Versi
Asli Chapter 23 - 25
By
Viona Fitri
Pagi itu
setelah Jodha melakukan poojanya, tampak ia terduduk di kursi meja rias sambil
termenung jauh entah kemana. Membayangkan tentang malam itu. Malam dimana Jodha
harus melihat sendiri dengan mata kepalanya bahwa suaminya tidur bersama istri
selain dirinya. Air matanya nyaris mengalir lagi membasahi pipi. Hatinya bagai
hancur berkeping karna kejadian yang telah merenggut segala kesenangan dari
hidupnya. “Hiks... Hiks... Sebegitu kuatkah aku melihat suamiku tidur bersama
istri lainnya selain diriku? Aku tidak pernah mengharapkan pernikahan seperti
ini. Menikah dengan seorang raja yang mempunyai banyak istri. Seorang raja
mungkin bebas melakukan apapun yang dia inginkan. Tapi seorang suami yang
beristri banyakpun harus membagi waktunya untuk istrinya yang lain lagi.
Hiks... Hiks... Hiks...” sesal Jodha dalam isakan nya. Tanpa di sadari, Jalal
sedari tadi sudah berada di ambang pintu dan mendengar semua perkataan Jodha.
Wanita itu terluka luar dalam karnanya. Menikah dengan seorang raja adalah
suatu impian, tapi mempunyai suami yang berpangkat sebagai raja dan mempunyai
banyak istri, bukanlah keinginannya.
Jalal
menyeka air mata Jodha yang mengalir di pipinya. Jodha mendongak dan tambah
terisak memandangi Jalal yang terlihat simpati padanya. Pria itu hanya menaruh
simpati untuknya, bukan cinta ataupun perasaan untuk menyayangi yang
sebenarnya.
“Kenapa
kau selalu saja menangis ratu Jodha? Tak bisakah kau tidak menangis untuk
sehari saja?” tanya Jalal yang menyeka air mata di pipi Jodha.
“Jalal,
tak bisakah kau menceraikan ku? Aku ingin hidup bebas tanpa bayangan ketakutan
setiap hari. Seorang dasi, tidak akan berarti apapun kan, bagi tuannya?” tanya
Jodha akhirnya. “Kalau kau tidak berusaha untuk mencintaiku, lalu untuk apa aku
tinggal di istana ini lebih lama lagi?”
Seorang
dasi datang ke kamar Jodha dengan menyampaikan sebuah pesan. “ Salam yang mulia
ratu Jodha, ratu Ruqayah memintaku untuk menyuruh mu segera menemui ratu
Ruqayah di kamarnya. Pranaam.” Pelayan itu kemudian berlalu setelah
menyampaikan pesannya.
Jodha
berpikir sejenak apa yang akan di lakukan ratu Ruqayah padanya. Sepertinya
Jodha tidak melakukan kesalahan apapun padanya. “Aku pergi dulu Jalal. Pranaam”
Jodha berlalu menuju kamar ratu Ruqayah, sementara Jalal juga tampak berpikir
keras apa yang akan di lakukan ratu Ruqayah pada Jodha.
Di kamar
ratu Ruqayah tampak tiduran sambil menyandar di kepala tempat tidur. Ia
tersenyum begitu Jodha telah memasuki kamarnya. “Salam ratu Ruqayah. Ada apa
kau memanggilku untuk datang menemuimu?” tanya Jodha perlahan.
“Kau
taukan ratu Jodha apa posisimu di Istana ini. Jalal hanya menganggapmu sebagai
seorang dasi. Bahkan, kau sendiri mendengarnya semalam. Lihatlah keningmu yang
terluka itu ratu Jodha, kau tau? Jalal benar-benar hanya menganggapmu seorang dasi
saja. Dia bahkan sudah mengatakan padaku beberapa kali. Dan aku tak bisa
melupakan hal itu.” kata Ruqayah dgn angkuh.
Jodha
terdiam. “Iya aku tau itu dan mendengarnya sendiri. Lalu apa yang kau inginkan,
sehingga kau memanggilku untuk datang kemari?”
“Karna kau
seorang dasi, jadi kau juga harus bekerja seperti seorang dasi di Istana ini.
Sekarang, pijatlah kakiku. Sudah lama aku tdk menyuruh dasi untuk memijatku.
Kau mengerti!” bentak Ruqayah kasar.
“Tapi,
aku...”
Ruqayah
menginterupsi perkataan Jodha yang belum sempat selesai itu. “Tidak ada tapi
ratu Jodha. Sekarang, lakukan saja perintahku.” kata Ruqayah kembali membentak.
Jodha
hanya mengangguk, lalu perlahan duduk di sebelah Ruqayah dan memijatnya pelan.
Air matanya sudah menggenang di pelupuk matanya. Ia bukan seorang dasi, ia juga
seorang ratu di istana itu. Lalu kenapa ada perbedaan antara dirinya dan ratu
Ruqayah?
