Deg deg....deg deg....deg deg....deg
deg...........
“Dev....jantung
ini biasa berdetak untukmu...jantung ini selalu memanggilmu.... detak jantungku
selalu seirama dengan detak jantungmu...... Tapi kau sekarang sudah tidak ada...
kenapa jantungku masih berdetak?..... Apa detaknya akan memanggilmu
kembali?....”
Jodha berdiri di depan makam Dev Rae
Ghavand. Kekasihnya yang sudah meninggal delapan tahun lalu. Sambil memegang
dadanya, dia merasakan irama detak jantungnya.
Dia meresapi kesunyian tempat ini.
Disini dia seakan bisa merasakan kembali kehadiran kekasihnya. Disini dia bisa
menceritakan semua keluh kesah hidupnya. Disini dia bisa merasakan ketenangan
luar biasa, jauh dari semua hiruk pikuk dan masalah yang tumpang tindih dalam
otaknya. Sejenak dia bisa melarikan diri dari semuanya.....
Kegiatan ini selalu dilakukannya
setiap peringatan hari kelahiran dan kematian Dev. Tidak terasa sudah delapan
tahun berlalu... Delapan tahun yang dilaluinya dalam kesendirian. Tidak pernah
bisa dan tidak ingin meninggalkan semua kenangannya bersama Dev. Ditutupnya
hati dan pikirannya untuk orang lain yang ingin menggantikan tempat Dev dalam
hidupnya.
“Dev...tepat hari ini delapan tahun
lalu...detak jantung kita mulai saling memanggil.... Apa kau masih ingat
bagaimana semuanya berawal?”
Februari 2006......
Sebuah bis sekolah menurunkan seluruh
penumpangnya di depan gerbang sekolah. Murid-murid berhamburan keluar dari
dalamnya. Termasuk seorang gadis cantik yang akan memulai hari pertamanya
sebagai siswa baru di Rideau Public Senior High Schol. Dia masuk pada tingkat
terakhir karena dia baru saja pindah ke kota ini bersama keluarganya.
Maura Jodha Varamjeed adalah nama
lengkapnya. Jodha memilik darah campuran Canada dan India. Ayahnya adalah
seorang staf atase perdagangan India yang baru diangkat jabatannya dan
ditugaskan ke Ottawa, sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga biasa.
Darah India-nya mengalir dari Ayahnya, begitupun nama Jodha adalah nama
pemberian dari keluarga Indianya yang sebagian besar tinggal di Andhra Pradesh.
Jodha turun dari bis, matanya
mengamati semua gerak-gerik siswa di sekolah itu yang nantinya akan menjadi
temannya. Dia merasa yakin dia akan mengalami petualangan yang menyenangkan di
tempat baru ini, seyakin langkah-langkahnya memasuki gerbang sekolahnya.
Hari-hari pertama di sekolahnya
dilaluinya dengan normal. Kehadirannya langsung menarik perhatian banyak
temannya. Kecantikannya yang eksotis dan kecerdasannya membuatnya menjadi gadis
populer dalam sekejap. Tercatat dia diterima sebagai anggota tim pemandu sorak
dan tim renang di sekolahnya. Kemampuan akademiknya juga cukup menonjol. Dan
yang paling membuat kagum adalah kemampuannya dalam bela diri taekwondo. Hanya
ada segelintir siswa perempuan yang memasukkan taekwondo sebagai olahraga
pilihannya.
Hari-hari tenangnya mulai terusik,
saat dia mulai mengenal Dev Rae Ghavand. Diantara teman-temannya Dev dikenal
sebagai anak pemberontak. Penampilannya yang urakan sering mendatangkan masalah
untuk dirinya sendiri. Meski begitu, dia cukup populer diantara teman-teman
wanitanya. Mungkin gayanya yang tidak sesuai aturan sekolah itu justru menjadi
daya tariknya.
