Versi
Asli Chapter 29 - 33
By
Viona Fitri
Pagi itu
tampak mentari pagi yang mulai menyelinap masuk melalui ordeng kamar Jodha.
Keduanya masih tertidur sangat lelap setelah semalaman yang melelahkan dan
menguras banyak tenaga yang terserap. Seperti tidak terganggu dgn sorotan yang
surya yang terjatuh tepat di pelupuk mata mereka. Dalam kesejukan pagi buta yang
masih berembun, pelukan mereka saling memberi kehangatan satu sama lain.
Merasakan kehangatan yang menyeruak dan mengalir di setiap peredaran darah
mereka. Tiba-tiba seorang wanita berpenampilan seorang ratu, tanpa permisi
memasuki kamar mereka. Tapi keduanya sama sekali tidak merasa terganggu dan
masih tetap tertidur. Ratu itu terlihat sangat murka sekali melihat pemandangan
tak sedap di hadapannya. Suaminya dan ratu dasi itu sedang tidur bersama dgn
mesranya. Kemana pikiran Jalal bisa sedekat itu dengan seorang ratu yang hanya
di anggapnya sebagai dasi di istananya. Jalal benar-benar telah terjerumus dan
melesat jauh dari perkataannya sebelumnya.
“Jalal....”
ucap ratu itu lembut di telinga sang raja.
Jalal
menggeliat dan mengerjapkan matanya mulai memfokuskan padangannya yang masih
tampak buram. Dia melihat ke arah sumber suara. Telah berdiri ratu utamanya dgn
wajah tak menyenangkan di pagi hari yang sesejuk itu. “Ada apa Rukayah?” tanyanya
malas. Tangannya masih memeluk tubuh mungil Jodha yang berusaha ia sembunyikan
dari udara pagi yang sedikit dingin itu.
Mendengar
suara yang samar-samar terdengar, Jodha membuka matanya perlahan dengan berat.
Sepertinya ia sangat kelelahan bahkan mungkin masih ingin memejamkan matanya
lagi, untuk kembali di manjakan oleh buaian mimpi yang indah baginya. Dalam
tuntunan dewa malam kemarin, membuat dirinya masih ingin terlelap lebih lama
lagi. Begitu pandangannya telah jelas, di lihatnya seorang wanita tengah
berdiri sambil menatap tidak suka padanya. Jodha terkesiap dan segera bangkit
dari tidurnya. Kepalanya terasa berdenyut merasakan pusing yang beralasan
semalam. Bagian bawah tubuhnya pun terasa masih sangat nyeri dan mengilu. Tapi
ia tidak ingin membuat pertengkaran antar Jalal dan Ruqayah pagi itu. Jodha
turun dari ranjangnya sambil memberi salam pada ratu utama raja.
“Salam
ratu Ruqayah. Maaf tidak menyadari kehadiran anda disini.” ucap Jodha sedikit
di sertai nada penyesalan.
“Tidak
apa-apa ratu Jodha. Sepertinya kalian sangat tertidur pulas sekali. Benarkah
itu?” tanya Ruqayah dengan berat. Saat itu ia harus berusaha lebih mengikat
emosinya agar tidak tersembur di semabarang tempat. Apalagi Jalal berada di
ruangan itu dan terus saja mengawasi gerak geriknya.
“Benar
ratu Ruqayah.” jawab Jodha dengan jujur. Percuma saja kalaupun ia mengatakan
kebohongan, dari mata yang nampak berkantung itu sudah cukup menjadi jawaban
yang tepat dan tidak perlu di ragukan lagi.
“Ternyata
Yang mulia tidak datang ke ruanganku, karna datang menemui mu. Sebelumnya ia
tidak pernah mengingkari perkataannya, tapi sekarang dia paling hebat untuk
mencari alasan tepat mengingkari semua itu. Sejak kedatanganmu aku rasa Yang
mulia telah banyak berubah. Aku tidak tau entah racun apa yang telah kau beri
agar dia terus saja melekat denganmu.” ujar Ruqayah sinis dan penuh penekanan
dalam setiap ucapannya. Matanya tak henti-hentinya melemparkan tatapan
mematikannya pada Jodha.
