Hari masih siang, tapi Jalal sudah sangat merindukan Jodha, padahal tadi
pagi mereka sarapan bersama. Namun rasanya Jalal tidak bisa menunggu sampai
malam untuk bertemu istrinya lagi. Akhirnya, dia memutuskan untuk menemui Jodha
siang ini juga.
Setibanya di depan pintu cafe, Jalal heran karena di pintu cafe
terpasang tanda TUTUP. Ini tidak seperti biasanya, Jalal belum pernah melihat
cafe ini tutup saat makan siang. Diambilnya ponsel dari saku kemejanya untuk
menghubungi Jodha. Nomornya tersambung tapi tidak dijawab. Dicobanya lagi
menelpon Jodha, tapi hasilnya sama saja. Kecewa, Jalal berjalan kembali ke
mobilnya. Saat membuka pintu mobil, tidak sengaja Jalal melihat motor Jodha
masih terparkir di pintu samping cafe. Berarti Jodha masih disini. –‘Apa terjadi sesuatu dengannya? Kenapa dia
tidak menjawab telepon dariku?’— Untuk menjawab rasa penasarannya, Jalal
menutup kembali pintu mobilnya dan berjalan ke arah pintu samping cafe. Dia
masuk langsung menuju ke dapur.
Sebelum membuka pintu dapur, Jalal
mendengar suara-suara yang sangat ramai dari dalam dapur. Dan saat
membukanya, Jalal melihat banyak orang berkumpul di dalamnya. Semuanya karyawan
cafe, terlihat dari seragam mereka. Tidak ada yang menyadari kehadirannya
karena mereka sedang bersenang-senang seperti merayakan sesuatu. Bahkan
sesekali mereka bersorak.
Jalal makin penasaran, apalagi dia belum melihat keberadaan Jodha. Jalal
mengedarkan pandangan di sela-sela kerumunan itu. Lalu telinganya menangkap
suara khas Jodha, dan Jalal menoleh ke arah suara itu berasal. Disanalah dia
melihat Jodha. Di tengah-tengah ruangan, di samping seorang pria yang.... cukup
tampan. Seandainya Jalal mau mengakuinya, pria itu sangat tampan. Tubuhnya
tinggi dan proporsional bak atlet. Kulitnya putih. Dan Jodha sepertinya kenal
dekat dengan pria itu, karena wajahnya tersenyum sangat manis setiap kali
berbicara dengan pria di sampingnya. Membuat Jalal cemburu.—‘Dia bahkan belum pernah tersenyum semanis itu untukku..!’—
Jalal memanggil Jodha, membuat semua orang yang ada disana menoleh ke
arahnya, seakan mereka tiba-tiba menyadari kehadiran Jalal. Jodha memang
terkejut tapi tidak takut, membuktikan kalau dia tidak berusaha menutup-nutupi
yang dilakukannya.
Jodha –“Tuan Jalal... Kau disini... Kenapa kau tidak memberitahu kalau
akan datang?”
Jalal –“Aku ingin memberimu kejutan.”
Jodha merasa malu, terlebih karena semua karyawannya sedang
memperhatikannya.
“Jodha, apa dia suamimu?” pria di samping Jodha bertanya.
Jodha –“Benar, Tuan Jalal, kemarilah... Kenalkan ini Kak Nitesh.. Kak
Nitesh ini suamiku Tuan Jalaluddin Akbar..”
Jodha menggamit lengan Jalal untuk mendekat pada pria yang
diperkenalkannya sebagai Kak Nitesh. –‘Jadi
ini yang namanya Nitesh, pria yang paling dekat dengan istriku dan sudah
dianggapnya kakak’— pikir Jalal.
Jalal –“Senang bertemu dengan anda.”
Jodha –“Kami berkumpul disini untuk merayakan kedatangan Kak Nitesh.
Sejak Kak Nitesh jadi staf PBB, dia jarang pulang. Jadi demi menyambutnya,
kami bahkan menutup cafe untuk hari ini
saja.”
Jalal –“Begitu rupanya. Aku melihat pintu depan tertutup tapi motormu
masih ada.”
Jodha –“Apa kau butuh sesuatu, sampai-sampai harus datang kesini?”
Jalal –“Aku hanya ingin bertemu istriku.”
Jalal mengatakan kata-kata manis itu lagi, tapi matanya berkata lain.
