Versi
Alsi Chapter 15 - 19
By
Viona Fitri
Sesampainya
di halaman istana Agra, tampak beberapa orang anggota dewan dan keluarga
menanti mereka menuju kerajaan Mughal. Seorang wanita paruh baya terus saja
menatap ke arah tandu menanti seseorang dari dalam tandu itu keluar. Jalal
turun terlebih dulu dari kudanya dan berjalan menuju tandu menghampiri Jodha. “Ini
adalah rumah baruku. Aku tidak tau apakah aku akan mendapat ketenangan atau
tidak disini. Yeh iswar... Bantulah aku untuk menjadikan diriku seperti karang
di pantai, yang walaupun terhantam ombak, tak akan ada yang bisa memecahkannya.”
Bathin Jodha.
Jalal
mengulurkan tangannya pada Jodha, sejenak di tatapnya tangan Jalal yang sangat
dekat dengannya. Jodha menggapai tangan Jalal dan bergandengan menuju
orang-orang yang tengah berkumpul di halaman Istana. Pertama kali yang
menyambutnya adalah seorang wanita paruh baya yang tersenyum menatapnya sejak
tadi dari dalam tandu. Wanita itu pun kini masih memancarkan senyuman indahnya,
meski umurnya sudah tergolong tua. Keriput di wajahnya hanya sedikit terlihat,
dan matanya memancarkan kebahagiaan baru begitu melihatnya. Jodha pun tersenyum
membalas senyum tulusnya.
“Selamat
datang ratu Jodha di kerajaan Mughal. Kau adalah istri terakhir Jalal yang di
nikahinya secara resmi. Subhanallah... Kau begitu cantik sekali.” puji Hamida.
Seorang pelayan membawakan nampan ritual untuk menyambut kedatangan Jodha
sebagai keluarga baru kerajaan Mughal. Tak jauh dari wanita paruh baya itu
berdiri, seorang wanita muda yang kira-kira sedikit lebih tua dari nya, menatap
Jodha dengan rasa kagumnya. Sementara di samping wanita itu, telah berdiri
seorang ratu yang tampaknya ratu kepala Harem, yang menatap sinis ke arahnya.
Jodha mengangguk sembari tersenyum tipis padanya. Wanita itu pun mengangguk,
namun seringai kejamnya masih tampak jelas dari wajah cantiknya.
“Ratu
Jodha, aku adalah ibu mu sekarang. Kau telah menikah dengan anakku Jalal, dan
menjadi istrinya. Di sampingku, ada juga ratu Salima dan sampingnya lagi adalah
ratu Ruqayah. Dia adalah istri pertama Jalal. Aku berharap kalian akan hidup
rukun satu sama lain.” kata Hamida memperkenalkan. Jodha mengangguk dan
menyentuh kakinya.
“Salam
ibu. Aku senang bisa tinggal bersama kalian di sini.” balas Jodha dengan
menangkupkan kedua tangannya di depan dada. Hamida tersenyum dan memberi berkat
pada Jodha.
“Jalal,
sekarang antarlah ratu Jodha ke kamarnya. Ibu akan segera menemuinya nanti.”
kata Hamida sambil berlalu dengan meninggalkan seuntai senyumnya. Semua ratu
dan anggota dewanpun ikut terhenyak dari barisan masing-masing.
“Jadi kau
sekarang sudah siap untuk menjadi seorang dasi di kerajaan Mughal ini? Kalau
kau tidak ingin menghabiskan sisa hidupmu untuk menjadi seorang dasi, maka
pergilah sekarang dari sini. Aku berjanji tidak akan mencari mu.” tanya Jalal
dengan nada tegas. Ia seperti serius tengan ucapannya barusan. Matanya menatap
dalam ke manik mata Jodha yang tampak redup tanpa bayangan di sekelilingnya.
