanita murahan. Itukan katamu?” ucap Jodha dengan nafas
tersenggal. Ia segera berlalu dari sana tanpa menghiraukan tatapan tajam
suaminya yg tampak ingin sekali memangsanya.
“Ratu
Jodha, jangan berani kau keluar dari kamar ini, atau kau akan tau akibatnya
pada kedua Bhaisa mu.” ancam Jalal. Jodha terhenti. Ia berbalik menghadap
suaminya dengan air mata yang telah tumpah.
“Apa
seorang raja hanya kuat karena ancaman nya?” tanya Jodha.
Jalal
terlihat salah tingkah menatap air mata Jodha. Ia telah mengangkat tangan nya
bersiap menyusut air mata itu. Tapi segera Jodha menyingkirkan nya dengan
kasar. “Jangan pernah menyentuh aku lagi, Yang Mulia. Aku tidak akan biarkan
diriku terjatuh dalam pelukan lelaki yang tidak pernah bisa mempercayai
seseorang yang pernah memberi janji untuknya.”
“Aku tidak
bermaksud membentak mu. Aku hanya ingin kau duduk manis dan menemani ku makan
siang, sebentar saja.”
“Tapi jangan
pernah melakukan apa pun pada kedua Bhaisa ku. Kalau kau berani menyentuh
mereka dengan pedangmu, aku tidak bisa menjamin kau selamat dari amarahku.”
Jalal
hanya tersenyum. Ia menarik tangan Jodha & mendudukkan nya di kursi yang
berada di sampingnya. “Kau ingin makan?” tanya Jalal dengan lembut. Mendadak
saja emosinya hilang. Air mata Jodha telah menghipnotisnya menjadi melunak
kembali.
“Aku sudah
kenyang.” jawab Jodha dengan nada dingin. Ia menatap kesekeliling ruangan tanpa
memperhatikan Jalal yang terus menatapnya sambil menyantap makan siang nya. “Masakan
mu enak.” ucap Jalal mencairkan suasana. “Terimakasih.” balas Jodha singkat.
“Kau
jangan menyembunyikan wajahmu dengan terus menghindar seperti itu.”
Jodha
menyeka air matanya tanpa sepengetahuan Jalal. Ia menatap ke arah suaminya.
Matanya hanya menampakkan ketenangan yang mengalir dalam kehidupan nya. “Jangan
marah padaku.” pinta Jalal penuh harap.
Jodha
menggeleng. “Aku tidak marah padamu. Tapi aku merasa sakit karna ulah mu. Apa
kau sudah selesai? Aku akan lekas ke dapur.” kata Jodha. Bersih keras ia
berusaha menghindar untuk berbicara lebih banyak dengan Jalal. Yang ia inginkan
hanya segera pergi dari ruangan yang menyesakkan dadanya itu. Pria yang ada di
sampingnya tidak akan pernah bisa memahami kondisi hatinya. Dia tidak punya
hati. Mustahil ia akan berusaha mendapatkan maaf darinya.
Jalal
memegang kedua pundak Jodha, ia mendekatkan wajahnya dengan wajah istrinya. Tau
apa yg akan terjadi selanjutnya, Jodha dengan sengaja menampar pipi Jalal
dengan keras, ia segera lari dari kamar itu dengan ketakutan. Setelah Jalal
berhasil melakukan aksinya, ia tidak bisa menjamin dirinya akan tetap bertahan
dari setiap rayuan suaminya.
“Ratu
Jodha, aku tidak bermaksud seperti yang kau fikirkan. Aku hanya menggoda mu
saja.” ucap Jalal dengan sedikit berteriak. Jodha acuh saja. Ia terus berlari
meski ia mendengar teriakan Jalal tadi. Jodha takut, hasratnya akan menang
begitu Jalal memperdaya nya. Jalal melengos kecewa.
“Apakah yg
telah aku lakukan pada ratu Jodha? Aku telah membuatnya takut padaku. Aku telah
membuatnya menghindar dari ku. Apakah dia begitu membenciku? Apa yg harus aku
lakukan, Tuhan?” tanya Jalal pada dirinya sendiri.
Ia
mengacak rambutnya karena frustasi. Karena sebuah surat yg entah benar
kenyataan nya atau tidak, membuat hidupnya menjadi berantakan seperti ini.