Prajurit yang
berjaga di pintu masuk kamar Ruqayah memberi pengumuman masuknya raja. “Hosyiar...
Shahensa hai E- Hind taa srif la rahi hai.”
Jalal
memasuki ruangan dgn segala wibawanya. Ruqayah tersenyum senang. “Yang mulia,
kau untuk apa datang kemari?” tanya Ruqayah.
“Kau
sedang di pijat oleh ratu Jodha? Kenapa tdk dasi yang lain saja?” selidik Jalal
heran. Ruqayah lagi-lagi hanya tersenyum dan menjawab santai. “Kau yang telah
berkata bahwa ratu Jodha jugalah seorang dasi. Lalu, kenapa aku tdk meminta
bantuannya saja untuk memijat kakiku?”
Ruqayah
berdiri dan menarik Jalal untuk rebahan sepertinya. “Ratu Jodha, aku merasa
sedikit segar sekarang. Karna raja penguasa India ada disini, pijatlah kakinya
juga. Dia sudah lama tdk pernah di pijat seperti ini.” perintah Ruqayah tegas.
Jalal
sebenarnya ingin menolak itu, tapi Ruqayah menginterupsi perkataannya dan
menyuruh Jodha untuk segera memijatnya. Jodha mengangguk dan perlahan mulai
berjalan ke sisi tempat tidur yang lain dan mulai memijat kaki Jalal. Sejak
tadi matanya memang sudah nanar dgn air mata, saat ini air mata sudah mengalir
tanpa bendungan terjatuh di kaki Jalal. Jodha cepat-cepat membersihkan nya
lagi.
“Maaf aku tidak sengaja.” kata Jodha sambil
menyeka air matanya. “Ruqayah, aku harus bicara dulu dengannya.” izin Jalal
sambil menarik lengan Jodha dan membawanya keluar. “Ada apa? Apa aku melakukan
kesalahan lagi, hah? Aku lelah hidup di cekam seperti ini. Aku juga seorang
ratu, tapi kenapa aku di anggap sebagai dasi. Tak bisakah kau bersikap adil
juga padaku?” celetuk Jodha, begitu sampai di kamarnya.
“Ratu
Jodha, aku tidak memintamu untuk melakukan apapun layaknya dasi.” bantah Jalal.
“Ratu
Ruqayah sangat menganggap serius ucapanmu itu Jalal. Aku benar-benar seperti
seorang dasi disini. Lebih baik aku yang akan mengajukan perceraian padamu,
dari pada menunggu keputusanmu.” Jodha hendak melangkah menuju dewan e-khaas,
namun Jalal segera menghentikannya. “Kau tidak boleh melakukan itu ratu Jodha.”
cegah Jalal.
Jalal
menarik lengan Jodha dan menyentakkannya. Sehingga tubuh Jodha tertarik ke
belakang dan memeluk Jalal. Ia berusaha meronta, tapi Jalal malah semakin erat
memeluknya. “Lepaskan aku Jalal. Kau jahat sekali. Aku tidak ingin hidup
bersama mu lagi. Aku ingin pergi saja. Setidaknya, setelah kepergiaanku kau
masih bisa menguasai Amer.” kata Jodha lemah.
“Menangislah
ratu Jodha. Aku ingin menjadi penenang dalam tangismu. Tapi kenapa kau tidak
menangis? Tadi saat di kamar ratu Ruqayah kau menangis. Apa kau sudah mulai
mencintaiku dan cemburu pada ratu Ruqayah, hem?”
“Aku sudah
tidak ingin menangis lagi karna dirimu. Kau pasti sudah bosan mendengar
tangisanku. Sekarang, aku tidak akan menangis lagi karena dirimu.” Jodha
mendorong dada Jalal.
Ia
berjalan menuju lemari pakaiannya dan mengambil beberapa pasang pakaian untuk
di bawanya pergi dari sana. “Aku akan segera pergi dari hidupmu. Kau pasti akan
bahagia karna aku sebentar lagi akan meninggalkan istanamu. Tidak akan ada lagi
istri mu yang cengeng seperti ku.” Jodha merapikan pakaian satu persatu sambil
di susun di sebuah kain besar untuk membungkus pakaiannya. “Kau tidak boleh
pergi dari sini ratu Jodha. Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi.” kata
Jalal merampas bungkusan kain itu dari Jodha.
“Ambil
saja pakaian itu Jalal. Aku akan tetap bisa pergi dari sini.” Jodha berlari
keluar kamarnya dengan ligat. Ia tidak lagi memperhatikan beberapa pasang mata
yang terus saja menatap heran ke arahnya. Jalal segera mengejar Jodha yang
telah keluar dari gerbang istana. “Ke arah mana dia berlari tadi?” tanya Jalal
yang terlihat sibuk memikirkan arah yang di pilih Jodha untuk melarikan diri
darinya.