Jodha
tercekat mendengar penuturan Jalal tadi. Kenapa lelaki itu benar-benar
menginginkannya menderita? Apa sekarang salahnya? Amer telah menjadi daerah
kekuasaan Mughal. Lalu, apalagi yang kurang dari itu. Jodha menatap Jalal
intens. Tatapan mereka bertemu dan saling bercerita.
“Aku tidak
bisa meninggalkan suamiku apapun yang terjadi. Aku tidak peduli dia akan menyakitiku
atau tidak. Tapi aku telah berjanji pada dewa untuk selalu berada di sampingmu
sampai kapanpun itu. Kalau kau ingin mengusirku dari Istanamu, maka ya, aku
akan pergi sekarang juga. Perintah mu adalah kewajiban dari ku. Sekarang,
katakan padaku, apa kau menginginkan aku pergi selamanya dari hidupmu?” Jodha
balik bertanya. Jalal tertegun menatap mata Jodha yang telah nanar dengan air
mata. Entah kapan penderitaan dalam hidupnya itu akan berakhir. Ayahnya telah
meninggal dalam pertempuran. Kedua Bhaisanya saat ini berada jauh darinya.
Tiada tempat untuk mengaduhkan segala keluh kesah dalam hatinya. Suaminya yg
telah meletakkan sindoor di belahan rambutnya, hanya akan melukai hatinya
selama ia menjadi istrinya. Tidak ada yg bisa di harapkan lg dari itu.
“Aku tdk
ingin kau pergi meninggalkanku. Kalau sampai itu terjadi maka kerajaan Mughal
akan menanggung malu yg besar. Kau tdk boleh meninggalkanku ataupun kerajaan
ini.” Jelas Jalal yg kemudian menggandeng tangan Jodha menuju sebuah kamar ratu
kosong yg berhadapan tepat di depan kamarnya.
* * *
* *
“Sekarang
kau lebih baik beristirahat dulu. Aku tdk akan mengganggu kau istrirahat.”
Jalal mendudukan Jodha di tepi ranjang tempat tidurnya. Kamar itu lebih
sederhana di bandingkan dgn kamar para ratu dan selir yg dilaluinya tadi.
“Jalal aku
tdk masalah tinggal di kamar seperti ini. Tapi bisakah kau memenuhi satu
permintaanku saja kali ini. Karna aku tau, setelah itu kau tdk akan pernah lagi
ingin melihatku.” kata Jodha serak. Jalal mendengar perkataan itu dgn seksama.
Jalal
berbalik dan duduk di samping Jodha. Ia menatap lekat wajah Jodha yang tampak
mendung itu. Ia melihat air mata yang telah sukses mengalir membasahi pipi
mulusnya. Jodha menatap ke samping ke arah Jalal. Dia menggenggam tangan Jalal
erat seperti meminta suatu ketenangan darinya. Sulit rasanya untuk
mengungkapkan kata yang telah ia rangkai sebelumnya. Begitu tangannya
menggenggam tangan Jalal, desiran halus mulai menyebar ke seluruh nadinya.
Jodha sejenak memperhatikan wajah Jalal dan menghela nafasnya berat.
“Aku ingin
meminta suatu permintaan saja padamu. Jalal... Aku... Aku ingin ketika Bhaisaku
datang untuk menemuiku... Tolong bersikaplah baik pada mereka. Bersikaplah
seolah hubungan kita baik-baik saja. Aku tidak tau apa yang mereka rasakan,
ketika mereka mengetahui kalau aku disini hanya akan menjadi seorang dasi.”
pinta Jodha lemah. Air matanya menetes deras tanpa bendungan. Ia mengambil
tangan Jalal dan mencium tangannya lama. Gadis ini benar-benar tidak main-main
dengan ucapannya. Gadis ini memang sangat berharap penuh padanya.
“Aku akan
memenuhi permintaanmu itu ratu Jodha. Tapi aku juga akan akan meminta satu
permintaan padamu. Kau mau mengabulkan permintaanku?” tanya Jalal yang
menyetujui permintaan Jodha tadi. Jodha segera mengangguk pasti dan melepaskan
genggamannya dari tangan Jalal.