Jodhanya kini telah takut padanya. Dia selalu berusaha menghindar darinya,
ketika ia berusaha mendekat ke arahnya. Cintanya telah membuatnya merasa
kesakitan. Debaran jantungnya terasa nyeri melihat genangan air mata yg
mengalir di pipinya. Jalal ingin untuk menyesat air mata itu agar surut. Namun,
ia pun tak dapat berbuat banyak karena kata-katanya yg telah terlanjur di
katakan nya. Pandangan nya tidak suka melihat pakaian dasi yg melekat pada
istrinya. Semuanya harus kembali seperti sebelumnya. Ia menyadari satu hal.
Kini hatinya telah berfungsi, dan hanya Jodha lah alasan mengapa hatinya
merasakan debaran aneh itu.
Di selesar
istana, hampir dari semua pelayan yg sedang berkumpul ataupun berjalan bersama,
menceritakan tentang ratu Jodha. Ternyata betapa angin buruk cepat menyebar ke
seluruh sudut istana. Jalal mendengarkan apa yg mereka katakan tentang Jodha.
Ada sebagian dari pelayan yg beranggapan Jodha adalah ratu yg bermuka dua.
Wajar saja setelah mengetahui watak yang sesungguhnya, Raja menjadikan nya dasi
di istana. Sebagian pelayan lain pun ikut menyampaikan komentar mereka tentang
ratu Jodha. Jelas sudah, tak ada lagi yang mempercayai Jodha di istana ini.
Semua orang menggunjing Jodha. Semua orang membencinya. Itu adalah kesalahan
terbodohnya. Telinga Jalal terasa panas mendengar cemoohan para pelayan nya
tentang ratu Jodha. Ia tidak ingin mendengarnya lebih lama lagi. Jalal
mempercepat langkahnya menuju dapur. Sepanjang perjalanan, rahangnya terus
mengeras menyusuri koridor-koridor menuju dapur.
“Keluarlah!
Aku ingin berbicara dgn ratu Jodha.” intruksi Jalal pada para pelayan yg berada
di dapur. Mereka lekas berlalu dan mengucapkan salam sebelum meninggalkan
dapur. Jodha tetap acuh dgn kehadiran Jalal. Ia tetap asik dgn pekerjaan
barunya. Jalal yg harus mengalah dan mendekat ke arahnya.
“Aku ingin
berbicara padamu. Apa kau bisa meluangkan waktumu sebentar saja untuk
berbincang denganku?” tanya Jalal yg telah berdiri di samping Jodha. Ia
berusaha menyentuh pundak Jodha untuk mengajaknya berbicara. Tapi setiap tangan
nya hendak menyentuh pundaknya, Jodha langsung berdiri dan berjalan ke tempat
lain. Ia seperti selalu saja menghindar darinya.
“Sebentar
saja ratu Jodha. Aku hanya ingin menjelaskan sesuatu padamu. Ayolah, jangan
bersikap dingin terus padaku. Apakah kau sudah sangat tidak ingin berbicara
pada suami mu lagi, hem?” tanya nya lagi.
“Sebaiknya
anda keluar saja Yang Mulia. Saya merasa terganggu dgn kehadiran anda.” jawab
Jodha dgn enteng. Ia tidak ingin berbasa basi lagi padanya. Untuk saat ini, ia
tidak ingin melihat wajah orang yg telah melempar kotoran ke wajahnya.
Penghinaan itu sangat besar baginya. Seseorang mungkin sangatlah mudah
mengungkapkan permintaan maafnya, tapi memaafkan, tidak semua orang mampu
melakukan itu. Itulah sifat manusiawi yg sebenarnya. Tidak mudah memaafkan, dan
dendam pasti yg terus menggunung di hatinya.
“Kenapa
kau harus merasa terganggu dgn kehadiranku? Aku hanya ingin menjelaskan sesuatu
yg sangat penting saja. Berilah waktumu sebentar saja.” pinta Jalal penuh
harap. Ia terus saja mengikuti kemanapun Jodha pergi dengan menguntitnya dari
belakang.
Jodha
menghentikan langkahnya. Ia berbalik dan menatap geram ke arah Jalal. “Sudah
saya katakan bahwa saya merasa terganggu dengan kehadiran anda, Yang Mulia.
Jangan membuat darah saya menjadi naik kembali. Kenapa sekarang anda ingin
memberi penjelasan pada saya? Apa anda saja yang di perbolehkan menjelaskan
kesalahan anda? Kenapa ketika saya ingin menjelaskan hal yang sebenarnya pada
anda, Yang Mulia tidak pernah memberikan saya kesempatan untuk melakukan itu?
Sekarang saya juga tidak ingin mendengar penjelasan dari anda.” terang Jodha
panjang lebar. Ia kembali melakukan aktivitasnya lagi.
