Versi
Asli Chapter 34 - 36
By
Viona Fitri
“Jodha,
sebenarnya ada yg ingin ku katakan padamu.” kata Jalal dgn tenang. “Kau mau
mendengarnya?”
Jodha
mengangguk. “Tapi, aku tidak ingin kau menyela perkataan ku, ketika aku belum
menyelesaikan kalimatku.” kata Jalal lagi.
Jodha
kembali mengangguk. “Lusa, kerajaan Mughal akan menyerang kerajaan paman mu,
Pratap Sing.” Jalal menghentikan kalimatnya. Ia menatap wajah Jodha yg nampak
terkejut karena ucapan nya. “Aku ingin kau mendukung ku. Aku menyerang kerajaan
Pratap karena alasan yg kuat. Ia menghina kesultanan Mughal karena telah
menikah dgn mu hanya karena menginginkan kekuasaan saja. Dia juga mengajak
kerajaan Rajputana lain nya untuk ikut serta menyerang kerajaan Mughal. Aku tau
dia sangat membenci ku. Padahal, aku sebenarnya tidak ingin melawan keluarga ku
sendiri.” lanjut Jalal.
Jodha
mengangkat wajahnya menatap Jalal. Wajah itu hanya memandang sedih ke arahnya. “Aku
harus meladeni peperangan yg akan segera terjadi ini. Aku tau kau akan marah
padaku. Tapi jika aku tidak menerima penawaran ini, maka kehormatan dan
martabat kesultanan Mughal akan jatuh.”
Jodha
bangun dari tempat pembaringan nya, ia menarik selimut menutupi tubuh polosnya.
“Aku akan selalu mendukungmu. Kau adalah suamiku. Musuh yg akan menyerang mu
adalah paman ku. Aku merasa dilema. Paman ku sangat menyayangi ku bagaikan anak
sendiri. Tapi segera suamiku akan menghadapi nya di medan pertempuran. Aku
hanya bisa berdoa agar kau tidak membunuh pamanku.” pinta Jodha memohon pada
suaminya.
Jalal juga
ikut bangkit dan memeluk Jodha dari belakang. Ia mengecup pundak polos itu,
meninggalkan bekas kissmark besar di kedua pundaknya. “Aku tidak akan
membunuhnya. Aku berjanji padamu. Percayalah padaku.” ucap Jalal dalam nada
penuh keyakinan. Ia mengaitkan jari kelingking nya dengan jari kelingking
Jodha. “Ini adalah janji seorang suami untuk istrinya. Kau telah menganggap
paman mu sebagai ayahmu sendiri. Tentu aku tidak mungkin membunuh ayahku.”
lanjut Jalal dengan tersenyum.
Jodha
berpaling menatap Jalal. Mata sayu itu seperti menginginkan nya lagi. Tapi ia
telah lelah. Jodha menggeleng dengan cepat. “Tidak.” kata Jodha, sebelum Jalal
mengatakan apa pun padanya. Jalal tersenyum. Ternyata istrinya telah mengetahui
dengan baik keinginan nya.
“Apa nya
yang tidak ratu Jodha?” tanya Jalal dengan senyum gelinya. “Emh... Maksudku...
Ya tidak. Aku tidak boleh berpikir buruk tentang suamiku. Ia pasti tidak akan
membunuh pamanku. Aku, hanya memikirkan itu saja.” ucap Jodha dengan sedikit
gugup.
“Aku akan
segera ke Deewan E-Khaas.” Jalal bangkit dengan membawa pakaian nya. Tanpa
segan, ia memakai pakaian itu di hadapan Jodha. Segera Jodha memalingkan
wajahnya ke arah lain.
“Kenapa
kau memakai nya disini. Kau bisa pergi ke kamar jika ingin berganti pakaian.”
ucap Jodha dengan wajah merah merona nya. Jalal hanya tersenyum melihat rona
merah itu.