“Aku ingin
malam ini kau tidur bersamaku di kamarku. Ibuku pasti akan sangat kecewa kalau
dia tau hubungan kita tidak seperti yang dia bayangkan. Ammijan pasti akan
sangat terluka karna ku.”
Jodha
terdiam dan mulai mencoba memahami perkataan Jalal tadi. “Kau menghormati
ibumu? Ku kira kau tidak bisa menghormati orang lain selain dirimu sendiri.”
“Apa kau
memancing emosiku ratu Jodha?” Jalal bertanya dengan nada mengintimidasi. Jodha
cepat-cepat tersenyum untuk membuat Jalal segera meredakan emosinya.
“Aku tidak
bermaksud berkata seperti itu padamu. Kau mau memaafkan ku?” tanya Jodha dengan
senyumnya.
Jalal juga
ikut tersenyum dan mencium kening Jodha sejenak. Jodha terkejut dan langsung
memegang keningnya bingung. “Apa aku tidak boleh mencium istri baruku?”
“Kenapa
kau tidak meminta izin padaku terlebih dahulu?” tanya Jodha sambil cemberut.
Jalal
malah semakin terlihat gemas memandangi wajah cantik Jodha yang mulai memerah
bagai kepiting rebus itu. “Aku bahkan bisa melakukan apapun padamu saat ini
juga.” Jalal kali ini mendaratkan bibirnya perlahan di pipi kanan Jodha yang
memerah. Jodha langsung berdiri dan menatap kesal pada Jalal.
“Kau ini
kenapa menciumku terus menerus, hah? Sudah ku bilang jangan menyentuhku. Huh...”
geram Jodha sambil merengut pada Jalal.
“Lain kali
kalau kau tertidur maka aku akan mencuri kesempatan lebih banyak lagi dari
sekarang.” Kata Jalal menggoda.
Jodha
merasa jengah dan langsung keluar meninggalkan Jalal. Tanpa sengaja Jodha
menabrak seorang ratu yang berpapasan dengannya. “Aku tidak sengaja. Maafkan
aku?” kata Jodha menunduk.
Sang ratu
malah terlihat senyum semanis mungkin padanya. Jodha bergidik memperhatikan
senyum yang amat mematikan darinya. “Kau tidak perlu meminta maaf padaku. Aku
tau kau tadi tidak sengaja. Aku tidak habis fikir dengan Jalal mengapa ia bisa
menikah seorang gadis seperti mu. Jalal adalah tipe lelaki yang suka bermain
dengan wanita yang ia sukai. Dan setelah bosan, ia pun akan segera mencampakkan
nya begitu saja. Tapi aku beruntung, karna Jalal tidak pernah berlaku seperti
itu padaku. Dia sangat mencintaiku dan akan begitu seterusnya. Tidak ada tempat
untuk wanita lain di hatinya. Jadi bersiaplah untuk segera angkat kaki dari
Istana ini. Aku hanya memberi peringatan padamu.”
Jodha
mendongak dan menatapnya sengit. “Aku memang ratu baru disini. Dan aku tau
hanya kau yang akan selamanya ada di dalam hati raja. Aku tidak perduli dia
mencintaiku atau tidak, tapi kau harus tau satu hal ratu. Bahwa aku... Juga
tidak mencintainya. Sampai kapanpun itu.” kata Jodha dengan kesar. Lalu
meninggalkan ratu Ruqayah yang masih terdiam di tempatnya.
“Berani
sekali tidak berkata seperti itu pada kepala ratu. Aku akan segera membuat
perhitungan padanya. Lihat saja ratu Jodha... Apa yang akan ratu Ruqayah lakukan
padamu.” Gumam Ruqayah dalam hati.
* * *
* *
Jodha
terduduk di sebuah taman bunga yang cukup luas. Tidak jauh dari sana, tampak
sebuah arena khusus untuk berlatih pedang. Disisi lain, ada sebuah kolam kecil
yang cukup dalam, untuk sekedar bermain air disana.