Awal mula mereka bertemu adalah saat
Dev membuat seorang gadis yang kebetulan adalah temannya menangis. Jodha merasa
tidak terima atas perlakuan Dev pada temannya, hingga dengan emosi dia melabrak
Dev di depan siswa yang lain. Dev yang terpancing justru membalas kemarahan
Jodha dengan hampir menciumnya. Tapi sebelum dia sempat melakukannya, Jodha sudah
menjatuhkan tubuh Dev ke lantai dengan salah satu teknik taekwondo yang
dipelajarinya. Semua yang menyaksikannya terkesiap. Setelah itu, Jodha pergi
meninggalkannya.
Beberapa hari kemudian, Dev
mendatangi kelasnya. Jodha pikir dia datang untuk membuat keributan, ternyata
dia berniat minta maaf pada Jodha dan ingin berkenalan dengannya. Dengan acuh,
Jodha tidak menanggapi permintaannya. Jodha pikir, jika Dev diacuhkan maka dia
tidak akan lagi mengganggu Jodha dan temannya. Justru sebaliknya, aksi Dev semakin
gencar untuk menarik perhatian Jodha.
Suatu ketika, Dev mendatangi Jodha
saat berlatih bersama tim pemandu soraknya. Tanpa diduga dia mendatangi Jodha
di tengah latihan dan memasangkan sebuah tiara mainan ke atas kepala Jodha
sambil mengatakan kalau Jodha adalah ratu di hatinya yang berhasil menaklukkan
seluruh keangkuhannya. Jodha tidak menanggapinya.
Lain waktu Dev menghadang langkah
Jodha saat akan masuk ke dalam kelasnya. Di depan kaki Jodha, Dev membentangkan
sebuah handuk dan meletakkan sepasang sepatu kets di atasnya. Dia meminta agar
Jodha mau memakainya karena Dev tahu sepatu Jodha basah karena kehujanan saat
berlari hendak masuk ke gedung sekolah. Semua temannya menyorakinya membuat
Jodha sangat malu. Dilewatinya Dev tanpa berkata apa-apa.
Pernah juga Dev bergabung dengannya
saat mengikuti olahraga taekwondo. Dev memaksa menjadi tandem Jodha saat
berlatih. Awalnya Jodha menolak, tapi saat Dev menantangnya, Jodha tidak
tinggal diam. Mereka berdua menjadi sparring partner dalam latihan bertarung.
Menjalani enam babak pertarungan, skor mereka seri. Mereka masih ingin
melanjutkannya tapi pelatih melarangnya, karena keduanya sudah kelihatan
kehabisan tenaga. Saat itulah Jodha mulai memperhitungkan Dev.
Semua itu adalah saat-saat perjuangan
Dev menarik perhatian Jodha, belum termasuk tindakan-tindakannya yang berusaha
duduk semeja dengan Jodha di kantin, mengiriminya macam-macam hadiah ke
lokernya, mengunjungi kelasnya ataupun membuntutinya ke perpustakaan. Mulanya
Jodha merasa terganggu, tapi saat Dev tidak menampakkan dirinya satu hari saja,
Jodha merasa ada yang hilang dalam hidupnya.
Sebenarnya Dev adalah pria yang baik
dan menyenangkan. Dia juga setia kawan. Tapi penampilan dan tata bahasanya yang
urakan menjadikan dia dicap sebagai preman di sekolah. Catatan kenakalannya
yang sangat banyak membuatnya berulang kali diskors dari sekolah. Jodha juga
menganggap Dev seperti itu, karena itulah Jodha tidak pernah menganggap serius
semua perhatian Dev padanya. Jodha menganggap Dev bukanlah seseorang yang bisa
serius menjalani hidupnya.
Kegigihan Dev rupanya tidak sia-sia.
Jodha mulai luluh hatinya ketika dia secara tidak sengaja melihat Dev menghajar
segerombolan orang yang sedang memalak salah satu teman sekolahnya. Satu lawan
lima orang. Meski tidak seimbang, Dev berhasil mengusir mereka meski dia
sendiri babak belur. Jodha menawarkan diri mengantar Dev ke Rumah Sakit untuk
mendapatkan perawatan, tapi Dev menolaknya dengan alasan dia tidak ingin orang
tuanya tahu dia teribat dalam sebuah perkelahian. Mau tidak mau setelah melihat
luka dan memar di wajah dan tubuhnya, akhirnya Jodha lah yang mengobatinya.