Ada sinar kebencian disana. Dia tidak suka kedatangan Nitesh dalam kehidupan
dia dan Jodha. Dan Jodha merasakan itu. Perlahan Jodha menggenggam sebelah
tangan Jalal, seakan untuk menenangkannya.
Nitesh –“Selamat atas pernikahan kalian, maaf aku baru bisa
menyampaikannya. Kau pria yang sangat beruntung bisa memperistri Jodha. Dia
sudah seperti adikku, jadi kau harus menyayanginya.”
Jalal hanya tersenyum menanggapi ucapan selamat dari Nitesh.
Jalal –“Kalau kau tidak keberatan, aku akan mengajak Jodha makan siang.”
Nitesh –“Silakan.”
Jodha menurut saja saat Jalal menarik tangannya, mengajaknya keluar. Di
dalam mobil, suasananya sangat kaku. Tidak ada yang berani memecah keheningan
di antara mereka. Jalal masih terpengaruh kehadiran Nitesh tadi.
Jodha –“Tuan Jalal, apa kau marah?”
Jalal –“Tidak.”
Jodha –“Apa kau mencurigai hubunganku dengan Kak Nitesh?”
Jalal –“Tidak.”
Jodha –“Apa anggapanmu tentangku kembali lagi seperti saat-saat awal
pernikahan kita? Bahwa menurutmu aku merayu setiap pria yang menyukaiku?”
Jalal –“Tidak, aku percaya padamu..”
Jodha –“Lalu kenapa kau marah..?”
Jalal –“Aku tidak suka kau tersenyum manis pada orang lain selain
aku....”
Jodha tersenyum mendengar jawaban Jalal yang kekanak-kanakan itu. Tapi
jawaban itu sukses merubah suasana di antara mereka kembali ceria.
Jodha –“Ayo kita pulang saja, akan kumasakkan makan siang untukmu..”
Setelah siang itu, nama Kak Nitesh tidak pernah lagi disinggung dalam semua
percakapan Jalal dan Jodha. Hingga pada suatu malam nama Kak Nitesh muncul lagi
diantara mereka. Malam itu, Jalal mendatangi Jodha di kamarnya. Setelah
mengetuk pintu, Jalal masuk ke dalam tanpa sungkan. Jodha yang sebelumnya
sedang fokus memperhatikan layar monitor notebook-nya, seketika mengangkat
wajahnya saat melihat Jalal masuk..
Jalal –“Jodha, besok kau akan menemaniku ke acara charity Woman and
Child Care..”
Jodha –“Baiklah”
Jalal –“Apa kau tahu?! Nitesh yang mengajukan proposal ke kantorku agar
perusahanku turut jadi sponsor..”
Jodha –“Aku tahu Kak Nitesh yang mengadakan acara amal itu. Tapi aku
sengaja tidak memberitahumu, karena aku pikir kau tidak akan mau menerima
undangannya..”
Jalal –“Apa kau takut aku akan membuat masalah disana?”
Jodha –“Bukan, aku hanya tidak mau kau cemburu tanpa alasan jika kita
bertemu Kak Nitesh disana.”
Jalal –“Apa Nitesh sangat penting artinya untukmu?”
Jodha –“Kau ingat saat aku bilang pernah ingin bunuh diri? Kak Nitesh
lah yang menyelamatkanku. Dia yang mengubah hidupku, mengajariku cara bisa
berguna untuk orang lain. Dia yang mengenalkanku pada Sisterhod Shelter. Jadi
Ya, Kak Nitesh sangat penting artinya untukku.”
Jalal –“Berarti aku tidak bisa menyainginya.”
Jodha –“Tuan Jalal, selamanya aku berhutang budi padanya, tapi dia
hanyalah seorang kakak untukku...”
Jalal sepenuhnya yakin Jodha tidak akan melakukan sesuatu yang akan
mempermalukannya. Jalal hanya sedih karena dia merasa kalah dari Nitesh di
dalam hati Jodha. Nitesh dan Jodha sudah saling mengenal jauh sebelum Jodha
menikah dengannya. Mereka pasti memiliki banyak kenangan, sedangkan dia dan
Jodha baru saja merajut kenangan mereka sendiri.
Esok malamnya di jam yang sama, Jodha sudah siap pergi ke acara charity
bersama Jalal. Mengenakan gaun malam selutut berbahan satin silk warna biru tua
dengan potongan model Yunani. Dilengkapi dengan selendang tipis untuk menutupi
lengannya yang terbuka dan high heels cantik berwarna senada dengan gaunnya.