Jodha
berjalan dekat dengan kolam itu dan menurunkan kakinya ke dalam air. Ternyata
airnya terasa sejuk sekali, bahkan emosinya yang sempat menboncah jiwanya
terasa sirna dalam seketika. Tiba-tiba saja...
'BYUR...'
Seseorang
mendorong tubuh Jodha dari arah belakang. Jodha tercebur ke dlm air dan
berteriak meminta pertolongan. Ternyata seorang anak kecil hanya sedang
mengajaknya untuk bermain saja. Tidak bermaksud untuk membuat Jodha terhanyut
dlm air kolam yg tampak tenang itu.
“Tolong...
Tolong aku...” teriak Jodha sambil melambaikan tangannya ke permukaan. Rahim
nampak terkejut karena perkiraannya salah. “Apa ibu baru tidak bisa berenang?”
teriak Rahim kencang.
Jodha
tidak bisa menjawab pertanyaan Rahim lagi. Tampak Jodha sudah mulai kehabisan
nafas dan mulai mengapung di permukaan. Rahim tanpa buang waktu lagi, langsung
berlari menghampiri Jalal yang sedang beristirahat di kamarnya.
“Yang
Mulia, bangunlah.” pinta Rahim sambil mengguncang tubuh Jalal dengan kuat.
Jalal terbangun dan sedikit menguap. “Ada apa Rahim?” tanya Jalal heran. “Ibu
baruku tenggelam. Tadi aku mendorongnya ke kolam. Aku kira, ibu baru bisa
berenang, tapi ternyata ibu baru tenggelam. Aku mohon selamatkan ibu baruku.
Yang mulia boleh menghukum ku, jika nanti Yang mulia sudah menyelamatkan ibu
baru.”
“Apa ratu
Jodha tenggelam?” Jalal terlihat masih tidak percaya dengan perkataan anak
kecil itu. Rahim mengangguk lagi untuk lebih memastikan Jalal akan ucapannya.
Tanpa pikir panjang lagi, Jalal langsung bergegas menyusuri koridor istana
menuju kolam taman.
* * *
* *
Kebetulan
saat itu Syarifuddin tengah berjalan melewati taman dan melihat ke arah kolam.
Sesosok tubuh seorang wanita mengambang di permukaan. Syarifuddin langsung
melompat untuk segera menyelamatkannya.
Jodha.
Nama itu yang pertama kali ia sebut begitu melihat wanita yang berada dalam
gendongannya, adalah tuan putri dari Amer yang pernah ia kagumi. Bahkan sampai
sekarangpun, rasa itu masih tumbuh dan terus berkembang dalam hatinya. Pakaian
Jodha yang basah, memperjelas bagian-bagian lekuk tubuhnya yang indah dan ramping.
Ada kesempatan untuk dapat menikmatinya, meski itu hanya sebuah kecupan bibir
saja. Sejenak Syarifuddin mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ini adalah
kesempatan emas baginya untuk dapat merasakan sedikit saja kemolekan tubuh
Jodha. Bibir Syarifuddin sudah mulai mendekat dengan bibir Jodha, sedikit lagi
bibir keduanya akan bersentuhan.
“Syarifuddin...
Apa yang ingin kau lakukan pada ratuku. Cepat bawa dia ketepi.” teriak Jalal
yang langsung terlihat murka dengan kelakuan Syarifuddin barusan. Dengan
beraninya, dia hendak mencium seorang ratu milik raja. Sebuah dosa besar jika
Syarifuddin berhasil dengan aksi nakalnya itu.
Wajahnya
pucat dalam seketika begitu mengetahui Jalal sudah berada di tepi kolam. Tampak
tatapan marah yang hebat sedang memancar dari mata coklatnya yang mulai padam.
Syarifuddin segera membawa tubuh Jodha ke tepi dan memberikannya pada Jalal.
“Jodha
bangunlah!” perintah Jalal sambil memukul pelan pipi Jodha. Namun tetap tidak
ada reaksi ataupun respon yang tampak dari gadis yg ada dlm dekapannya itu.