Jalal juga
ikut beranjak dari tempat tidur dan menatap Ruqayah dengan tajam. Entah apalagi
yang akan di buat wanita itu untuk menaikkan emosinya ke permukaan. Sepertinya
bentakan kemarin tidak mempan sama sekali untuknya.
“Apa
maksud pertanyaanmu itu Ruqayah?” selidik Jalal.
“Tidak
ada. Kau tidak perlu sekhawatir itu hanya dengan pertanyaanku. Aku hanya
bertanya pada ratu Jodha. Dia sendiri.”
“Anda
membuatku bingung ratu Ruqayah. Aku tidak pernah meracuni apapun pada raja.”
jawab Jodha dengan nada tenang dan meyakinkan. “Kalau anda percaya dengan racun
yang bisa membuat seseorang bertekuk lutut, maka carilah racun itu. Buatlah
Yang mulia hanya akan selalu berada dalam setiap pelukan anda.” lanjutnya lagi.
“Ratu
Ruqayah cukup. Kau sudah menganggu ketenangan di pagi buta seperti ini. Jangan
membuatku emosi seperti kemarin lagi.” bentak Jalal. Jari telunjuknya ke arah
pintu keluar. Ruqayah menatap ke arah telunjuk itu yang mengarah pada pintu.
“Kau mengusirku
Jalal. Baiklah aku akan pergi tapi aku benar-benar tidak pernah bermaksud
seperti yang ada dalam pikiranmu. Salam...” Suara tangis Ruqayah tiba-tiba saja
pecah. Dari sudut matanya telah mengucur ribuan air mata kesedihannya. Jodha
tertegun menatap kejadian singkat itu. Setelah Ruqayah berlalu dari sana, Jodha
malah seperti marah pada Jalal. Ia segera mengejar ratu Ruqayah, tapi Jalal
mencegahnya.
“Sudahlah
ratu Jodha. Biarkan saja dia menyendiri dulu saat ini. Dia harus mulai berpikir
jernih tanpa emosi yang meliputinya.” kata Jalal sembari mencekal lengan Jodha
dan menatap mata bersalah itu di dalam manik mata coklatnya.
“Yang
mulia, apa yang kau lakukan? Kau mengusir ratu Ruqayah dari sini. Bagaimana
kalau ratu Ruqayah akan marah padamu? Tolong jangan menambahkan permasalahan
antar kau dan ratu Ruqayah yang akan membuat hubungan kalian menjadi renggang.
Bicaralah padanya, Yang mulia. Aku tidak ingin karna kehadiranku, kau dan ratu
Ruqayah mempunyai jarak jauh tak semestinya.” kata Jodha menasihati.
Jalal
hanya mengangguk angukkan kepalanya, tapi tak sedikitpun kata-kata itu akan ia
turuti. Ratu Ruqayah yang bersalah, lalu kenapa dia yang harus meminta maaf
padanya? Satu pelajaran yang akan menurunkan sedikit rasa arogansinya kepada
ratu lain yang juga berhak atas kasih sayang sang raja. Selama ini hanya dia
saja yang merasa paling di cintai oleh raja, itu pendapat masing-masing ratu
ketika raja mereka selalu bermalam dalam kamar ratu Ruqayah. Tapi setelah ini
ada ada berbeda pandangan mereka tentang raja. Mungkin akan ada sebagian dari
mereka yang akan berpandang bijak pada raja. Mereka sangat menantikan, dimana
mereka akan tidur dalam dekapan raja yang selalu menjadi teman berkhayal mereka
setiap malam.
“Ratu
Jodha, kau sendiri yang mengatakan padaku agar aku bersikap adil pada semua
ratuku. Sekarang aku telah melakukan itu, tapi kau malah tidak menyukaiku karna
mengacuhkan ratu Ruqayah. Lalu aku harus bagaimana?” tanya Jalal kebingungan.