Penampilan Jodha sukses membuat Jalal tak berkedip. Melihat Jodha secantik itu
hampir merubah keputusan Jalal untuk pergi. Bagaimana dia bisa menahan diri
jika nanti banyak pria disana yang memandangi Jodha, ditambah lagi ada Nitesh.
Tapi tidak mungkin dia membatalkannya hanya untuk alasan sepele seperti itu.
Memalukan.
Dugaan Jalal tepat, begitu memasuki hall pesta, beberapa pria langsung
menjatuhkan pandangannya ke arah Jodha. Entah Jodha menyadarinya atau tidak,
tapi dia tetap berjalan santai memasuki ruangan. Jalal menghentikan langkah
Jodha. Digenggamnya tangan Jodha dan diselipkannya di lekukan lengannya.
Tujuannya agar semua orang tahu, Jodha adalah miliknya.
Baru beberapa langkah, Nitesh sudah menyambut mereka berdua.
Nitesh –“Selamat datang untuk kalian berdua. Terima kasih sudah datang,
Tuan Jalal.”
Jalal –“Terima kasih. Sepertinya anda cukup sukses menyelenggarakan
acara ini.”
Nitesh—“Kehormatan untukku.”
Sebagai tuan rumah yang baik, Nitesh mengenalkan Jalal pada tamu-tamu
yang lain. Jalal yang awalnya tidak yakin bisa menikmati acara amal ini, lambat
laun mulai bisa berbaur dengan tamu-tamu lainnya. Tapi selama acara
berlangsung, Jalal tidak pernah melepaskan genggaman tangannya pada Jodha.
Bahkan beberapa kali genggamannya terasa semakin erat, terutama saat dia merasa
ada yang meperhatikan Jodha secara berlebihan. Hingga saat Jodha mengatakan
akan pergi ke kamar kecil, meski enggan Jalal terpaksa melepaskan genggamannya.
Sudah lebih dari sepuluh menit Jodha di kamar kecil dan belum kembali.
Jalal berkali-kali menoleh ke arah Jodha pergi tadi, tapi tidak terlihat Jodha
berjalan keluar dari sana. Tiba-tiba Nitesh datang menghampirinya dengan wajah
khawatir...
Nitesh –“Apa Jodha bersamamu?”
Jalal –“Ya, tapi dia di kamar kecil..tapi sudah sepuluh menit yang
lalu..kenapa?”
Nitesh –“Semoga dugaanku salah, tapi aku melihat seseorang yang tidak
boleh Jodha temui selamanya. Aku kuatir mereka....”
Jalal –“Kenapa? Apa Jodha dalam bahaya?”
Nitesh –“Aku tidak bisa mengatakannya...sebaiknya kau cari Jodha dan
bawalah dia pulang!! Segera!!”
Kata-kata Nitesh penuh penekanan, membuat Jalal semakin khawatir. Meski
tidak tahu apa maksudnya, dia percaya dan menuruti permintaan saingannya ini.
Buru-buru Jalal mencari Jodha ke kamar kecil yang tadi dimasukinya.
Dipanggilnya Jodha dari luar pintu, tidak ada jawaban. Setelah beberapa kali
memanggil tetap tidak ada jawaban, Jalal langsung menerobos ke dalam kamar
kecil wanita itu. Beberapa wanita di dalamnya memandang heran pada Jalal, tapi
tidak diperhatikannya. Jalal terus saja mencari Jodha. Tidak ada.
Jalal keluar dan mencari Jodha ke arah lain. Setelah mondar-mandir
beberapa lama, Jalal berpapasan lagi dengan Nitesh. Rupanya Nitesh juga mencari
Jodha. Semakin panik karena belum menemukannya, Jalal berlari keluar dari hall
pesta menuju ke halaman parkir. Nitesh mengikuti di belakangnya. Mereka
berkeliling menyusuri tempat itu, memeriksa di antara mobil-mobil yang
terparkir disana. Sayup-sayup Jalal mendengar suara orang bicara, diikutinya
sumber suara itu yang kemudian menuntunnya ke sebuah pojok gelap dari area itu.