Jalal membaringkan tubuh Jodha dan kemudian menekan perut Jodha dgn kuat. “Uhuk...
Uhuk...” Jodha terbatuk dgn mengeluarkan air dari mulutnya. Jalal membantu
Jodha bangun dan mengecup keningnya lama. Sementara Jodha sangat tampak pucat dan
lemas tanpa tenaga.
“Kau
baik-baik saja ratu Jodha?” tanya Jalal yg terlihat sangat panik kala itu.
Jodha memegang jubah Jalal dan menyembunyikan kepalanya di dada suaminya. “Dingin...”
kata Jodha menggigil. “Ya aku akan segera membawamu ke dlm kamar.” Jalal
menggendong tubuh Jodha dlm dekapannya dan mulai masuk ke dlm kamarnya.
* * *
* *
Jalal
membaringkan tubuh Jodha di atas kasurnya. Tampaknya Jodha semakin lama semakin
lemah sekali. Bibirnya bergerak menggigil hebat dan tangannya terus saja
berusaha menyembunyikan kepalanya di balik dada Jalal yg bidang. Kehangatan
perlahan mulai memasuki tubuhnya. Jodha benar-benar terlihat sangat pucat
sekali.
“Jodha,
kau harus segera membuka pakaianmu dulu. Kau harus menggantinya sekarang. Aku
akan memanggilkan pelayan untuk menggantikan pakaianmu.” Jalal keluar dan
memanggil beberapa orang pelayan untuk menggantikan pakain Jodha yg sudah
sangat basah kuyub menembus ke seluruh kulitnya.
Setelah
pelayan selesai menggantikan pakain Jodha, mereka menghampiri Jalal dan
memberikan laporan bahwa tugas mereka telah selesai. Jalal segera masuk. Di
atas tempat tidurnya, Jodha sudah tertidur pulas dengan mengenakan pakaian baru
yg tampak indah melekat dalam tubuhnya. Jalal duduk di samping tubuh Jodha dan
memegang tangan nya.
“Jalal...”
rintih Jodha. Matanya langsung terbuka dan tersenyum kilat pd Jalal. “Kau masih
kedinginan ratu Jodha? Apa kau ingin di buatkan minuman hangat dulu oleh
pelayan?” tanya Jalal pada Jodha. “Aku sudah meminum minuman hangat tadi. Aku
merasa lebih hangat dari sebelumnya.” kata Jodha pelan. Jalal tersenyum lega dan
mencium bibir Jodha lama. Jalal mulai memperdalam lumatan bibirnya pd Jodha.
Sementara Jodha hanya terdiam tdk merespon lumatan bibir Jalal yg mulai
menjelajah ke dlm mulutnya. Desiran hangat yg lebih hangat dari segelas minuman
hangat yg telah di minumnya tadi membuat Jodha sedikit mendesah dlm ciuman itu.
Jalal menghentikan ciuman mereka secara mendadak dan merambat mencium kening
Jodha sejenak.
“Kau
mencemaskan ku?” tanya Jodha dengan senyumnya yg melengkung. “Aku... Ee...
Tentu saja aku mencemaskan mu ratu Jodha. Kau adlh istri ku. Kenapa tdk, aku
mencemaskan mu?” tanya Jalal balik. “Kau...” Jodha menghentikan kata-katanya
sejenak. “Akan jadi menemaniku tidur malam ini? Maksudku... Hem... Tdk jadi.
Bukan apa-apa.” lanjut Jodha dgn sedikit salah tingkah.
“Kau
kelihat salah tingkah ratu Jodha. Kau pasti menyembunyikan sesuatu dari ku kan?”
“Tidak.
Kau salah paham.”
“Ya
baiklah aku mengalah. Sekarang kau istirahatlah dulu. Aku tdk akan mengganggu
tidurmu.” Jalal menarik selimut untuk menutupi tubuh Jodha. Kemudian pergi
keluar untuk menemui ratu Ruqayah.