Tangannya memegang pundak Jodha, sementara kening mereka saling bertautan.
Keduanya bisa merasakan nafas masing-masing yang menderu. Dan juga detak
jantung yang begitu sangat cepat berdetak seperti semalam, saat sesi cinta
mereka berlangsung.
“Aku hanya
merasa bersalah saja Yang mulia. Karna aku, ratu Ruqayah menangis seperti itu,
dan karna aku juga hubungan kalian menjadi....” spontan ucapan Jodha terhenti
saat jari telunjuk Jalal menempel di bibir ranum Jodha.
“Jangan
berkata apa-apa lagi ratu Jodha. Jangan terlalu menyalahkan diri sendiri. Aku
pasti akan menemui ratu Ruqayah setelah amarahnya sudah mulai mereda.” kata
Jalal menjelaskan. Jodha tersenyum seraya menurunkan jari telunjuk Jalal dari
bibirnya.
“Terimakasih
Yang mulia. Setelah ini, aku berharap kau tidak akan bersikap keras seperti
tadi lagi. Ratu Ruqayah pasti sangat terkejut saat kau membentaknya.” sahut
Jodha.
“Lalu, apa
hadiahku, hem? Apa aku tidak akan mendapatkan hadiah dari mu?” goda Jalal
sambil mendekatkan bibirnya lebih dekat lagi pada Jodha.
“Aku tidak
mempunyai apa-apa untuk di jadikan hadiah.” aku Jodha singkat. Matanya
terpejam, ketika di rasakan sapuan hangat di bibirnya melumatnya dengan lembut.
Kedua
saling bertautan dengan lembut tanpa hasrat. Mereka melakukannya dengan cinta,
bukan hanya melulu dengan nafsu yang harus di turuti kemauannya. Jodha
mendorong dada Jalal pelan takut menyinggung perasaannya yang sensitif itu.
“Sepertinya
hari sudah sangat siang Yang mulia. Aku telah berjanji akan menemui ratu Salima
dan Ammijan. Jadi aku harus bersiap-siap dulu. Salam...” ucap Jodha mohon diri
dari tempat itu. Jalal hanya tersenyum melihat tingkah Jodha yang masih sangat
canggung berhadapan dengannya. Padahal semalam mereka telah sama-sama berbagi
kenikmatan bersama. Untungnya Jodha tidak terlalu liar, sehingga tidak
meninggalkan sebuah bekas cupangan pun di sekitar tubuhnya.
Jodha
hanya menurut dengan apapun yang Jalal lakukan padanya. Ia hanya mendesah
sesekali saja, bila itu benar-benar menyakitkan baginya. Terkadang, Jodha juga
membalas aksi liar Jalal yang kerap meninggalkan bekas kiss mark di sekitar
leher dan pundaknya.
“Kau masih
saja malu-malu seperti itu ratu Jodha. Tapi itulah membuatku semakin tertarik
padamu. Semakin kau malu, maka rona merah pun semakin nampak di pipi mu. Kau
terlihat bertambah cantik dan menggemaskan.” bathin Jalal dengan senyum penuh
artinya.
* * *
* *
Setelah
bersiap dan rapi, Jalal segera memasuki kamar Ruqayah dengan resah. Apakah
kelakuannya sangat kasar pada Ruqayah? Begitu burukkah kata-kata yang ia
lontarkan pada Ruqayah? Gadis itu jarang sekali menangis dalam hidupnya. Dia
lebih sering membuat orang lain menangis dari pada dirinya sendiri. Tapi saat
ini, dia merasakan bagaimana menangis itu.
“Ratu
Ruqayah, apakah kau sudah makan?” tanya Jalal lembut sambil mencari posisi
duduk di sampingnya.
Ternyata
Ruqayah masih terisak, namun air matanya tidak sederas saat di kamar Jodha
lagi. Dia menatap Jalal sekilas dan kembali menunduk menekuri permadani di
lantai kamarnya. “Aku tidak perlu makan lagi. Kau saja yang makan.” jawabnya
singkat.