Sejak hari itu, sikap Jodha pada Dev
mulai melunak. Jodha mulai bersedia duduk semeja dengannya, mengajak mengobrol
dan mulai bisa mengucapkan terima kasih dengan tulus atas semua hadiah yang
diberikan Dev. Puncaknya adalah saat Dev mengungkapkan perasaannya pada Jodha.
Saat itu ada acara panggung seni di sekolahnya. Kelas Dev mempersembahkan
sebuah pertunjukan operet mini dan Dev tampil sebagai salah satu pemainnya.
Jodha duduk manis sebagai penonton. Saat pertunjukan usai, tiba-tiba Dev
meloncat dari atas panggung, mengejutkan semua orang sambil membawa sebuah
bunga dan lolipop berbentuk hati, dan menghampiri tempat Jodha duduk. Jodha
berdiri dari tempat duduknya karena tidak menyangka atas tindakan Dev. Di
hadapan semua orang, Dev berlutut dengan satu kaki dan mempersembahkan bunga
dan lolipop di tangannya kepada Jodha.
Dev mengatakan bahwa dia sangat mencintai Jodha karena Jodha adalah
gadis pertama yang bisa mengimbangi kekuatannya. Dan Jodha mengatakan ya saat
Dev memintanya menjadi pacarnya dan calon istrinya di masa depan. Semua orang
disana bersorak melihat adegan itu.
Siapa yang menyangka, dibalik sikap
Dev yang urakan ternyata dia adalah pemuda dengan rasa kemanusiaan yang tinggi.
Bahkan Jodha pun tidak akan mengetahuinya seandainya dia bukan pacar Dev.
Pertama kali mengetahuinya saat Dev mengajak Jodha mengunjungi sebuah panti
asuhan. Disana Dev disambut sebagai seorang kakak yang sangat disayang oleh
semua anak penghuni panti. Ternyata Dev adalah salah satu donatur tetap dan
sukarelawan disana. Kemudian Dev mengajak Jodha ke sebuah panti jompo, sambutan
disana juga sama, mereka semua sangat menyayangi Dev seperti keluarga mereka
sendiri. Jodha terharu melihatnya.
Suatu ketika Jodha pernah
mempertanyakan alasan Dev sangat menyukai kehidupan di panti, dan Dev menjawab
karena dia bisa merasakan kehangatan kehidupan keluarga di kedua tempat itu.
Dev sangat kesepian di rumahnya sendiri karena dia anak tunggal dan kedua orang
tuanya sama-sama sibuk meski dia yakin orang tuanya sangat menyayanginya.
Sedangkan dana yang dia sumbangkan berasal dari hasil kerja sampingannya di sebuah
bengkel.
Jodha merasa sangat bersyukur dia
bisa mengenal seorang Dev Rae Ghavand dalam hidupnya. Seorang Dev yang awalnya
dia remehkan berubah menjadi inspirasi dalam hidup Jodha. Dan Jodha berjanji
akan selalu mendampingi Dev dalam setiap langkahnya karena Jodha sangat percaya
Dev akan memberikan kebahagiaan dalam hidupnya.
Agustus 2006..
Hari pertunangan Dev dan Jodha.
Setelah kelulusan keduanya dari Senior High School, Dev merancang pesta
pertunangan. Kedua keluarga besar mereka merayakan hari itu dengan penuh
kemeriahan. Dev telah berhasil meyakinkan keluarganya dan terutama keluarga
Jodha bahwa dia sangat serius menjalani hubungannya dengan Jodha. Hari itu
adalah hari paling membahagiakan dalam hidupnya. Seminggu setelah pesta
pertunangannya, semua kebahagiaan berbalik menjadi hari duka.
Hari Sabtu di bulan Agustus itu
menjadi hari kiamat bagi Jodha. Karena pada hari itu adalah hari saat Jodha
menerima berita terburuk dalam hidupnya. Kepergian Dev ke India dua hari
sebelumnya pada awalnya karena ingin mengunjungi neneknya dan keluarga besarnya
serta untuk memohon restu atas pertunangannya dengan Jodha. Namun ternyata itu
adalah kepergiannya untuk selamanya. Pada hari Sabtu kelabu di bulan Agustus
itu, bagai tersengat listrik bertegangan ribuan kilovolt, berita yang Jodha
terima adalah berita kematian Dev. Dia meninggal dalam sebuah kecelakaan.