Beberapa
prajurit datang padanya dan menawarkan diri untuk ikut serta mencari ratu
Jodha. Jalal menolak dan menyuruh mereka semua kembali ke istana. Sementara
Syarifuddin mendapat peluang baru untuk segera mendapatkan Jodha menjadi
miliknya sepenuhnya.
Syarifuddin
mencari Jodha dgn arah yang berlawanan dgn Jalal. Di tengah hutan lebat itu,
Jodha sedang bersembunyi di balik rimbunan ilalang yang di tumbuhi oleh pohon
besar pula. Mendengar derap langkah kuda yang semakin dekat dengannya, Jodha
semakin gusar dan nafasnya naik turun tidak beraturan.
“Hah, aku
mendapatkannya. Ternyata dia sedang bersembunyi di balik ilalang itu. Ya
baiklah sayang, aku akan segera menjemputmu.” bathin Syarifuddin. Di
hadapannya, tampak rimbunan ilalang yang di sertai pohon besar yang berdiri
kokoh melindungi persembunyian Jodha.
Kudanya ia
tambatkan di sebuah pohon yang agak jauh dari tempat persembunyian Jodha.
Langkahnya seperti mengendap layaknya maling yang sedang mengawasi keadaan
sekeliling. “Untung saja kuda itu tidak mendekat. Sekarang aku aman.” desah
Jodha lega.
HAP...
Tiba-tiba
saja seseorang membekap mulutnya dari belakang sambil menghirup aroma wanginya
dari balik dupatta. Jodha berusaha berteriak, namun tidak membuahkan hasil
pula. Dalam keadaan seperti itu ia sulit untuk bersuara. “Ratu Jodha....
Akhirnya aku menemukanmu juga. Kau akan segera menjadi milikku sayang.
Hahaha...” tawa Syarifuddin penuh kemenangan. Tubuh Jodha ia tarik dengan
kasar, sehingga pergelangan tangannya penuh dgn bekas luka yang membiru.
Di ikatnya
tubuh Jodha di sebuah pohon besar dan mulai melakukan aksinya. Kali ini mulut
Jodha tidak di bekap dan mempermudahnya untuk berteriak meminta bantuan. “Tolong...
Jalal... Jalal tolong aku.” teriak Jodha menggelegar. Syarifuddin hanya
tersenyum saja menatap wajah Jodha yang memerah menahan segala umpatannya pada
Syarifuddin.
Samar
terdengar suara teriakkan seorang wanita meminta pertolongan dan menyebut
namanya. Suara itu berasal dari hutan yang berlawanan arah dengannya. Jalal
segera memutar kudanya dengan cepat dan mulai mendekat ke sumber suara. Tidak
jauh dari tempat kudanya menapak, tampak seekor kuda yang di tambatka di sebuah
pohon besar yang di tinggalkan pemiliknya. Jalal semakin mengepak tali kuda
lebih cepat lagi.
Syarifuddin
yang baru saja ingin melepaskannya tali pakaian Jodha merasa terkejut karna
kehadiran Jalal yang secara tiba-tiba.
Jalal
seperti mendapat kekuatan baru dan langsung berlari menghajar habis Syarifuddin
sampai babak belur. Syarifuddin tersungkur ke tanah dan tak mampu lagi untuk
bangkit. Jalal segera melepas ikatan tali yang mengikat tubuh Jodha. “Ingat
Syarifuddin, sekarang kau bukan lg seorang komandan. Kalau sampai kau berani
datang ke istana, maka bersiaplah mendapatkan hukuman mati dari ku.” teriak
Jalal marah.
Jodha
segera menghambur memeluk Jalal dan menangis di dadanya. “Apa yang dia lakukan
padamu ratu Jodha? Apa dia...” tanya Jalal yang merasa tercekat untuk mengatakan
pertanyaan selanjutnya. “Apa dia... Dia sudah menyentuhmu?”
Jodha
semakin terisak dan mempererat pelukannya. “Dia belum sempat melakukan itu
Jalal. Tapi aku sangat takut sekali.” jawab Jodha getir.
“Kau tdk
perlu takut lg. Sekarang aku ada bersamamu. Berjanjilah tdk akan meninggalkanku
lg!”
“Hiks...
Hiks... Hiks... Aku berjanji padamu.” balas Jodha pelan.
“Sebaiknya
kita kembali ke istana ratu Jodha. Ayo naiklah ke atas kuda bersamaku.” ajak
Jalal. Jodha mengangguk dan menaiki kudu
terlebih dahulu di susul Jalal setelahnya.