“Tidak
perlu malu seperti itu ratu Jodha. Aku telah memakai semua nya. Sekarang
mendekatlah!” ucap Jalal sembari menarik tangan Jodha yang masih memegangi
lilitan selimut untuk menutupi tubuh polosnya.
Selimut
itu terlepas dari tubuh sintal yang molek itu. “Indah sekali.” puji Jalal
dengan senyuman menggodanya. Jodha segera menutup tubuhnya kembali dengan
tangan nya yang lain. “Kau tidak bisakah tidak berpikiran kotor seperti itu?”
rajuk Jodha kesal.
Jalal
kembali menarik tangan nya. Tarikkan itu membuat tubuh Jodha mendekat ke arah
nya. Selimut yang hanya mentupi sebagian tubuhnya saja. Jalal mencekal kedua
tangan Jodha, hampir saja selimut itu jatuh melorot memperlihatkan segala
auratnya.
Jalal
dengan cepat menarik selimut itu dan melilitkan nya kembali pada tubuh polos
istrinya. “Lihatkan, aku tidak akan menyentuh mu kalau kau tidak menyetujui
nya. Aku menghargai mu.” ucap Jalal dengan kegiatan nya, masih membalut tubuh
polos Jodha dengan selimut itu.
“Terimakasih
telah menghargai ku. Aku sangat tersanjung.” ucap Jodha.
Di akhir
lilitan itu, Jalal menyelipkan ujung selimutnya di lilitan tubuh Jodha. “Suami
yang baik, akan selalu menjaga kehormatan istri nya. Tapi, karna aku telah
berbuat banyak untuk mu, setidaknya berilah hadiah padaku.” ujar Jalal.
Bibirnya telah mengkerucut di depan Jodha.
“Ternyata
kau tidak melakukan nya dengan ikhlas. Kenapa tidak bilang saja kalau kau ingin
mendapat hadiah dari ku? Aku bisa melakukan nya sendiri.” sungut Jodha dengan
wajah berpaling ke arah jendela kamar mereka.
“Hanya
sebuah kecupan ringan saja kau tidak mau memberikan nya. Ya sudah, aku tidak
akan bisa memegang janjiku.”
“Ya
baiklah. Tutuplah dulu matamu.”
Jalal
cepat-cepat menutup kedua kelopak matanya. Perlahan Jodha mulai mendekatkan
bibirnya pada bibir Jalal.
Cup...
Kecupan
singkat yang terasa manis itu sangat berkesan sekali bagi Jalal. “Sudah.” Jodha
langsung mengambil pakaian nya dan berlalu dari sana.
Jalal
tersenyum senang. Ia pun segera pergi menuju Deewan E-Khaas.
“Hahaha...
Ini berita bagus. Aku akan memulai rencana awalku dari sini. Ratu Jodha, aku
akan segera membalaskan dendamku. Kau akan melihat bagaimana cara pikirku.” sorak
Ruqayah dalam bathin. Kebulan asap dari Hookah yg di hirupnya, ia keluarkan
melalui mulutnya perlahan.
“Prajurit,
kemarilah!” teriak Ruqayah dgn suara melengkingnya. Tak lama kemudian, seorang
prajurit datang menghadap Ruqayah. Ia memberi hormat seperti biasanya.
“Adab
begum sahiba.”
“Pranaam.
Aku dengar, raja akan segera pergi berperang melawan kerajaan Pratap Sing. Dia
adalah paman kandung ratu Jodha, bukan?”
“Benar
Yang mulia ratu.”
“Hem, ini
kabar bagus. Kemarilah, aku punya pekerjaan untukmu.”
Prajurit
itu mendekat ke arah Ruqayah. Sementara Ruqayah membisikkan sesuatu di telinga
prajurit itu. Setelahnya ratu Ruqayah memberikan dua kantong uang keping emas
pada prajurit itu.
“Ingat.
Aku tidak ingin misi ini gagal. Kalau kau sampai gagal, kau akan tau apa
akibatnya. Dan... Kau juga harus segera meninggalkan Agra setelah menyelesaikan
misimu.” ucap Ruqayah dgn nada mengintimidasi.
