Versi
Alsi Chapter 1 - 2
By
Viona Fitri
Gelap
gulita meyelimuti perang besar antara dua kerajaan besar India. Awan berubah
menjadi berwarna merah bak darah yang mengalir dari para saudara dan prajurit
yang berperang mempertahankan tanah mereka dari negeri penjajah. Hujan deras
dan petir yang menggelegar tidak menjadi masalah bagi mereka. Darah terus
mengalir deras dari tebasan senjata yang berhasil menggores menancap telak di
anggota tubuh mereka. Dentingan senjata yang seperti tidak akan pernah berakhir
terdengar di mana-mana. Seorang gadis dari salah kerajaan besar itu tengah
bersimbah memohon pada sang dewi untuk melindungi kerajaan serta keluarga dan
para prajurit yang ikut dalam peperangan.
“Dewi aku
mohon pada mu... Jangan biarkan tentara musuh berhasil mengalahkan tentara
kami. Berilah bantuan pada kami dewi. Kau selalu memberi jalan keluar bagi
setiap permasalahan yang ada. “ Gadis menangis dengan hebat nya. Air mata tak
henti nya mengalir kepada sang dewi agar mau mendengar permohonan nya.
Tiba-tiba
sebuah rombongan tentara musuh menyerbu kuil Dewi dan menyerang prajurit yang
menjaga sang putri dari bahaya akan mengancam. “Jodha seperti nya tentara musuh
sudah mulai datang ke kuil dewi. Aku yakin tentara kita sudah kalah oleh
tentara musuh. Sekarang pergilah dari sini secepat nya dan selamatkan diri mu.
Aku mendengar kabar raja Mughal yang sangat kejam dan sadis pada musuh mereka.
Raja Mughal tak pernah segan-segan membunuh siapa pun yang masih hidup di
daerah jajahan mereka. Pergilah!” Seorang pelayan setia dari putri kerajaan
Amer itu membujuk sang Putri agar segera meninggalkan kuil.
“Kenapa
aku harus pergi Moti? Aku tidak mau pergi dari sini. Kau tahu ini adalah tanah
kelahiran ku. Aku lahir dan dewasa di tanah ini. Aku juga akan maju melawan
mereka. Biarkan saja aku akan mati dalam pertempuran besar ini. Tapi setelah
kematian ku, semua rakyat Amer pasti akan bangga pada Putri mereka yang mati di
medan perang.” Jodha bersih keras dengan pendirian nya. Ia bukanlah seseorang
yang mudah goyah pada pendirian nya. Tidak perduli apa kata orang, kalau
menurut nya itu benar, maka ia akan berjuang sekuat tenaga nya untuk menegakkan
keadilan.
Jodha
menghapus air mata nya dan mengambil pedang dari dalam sarung nya. “Sekarang
aku yang akan mengalahkan musuh. Mereka akan melihat bagaimana kekuatan seorang
putri dari kerajaan Amer. Tidak akan dapat mereka dengan mudah menguasai tanah
kita.” Jodha berkata dengan suara yang lantang tanpa takut.
Sinar mata
nya menyala-nyala bagaikan bola api. Tangan nya mengeras mengangkat pedang
tanpa sedikitpun gemetar. Jodha tak kenal takut berlari keluar kuil dan mulai
menyerang tentara musuh.
Benar-benar
pertempuran hebat yang kala itu membuat semua tentara musuh jatuh tergolek di
atas tanah tanpa nyawa. Hanya tinggal nama yang akan mengenang perjuangan
mereka. Terlihat pasukan dari pihak nya banyak yang gugur melawan musuh.
Jodha
menaiki kuda salah satu prajurit setelah berhasil melumpuhkan nya. Derap kuda
itu membawa nya menuju medan tempur. Kemelut awan yang jelas terpampang kelabu
terus mengiringi setiap langkah nya. Semua tentara musuh yang mencoba
menghalangi putri dari Amer itu, tidak ada yang dapat bangkit setelah di serang
oleh seorang putri berparas cantik dari negeri Jajahan.