“Aku tidak
akan makan kalau kau tidak makan. Ruqayah, maafkan aku jika aku sudah bersikap
kasar padamu. Tapi jangan menangis seperti ini terus menerus. Cobalah kau lihat
pelayan mu yang tampak kecewa membawa kembali makanan mu itu. Apa kau tidak
kasihan melihat wajah kecewa mereka? Aku berjanji akan menyuapimu.” Janji Jalal
sambil berjalan ke arah pintu dan memanggil pelayan untuk membawakan makanan
kesukaan ratu Ruqayah.
“Baiklah.”
Ruqayah mulai membuka mulutnya. Perlahan Jalal mulai menyuapkan nasi beserta
lauk pauknya ke dalam mulut Ruqayah. “Kau sebelumnya tidak pernah membentak ku,
tapi tadi kau membentak ku. Kenapa?” tanya Ruqayah di sela makannya. Jalal
terdiam sejenak. Ia memikirkan jawaban apa yang harus di katakannya. Padahal,
jawaban itu sangat mudah baginya. Tapi mengungkap kan jawaban itu yang sangat
sulit, menurutnya. Jalal menimang apakah kata itu akan di lontarkannya atau
tidak?
“Aku saat
itu sedang emosi saja. Tolong jangan memasukkan kata-kata ku ke dalam hati. Aku
harap kau memahami suami mu ini.” jawab Jalal. “Owh iya Ruqayah. Aku ingin
mengatakan padamu. Bahwa mulai hari ini aku harus bisa membagi waktu ku dgn
ratu yang lain juga. Mungkin malam nanti aku akan tidur di kamar ratu Salima.
Begitu selanjutnya, ke kamar ratu-ratu ku yang lain.”
Ruqayah
memandang lekat pada mata Jalal. Lelaki itu juga membalas tatapan yang
menyelidik ke arahnya. “Aku pikir, mulai dari sekarang aku harus bisa memberikan
waktu ku pada ratu-ratuku.” ucap Jalal yang mulai memahami pikiran Ruqayah. “Benar
kata ratu Jodha, aku bukan hanya seorang raja, tapi aku juga seorang suami. Aku
tidak bisa bersikap tidak adil seperti ini pada istriku.”
“Jadi kau
berubah hanya karna ratu Jodha saja. Apakah matamu telah di butakan oleh
sandiwaranya saja, Jalal? Kau benar-benar sangat berubah. Baru beberapa minggu
ratu Jodha berada di istana ini, tapi sikapmu sudah sangat berubah dgn drastis.
Apa yang membuatmu sampai tergila gila padanya?” tanya Ruqayah heran.
“Kau
benar. Bahkan sangat tepat. Aku mulai berubah karenanya. Dia sangat berharga
bagiku. Aku baru menyadari itu, setelah dia meninggalkan ku. Dia benar, aku yang
salah.” Jalal tersenyum mengingat perkataan Jodha semalam. “Dia yang berkata
seperti itu padaku. Aku senang mempunyai ratu sepertinya. Dan aku lebih senang,
karena dia telah menjadi milik ku seutuhnya.”
Ruqayah
tercengang. Jalal sendiri yang mengatakan hal itu di depannya. Wajah tampan itu
bahagia dan bersinar. Ratu itu telah banyak merubah sikap Jalal. Itu bukan
sikapnya yang kejam dan keras. Dia telah berubah lembut dan melunak karna ratu
dasi itu.
Apa yang
membuatnya menjadi lebih menarik di mata Jalal? Ilmu atau mantra apa yang di
bacakan olehnya untuk menyingkap kekerasan hati Jalal, yang seorang raja kejam
itu? Ratu Jodha membuat hubungan antara dirinya dan Jalal menjadi renggang.
Jalal lebih sering menceritakan tentang ratu itu dari pada moment indah mereka yang
telah mereka lewati bersama. Mungkin ratu Jodha telah berjalan dua langkah
lebih cepat darinya, tapi kali ini ia tidak akan membiarkan dirinya kalah lagi.