Prajurit
itu hanya menanggukkan mengerti kepalanya. Ini adalah rencana besar yg
benar-benar luar biasa. Akan terjadi kekacaun di kerajaan karna fitnah yg akan
di tebarkan pada seluruh pelosok istana Mughal. Dengan kedua kantung uang itu,
membuat sedikit keberanian prajurit itu bertambah. Tapi, apa yg akan terjadi
padanya jika Yang Mulia raja Jalal akan mengetahui kerja samanya ini? Pasti
kehidupan nya akan menjadi hari-hari yg menegangkan baginya. Ia akan menjadi
buronan kerajaan. Tapi, bukankah setelah menyelesaikan misinya ia akan segera
pergi meninggalkan Agra? Tidak akan ada yg tau tentang persembunyiannya. Ini
akan menjadi Sebuah keuntungan besar baginya.
“Baik Yang
mulia ratu. Akan saya lakukan segera.”
“Bagus.
Ini, ambilah. Jalankan tugasmu dgn baik. Jangan sekali kali membuatku kecewa
dgn mu.” ucap Ruqayah sambil memberikan sebuah gulungan surat pada prajurit
itu.
“Baik Yang
mulia ratu. Pranaam.” Prajurit itu pun meninggalkan ruangan Rukayah dgn membawa
sebuah gulungan surat, yg ia sendiri pun tidak tau apa isinya.
* * * * *
Jalal
sedang berjalan menuju Deewan E-Khaas, tiba-tiba seorang prajurit suruhan Ruqayah
tadi sengaja menabrak Jalal hingga surat yg ada di tangan nya pun terlempar
jatuh.
“Maaf Yang
mulia, aku tidak sengaja menabrak anda. Saat ini aku sedang terburu buru untuk
membawa surat ini.” ucap Prajurit itu sembari di ambilnya kembali gulungan
surat yg sempat terjatuh tadi.
Jalal
memandang gulungan surat yg tampak rapi itu. Penasaran sekali akan surat itu.
Apa isinya? Siapa pengirimnya? Dan untuk siapa surat itu di kirim? Kenapa
prajurit itu tampak tergesa gesa sekali hendak mengantar surat yg di bawanya
sampai pada tujuan? Pertanyaan-pertanyaan itu silih berganti mengganggu
konsentrasinya. Sementara dari atas jendela kamarnya, Ruqayah tersenyum penuh
kemenangan pada dirinya.
“Bagus.
Rencanaku berhasil.” bathin Ruqayah.
Jalal
merebut surat itu dari prajurit yg membawanya. “Pergilah. Surat ini aman
bersamaku.” ucap Jalal dengan tenang.
Prajurit
itu mengangguk, kemudian berlalu dari sana. “Surat apa ini?” gumam Jalal. Ia
merasa curiga dengan gulungan surat di tangan nya. Jalal membuka surat itu, dan
perlahan membacanya.
Salam
Paman Pratap,
Aku Jodha.
Aku tau tak lama lagi Jalal akan menyerang kerajaan Paman. Setelah membaca
surat dari ku ini, datang lah menemuiku di tempat biasanya, aku ingin
menyampaikan sesuatu tentang pertempuran itu.
Jangan
khawatir, aku selalu berada bersama mu, Paman. Setelah tinggal beberapa hari
disini, aku telah banyak mengetahui jalan rahasia untuk dapat memasuki istana.
Aku melakukan ini demi tanah Rajput. Aku benci penjajah rakus seperti Jalal.
Kalau paman ingin membunuhnya, aku pasti akan sangat senang sekali.
Jodha Bai.
* * * * *
Jalal
langsung membuang surat itu ke dalam tempat sampah. Rahangnya mengeras,
sementara gigi bergemelutuk menahan amarahnya. Perlahan tanpa di sadari,
seseorang telah memperhatikan gelagat anehnya sambil tersenyum menyeringai pada
dirinya.