* * *
* *
Di
kamarnya, Ruqayah sedang duduk sambil menghisap hookahnya dgn kesal. Ia tdk
sengaja, melihat Jalal yang menggendong ratu Jodha masuk ke dalam kamarnya.
“Kelihatannya,
kau sedang kesal ratu Ruqayah. Apa yang membuatmu begitu sangat kesal hari ini?”
tanya Jalal yang sudah terduduk di samping Ruqayah.
“Kau
sekarang sudah mulai menyembunyikan sesuatu dari ku Jalal. Kenapa kau sangat
begitu peduli pada ratu Jodha. Apa kau sudah mulai mencintainya, hah? Kenapa
kau sangat membuatku sakit sekali.” tanya Ruqayah dengan nada cemburunya.
“Ruqayah,
kau jangan berpikir seperti itu tentang diri ku. Aku tidak mencintainya sama
sekali. Aku hanya sebatas menolongnya saja ketika dia tenggelam di kolam tadi.
Mengertilah, aku hanya mencintaimu. Dan selamanya, akan tetap begitu.” Jalal
memeluk Ruqayah dari samping sambil mencium pipinya, dan menghirup aroma wangi
dari tubuh yang ada di sampingnya itu.
“Hah, aku
merasa kau sudah sangat terpengaruh oleh ratu barumu itu. Aku yakin kau sudah
melakukan sesuatu padanya kan?”
“Tidak.”
jawab Jalal singkat. Ia melihat ke arah Ruqayah yang sepertinya sudah tambah
naik pitam karena emosinya. “Kau jangan memikirkan apa-apa tentang diri ku dan
ratu Jodha. Bahkan kau tidak akan pernah tau mengapa aku bersikap baik padanya.
Aku begitu karna....” Jalal menghentikan kata-katanya sejenak dan menatap lekat
pada manik mata Ruqayah yang masih tampak menyala berkobar menatap Jalal.
Diam-diam
Ratu Jodha mendengar percakapan mereka dari balik pintu.
“Aku
bersikap baik padanya hanya karna ingin membuatnya jatuh cinta padaku. Dan
setelah itu... Aku akan segera mengupayakan segala cara untuk mendepak dia dari
istana ini.” lanjut Jalal dengan seringai jahat di pipinya.
Di balik
pintu, Jodha merasa terguncang dgn penuturan Jalal yg melukai hatinya. Ternyata
laki-laki itu hanya sekedar mencoba menebarkan pesona padanya, dan setelah
itu.... Perlahan namun pasti, Jalal pasti akan mendepaknya dan mencampakkannya
begitu saja. Itu berarti, Jodha di larang keras untuk mencintainya. Jodha
berlari menuju kamarnya dan tertidur sambil menyelimuti tubuhnya dgn selimut
tebal. Ia terisak sambil sesekali menghapus air matanya yg kian deras menghujam
pipi mungilnya.
* * *
* *
Jalal
kembali mengatakan sesuatu dgn berbisik dekat dgn telinga Ruqayah. “Kau bisa
memperlakukan nya menjadi seorang dasimu. Sekarang, apa kau masih cemburu pada
ratu baruku itu, hemm?”
“Kau
sedang tdk bercanda dgn ucapanmu kan? Aku sedang tdk bermain main denganmu.”
kata Ruqayah bersungguh-sungguh.
Jalal
tersenyum. “Aku tdk pernah berbohong padamu kan?”
Ruqayah
mengangguk. Jalal lalu bangkit dan beranjak dari tempat duduknya. “Kau mau
pergi kemana Jalal?” pekik Ruqayah.
“Ingin
kembali ke kamarku.” sahut Jalal sambil melanjutkan langkahnya kembali.
* * *
* *
“Jodha...
Jodha...” teriak Jalal sembari melirik kesana kemari mencari sosok Jodha. “Kemana
perginya ratu Jodha? Apakah dia sudah melarikan diri dari istana ini? Hah... Dia
benar-benar membuatku jengkel saja.” umpat Jalal.