Perasaan Jalal langsung lega melihat Jodha ada disana. Rupanya dia tidak
sendiri, ada seorang pria di depannya. Tapi ada sesuatu yang tidak beres. Jodha
menangis, air matanya tampak berkilau dipantulkan cahaya lampu yang
menyorotnya. Jalal belum pernah melihat Jodha menangis seperti itu. Saat akan
mendekati Jodha, dari arah belakangnya Nitesh berlari mendahuluinya. Nitesh
berlari ke arah Jodha dan memeluknya...Jalal terhenyak tak bisa bergerak
melihat sikap Nitesh pada Jodha. Bukan salahnya jika dia sampai berpikir kalau
Nitesh dan Jodha lebih dari kakak adik, karena jika dilihat dari tempatnya
berdiri, dia melihat Nitesh dan Jodha berpelukan mesra, mengabaikan dirinya,
suami Jodha...
Lalu Jalal mendengar pria di depan Jodha, berbicara dengan suara memelas
pada Jodha...
“..Jodha, aku mohon...ampunilah aku...aku tidak bermaksud
menyakitimu...aku mohon, maafkanlah aku...bebaskanlah aku dari karma ini...”
Jodha –“Kau bukan hanya menyakitiku, kau menghancurkan seluruh hidupku,
seluruh impianku dan semua kebahagiaanku... Pantaskah aku memaafkanmu??!!”
Nitesh –“Tenanglah Jodha...Kau tidak seharusnya menemui orang ini..Kau
hanya akan membuka luka lamamu lagi...”
Jodha –“Aku membencimu! Aku mengutukmu! Aku mengutukmu tidak akan bisa
bahagia dalam hidupmu! Kau dengar?!”
Jalal tidak bisa memahami isi pembicaraan mereka. Siapa pria itu? Kenapa
Jodha sangat membencinya?
“...Jangan, kau boleh membenciku...tapi kumohon jangan mengutukku...Aku
punya keluarga, aku ingin membuat mereka bahagia..”
Jodha –“Seharusnya kau memikirkannya sebelum memperkosaku!!”
Jalal –“JODHA..!”
Seketika Jodha menoleh mendengar ada yang memanggilnya. Badannya
terlihat limbung. Setelah membisikkan nama Jalal, tubuh Jodha langsung lemas
dan roboh ke lantai. Untung Nitesh cukup sigap menahan tubunya. Jalal juga
langsung berlari menghampirinya. Dia mengambil alih tubuh Jodha dari
Nitesh...Dengan panik, Jalal menepuk-nepuk pipi Jodha sambil memanggil namanya,
berharap Jodha segera sadar.
Jalal –“Jodha ...Jodha...bukalah matamu..”
Nitesh –“Kau bawa Jodha pergi dari sini!.”
Jalal membopong tubuh Jodha pergi dari tempat itu. Dilewatinya begitu
saja pria yang tadi bicara dengan Jodha. Dia harus mengutamakan keselamatan
Jodha terlebih dulu. Nanti, setelah dia punya kesempatan, Jalal akan mencari
informasi tentang pria itu dan akan membuat perhitungan dengannya karena telah
membuat Jodha menderita.
Dibaringkannya Jodha di tempat duduk belakang mobilnya. Nitesh
menyusulnya dan ikut dalam mobil Jalal. Nitesh mengatakan dia tahu cara merawat
Jodha jadi Jalal tidak perlu memanggil dokter lain lagi.
Sesampainya di apartemen, Jalal membaringkan Jodha di kamarnya. Baru
saja tubuh Jodha menyentuh tempat tidurnya, dia tersadar dari pingsannya.
Posisi Jalal yang sedikit membungkuk di atas Jodha justru membuat gadis itu
terkejut dan sedikit ketakutan, bahkan Jodha sampai menarik tubuhnya ke ujung
jauh tempat tidur.
Jalal –“Jodha, tenanglah..ini aku suamimu...aku Jalal..”
Mata Jodha masih membelalak ketakutan, seperti baru tersadar dari mimpi
buruk, dan meski sudah membuka matanya, dia masih belum bisa membedakan antara
mimpi dan kenyataan. Nafasnya masih memburu seperti dikejar-kejar sesuatu yang
membuatnya mengigil ketakutan. Tangannya disilangkan di depan dadanya...dan dia
semakin meringkuk di pojok. Nitesh yang juga berada di dalam kamar
Jodha,mencoba membujuk Jodha....