“Aku tidak
percaya Jodha akan melakukan ini padaku. Apa yang membuatnya menghianatiku?
Berani sekali dia ingin membocorkan rahasia besar kerajaan suaminya sendiri,
pada musuh yang akan segera menyerang.” umpat Jalal.
Sementara
di kamarnya, Ruqayah juga telah mempersiapkan surat yang lain nya untuk Jodha.
Ia melakukan hal yang seperti prajurit tadi. Ruqayah memberikan dua kantung
uang emas pada prajurit dan menyuruhnya pergi sejauh mungkin dari Agra setelah
memberikan surat itu pada Jodha. Prajurit itu mengangguk, ia pun segera
melaksanakan perintahnya.
Tangan
terampil yang telah bertahun tahun membantu Jodha merias rambutnya, tampak
semakin memberikan sentuhan magic nya pada rambut hitam nan lurus itu. Tengah
asik ia berhias, seorang prajurit datang sambil membawakan sebuah bingkisan
besar berbentuk kotak.
Permintaan
Pertemanan
Lihat
Semua
Permintaan
Pertemanan
Sukma Wati
15 teman
yang sama
Hendri
Anax Mts
3 teman
yang sama
Rofingah
Adjah
29 teman
yang sama
Bersponsor
Buat Iklan
Bersponsor
تريد السفر إلى أستراليا؟
customs.gov.au
هل تريد السفر إلى أستراليا؟ لا سبيل إلى ذلك!
Bahasa
Indonesia · Privasi · Ketentuan · Kuki · Iklan · Pilihan Iklan
·
Lainnya
Facebook ©
2015
Kabar
Berita
Chusnianti
Diterbitkan
oleh Fitri Soniq · 9 jam ·
The
Princess In The War 36
By: Viona
Fitri
“Adab,
begum sahiba. Aku membawa bingkisan ini dari seseorang utusan Rajput. Aku tdk
tahu siapa yg mengirimnya untuk anda. Dia hanya menitipkan ini untukmu.”
Prajurit itu menyerah bingkisan yg di bawanya pd Jodha. Setelah itu, secara
diam-diam ia meletakkan surat itu di atas meja rias Jodha. “Saya permisi Yang
Mulia Ratu.” prajurit itu pun berlalu dari sana. Ia pergi mengendap endap dari
pintu belakang istana. Setelah mendapatkan uang & misinya selesai, maka tdk
akan aman baginya jika ia tetap tinggal lebih lama lg di Agra.
Jodha
menyuruh Moti keluar setelah selesai meriasnya. Perlahan di bukanya bingkisan
yg tertutupi kain berwarna biru tua itu. Beberapa perhiasan indah bertahtakan
permata yg berkilatan di padu dgn cahaya oranye sore, membuat kalung itu tampak
lebih berkilau & mengagumkan. Permata kecil yg gemilau itu membuat Jodha
merasa tak pernah jemu untuk menatap nya. Siapakah gerangan yg mengirim
perhiasan seindah itu padanya?
Jodha
melihat ada sebuah surat yg terselip di balik kain penutup tadi.
* * * * *
Jodha, aku
Surya. Kau masih ingat bukan dgn sepupu mu ini? Kado ini adlh kado untuk
pernikahan mu. Aku berharap kau berbahagia dgn suami mu. Walau jujur, aku masih
belum bisa melupakan dirimu. Tapi aku sangat berharap kau akan selalu
berbahagia & di karuniai banyak anak.
Aku ingin
bertemu dgn mu di perbatasan Rajput & Mughal. Datanglah kesana. Aku ingin
menemui mu sekali itu saja. Aku tdk tau, apa kita akan bisa bertemu lagi atau
tdk setelah pertempuran itu. Datanglah, aku sangat berharap bisa melihat mu
sekali saja, sebelum dentingan pedang beradu di medan perang.
Suryaban
* * * * *
Jodha
berpikir sejenak. Surya adlh sepupu nya. Apa tdk sebaiknya ia menemui Surya?
