“Ambil
saja pakaian itu Jalal. Aku akan tetap bisa pergi dari sini.” Jodha berlari
keluar kamarnya dengan ligat. Ia tidak lagi memperhatikan beberapa pasang mata
yang terus saja menatap heran ke arahnya. Jalal segera mengejar Jodha yang
telah keluar dari gerbang istana. “Ke arah mana dia berlari tadi?” tanya Jalal
yang terlihat sibuk memikirkan arah yang di pilih Jodha untuk melarikan diri
darinya.
Beberapa
prajurit datang padanya dan menawarkan diri untuk ikut serta mencari ratu
Jodha. Jalal menolak dan menyuruh mereka semua kembali ke istana. Sementara
Syarifuddin mendapat peluang baru untuk segera mendapatkan Jodha menjadi
miliknya sepenuhnya.
Syarifuddin
mencari Jodha dgn arah yang berlawanan dgn Jalal. Di tengah hutan lebat itu,
Jodha sedang bersembunyi di balik rimbunan ilalang yang di tumbuhi oleh pohon
besar pula. Mendengar derap langkah kuda yang semakin dekat dengannya, Jodha
semakin gusar dan nafasnya naik turun tidak beraturan.
“Hah, aku
mendapatkannya. Ternyata dia sedang bersembunyi di balik ilalang itu. Ya
baiklah sayang, aku akan segera menjemputmu.” bathin Syarifuddin. Di
hadapannya, tampak rimbunan ilalang yang di sertai pohon besar yang berdiri
kokoh melindungi persembunyian Jodha.
Kudanya ia
tambatkan di sebuah pohon yang agak jauh dari tempat persembunyian Jodha.
Langkahnya seperti mengendap layaknya maling yang sedang mengawasi keadaan
sekeliling. “Untung saja kuda itu tidak mendekat. Sekarang aku aman.” desah
Jodha lega.
HAP...
Tiba-tiba
saja seseorang membekap mulutnya dari belakang sambil menghirup aroma wanginya
dari balik dupatta. Jodha berusaha berteriak, namun tidak membuahkan hasil
pula. Dalam keadaan seperti itu ia sulit untuk bersuara. “Ratu Jodha....
Akhirnya aku menemukanmu juga. Kau akan segera menjadi milikku sayang.
Hahaha...” tawa Syarifuddin penuh kemenangan. Tubuh Jodha ia tarik dengan
kasar, sehingga pergelangan tangannya penuh dgn bekas luka yang membiru.
Di ikatnya
tubuh Jodha di sebuah pohon besar dan mulai melakukan aksinya. Kali ini mulut
Jodha tidak di bekap dan mempermudahnya untuk berteriak meminta bantuan. “Tolong...
Jalal... Jalal tolong aku.” teriak Jodha menggelegar. Syarifuddin hanya
tersenyum saja menatap wajah Jodha yang memerah menahan segala umpatannya pada
Syarifuddin.
Samar
terdengar suara teriakkan seorang wanita meminta pertolongan dan menyebut
namanya. Suara itu berasal dari hutan yang berlawanan arah dengannya. Jalal
segera memutar kudanya dengan cepat dan mulai mendekat ke sumber suara. Tidak
jauh dari tempat kudanya menapak, tampak seekor kuda yang di tambatka di sebuah
pohon besar yang di tinggalkan pemiliknya. Jalal semakin mengepak tali kuda
lebih cepat lagi.
Syarifuddin
yang baru saja ingin melepaskannya tali pakaian Jodha merasa terkejut karna
kehadiran Jalal yang secara tiba-tiba.
Jalal
seperti mendapat kekuatan baru dan langsung berlari menghajar habis Syarifuddin
sampai babak belur. Syarifuddin tersungkur ke tanah dan tak mampu lagi untuk
bangkit. Jalal segera melepas ikatan tali yang mengikat tubuh Jodha. “Ingat
Syarifuddin, sekarang kau bukan lg seorang komandan. Kalau sampai kau berani
datang ke istana, maka bersiaplah mendapatkan hukuman mati dari ku.” teriak
Jalal marah.
Jodha
segera menghambur memeluk Jalal dan menangis di dadanya. “Apa yang dia lakukan
padamu ratu Jodha? Apa dia...” tanya Jalal yang merasa tercekat untuk mengatakan
pertanyaan selanjutnya. “Apa dia... Dia sudah menyentuhmu?”
Jodha
semakin terisak dan mempererat pelukannya. “Dia belum sempat melakukan itu
Jalal. Tapi aku sangat takut sekali.” jawab Jodha getir.
“Kau tdk
perlu takut lg. Sekarang aku ada bersamamu. Berjanjilah tdk akan meninggalkanku
lg!”
“Hiks...
Hiks... Hiks... Aku berjanji padamu.” balas Jodha pelan.
“Sebaiknya
kita kembali ke istana ratu Jodha. Ayo naiklah ke atas kuda bersamaku.” ajak
Jalal. Jodha mengangguk dan menaiki kudu
terlebih dahulu di susul Jalal setelahnya.