Mulai saat ini ratu Ruqayah akan berjalan tiga langkah lebih cepat dari ratu
itu. Tak akan di biarkan Jalal jatuh pada pelukan wanita lain, selain dirinya.
Kedatangan
wanita itu dalam hidupnya, seperti badai besar yang meluluh lantakkan
segalanya. Sabarnya telah habis. Renca pun harus segera di mulai.
“Sekarang
makanan mu telah habis. Aku pergi dulu.” Jalal berlalu dari sana. Tak lama
setelah kepergiannya, seorang dasi mesuk dan mengambil nampan yang tadinya di
bawa Jalal.
* * *
* *
Di kamar
Hamida, Jodha sedang berbincang dengan ibu mertuanya itu. “Ratu Jodha, apa kau
ingin ikut dgn ibu ke kamar ratu Salima?” tanya Hamida. “Saat ini ratu Salima
sedang sibuk memperindah kamarnya. Raja akan bermalam dengannya malam nanti.
Ibu senang, Jalal sudah mulai memperhatikan ratu lainnya juga.”
Jodha
membelakkan mata indah kelincinya. Hatinya merasa senang akan perubahan Jalal
yang mau mengikuti sarannya. Raja akan mendapat pandangan baik dari para ratu.
Tapi kapan raja akan bermalam dengannya lagi? Ratunya mungkin ada beberapa
puluh orang, hanya selirnya yang terlalu banyak memenuhi seisi harem. Malamnya
akan terasa sepi tanpa kehadiran raja di kamarnya. Diam-diam Jodha merasa
menyesal telah memberikan saran seperti itu pada raja.
Sambil
berjalan berbarengan menuju kamar ratu Salima. Jodha tak banyak bicara pada
Hamida. Seharusnya ia tidak boleh egois. Ia memang menjadi istri terakhir raja.
Jodha akan sangat lelah menunggu, saat-saat raja memasuki kamar. Menunggu
membuatnya tidak bisa berpikir jernih dan tenang. Entah kapan waktunya akan
bermalam di kamarnya lagi.
“Selamat
datang ibu dan ratu Jodha. Maaf aku tidak bisa datang ke kamar ibu. Aku saat
ini tengah sibuk merias kamar ku. Raja akan datang kemari malam ini. Aku akan
merasa sangat tidak enak kalau kondisi kamar ku berantakkan.” ucap Salima
sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada.
“Tidak
apa-apa ratu Salima. Ibu bisa mengerti.” jawab Hamida sembari mendaratkan
pantatnya di sofa.
“Benar
ratu Salima. Aku juga merasa demikian. Setelah kau menghias kamarmu, raja pasti
akan lebih senang bermalam di ruangan mu.” kata raju Jodha membenarkan.
“Ratu
Jodha, aku pikir kau harus segera pindah kamar yang lebih besar lagi. Kamar mu
itu terlalu kecil.” saran Salima.
“Ratu
Salima, aku pikir itu tidak perlu. Aku senang dgn kamarku itu. Lagi pula, kamar
itu sudah lebih dari cukup untuk sekedar tidur disana.” ucap Jodha.
Pengumuman
kedatangan raja terdengar dari para prajurit yang berjaga. Salima, Jodha dan
Hamida memberi salam pd Jalal. Sejenak pandangannya menatap ke arah Jodha. Mata
mereka saling bertemu, dan menyapa dalam diam. Jodha merasa tersipu, begitu
menyadari pandangan lekat Hamida dan Salima, memandang jeli mereka berdua.
“Apa yang
kalian bicarakan tadi?” tanya Jalal yang mulai tertarik dgn obrolan ketiga
wanita itu. “Apakah kalian membicarakan tentang ku?”