Gadis itu
terlihat mantap menunggangi kuda nya. Telinga nya sudah sangat kebal mendengar
teriakan prajurit yang terus menyuruh tuan putri mereka kembali ke Istana.
Langkah nya tetap maju tanpa mendengar ocehan mereka yang terus menghentikan
nya.
“Kalian
semua dengar, kami tidak akan pernah menyerah dalam peperangan ini. Darah ku
telah mendidih mendengar kekejaman kalian terhadap bangsa Rajputana. Jika
kalian semua yang hadir di medan perang ini adalah prajurit sejati, maka
sekarang juga seraang dan bunuhlah aku jika kalian mampu.” Jodha berkoar dengan
lantang. Para pangeran Amer yang melihat ke datangan Jodha, segera menghampiri
memacu kuda Jodha.
“Apa yang
kau lakukan di medan tempur seperti ini Jodha? Sekarang kembali lah ke istana.
Kau harus segera menyelamatkan diri mu. Jangan mengambil langkah konyol untuk
berperang melawan musuh.” Pinta Sujamal dengan tegas.
Tapi gadis
yang ada di hadapan nya itu sama sekali tidak bergeming dan malah melajukan
kuda nya menuju tentara musuh. “Aku sudah terlanjur datang ke medan pertempuran
ini Bhaisa. Aku tidak mungkin mundur dan melihat banyak prajurit kita yang di
bantai dengan sangat kejam oleh mereka. Kuil Dewi Kali juga sudah di serbu. Aku
bersumpah akan membalaskan dendam ku pada mereka semua. Lebih baik, Bhaisa
berhati hatilah, kita sama-sama berusaha membela kerajaan dan Marbat bangsa
kita. Lihatlah aku akan membuat mereka datang dan bertekuk lutut meminta
mengampunan pada ku.” Teriak Jodha yg sudah menjauh dari Sujamal. Pendirian nya
memang benar-benar kokoh seperti berlandaskan tiang kuat sebagai penyanggah
nya. Kepala nya benar-benar keras seperti batu.
Kuda Jodha
terus berjalan menapaki medan perang yang di penuhi oleh darah. Para prajurit
dari Amer banyak yang gugur di medan perang. Pasukan musuh terlalu banyak dan
besar untuk di kalahkan. Jodha terus menyusuri menerobos para prajurit dan
melumpuhkan mereka satu persatu.
“Jodha...
Apa yang kau lakukan disini? Pulanglah nak.” Teriak seorang pria yang berusia
paruh baya. Ia tampak sedang kewalahan menghadapi musuh yang berbondong
menyerang nya. Tiba-tiba saja, “Aaa...” rintihan pria itu menggema di seluruh
medan tempur saat sebuah pedang tertantap di perut nya. Jodha terkejut dan
turun dari kuda nya melawan para prajurit yang sudah merenggut nyawa sang ayah.
Ia seperti tidak kenal ampun lagi pada mereka. Jodha langsung menyabatkan
pedang nya pada setiap tentara musuh yang menyerang nya.
Dari
kejauhan, tampak seorang lelaki yang tengah menunggangi kudanya merasa
terpesona pada keahliaan berpedang dari putri kerajaan Musuh. Dialah Jalalludin
Muhammad Akbar, raja kerajaan Mughal yang tak pernah kenal ampun dan belas
kasih pada siapa saja yang mencoba menggagalkan rencana nya menguasai India.
Semua orang akan gemetar begitu menyebutkan nama nya.
Para
pangeran yang melihat terbunuh nya Raja, segera melindungi Jodha yang mendekap
tubuh ayahnya. “Ayah... Bangunlah Ayah. Kita belum menyelesaikan pertempuran
ini. Ku mohon buka mata Ayah... Kita pasti akan menang melawan tentara
musuh....” Jodha terisak sambil mendekap sang Ayah yang sudah tergolek lemah
tak bernyawa. Sudah tidak terasa lagi hembusan nafas dari nya. Tidak ada
sekiditpun respon saat Jodha mengguncang tubuh sang ayah dengan kuat. “Ayah
bangun... Ayah harus tetap hidup. Dewa... Tolong ayahku, kenapa kalian tega
mencabut nyawa nya. Kembalikan ayahku dewa....” Jodha tambah semakin terisak.
