Versi
Alsi Chapter 3 - 5
By
Viona Fitri
Dari
kejauhan, Jodha melihat sosok seorang pria dari pihak musuh yang postur tubuh
nya tinggi tegap. Dia sedang menatap Jodha dengan senyuman sinis. “Pria itu
pasti pemimpin pasukan Mughal. Aku akan segera menancapkan pedang ku pada
bagian perutnya. Dia yang telah memimpin pasukan ini, jadi aku akan benar-benar
menghabisi nya. Ayah pasti akan sangat bangga pada ku jika aku bisa membunuh
pria itu.” Gumam Jodha dalam hati.
“Gadis itu
mulai mendekat pada Syarifuddin. Dia pasti akan menyerang Syarifuddin karna
telah memimpin pasukan itu. Demi tuhan, aku tidak akan pernah rela, kalau
Syarifuddin menyentuh kulitnya dengan pedang tajam itu.” Bathin Jalal.
Jodha
berlari bagaikan topan yang dahsyat. Ia tidak perlu lagi dengan pasukan musuh
yang ingin menyerangnya. Lengan nya tergores pedang secara tiba-tiba ketika
prajurit musuh yang mencoba melindungi Syarifuddin menyerang Jodha. “Kalian
telah melukai lengan ku, kita lihat bagaimana cara ku membalas luka ini.” ucap
Jodha yang memegangi luka di lengan nya.
“Berani
sekali prajurit itu melukai gadis cantik sepertinya. Demi tuhan, aku pasti akan
menghukumnya.” ucap Jalal pada dirinya sendiri. Jalal memanggil salah satu
prajuritnya dan memintanya untuk memerintahkan prajurit yang menyerang gadis
itu agar segera menghadapnya di tenda tempat mereka berkemah dalam pertempurang
ini. Dan juga memerintahkan pada Syarifuddin agar tidak menyerang seorang gadis
dalam pertempuran.
Prajurit
itu segera hengkang dan melaksanakan perintah Jalal. Saat itu Jodha sudah
berada di hadapan Syarifuddin dengan lengannya yang masih mengalir darah segar.
Tanpa berkata apapun, Jodha langsung mengayunkan pedangnya dan mengenai lengan
Syarifuddin yang membuatnya segera tersadar dari dunia imajinasinya.
“Kau pasti
pemimpin pasukan Mughalkan? Ternyata hanya seperti itu saja kemampuan mu,
bahkan kau lebih lemah dari yang ku bayangkan. Sekarang karna aku telah melukai
lenganmu, maka lawanlah aku dengan semua keahlian berperang mu.” Tantang Jodha
yang kembali menyerang Syarifuddin. Kali ini, Syarifuddin tidak lagi berada
dalam dunia khayalannya, pedang juga mulai ia gerakkan kesegala arah untuk
melawan Jodha. Ia hanya berusaha menghindar dari pedang yang di sabetkan oleh
Jodha. Tidak bisa di pungkiri, bahwa Syarifuddin harus lebih ekstra
berhati-hati dengan gadis itu. Dia bukanlah wanita biasa. Tapi seorang Wonder
women yang mempunyai kemampuan luar biasa.
Seorang
prajurit dari pihaknya, datang menghampiri Syarifuddin dan berbisik pelan di
telinganya. Jodha sejenak menghentikan gerakan-gerakan lincahnya, karna
menunggu Syarifuddin yang tengah berbicara sesuatu dengan prajuritnya. Karna
dalam hukum perang bangsa Rajput, tidak mengizinkan seseorang menyerang lawan,
saat lawan tidak melakukan penyerangan padanya.
“Tuan...
Yang mulia, memerintahkan mu untuk tidak melukai seorang wanita dalam
pertempuran.” bisiknya dengan sangat pelan.
“Yang
mulia? Apa dia berada disini? Kenapa aku tidak melihatnya?” Tanya Syarifuddin
yang mulai mengintari medan perang dengan saksama.
“Yang
mulia sudah kembali ke tenda.” jawab prajurit itu singkat. Prajurit itu memberi
hormat, lalu membawa prajurit yang tadinya melukai lengan Jodha, menjauh dari
medan pertempuran. Prajurit itu akan dibawa menghadap raja mereka.
“Ada ada?
Kau ingin meminta bantuan dari para prajuritmu itu, hah? Sekarang bila perlu,
panggil semua prajuritmu untuk datang berbondong & menyerang ku. Aku sama
sekali tdk akan takut jika kau melakukan itu. Sekarang, ayo... Tunggu apalagi,
panggil saja semua prajurit mu.” sentak Jodha dgn tatapan marahnya.