“Kami
membicarakan tentang kamar ratu Jodha. Yang mulia, aku pikir kamar ratu Jodha
terlalu kecil. Aku ingin memberikan saran, untuk ratu Jodha pindah ke kamar
lain, yang lebih besar lagi. Tapi ratu Jodha menolaknya. Sepertinya anda harus
membujuknya untuk mau pindah dari kamar sekecil itu.” ujar Salima menjelaskan.
Jalal
hanya tersenyum. Ia seperti mengetahui alasan di balik tolakan itu. Kamar ratu
Jodha, adalah kamar yang paling dekat dgnnya. Mungkin saja, ia tidak ingin
berjauhan dgn dirinya. Itu pemikiran yang sangat terselubung dan hebat.
Sebenarnya, Jalal juga tidak ingin ratu Jodha pindah dari kamar itu. Karena
setelah kamarnya berjauhan, maka ia akan sulit menatap wajah cantik yang di
pujanya.
“Tidak
apa-apa ratu Salima. Aku mengerti dengan keputusannya.” jawab Jalal yang
membuat Salima sedikit terheran dgn jawaban itu.
“Ya,
baiklah. Aku tidak akan memaksa ratu Jodha untuk pindah dari kamarnya. Ratu
Jodha mungkin lebih merasanyaman di kamar itu.” sahut Salima.
“Yang
mulia, lihatlah kamar ini! Sangat indah bukan? Ratu Salima telah menyulapnya
menjadi sangat indah. Banyak bunga dimana mana. Aku merasa berada di sebuah
taman bunga saat ini.” puji Jodha.
Kata-katanya
kembali membuat tenggorokannya kering. Bodoh, kenapa harus mengatakan hal yang
bisa menyulut emosinya lagi? Membuat hatinya terasa panas dan tidak dapat
mengucapkan kata selanjutnya. Ratu Salima sudah di anggap sebagai saudara raja,
apakah ia harus merasa cemburu dgn hubungan mereka itu? Jodha menggelengkan
kepalanya.
“Maaf Yang
mulia, sepertinya aku harus segera kembali ke kamarku. Aku terlupa merapikan
mandir. Salam...” ucap ratu Jodha dgn mengatupkan kedua tangannya di depan
dada.
Langkahnya
menjadi tenang, tatkala ia telah menjauhi ruangan itu. Hatinya berusaha tidak
terbakar, namun sepertinya cinta untuk Jalal terlalu besar. Membuatnya merasa
tidaknyaman, bila melihat kedekatan raja bersama ratu lainnya. Jodha mengelak
telah mempunyai rasa pada raja. Entah kapan cinta itu telah tumbuh di hatinya.
Langkahnya mulai lebih damai, saat memasuki ruangannya.
Jodha
terduduk di tepi ranjang. Merapikan mandir, hanya sebuah alasannya saja. Agar
segera ia terbebas dari ruang yang berkabut di hatinya. Di kamarnya, peristiwa
semalam teringat kembali olehnya. Malam pertama yang membuatnya merasa terbang
merasakan setiap sentuhan Jalal.
Jodha
pasti akan sangat merindukan belaian tangan kekar itu. Lamunannya buyar, ketika
mendengar pengumuman kedatangan raja. Jodha cepat-cepat berjalan ke arah mandir
dan mengotak atik patung dewa krishnanya. Ia menggeser sedikit patung itu.
Berpura-pura tidak menghiraukan keberadaan Jalal di kamarnya. Jalal melepas
sepatunya dan duduk di tepi ranjang.
“Ratu
Jodha, apa kau sudah selesai merapikan mandir itu?” tanya Jalal yang sudah
membaringkan tubuhnya di atas ranjang Jodha.
“Belum.
Masih banyak yang harus ku lakukan.” sahut Jodha tanpa menoleh ke arah Jalal.
Mandirnya sebenarnya sudah rapi, tapi ia sedang malas berbicara apapun pada
Jalal.
“Tapi aku
kira, mandir dan patung dewa Krishna mu itu sudah tertata dgn rapi. Apalagi yang
ingin kau lakukan di situ? Hah, kau ingin menghindar dariku, bukan?” tanya
Jalal berusaha memancing Jodha untuk menoleh ke arahnya.