Dunia Jodha serasa gelap gulita,
jangankan setitik cahaya, sinar matahari pun tidak bisa menembus kegelapannya.
Jodha marah pada takdir yang telah memisahkannya dengan Dev-nya yang tercinta.
Jodha marah kepada Tuhan karena tidak memberinya kesempatan mengucapkan salam
perpisahan kepada Dev. Jodha marah pada Dev karena telah melanggar janjinya
untuk selalu menjaga Jodha selamanya. Tidak ada airmata hanya kehampaan dan
kekosongan.
Saat hari pemakaman Dev, Jodha tidak
menangis. Wajahnya kosong seakan tidak ada kehidupan disana. Dia membeku, tidak
merespon siapapun. Tubuh dan hatinya mati rasa. Kehidupannya direnggut secara
tiba-tiba, tapi dia heran kenapa dia maih bernapas. Dev pernah berkata bahwa
detak jantung mereka telah menjadi satu. Yang satu berdetak untuk yang lain.
Baik orang tuanya sendiri maupun
orang tua Dev, tidak ada yang berhasil mengajaknya bicara. Jodha semakin
tenggelam dalam jurang kegelapan. Ada sedikit harapan yang akhirnya bisa
mengembalikan kesadarannya, yaitu saat dibacakannya surat wasiat terakhir dari
Dev. Dalam surat itu disebutkan bahwa Dev sangat mencintai Jodha dan dia ingin
selalu bersama Jodha. Bila keadaan tidak memungkinkan dan terjadi sesuatu yang
buruk pada dirinya, maka dia memohon kepada siapapun yang sedang berusaha
menyelamatkan nyawanya untuk menyelamatkan organ jantungnya. Dev akan
mendonorkan jantungnya pada siapapun yang membutuhkannya.
Surat wasiat itu mengejutkan semua
orang. Tidak satupun anggota keluarga yang mengetahui niat Dev untuk
mendonorkan jantungnya. Jodha seperti memperoleh harapannya kembali. Jantung
Dev ada di suatu tempat. Di dalam tubuh seseorang yang tidak dikenalnya. Tapi
jantung itu masih berdetak. Berarti Dev juga hidup di suatu tempat. Detak
jantung itu menunggu Jodha untuk membangunkannya kembali.
Saat ini....
“Dev, aku pernah kehilangan
harapan...aku pernah menyerah untuk menemukanmu.... tapi sepertinya Tuhan tidak
mau aku menyerah, karena itu Dia mengirimkan berita baik untukku... Aku
mendapatkan informasi kalau penerima jantungmu adalah seseorang yang tinggal di
Delhi, kota kelahiranmu. Aku tidak peduli dia laki-laki atau perempuan, yang
penting aku bisa menemukannya dan mendengarkan kembali detakmu... Dev, tetaplah
bersamaku.. Aku akan ke Delhi... Aku akan mencarimu...”
Jodha meletakkan setangkai mawar
merah dan sebuah lolipop di depan makam Dev. Dia menyentuh batu nisannya
sebentar, untuk mengucapkan salam perpisahan. Jodha enggan untuk pergi, tapi
jadwal keberangkatan pesawatnya tidak bisa ditunda lagi. Perjalanan ini adalah
yang pertama kalinya untuk Jodha.
Setelah kematian Dev, meski sambil
merangkak, Jodha akhirnya berhasil bangkit dari kegelapan. Dia melanjutkan
studinya kuliah di ilmu kedokteran. Ketertarikannya pada detak jantung
membuatnya ingin mendalami spesialisasi kardiovaskuler thoracic. Jodha berhasil
menyelesaikan studi teorinya dalam waktu enam tahun dan dilanjutkan dengan
prraktik profesinya selama dua tahun. Dia berniat meneruskan jenjang
pendidikannya hingga menjadi dokter spesialis bedah jantung. Bertepatan dengan
itu, informasi bahwa penerima donor jantung Dev adalah seorang pasien di Delhi
Medical International membawanya melamar sebagai residen di Rumah Sakit itu.