Sebelah
kanan tangan Jalal mengepak tali kuda, sementara tangan kirinya memeluk pinggan
Jodha erat, seakan tak menginginkan Jodha pergi darinya lg. Setelah menyadari
getaran aneh yang mulai merambat ke dlm hatinya, barulah saat ini cinta itu
tumbuh bersamanya. Jodha. Gadis itu sama kerasnya dgn Jalal. Jodha yang
membuatnya tersadar akan kekejamannya selama ini. Jalal mengangkat tangan Jodha
dan menyentuhkannya pd wajah Jalal. Ada gelenyar aneh yang mulai merasuki
keduanya. Wajah Jodha seketika menjadi merah
bagai kepiting rebus, sementaram matanya terpejam merasakan sensasi baru
yang menyeruak masuk ke dlm tubuhnya.
“Aku ingin
belajar mencintaimu. Apa kau mau juga belajar untuk mencintaiku? Kita akan
sama-sama belajar untuk saling mencintai. Kau mau?” tanya Jalal dgn mata
berbinar. Jodha mengangguk. “Aku juga mau. Tapi apa kau bisa mencintai
seseorang. Jika kau tdk mempunyai hati? Kau sering berlaku kejam padaku. Aku...”
Kata-kata Jodha langsung berhenti begitu Jalal mengecup bibirnya yang tampak
menggigil karna rasa takutnya. Jodhapun membalas ciuman itu dgn segenap
hatinya. Sampai keduanya merasa kehabisan oksigen untuk di hirup, mereka
barulah melepaskan ciuman mereka masing-masing. Jodha tersipu berat menyadari
kini dirinya sudah mulai mau membalas ciuman Jalal padanya. Dia tersenyum
sambil mengecup pipi Jalal hangat.
“Kau sudah
berani menggodaku sekarang ya ratu Jodha. Aku senang, kau mulai bisa
menerimaku. Aku juga akan berusaha menerimamu.” kata Jalal dgn seringai jahil.
Jodha
tersipu. “Aku akan belajar mencintaimu.” bisik Jodha pelan di telinga Jalal.
“Aku juga.”
sahut Jalal mesra.
Sesampainya
di halaman istana, tampak ibunya dan beberapa para ratu sudah menanti mereka
dgn tdk sabar disana. Jalal membantu Jodha turun dari kuda dan menghampiri
ibunya. “Salam ibu. Aku telah membawa pulang anak perempuanmu yang nakal ini.
Dia membuatku susah saja.” kata Jalal menggoda Jodha. Hamida tampak masih
terlihat emosi pada Jalal yang tdk bisa menjaga Jodha dgn baik. Wanita paruh
baya itu menarik Jodha dalam dekapannya dan menangis penuh haru karna
kepulangannya. “Untunglah kau kembali nak. Ibu sangat khawatir sekali padamu.
Kenapa kau pergi dari istana? Apakah Jalal menyakitimu sayang?”
“Tidak
ibu, Jalal adalah suami yang baik. Kami hanya mempunyai sedikit masalah saja.
Tapi masalah itu telah kami selesaikan. Tolong ibu tidak usah khawatir padaku.”
pinta Jodha.
Hamida
mengangguk dan melepas pelukan mereka. “Jalal, ibu tidak mau lagi kejadian
seperti ini terulang untuk kedua kalinya. Jaga istrimu baik-baik. Kau mempunyai
banyak istri yang harus kau jaga. Sekarang antarlah Jodha ke kamarnya.” tegas
Hamida. Jalal mengangguk dan menggandeng Jodha menuju kamarnya.
* * *
* *
Jodha
duduk di tepi ranjang, sementara Jalal berjongkok di hadapan Jodha sambil
menggenggam tangannya. “Aku berjanji kejadian seperti ini tidak akan terulang
kembali ratu Jodha. Kau harus percaya pada suamimu ini.” kata Jalal seraya
mencium jari jemari Jodha satu persatu. Rasanya baru kali ini Jalal sangat
bersikap lembut padanya. Jodha mengangguk. “Aku hanya akan menikah sekali
seumur hidupku. Dan kaulah orangnya yang akan menjadi masa depanku. Tadir telah
memilihmu untuk menjadi pendamping hidupku.”
Jalal
tersenyum dan beranjak duduk di samping Jodha. Ia menyeka buliran keringat yang
mengucur deras di dekat anak rambatnya. “Aku
akan berusaha menjagamu.” Jalal mengecup kening Jodha dan memeluknya erat.
Seakan semuanya yang terjadi sebelum itu tidak akan terpengaruh lagi olehnya.
Mereka akan membuka lembaran baru rumah tangga mereka dengan cinta mereka yang
perlahan mulai tumbuh diantara keduanya.
Ruqayah
hendak masuk ke kamar Jodha untuk
menyuruhnya kembali memijat kakinya. Tapi ketika tirai masuk menuju kamar Jodha
terbuka, Ruqayah langsung pergi dgn kesal.
~~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~~