Jodha
tertegun. Jalal benar, sejak tadi mandir itu memang sudah rapi. “Aku sedang
ingin duduk menatap patung dewa Krishna.” sahut Jodha sekenanya.
“Untuk
apa?” tanya Jalal terheran.
“Tidak
ada. Aku sedang ingin saja. Ada apa Yang mulia datang kemari? Ini bukan
waktunya Yang mulia tiba di kamarku.”
“Tentu
saja aku datang kemari karena ingin menemui istri ku. Apa tidak boleh?”
“Boleh.”
jawab Jodha singkat.
“Ratu
Jodha, kemarilah! Berbaringlah di sampingku. Aku sangat ingin bercerita banyak
padamu.”
“Aku masih
ingin disini. Kau bisa tidur Yang mulia. Nanti, jika ada ratu yang mencarimu,
maka aku akan segera membangunkan mu.”
“Aku tidak
ingin tidur. Kemarilah sebentar saja. Bukankah kau akan mendapat pahala yang
lebih besar, jika mematuhi perintah suami mu dan melayaninya?”
Jodha akhirnya
mendekat pd Jalal ia duduk di sisi ranjang, di samping Jalal terbaring. Tatapannya
hanya ia edarkan keseluruh ruangan. Jemarinya bermain di di pangkuannya dgn
gelisah.
“Kau
kenapa ratu Jodha? Apa kau cemburu?” tanya Jalal yang telah memiringkan badannya
menghadap Jodha.
“Tidak
Yang mulia. Aku tidak cemburu sama sekali.” jawab Jodha dgn nada tenang.
“Kalau kau
tidak cemburu, lalu kau kenapa?” tanya Jalal lagi.
Jodha
terdiam. Ia kehabisan kata-kata untuk membalas setiap pertanyaan lagi. Moodnya
sedang tidak enak saat ini. Berulang kali tangannya tampak meremas sprei tempat
tidurnya keras-keras. Dadanya terasa sesak dan naik turun lebih cepat. Jalal
menggenggam tangan Jodha yang tengah meremas sprei tempat tidurnya keras.
“Kau
sedang cemburu ternyata. Kau juga tidak terlalu pintar untuk menyembunyikan
ekspresi mu itu dari ku.” Jalal duduk di samping Jodha. Ia memegang pundak
Jodha dan mencium aroma wangi dari rambutnya.
“Kalau kau
cemburu katakan saja.” bisik Jalal pelan di telinga Jodha.
Bisikan
pelan itu ternyata mampu menggetarkan tubuhnya. Terasa nafas hangat Jalal
berhembus dgn lembut di daun telinganya. Jodha ingin menepis tangan kekar
suaminya, ketika sepasang tangan itu berusaha melingkar posesif di pinggang
polosnya. Karna getaran itu, membuat Jodha seperti telah di buat untuk menurut
saja dengan perlakuan lembut suaminya.
“Jangan
cemburu pada ratu Salima ataupun ratuku yang lain. Ratu Salima sudah ku anggap
sebagai kakak ku. Aku tidak bisa berhubungan dengannya, karna aku menghormati
dan menghargainya.” bisik Jalal lagi.
Jodha
percaya dengan pernyataan itu. Tapi bagaimana dengan ratu yang lainnya. Apa
Jalal juga tidak akan menyentuh mereka?
“Aku
percaya kau menghormati ratu Salima. Tapi, bagaimana dgn ratu mu yang lain, apa
kau juga tidak akan menyentuh mereka? Aku yakin, kau akan tergoda pada mereka.
Semua ratumu cantik dan mempesona. Begitu melihatnya, kau pasti akan lupa
segala kata-katamu.” sela Jodha.
“Tidak
ratu Jodha. Aku hanya akan menyentuh ratu yang aku cintai saja. Aku memang
mengakui semua ratuku sangat menawan dan mempesona, tapi...” belum selesai
Jalal mengatakannya, Jodha berusaha berontak melepaskan tangan Jalal yang
melingkar di pinggangnya.