Sebelah
kanan tangan Jalal mengepak tali kuda, sementara tangan kirinya memeluk pinggan
Jodha erat, seakan tak menginginkan Jodha pergi darinya lg. Setelah menyadari
getaran aneh yang mulai merambat ke dlm hatinya, barulah saat ini cinta itu
tumbuh bersamanya. Jodha. Gadis itu sama kerasnya dgn Jalal. Jodha yang
membuatnya tersadar akan kekejamannya selama ini. Jalal mengangkat tangan Jodha
dan menyentuhkannya pd wajah Jalal. Ada gelenyar aneh yang mulai merasuki
keduanya. Wajah Jodha seketika menjadi merah
bagai kepiting rebus, sementaram matanya terpejam merasakan sensasi baru
yang menyeruak masuk ke dlm tubuhnya.
“Aku ingin
belajar mencintaimu. Apa kau mau juga belajar untuk mencintaiku? Kita akan
sama-sama belajar untuk saling mencintai. Kau mau?” tanya Jalal dgn mata
berbinar. Jodha mengangguk. “Aku juga mau. Tapi apa kau bisa mencintai
seseorang. Jika kau tdk mempunyai hati? Kau sering berlaku kejam padaku. Aku...”
Kata-kata Jodha langsung berhenti begitu Jalal mengecup bibirnya yang tampak
menggigil karna rasa takutnya. Jodhapun membalas ciuman itu dgn segenap
hatinya. Sampai keduanya merasa kehabisan oksigen untuk di hirup, mereka
barulah melepaskan ciuman mereka masing-masing. Jodha tersipu berat menyadari
kini dirinya sudah mulai mau membalas ciuman Jalal padanya. Dia tersenyum
sambil mengecup pipi Jalal hangat.
“Kau sudah
berani menggodaku sekarang ya ratu Jodha. Aku senang, kau mulai bisa
menerimaku. Aku juga akan berusaha menerimamu.” kata Jalal dgn seringai jahil.
Jodha
tersipu. “Aku akan belajar mencintaimu.” bisik Jodha pelan di telinga Jalal.
“Aku juga.”
sahut Jalal mesra.
Sesampainya
di halaman istana, tampak ibunya dan beberapa para ratu sudah menanti mereka
dgn tdk sabar disana. Jalal membantu Jodha turun dari kuda dan menghampiri
ibunya. “Salam ibu. Aku telah membawa pulang anak perempuanmu yang nakal ini.
Dia membuatku susah saja.” kata Jalal menggoda Jodha. Hamida tampak masih
terlihat emosi pada Jalal yang tdk bisa menjaga Jodha dgn baik. Wanita paruh
baya itu menarik Jodha dalam dekapannya dan menangis penuh haru karna
kepulangannya. “Untunglah kau kembali nak. Ibu sangat khawatir sekali padamu.
Kenapa kau pergi dari istana? Apakah Jalal menyakitimu sayang?”
“Tidak
ibu, Jalal adalah suami yang baik. Kami hanya mempunyai sedikit masalah saja.
Tapi masalah itu telah kami selesaikan. Tolong ibu tidak usah khawatir padaku.”
pinta Jodha.
Hamida
mengangguk dan melepas pelukan mereka. “Jalal, ibu tidak mau lagi kejadian
seperti ini terulang untuk kedua kalinya. Jaga istrimu baik-baik. Kau mempunyai
banyak istri yang harus kau jaga. Sekarang antarlah Jodha ke kamarnya.” tegas
Hamida. Jalal mengangguk dan menggandeng Jodha menuju kamarnya.
* * *
* *
Jodha
duduk di tepi ranjang, sementara Jalal berjongkok di hadapan Jodha sambil
menggenggam tangannya. “Aku berjanji kejadian seperti ini tidak akan terulang
kembali ratu Jodha. Kau harus percaya pada suamimu ini.” kata Jalal seraya
mencium jari jemari Jodha satu persatu. Rasanya baru kali ini Jalal sangat
bersikap lembut padanya. Jodha mengangguk. “Aku hanya akan menikah sekali
seumur hidupku. Dan kaulah orangnya yang akan menjadi masa depanku. Tadir telah
memilihmu untuk menjadi pendamping hidupku.”
Jalal
tersenyum dan beranjak duduk di samping Jodha. Ia menyeka buliran keringat yang
mengucur deras di dekat anak rambatnya. “Aku
akan berusaha menjagamu.” Jalal mengecup kening Jodha dan memeluknya erat.
Seakan semuanya yang terjadi sebelum itu tidak akan terpengaruh lagi olehnya.
Mereka akan membuka lembaran baru rumah tangga mereka dengan cinta mereka yang
perlahan mulai tumbuh diantara keduanya.
Ruqayah
hendak masuk ke kamar Jodha untuk
menyuruhnya kembali memijat kakinya. Tapi ketika tirai masuk menuju kamar Jodha
terbuka, Ruqayah langsung pergi dgn kesal.
~~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~~