Di
baringkannya tubuh tak bernyawa sang ayah di atas tanah medan pertempuran itu.
Ia berdiri tegak dan mulai mengangkat senjata lagi. Hanya tinggal dua pangeran
dari kerajaan Amer yang tersisa, dia adalah pangeqan Sujamal dan Maansing.
“Kalian
kejam, kalian telah membunuh ayahku dengan sangat brutal. Kalian melakukan
pengeroyokan padanya. Apa yang ingin kalian buktikan dengan cara seperti itu
hah? Dimana pemimpin kalian? Dimana raja kalian yang kejam itu. Aku bahkan
tidak pernah merasa gentar berhadapan dengan nya. Sekarang, katakan padaku dimana
tempat kalian menyembunyikan raja kalian yang seorang pengecut itu.” Jodha
beteriak keras sambil mengangkat pedang nya.
Jalal yang
memperhatikan gadis dalam medan pertempuran itu, sangat merasa kagum dengan
keberanian nya. Tapi, ia tidak akan melawan gadis itu. Ia hanya ingin
menjadikan gadis itu untuk menjadi miliknya selama lamanya. Terlalu bodoh
baginya, kalau ada sebuah pedang yang melesat sedikit saja di kulit mulus itu.
Gadis itu terlalu cantik untuk di lukai. Selagi Syarifuddin yang menjadi pemimpin
pasukan, ia yakin pertempuran mereka melawan Amer akan berhasil. Syarifuddin
selama ini hanya membawa kemenangan saja untuk kerajaan Mughal.
Jodha
kembali menyerang prajurit musuh satu persatu. Siapun yang menghalangi jalan
nya, maka akan merasakan kejam nya ayunan pedang dari seorang gadis cantik di
hadapan mereka itu. “Jodha... Kau pulanglah, bawa jenazah ayah kembali ke Amer.
Kami akan segera kembali setelah mendapatkan kemenangan.” ucap Maansing yang
berdiri melawan tentara musuh di belakang Jodha.
Syarifuddin
yang melihat seorang gadis dalam medan pertempuran itu, merasa langsung dibuat
terpesona olehnya. Sejarah belum pernah ada sebelum nya, tentang seorang putri
yang ikut bertempur di medan perang. Tapi, putri dari Amer itu akan membuat
sejarah baru dalam hidup para wanita.
“Dimana
pimpinan kalian? Ayo katakan, atau aku akan segera membunuh mu. Kalau kau mau
mengatakan nya, maka kau akan selamat. Kau mungkin punya keluarga yang kau
tinggalkan di rumah. Jangan membuat mereka menangis hanya karna kau pulang
tinggal nama mu saja. Sekarang ayo katakan padaku, dimana pemimpin kalian?”
tanya Jodha yang sudah berhasil menangkap musuh dan menghunuskan pedang di
lehernya.
“Kau cari
saja sendiri dimana pemimpin kami saat ini. Kami adalah bangsa Mughal, jangan
pernah berharap bisa mengancap ku dengan pedang mu itu.” kata salah satu
prajurit dengan tenang di keadaan yang sangat menegangkan itu. Nada nya malah
terkesan memberi tantangan pada Jodha.
“Kau
menantang ku? Aku tidak pernah bermain-main dengan ucapan ku. Aku akan membunuh
mu.” Jodha menancapkan pedang nya pada prajurit Mughal yang membuatnya semakin
naik pitam. Ia tidak bermaksud membunuh seseorang dengan cara yang begitu
kejam. Tapi prajurit itu membantah mengatakan dimana pemimpin mereka berada.
Bertemu dengan pemimpin pasukan mereka, itu adalah pertama yang ingin sekali ia
lakukan. Kemudian membunuhnya dengan tangan nya sendiri. Jalal yang melihat
kekejaman gadis itu tercengang tidak bisa percaya dengan penglihatan nya
barusan.
~~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~~