“Dengarkan
aku dulu ratu Jodha. Tapi kau itu lebih mempesona dari ratuku yang lain. Aku
tidak berbohong.” ucap Jalal berusaha memberi keyakinan pada Jodha.
Jodha
menghentikan usahanya, ia menoleh ke arah Jalal dan membelai wajahnya penuh
kasih. “Aku sulit percaya itu Yang mulia. Tapi kau adalah suami ku, aku harus
percaya pada suamiku.” sahut Jodha dengan nada pilunya. Ia tidak bisa percaya
akan apa yang di katakan Jalal, tapi sebagai seorang istri, ia mempunyai
kewajiban untuk mempercayai suaminya.
“Aku akan
menjaga hatiku ratu Jodha. Mulanya aku tidak tau tentang cinta. Tapi setelah
kau datang, aku baru mengerti tentang cinta. Hati ini seperti di penuhi oleh
luapan kegembiraan saat bersama mu. Kau mengenalkan ku dgn kelembutan. Aku
berterimakasih, kau telah mengembalikan hatiku.” Jalal menurunkan tangan Jodha
yang membelai wajahnya.
“Yang
mulia, kenapa kau masih berada di kamarku?” tanya Jodha.
“Aku
memang akan bermalam kesetiap ratuku secara bergantian. Tapi siang, aku bisa ke
kamar ratu manapun yang aku inginkan.”
Jodha
tersenyum mengerti. “Aku mengerti.”
Jalal
semakin mempererat pelukannya di pinggang polos itu. Ia membalikkan tubuh Jodha
dan membaringkannya perlahan. “Kau akan menjadi milik ku lagi.” ucap Jalal.
Jalal
mulai menindih tubuh Jodha dan menciumi setiap inci wajah istrinya yang cantik
itu. Bibirnya menyapu halus bibir Jodha. Sementara tangan Jodha melingkar di
atas leher, mendorong tengkuk Jalal, untuk memperdalam ciuman mereka. Jalal
melumat bibir itu tanpa ampun. Ia sedikit menggigit bibir bawah Jodha dan
melumatnya penuh gairah.
Baju
mereka telah tersingkap dari tubuh mereka. Setelah puas melumat bibir plum itu,
Jalal merambat turun menyusuri leher jenjangnya. Mengecup basah leher jenjang
itu, serta menggigitnya kuat-kuat. Jodha memekik menahan sakitnya. Jalal
tersadar begitu mendengan leguhan Jodha yang merintih. “Maaf.” katanya singkat.
Tangannya mulai bergerilya kemana mana.
Meremas
apapun yang berada di jangkauan tangannya. Memainkan bibirnya di bagian dada
Jodha. Ia semakin menggila mendengar desahan Jodha, ketika tangannya mulai
nakal memainkan bagian sensitifnya dengan sangat bernafsu sekali.
Setelah di
rasanya pemanasan itu telah cukup, Jalal mulai melakukan aksi puncaknya. Tangannya
memegang pundak Jodha, membuat wanita itu bisa lebih tenang dari malam
pertamanya. “Ah... Argh... Sudah...” ringkik Jodha, ketika Jalal telah berhasil
menguasi tubuhnya sepenuhnya. “Sabarlah sebentar...” ucap Jalal menahan
hasratnya.
Setelah
lama bergerumul di atas ranjang panas itu. Keduanya mencapai puncak bersamaan.
Keduanya juga saling menyebutkan nama satu sama lain, begitu keduanya merasakan
nikmat yang sangat memuaskan diri mereka. “Jalal... Owh...” desah Jodha menahan
kenikmatannya, Jalal mengecup bibir Jodha. “Hah... Terima kasih Jodha.” Jalal
terjatuh di samping tubuh Jodha. Mereka sangat lemas dan kelelahan. Bulir
keringat pun telah membanjiri tubuh polos mereka.
~~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~~