Hatinya
terenyuh dan kalut kembali. Penghinaan itu muncul lagi di memori ingatan nya.
Sudah beberapa kali Jodha menghapus kepahitan hidupnya, tapi tetap saja
kenangan yang pahit memang sangatlah sulit untuk di hapuskan. Jodha mengedarkan
pandangan nya kesekeliling. Ketika Jalal berusaha menghadap ke arahnya, ia
selalu berusaha untuk membelakanginya. Jodha sudah muak melihat wajah itu.
Air
matanya kembali menetes. Dengan cepat Jodha menyekanya. Berulang kali tangan
nya harus di angkat untuk menyeka air matanya. Dan itu adalah hal terburuk yang
pernah di lihat oleh Jalal. Wanita yang mencintainya terluka, karena ulahnya.
Dia menangis hanya karena nya. Jalal tak mampu untuk menatapnya lagi. Kepalanya
tertunduk menekuri lantai-lantai dapur istana.
“Sebaiknya
kau pergi Yang Mulia. Aku tidak ingin kau menambahkan luka baru di hatiku.
Hiks... Hiks... Hiks. Kalau kau akan tetap disini, berarti kau sangat ingin
membuatku semakin menderita.” isak Jodha dalam sesegukan nya. Ia membalikkan
badan menghadap suaminya. Air matanya tak bisa di rem untuk tidak mengucur
deras. Terus saja air matanya menetes tanpa henti. Di tatapnya suaminya dengan
rinaian air mata. Jalal menatapnya sekilas. Ada ketenangan dan kekosongan yg
berjerat di matanya. Jalal kembali tertunduk. Ia tahu saat ini Jodha
membutuhkan waktu untuk melupakan kenangan buruknya. Tak semudah membalikkan
tangan, maka kenangan itu telah tergantikan dengan sisi tangan yang lainnya.
Butuh waktu untuk semuanya kembali seperti awal mereka mencoba untuk saling
mencintai. Jalah akhirnya memberanikan diri untuk menatap manik mata istrinya
yang telah memerah. Hatinya semakin sakit dan terus di rejam kepedihan saat
pandangan mereka bertemu dan saling beradu.
“Yang
Mulia, jika kau hanya ingin memberikan luka padaku saja, maka bebaskan saja aku
dari pernikahan ini.” ujar Jodha. Ia menatap Jalal penuh harapan. Sekarang
kebahagiaan tak mungkin lagi ada di antara pernikahan mereka. Lalu, untuk apa
seseorang berpura-pura menjadi kuat dan tegar, ketika semua orang mengetahui
kerapuhan nya. Titikan air matanya memang jarang ia keluarkan. Tapi entah
mengapa setiap berhadapan dengan Jalal, rasanya emosi itu kembali membuncah ke
permukaan nya. Ia sulit menyalurkan setiap unek-unek di hatinya. Suaminya
adalah seorang raja. Jodha menyadari itu. Karena itulah ia mencoba mengontrol
setiap kata-kata yang akan di keluarkan nya. Banyak sekali umpatan untuk Jalal
di labirin hatinya. Mungkin dulu labirin itu di penuhi dengan bunga-bunga indah
yang senantiasa mekar, tapi saat ini semua bunga itu telah mati dan layu karena
kekeringan. Hatinya memanas ketika Jalal dengan tanpa pikir dulu menjatuhkan
hukuman padanya. Di tambah dengan kata wanita murahan di belakannya. Itu sudah
sangat cukup untuk sekedar menyakiti hati seorang wanita.
“Apa yang
kau katakan ratu Jodha? Aku tidak akan pernah menceraikan mu sampai kapan pun
itu. Kau jangan berbicara yang tidak-tidak lagi.” balas Jalal dengan nada
kacau. Ia takut Jodha akan benar-benar meminta perceraian darinya. Sudah cukup
sekali saja ia kehilangan Jodha. Dan itu pun hidupnya bagai terombang ambing
tertiup badai. Kali ini, tak akan di biarkan Jodhanya akan pergi meninggalkan
nya lagi.
“Kau sudah
mendapatkan Amer. Kau juga sudah memiliki aku seutuhnya. Dan di tambah lagi,
kau telah menghina ku sampai aku merasa tak mampu untuk mengangkat wajahku
lagi. Hiks... Apa lagi yg kau inginkan dariku? Semuanya telah aku serahkan
padamu.”
“Tapi aku
tetap tidak akan menceraikan mu. Kau boleh marah padaku dan tidak mengatakan
apapun padaku. Asalkan kau tetap tinggal disini bersamaku.”