“Kau
adalah gadis yg manis tuan Putri. Mundurlah dari medan pertempuran ini, kalau
kau masih ingin menyelamatkan nyawa mu dari kejamnya pedang ku. Karna aku tdk
yakin, akan bisa menghentikan pedang ku, saat aku benar-benar sudah sangat
berada di ambang kemarahanku.” kata Syarifuddin dgn seringai iblisnya.
“Tidak.
Aku tdk akan pernah mundur dari medan tempur. Jangan kau kira aku tdk bisa
membunuhmu, karna aku hanya seorang wanita. Kalau aku mau, bahkan raja Mughal
sekalipun akan dapat akan bunuh dengan tangan ku sendiri. Aku tdk menyombong,
tapi berdasarkan pd faktanya, bahkan aku bisa mengalahkan prajuritmu yang
banyak itu menyerang ku.” Jodha kembali menyerang Syarifuddin.
'BUGHK...'
Syarifuddin
tersungkur ke tanah begitu Jodha menendang selangkangannya. Ujung pedang Jodha
sudah berada di leher Syarifuddin. Sontak semua tentara Mughal membelalakkan
mata mereka tdk percaya. Mereka berusaha menyerang Jodha untuk menyelamatkan
Syarifuddin. Seorang prajurit dari arah belakang Jodha, hendak mengayunkan
pedangnya pada Jodha tapi tiba-tiba seseorang berjubah hitam dan wajah nya
tertutup, segera menyerang prajurit itu. Jodha terkejut, begitu mengetahui
tentara musuh akan menyerangnya. Kesempatan ini tdk di sia-siakan Syarifuddin
untuk segera bangkit & mengangkat senjata kembali.
Jodha
menatap sekelilingnya. Orang yang mengenakan jubah hitam serta penutup wajah,
sudah hilang dari pandangannya. Tidak mungkin itu pangeran dari Amer. Karena
Sujamal dan Maansing masih terlihat berperang melawan pasukan musuh. Lalu siapa
orang tadi?
Syarifuddin
yang melihat Jodha lengah, segera menarik lengan Jodha dan menghunuskan pedang
tajamnya di leher Jodha. Itu terjadi sangat mendadak sekali, sehingga Jodha
tidak bisa melawan Syarifuddin. Maansing dan Sujamal mendengar rontaan Jodha
meminta seseorang untuk melepaskannya. Mereka berlari ke arah Jodha yang tengah
menjadi tawanan Syarifuddin.
“Lepaskan
adik ku, Syarifuddin! Aku akan membunuhmu, kalau sampai ujung pedang mu melukai
sedikit saja kulit Jodha.” Bentak Sujamal marah.
“Dia hanya
seorang wanita, kalau kau membunuhnya itu sama dengan pengecut. Lepaskan adik
ku, dan jangan mengganggunya lagi.” Maansing menimpali.
“Apa yang
Bhaisa lakukan? Aku lebih baik mati, dari pada mendapat belas kasihan dari
orang sepertinya. Lebih baik, bhaisa segera menghabiskan semua tentara musuh
yang tersisa. Bawalah kemenangan untuk Amer.” sahut Jodha yang sedikit terbata.
Bagaimana tidak, pedang itu sudah sangat dekat sekali dengan nya. Jika ia
menarik nafas sedikit saja, mungkin ujung pedang yang tajam itu sudah menggores
kulit lehernya.
“Kau lihat
ini Maansing, Sujamal. Adik kalian sangat pemberani sekali ternyata. Kalian
tau, selama berperang melawan musuh aku sama sekali tidak pernah terluka. Tapi,
kalian lihat lengan kiri ku yang berdarah ini. Adik mu, bukanlah seseorang yang
bisa di anggap remeh begitu saja. Kalau aku tidak segera menghabisinya, maka
aku yang akan akan dihabisinya. Dia sudah datang ke medan perang, itu berarti
dia juga bagian dari perang ini. Beruntung, ada seseorang yang berjubah
menyelamatkannya. Kalau tidak, mungkin sekarang adik kalian yang sangat cantik
ini, sudah tewas mengenaskan tanpa kepala nya.” ucap Syarifuddin bangga.
“Syarifuddin....”
teriak seseorang dari arah belakang. Syarifuddin menoleh dan sontak terbelalak
melihat Jalal sudah berada di belakangnya. Pedangnya yang sudah sangat dekat
dengan Jodha, di jatuhkannya begitu saja. Ia benar-benar mati kutu, menatap
bola mata Jalal yang murka padanya.
“Apa yang
kau lakukan pada seorang gadis sepertinya, hah? Bukankah aku sudah memberikan
perintah pada mu untuk tidak menyakiti seorang wanita dalam perang. Kau jangan
membuat bangsa Mughal menanggung malu akibat perbuatanmu ini. Sekarang, kau
lepaskan dia, dan biarkan dia kembali ke Istananya.” Katanya lagi.