Jalal
keluar dari kamarnya menuju kamar Jodha yg berada tepat di hadapannya. Disana
telah berjaga dua pelayan setia ratu Jodha yang di bawanya dari Amer. “Kalian
melihat ratu Jodha?” tanya Jalal spontan begitu melihat ke dua pelayan setia
Jodha yg sepertinya enggan mengatakan sesuatu padanya. Jalal geram dan langsung
menerobos masuk mengintari kamar Jodha. Terlihat selimut kamar Jodha yg
membelendung seperti ada penghuni di balik selimut itu.
Jalal
mendekati selimut itu dan membukanya pelan. “Kau kenapa tdk tidur di kamarku
ratu Jodha? Apa kau ingin mengingkari janji yg telah kau setujui itu? Kau akan
membuatku terluka.” kata Jalal memelas.
Jodha
terduduk agak jauh dengan Jalal. Ia benar-benar tdk pernah bisa berpikir, bahwa
ia bisa sampai tertipu oleh rayuan maut dari pria sekejam Jalal. “Aku akan
tidur denganmu nanti malam. Tapi sekarang, kau pergilah dulu dari sini. Tolong
jgn ganggu aku sementara ini.” Jodha berkata serius tanpa menatap wajah Jalal
lagi. Wajahnya memang masih tampak sembab karena air matanya. Suaranya masih
terdengar serak karena tangisnya tadi. Sesak terasa menyergap dadanya dan
membuatnya terasa tersayat oleh ribuat mata pisau yg sangat tajam.
Jalal
mulai menggeser duduknya hendak lebih dekat dengan Jodha lagi. Jodha langsung
berdiri dan duduk di sebuah kursi panjang di samping meja riasnya. “Kau kenapa
ratu Jodha?” tanya Jalal heran. Lelaki ini benar-benar menyebalkan sekali.
Sepertinya ia masih mengira Jodha tidak tau tentang percakapannya dengan
Ruqayah. Siapapun wanita yang berada dalam posisi Jodha, maka pasti ia akan
merasakan sakitnya di khianati sesakit ini. Untuk apa membuka hati dan berharap
lebih pada Jalal, toh Jalal tetap tidak akan pernah berubah menjadi pasir pantai
dari metamosfosis batu karang. Sampai kapanpun itu tidak akan pernah terjadi,
sebuah batu karang yang keras bisa menjadi butiran pasir pantai yang lembut
itu. Tidak akan pernah terjadi sama sekali.
“Aku hanya
ingin duduk di kursi ini saja Jalal. Aku belum pernah duduk disini sebelumnya.”
Jodha memberi alibi. Masih ada keraguan yang melayang di pikiran Jalal. Pasti
ada sesuatu yang sudah terjadi pada Jodha. Tapi apa? Mungkin Jodha masih shock
dengan insiden di kolam siang tadi, karena tenggelam. Jalal manggut-manggut
mencoba memahami keadaan Jodha saat ini. “Kalau begitu, nanti datanglah ke
kamarku. Ingat perjanjian kita. Aku juga tidak akan berbuat macam-macam padamu.
Aku pergi dulu.” Jalal bangkit dan berjalan menuju kamarnya.
Dada Jodha
naik turun seirama dengan ritme nafasnya yang sedikit terasa sesak. Rongga
dadanya terasa penuh dengan beban dan kesedihan. Jodha mencoba memejamkan
matanya sesaat, untuk menghilangkan bayangan tentang wajah Jalal yang terus
saja menghalau pikirannya.
“Ratu
Jodha....” sapa seseorang yang telah berdiri tegak di hadapannya, bersama
dengan seorang wanita yang usianya sedikit lebih tua dari Jodha. Sementara itu,
seorang anak lelaki kecil, bersembunyi di belakang wanita itu, sambil sesekali
melirik ke arah Jodha. “Salam ibu... Salam ratu Salima.” balas Jodha sambil
menyentuh kaki Hamida penuh hormat.