Menurut
semua wanita, tentunya ini adalah sebuah rayuan yg indah untuk di dengar.
Mungkin sebagian dari banyak wanita akan langsung tersipu, atau bahkan salah
tingkah hanya karna ucapan itu saja. Tapi tidak dengan Jodha. Ia telah kebal
dengan rayuan suaminya yang hanya dusta belaka.
“Bagus
sekali kata-kata mu itu Yang Mulia. Kau simpan saja untuk ratumu yang lain. Aku
telah kebal dengan kata-kata seperti itu.” ucap Jodha. Sejenak ia berusaha
menahan pusing yg menderanya. Mendadak kepalanya sangat pusing dan seperti
ingin meledak. Jodha terus saja memegang kepalanya sambil memberikan
pijatan-pijatan lembut pada kepalanya.
Jalal
terlihat khawatir dengan keadaan Jodha. “Kau tidak apa-apa ratu Jodha? Apa kau
sakit?”
Jodha
tetap terdiam. Dengan keras ia menangis karena denyutan hebat di kepalanya. “Hiks...
Hiks... Hiks... Kau egois. Aku ingin kita bercerai.” ucap Jodha dengan keadaan
limbung.
Jalal
berusaha menarik Jodha dalam pelukan nya. Tapi Jodha selalu menghindar dan
melempari Jalal dengan buah-buahan segar yang tersusun di sebuah baki perak. “Aku
membencimu. Kau egois. Aku tidak akan mau melihat wajahmu lagi.”
Tiba-tiba
saja tubuh Jodha tergeletak tak sadarkan diri di atas lantai dapur. Jalal
dengan sigap berlari ke arah Jodha dan membopongnya menuju kamarnya.
Moti dan
Reva yang berpapasan dengan Jalal, merasa cemas dengan keadaan Jodha yang
sedang dalam bopongan suaminya. Mereka ingin mengikuti kemana Jalal akan
membawanya, tapi Jalal melarangnya & menyuruh mereka kembali ke dapur untuk
menyelesaikan pekerjaan Jodha. Dengan lemah mereka hanya bisa mengangguk
menaati perintah sang raja.
Jalal
membaringkan Jodha di kamarnya. Wajah Jodha sudah tampak sangat pucat. Ia
menggosokkan telapak tangan nya dgn talapak tangan Jodha. “Ratu Jodha,
bangunlah! Jangan membuatku merasa tidak tenang seperti ini.” lirih Jalal. Saat
Jalal hendak bangkit dari duduknya tiba-tiba saja tangan Jodha menggenggamnya
erat. Mata Jodha perlahan membuka dari katupan nya. Pandangan nya masih buram
& belum sepenuhnya normal.
“Kenapa
aku ada disini?” tanya Jodha yg telah sadarkan diri sepenuhnya. Ia menatap ke
arah tangan nya yg menggenggam tangan Jalal dgn erat. Segera Jodha melepaskan
tangan itu dan kembali tatapan sengit itu muncul dari sorot matanya. “Kenapa
kau menyentuhku? Apa yg kau lakukan padaku?” Jodha melihat setiap inci pakaian
yg di kenakan nya. Untung saja pakaian nya masih utuh seperti semula. Berarti
Jalal tidak melakukan yg macam-macam padanya. “Aku ingin pergi. Seharusnya kau
tidak membawaku ke kamarmu. Kau keterlaluan sekali.” Jodha turun dari
ranjangnya dgn sedikit sempoyongan. Langkahnya terbata sedikit tersenggal.
“Ratu
Jodha, biarkan aku mengantarmu sampai ke kamar.” Jalal mulai menuntun Jodha dan
memapahnya menuju kamar Jodha.
“Kau tidak
perlu menuntunku lagi. Kamarku sudah dekat.” Jodha melepaskan tangan Jalal yg
bertengger di pundaknya. Ia segera berlalu menuju kamarnya. Sementara Jalal
hanya mampu menatapnya dari kejauhan. Biarkan Jodha melupakan semua masalahnya.
Dia akan menjadi seseorang yg lebih tangguh ketika dia berhasil melewati
tantangan yg di utarakan padanya.
“Ratu
Jodha, aku tau kau sedang marah padaku. Maafkan aku karena telah membuatmu
terluka. Waktu akan mengobati setiap luka yg tercipta.” bathin Jalal menatap
sendu ke arah Jodha.
* * * * *
Jodha
membaringkan tubuh nya di atas tempat tidur sederhana nya. Dari awal ia berada
di Agra. Banyak ketidak adilan yg terjadi padanya. Mulai dari mendapat
perlakuan yg kurang menyenangkan saat penyambutan, Perlakuan kasar awal Jalal
saat dirinya berada di Agra. Dan di tambah kenistaan hidup yg akhir-akhir ini
membendung kebebasan nya.