Selama ini Surya sudah sangat baik padanya. Tapi, bagaimana dgn Jalal? Dia
pasti akan sangat marah begitu kabar ini sampai ke telinga nya. Tapi, sebuah
hubungan keluarga tdk bisa di abaikan begitu saja. Surya pasti akan sangat
terluka jika Jodha tak datang untuk menemuinya.
Dalam
peperangan, yg kuat pasti akan menang. Tak pernah ada yg tahu kehendak tuhan.
Surya tdk tahu, apakah setelah peperangan itu ia akan tetap hidup atau tdk.
Lalu, apakah Jodha harus menolak permintaan seseorang yg akan segera meninggalkan
segalanya demi tanah airnya? Pikiran & hatinya terus saja berolok tak
menentu menyampaikan argumen berbeda masing-masing nya.
“Aku harus
menemui Surya. Dia adalah teman sekaligus sepupuku. Aku tidak boleh egois dgn
tidak datang menemuinya. Ia pasti telah menungguku. Tapi, Yang Mulia pasti akan
sangat marah jika aku mengatakan nya. Lalu, aku harus bagaimana?” tanya Jodha
pada dirinya sendiri. Ia berusaha berpikir dengan keras. Secara tak sengaja,
ekor matanya menampak pada sebuah surat lagi di atas meja riasnya.
“Ini,
surat siapa? Aku tidak tahu. Tapi, sepertinya prajurit tapi lupa membawanya.”
ucap Jodha.
Karena di
hantui dengan rasa penasaran, Jodha membuka gulungan surat itu.
* * * * *
Aku
memerintahkan mu untuk membunuh Pratap Sing dari pertempuran. Aku tidak ingin
keluarga Pratap ada satupun yang bisa lolos dari medan pertempuran itu. Bunuh
mereka semua untuk ku. Dengan begitu, Mughal akan mencapai kejayaan nya
kembali.
Kau tidak
perlu khawatir tentang upah jerih payahmu. Kalau kau berhasil, maka aku akan
memberikan berapa pun uang yang kau minta. Aku bukan nya tidak bisa membunuh
Pratap. Tapi aku telah terikat janji oleh seorang ratuku untuk tidak
membunuhnya. Aku tidak bisa mengingkari janjiku itu. Tapi aku yakin, kau bisa
melakukan nya untuk ku.
* * * * *
Surat itu
telepas dari genggaman tangan Jodha. Ternyata Jalal telah melakukan sebuah
konspirasi untuk membunuh paman nya. Itu sulit di percaya. Tapi surat itu telah
menjadi buktinya. Apa sebenarnya yang di inginkan oleh Jalal? Dia hanya berkata
bohong untuk mengelabuinya. Entah kebohongan apalagi yang akan di rencanakan
nya.
Mata Jodha
telah berkaca kaca dengan air mata. Ia harus segera bertemu Surya. Mereka harus
lebih berhati hati saat berhadapan dgn Jalal. Karena ternyata Jalal telah
menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh mereka. Paman Pratap adalah ayah Surya.
Mereka juga keluarga Jodha. Tak akan di biarkan olehnya siapa pun juga melukai
keluarganya. Jodha harus menyusun sebuah rencana, demi menyelamatkan Paman nya
dari pembunuh bayaran itu.
Tak perlu
waktu lama untuk memikirkan apa yg akan di lakukan selanjutnya. Jodha mengambil
mantelnya, & berjalan menuju istal kuda. Dari jendela kamarnya, Rukayah
heran mengapa Jodha berjalan ke arah istal kuda. Surat nya hanya berisi tentang
rencana Jalal yg telah menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh Pratap Sing,
lalu kenapa seperti tergesa gesa Jodha berjalan menuju istal? Dari atas sana,
Rukayah dapat melihat Jodha menunggangi kuda & mengendalikan nya menuju
pintu gerbang belakang istana. Tanpa di sadari, sepasang mata tajam pun,
memperhatikan kepergiaan Jodha dari lantai atas selasar istana.
~~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~~