“Kau hebat
sekali ratu Jodha. Baru satu kali ibu menyebutkan namaku, tapi kau sudah hafal
secepat itu. Owh iya... Rahim, ayo kemari. Sekarang beri salam pada ibu barumu.
Dan jangan lupa meminta maaf pada ibu barumu ini.” kata ratu Salima tegas.
Seseorang
anak lelaki yang amat lucu keluar dari persembunyiannya dari belakang ratu
Salima. Anak lelaki itu hanya menunduk sambil memberi hormat pada Jodha. “Salam
ibu Jodha. Aku... Aku ingin meminta maaf padamu. Tadi siang aku memang sengaja
mendorong ibu. Tapi, aku tidak tau kalau ibu Jodha tidak bisa berenang. Aku
hanya ingin bermain dengan ibu baruku saja.” mohon Rahim dengan tulus.
“Aku tidak
marah padamu. Oh iya, siapa namamu, kita belum berkenalan kan?” tanya Jodha
memecah ketegangan anak lelaki yang tertunduk kaku meminta maaf padanya.
Rahim
mendekat dan mulai memperkenalkan dirinya. “Aku Rahim ibu.” ucap Rahim sangat
singkat dan jelas. “Aku Jodha bai. Kau boleh mamanggilku ibu Jodha seperti
tadi. Ngomong-ngomong, kau menggemaskan sekali.” hibur Jodha seraya mencubit
pipi Rahim.
“Ibu Jodha
tidak marah padaku?” tanya Rahim heran. Jodha menggeleng dan langsung merengkuh
Rahim dalam dekapannya. “Aku sangat menyayangimu Rahim. Kau tidak perlu takut
padaku. Sekarang apa kau mau menjadi temanku, hem?” tawar Jodha sambil
tersenyum penuh harap pada Rahim. “Aku mau.” jawab Rahim singkat.
“Ratu
Jodha, aku membawakan sesuatu untukmu. Pelayan, bawa hadiahnya kemari!”
perintah Hamida yang langsung seorang pelayan datang menghampiri Hamida dengan
membawa sebuah nampan yang tertutup. Pelayan itu memberikan nampan yang di
bawanya tadi pada Hamida. “Aku mempunyai hadiah sederhana untukmu. Ibu sangat
berharap, kau bisa menyukai hadiah dariku ini.” Hamida memberikan bingkisan itu
pada Jodha. Salima pun juga memberikan hadiahnya pada Jodha.
Senang
rasanya bertemu dengan dua orang yang baik seperti mereka. Ternyata, tidak
semua orang Mughal sekejam Jalal. Ibunya sangat lembut dan baik hati. Dari aura
wajahnya, dia adalah seorang wanita yang bijak dan penyayang. Matanya selalu
memberikan kesan keteduhan pada siapa saja yang menatapnya.
“Aku
sangat berterimakasih pada kado-kado yang telah Ibu dan ratu Salima berikan
padaku. Aku sangat senang, sehingga sulit bagiku untuk bersikap seperti apa
pada kalian. Beruntung mendapatkan keluarga seperti kalian. Kado ini, pasti
akan selalu ku jaga sampai kapanpun itu.”
“Jodha,
aku memberimu pakaian Mughal untuk kau pakai saat malam pertama kalian nanti.
Bukankah malam ini, kalian akan melakukan malam pertama itu?” tanya Hamida yang
membuat Jodha dan Salima merasa geli dengan pertanyaan yang di lontarkan oleh
Mariam Makani itu.
“Iya ibu.
Malam ini adalah malam pertama kami. Aku sangat menghargai kado mu ini ibu.
Jangan khawatir, aku pasti akan memakainya nanti malam.” Jodha tersenyum pada
Hamida. Sebenarnya, ia telah menipu semua orang dengan senyum palsunya. Lukanya
saat ini, bahkan lebih besar dari rasa bahagia nya yg sudah hilang entah
kemana.
~~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~~