“Kepalaku
pusing sekali. Apa yg telah aku makan? Semenjak tadi aku belum makan. Mungkin
aku hanya kelaparan saja.” ucap Jodha tenang. Ia beranjak dari kamarnya dgn
tertatih.
“Ya Dewa,
kenapa kau keluar dari kamar Jodha?” tanya Moti yg sengaja menghampiri Jodha,
saat melihatnya keluar dari kamarnya.
“Jangan
khawatir padaku Moti. Aku ingin ke dapur lagi.” jawab Jodha singkat.
“Pekerjaan
mu telah selesai. Aku dan Moti telah menyelesaikan nya. Sekarang lebih baik kau
beristirahat saja, Jodha. Ayolah, kami akan membantu mu kembali ke kamar.”
Bujuk Reva. Ia ingin menuntun Jodha untuk kembali ke kamarnya. Tapi Jodha malah
terlihat marah yg sengaja di buatnya sedemikian rupa. “Jangan berani kalian
memerintahkan tuan putri dari Amer. Atau kalian ingin mendapatkan hukuman
dariku?” ucap Jodha dgn nada tegas yg di buat-buatnya.
Reva dan
Moti malah mentertawakan Jodha yg tengah cemberut menatap ke arah mereka. “Ya
baiklah tuan Putri. Aku sangat takut dgn hukuman mu itu.” sahut Reva dan Moti
bersamaan. Mereka saling tertawa lepas, serasa tak ada lagi beban yg
menggantung di pundak mereka.
Beberapa
pelayan yg kebetulan melewati selasar yg sama dgn Mereka, hanya menatap sinis
ke arah Jodha yg sedang tertawa lepas dgn kedua pelayan nya. Jalal melihat
Jodha dari balik tirai jendela kamarnya. Tawanya mampu menenangkan hatinya yg
sempat kaku karna ketakutan. Kini semuanya terasa indah saat kembali melihat
tawa lepasnya. Jalal melihat banyak pelayan yang melalui Jodha dan memberikan
tatapan tidak suka pada Jodha. Tatapan tidak suka mereka membuat Jodha dan
kedua orang pelayan nya menghentikan tawa mereka.
“Kau tidak
perlu mengambil hati atas sikap mereka, ratu Jodha. Biarkan saja apa yg mereka
pikirkan tentang mu. Yang jelas, aku dan Moti akan terus ada bersama mu dan
membela mu setiap waktu.” ujar Reva menghibur.
Moti
menatap sendu ke arah Jodha. Ia sedih melihat Jodha yg mendapatkan perlakuan yg
tidak semestinya ia dapatkan. “Kami tidak bisa membersihkan namamu, Jodha. Aku
berharap masalah mu segera terselesaikan. Dan hubungan mu dgn Yang Mulia pun
akan segera membaik.” tambah Moti dengan senyuman nya. Di balik senyum itu,
Moti menyimpan ribuan harapan untuk hubungan Jalal dan Jodha akan secepatnya
membaik. Jodha telah mendapat ribuan luka dalam kehidupan nya. Sejak kecil,
Jodha telah di tinggal ibunya meninggal. Dia tumbuh besar dgn kasih sayang Ayah
dan kedua Bhaisanya. Jodha menyayangi ayah & kedua Bhaisanya. Mereka hidup
saling melengkapi kekurangan kasih sayang dalam keluarga mereka.
Melihat
Jodha yg melanjutkan langkahnya menuju dapur, Jalal khawatir Jodha akan bekerja
& membuat dirinya dalam keadaan sakit lagi. Secepat kilat Jalal menghampiri
Jodha & kedua pelayan nya. “Ratu Jodha, kau ingin pergi kemana? Pelayan yg
lain telah menyelesaikan tugasmu. Kembalilah ke kamar mu.” perintah Jalal dgn
tegas. Reva & Moti saling bertukar pandang, mereka mengerti keadaan. Dengan
segera mereka meninggalkan Jodha yg tampak sangat kaku menghadapi Jalal seorang
diri.
Setelah
kedua pelayan nya pergi Jodha mulai memberanikan diri menjawab pertanyaan Jalal
sesingkat mungkin. “Aku ingin ke dapur. Aku lapar. Jadi apa sekarang aku tidak
boleh makan juga?” tanya Jodha dgn tenang tanpa menatap ke arah suami nya.
~~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~~