“Tidak.
Bunuh saja aku, dari pada mendapat belas kasih dari orang Mughal seperti
kalian.” tantang Jodha sembari mengambil pedangnya yang tergeletak tadi.
“Aku tidak
perduli dengan apapun yang kau katakan tuan putri. Yang jelas, dari pihak kami
tidak akan ada yang akan melawan mu. Kau boleh menyerang mereka jika kau mau.
Tapi mereka tidak akan membalas serangan dari mu. Itu adalah hal yang lebih
buruk dari kekalahan. Dan jika kau mau, sekarang aku memberikan nyawaku pada
mu. Kau ingin membunuhku? Tidak masalah. Tapi ingatlah apa yang akan terjadi,
setelah kau sudah membunuh raja kerajaan Mughal nanti.” Jalal tersenyum penuh
kemenangan. Sementara Jodha tampak mencerna kata-kata itu.
“Apakah
seorang raja dari kerajaan Mughal seorang pengancam seperti mu? Apakah rakyat
kalian tidak malu mempunyai seorang raja seperti mu. Apapun kata mu, aku akan
tetap menyerangmu. Ayahku sudah pasti akan merasa tenang di nirwana sana jika
aku bisa menebus rasa sakitnya.” Jodha hendak melangkah maju mendekat pada
Jalal, tapi Maansing menghentikannya.
“Jodha
jangan lakukan itu. Kau tidak boleh membunuhnya. Kau tau, apa yang akan terjadi
pada Amer setelah kematiannya? Aku bahkan tidak yakin jika Amer akan tetap ada
seperti saat ini. Redakan emosi mu dulu. Jangan berbuat gegabah seperti itu.”
Jelas Maansing dengan bijak.
Ini adalah
salah satu siasat Jalal untuk menangkap para pangeran Amer. Setelah terjadi adu
argumen berlawan seperti tadi, Jalal tersenyum puas dan dengan mendadak
berteriak. “Tangkap mereka semua...” .
Para
prajurit Mughal yang memang sudah di persiapkan sejak awal untuk penangkapan
itu, segera berlari dari persembunyiaan nya dan menangkap Sujamal dan Maansing.
Sementara Jodha dengan sengaja tidak ditangkap oleh mereka.
“Licik!
Benar-benar cara yang kotor dengan melakukan penangkapan seperti ini pada kami.
Kau menangkap adik ku, dan bertujuan membuat kami menyelamatkannya, dan setelah
itu kau datang dan menangkap kami secara spontan seperti ini.” umpat Sujamal
geram.
Jodha
berusaha membantu para pangeran Amer lepas dari prajurit yang menangkap mereka.
Akan tetapi, usahanya gagal total. Sujamal & Maansing sudah di bawa dgn di
seret kuda oleh mereka. Itu benar-benar cara yg sadis dlm pertempuran.
Tak terasa
Jodha mulai terisak melihat kedua Bhaisanya terus berusaha melepaskan diri dari
kuda yg menyeret mereka.
Jodha
dengan geram menghampiri Jalal dan mendorong bahunya berulang kali. “Kau
manusia kejam tidak berperasaan. Bagaimana jika kau yang ada dalam keadaan
Bhaisa ku? Lepaskan mereka, suruh prajurit yang menunggangi kuda itu berhenti.
Apa salah Bhaisa ku, hah? Hanya demi kekuasaan, kau melakukan hal ini pada
kami. Cepat... Lepaskan mereka...” Jodha semakin terisak dan terduduk di tanah
dengan tangisnya yang membuat hati Jalal merasa tersayat mendengar tangisan
itu.
“Kau
benar-benar orang yang sangat kejam dan keji. Aku membenci bangsa Mughal dan
diri mu...”
Jalal
hanya berpaling tidak menatap Jodha. Entah kenapa, hati nya terasa sakit
mendengarnya terisak seperti itu. Ia tidak bisa melihat gadis di hadapannya
terluka. Oleh karena itu, tadi Jalal menyamar sebagai seseorang berjubah hitam
dan menyerang pasukannya sendiri karena tidak ingin ujung pedang yang tajam
melukai kulitnya.
Jodha
berlari mengejar kedua Bhaisa nya yang di seret oleh kuda. Tangannya diikat dan
ditarik oleh prajurit yang menunggangi kuda itu. “Sujamal Bhaisa, pegang
tanganku... Aku akan menolong Bhaisa. Cepatlah bhaisa... Ulurkan tanganmu...”
pinta Jodha yang mengulurkan tangannya pada Sujamal yang sudah terlihat sangat
lemah kondisinya.