Jodha merasa inilah jalan yang akan
membawanya bertemu dengan pemilik baru jantung Dev. Terhalang oleh kode etik
kedokteran bahwa keluarga pendonor tidak boleh mengetahui informasi tentang
penerima donor membuat Jodha kesulitan melacaknya. Kasusnya akan berbeda jika
si penerima donor mengajukan permintaan untuk bertemu dengan keluarga
pendonornya. Jodha tidak mungkin menggantungkan harapan bahwa si penerima donor
akan mencari keluarga Dev. Karena itulah secara diam-diam Jodha mencari
informasi sendiri dengan bantuan beberapa seniornya di sekolah kedoteran.
Meski informasinya terbatas, tapi
Jodha tetap bersyukur. Setidaknya Jodha masih punya harapan. Kebetulan sekali
Delhi Medical International menyetujui permohonannya menjadi residen disana.
Sambil belajar, dia juga akan terus mencari informasi.
Pesawatnya mendarat pada malam hari
di New Delhi. Dengan taksi, Jodha langsung menuju ke Delhi Medical. Dia tidak
perlu menginap di hotel, pihak Rumah Sakit sudah menyiapkan asrama untuknya
selama dia menjalani pendidikannya disini.
Sesampainya di Rumah Sakit, Jodha
langsung menuju bagian administrasi untuk menanyakan letak asramanya. Dengan
mengikuti petunjuk yang diberikan, Jodha dengan mudah menemukan asramanya.
Gedung asramanya terletak disamping gedung utama Rumah Sakit. Ada lebih dari
dua puluh kamar di gedung itu dan sepertinya sudah hampir penuh terisi. Jodha
masuk ke salah satu kamar dan membukanya dengan kunci yang dibawanya.
Kamarnya cukup sederhana, hanya
berisi sebuah tempat tidur single bed, satu set meja tulis dan kursinya, lemari
wardrobe dan sebuah rak buku. Jodha bisa tinggal di sini dengan nyaman. Dia
bukanlah gadis manja yang suka menuntut kemewahan. Dev pernah mengajarkan
padanya bahwa dalam kesederhanaan, hal kecil bisa menjadi kunci kebahagiaan.
Yang perlu dilakukan Jodha sekarang adalah istirahat, karena besok, hari-hari
sibuknya akan langsung dimulai.
Keesokan paginya tepat pukul 9,
diadakan ceremonial sederhana menyambut dokter-dokter muda yang akan menjalani
pendidikan sebagai residen di Rumah Sakit ini. Sekilas Jodha menghitung
semuanya ada lima belas orang. Dari semuanya, ada satu orang yang menonjol dan
langsung menarik perhatiannya. Seorang pria sebayanya. Residen di bidang yang
sama dengannya. Penampilannya cukup mendominasi di antara semuanya. Tubuh
proporsional, kulit putih, wajah tampan di atas rata-rata, dan dengan senyuman
yang mampu meluluhkan hati banyak gadis. Jodha merasa pria itu sudah
memperhatikannya sejak dia datang tadi. Beberapa kali Jodha memergokinya sedang
menatap dirinya.
Usai ceremonial, pria itu langsung
menghampiri Jodha...
“Selamat pagi...kau di bidang yang
sama denganku, kan?”
“Sepertinya begitu.”
“Kuharap kita bisa bekerja sama.
Namaku Amar Ramshaad, panggil saja Amar...”
Dia mengulurkan tangannya dan mau
tidak mau Jodha menyambutnya..
“Namaku Maura Jodha
Varamjeed...panggil saja aku Jodha..”
“Jodha...aku akan sering memanggil
namamu..”
Amar tersenyum dan senyumnya itu
menular pada Jodha. Tanpa Jodha sadari, dia pun ikut tersenyum –‘Semoga
hari-hari yang akan kujalani di kota ini akan selalu menyenangkan—‘ harapan
Jodha dalam hati.
Karya: Tyas Herawati Wardani
***************