Nitesh –“Jodha, sssshhhh...tidak apa-apa..semua sudah berakhir...kami
berdua sama-sama menyayangimu....Jangan takut...”
Jodha –“Tuan Jalal.....”
Jalal –“Jodha, tidak apa-apa, kemarilah....”
Pelan-pelan Jodha mengendurkan ketakutannya saat matanya sudah mulai
fokus. Akhirnya dia sadar, ternyata dua orang yang berada di depannya ini
adalah Kak Nitesh dan Jalal, suaminya. Pastinya dia aman bersama mereka. Lalu
Jodha bergerak mendekati Jalal. Tangan Jalal diulurkan dan Jodha menyambutnya.
Jodha membutuhkan kekuatan yang bisa dirasakannya dari genggaman tangan ini.
Kemudian Jodha duduk di samping Jalal di
sisi tempat tidur.
Nitesh –“Jodha, apa kau masih pusing?”
Jodha –“Sedikit...dadaku juga masih sesak...”
Nitesh –“Apa kau masih menyimpan resep obatmu yang lama?”
Jodha –“Masih, ada di dalam laci...”
Jalal –“Obat apa itu?”
Jodha –“Obat penenang dosis rendah..”
Nitesh membuka laci sesuai yang ditunjukkan Jodha dan mengambil obat
yang terletak di dalamnya. Nitesh mengangsurkan obatnya pada Jodha beserta
segelas air minum.
Nitesh –“Kau sudah merasa lebih baik?”
Jodha –“Iya, terima kasih Kak Nitesh...”
Nitesh –“Istirahatlah...Aku tunggu di luar..”
Nitesh sengaja meninggalkan Jodha berdua dengan Jalal. Memberi mereka
waktu yang mereka butuhkan.
Jalal –“Berbaringlah..dan cobalah untuk beristirahat..”
Jodha mengangguk menuruti permintaan Jalal, selain itu tubuhnya juga
masih lemas..
Jodha –“Kau tidak menuntut penjelasan dariku..?”
Jalal –“Lain kali saja...Tidurlah...”
Jalal menepuk-nepuk lembut tangan Jodha agar Jodha cepat tertidur.
Setelah dia tertidur, Jalal merapikan selimut yang membungkus tubuhnya dan
berjalan keluar dari kamar...
Di ruang tamu, rupanya Nitesh masih duduk menunggu disana. Jalal
menghampirinya dan duduk di sofa yang berseberangan dengannya...
Jalal –“Jadi..apa yang sebenarnya terjadi tadi?”
Nitesh –“Jodha lebih berhak menceritakannya padamu...”
Jalal –“Siapa pria yang tadi bicara dengan Jodha?”
Nitesh –“Yang bisa kukatakan..dia adalah salah satu penyebab mimpi buruk
Jodha..”
Jalal –“Benarkah dia memperkosa istriku? Berarti pantas kalau aku ingin
menghancurkan hidupnya juga?!”
Nitesh –“Tidak perlu mengotori tanganmu. Hidupnya juga sudah
hancur..Yang harus kau lakukan hanyalah menjaga Jodha. Dan pastikan kebahagiaannya!
Aku akan selalu mengawasimu...”
Jalal –“Apa sejak dulu kau sudah tahu semua cerita ini?”
Nitesh –“Aku tahu.”
Sejenak keduanya terdiam. Pandangan mereka saling menusuk. Bahasa tubuh
mereka seperti sedang saling mengukur kekuatan lawan bak dua singa yang
berhadapan dan bersiap menyerang.
Jalal –“Bagaimana kau bisa tahu! Jodha bahkan tidak mau menceritakannya
padaku..Apa itu artinya kalian saling mencintai?”
Nitesh –“Kami saling menyayangi dan saling mendukung.”
Jalal menggertakkan rahangnya menahan marah. Kemarahan yang dia rasakan
karena pria di depannya ini tahu lebih banyak tentang Jodha daripada dirinya.
Nitesh –“Aku pulang dulu. Kabari jika ada sesuatu.”
Nitesh berdiri dan mulai melangkah ke arah pintu...
Jalal –“Tunggu!!...APA kau mencintai Jodha?”
Nitesh –“Jodha memang berbagi masa lalunya denganku. Tapi debar
jantungnya bukan untukku...”
Jalal –“Apa maksudmu?”
Nitesh –Kau tahu benar maksudku...!”
*****************