Sujamal
hanya diam tak bergeming. Kulitnya sudah terluka karna gesekan dengan tanah, di
tambah lagi tangannya yang di ikat sudah memar sekali. Sementara Maansing sudah
tidak sadarkan diri. Kuda itu tetap saja menyeret mereka dengan sadis. “Maansing
Bhaisa, tolong dengarkan aku! Peganglah tanganku Bhaisa aku akan menyelamatkan
mu. Aku mohon sadarlah...” Jodha berlarian pontang panting mengejar kuda yang
membawa kedua Bhaisanya dengan cepat. Jalal jadi merasa iba melihat Jodha yang
terus saja terisak sambil mencoba menggapai tangan kakak-kakaknya. Akhirnya
Jodha berhasil menggapai tangan Maansing. Tapi sialnya, Jodha malah juga ikut
terselet oleh kuda itu. Usahanya gagal dan malah membuatnya semakin kesusahan.
Mereka semua
yang di seret oleh kuda sudah tidak sadarkan diri lagi. Jalal menyuruh para
prajurit menghentikan kuda mereka. Kondisi mereka semua sudah sangat parah.
Jodha juga mengalami luka yang cukup parah pada bagian lengan dan kakinya.
Sementara kedua kakaknya sudah jauh lebih parah dari pada Jodha.
* * *
* *
Ketika itu
Jodha terbangun dari pinsannya dan mendapati dirinya sudah berada dalam ruangan
dan seorang pria yang sedang mengoleskan salep di bagian yang luka padanya. “Jalal...”
Bathin Jodha yang merasa ragu dengan penglihatannya. Jalal adalah raja yang
kejam dan tidak kenal ampun, tapi saat ini dia terlihat seperti pasir pantai
yang sangat lembut sekali.
“Dimana
aku? Kenapa aku ada disini bersama mu? Apa yang sedang kau lakukan?” Jodha
menarik tangannya dari Jalal yang sedang menempelkan salep luka padanya. “Kau
tidak perlu repot-repot melakukan ini pada ku. Bukankah kau menginginkan aku
mati, hah? Jadi kalau begitu tidak usah mengobati luka ku ini.” sambung Jodha.
Jalal
mengambil tangan Jodha lagi dan hendak menempelkan salep luka yang baru
tertempel di sebagian lukanya saja. Terjadilah saling tarik menarik antara
Jalal dan Jodha. Jalal ingin mengobati Jodha, sementara Jodha tidak ingin di
obati oleh orang kejam yang telah menyebabkan luka itu.
“Aku akan
mengobati mu. Kau lebih baik diam dan jangan membantah. Atau aku akan
benar-benar tidak akan memperdulikan mu.” ucap Jalal dengan nada yang meninggi.
Tapi Jodha tidak pernah takut dengan gertakan pria seperti itu.
“Oh ya,
kau tidak ingin memperdulikan ku lagi? Ku rasa itu lebih baik dari ini. Kalau
begitu sekarang kau pergi saja dari sini dan jangan pernah datang menemui ku
lagi. Pergilah!” Jodha menunjuk ke arah pintu keluar pada Jalal.
“Tidak.
Kau harus aku obati dulu.” Jalal bersikeras dan kembali mengambil tangan Jodha
dan mengoleskan salep pada lukanya. Jodha hanya tertegun melihat wajah marah
itu yang melembut begitu mengobati nya. Ucapannya hanya bualan belaka, matanya
terlihat risau begitu melihat darah yang masih sempat mengalir dari lengannya.
“Aku
seorang pendekar. Aku tidak membutuhkan obat itu. Kau buanglah, atau setidaknya
berikan pada prajurit mu yg sama kejamnya dgn diri mu.” ujar Jodha ringan dgn
wajah datar tanpa ekspresi.
“Tidak ada
seorang pendekar sombong seperti mu. Dan lagi, tdk ada seorang pendekar yang
tdk membutuhkan obat. Karna setiap pendekar pasti akan merasakan luka karna
perjuangannya.” sahut Jalal yg masih mengoleskan salep di tangan Jodha.
Tiba-tiba
Jodha teringat oleh ayahnya yg meninggal di medan tempur. Pikirannya kembali
melayang jauh, disaat detik-detik kematian sang ayah. “Apa obat yang kau
berikan ini bisa mengobati hati ku yg terluka karena kehilangan seorang ayah?”
tanya Jodha lirih. Jalal mengalihkan pandangannya menatap Jodha. Air matanya
masih ia tahankan dgn kuat agar tdk mengalir. Pelupuk matanya terlihat dgn
jelas, disana tersimpan jutaan air mata yg menggenang.
~~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~~