Jalal masih memegang tangan Jodha seperti miliknya ... Jodha merasa lebih baik
setelah mengambil kesedihannya dan berbagi rasa sakitnya dengan Hameeda, yang
telah menjadi peganganya selama tiga minggu terakhir. Setelah memastikan Jodha
tenang, akhirnya Hameeda meninggalkan Jodha dan Jalal untuk menengok Abdul.
Jalal dan Jodha hanya berdua saja di
kamar ini, dimana mereka telah menghabiskan waktu-waktu terindah mereka
bersama-sama. Mata Jodha terjebak di lukisan mereka yang tengah berbaring damai
di bawah pohon dekat danau, ia merasa lukisan ini tak pantas berada di kamar
Jalal. Lukisan ini memberi rasa sakit bagi Jodha, dua minggu terakhir merupakan
waktu yang sangat melelahkan baginya. Rasa dikhianati, penghinaan dan
kemarahanya sudah mencapai titik batas toleransinya. Rasa frustasinya berdampak
begitu banyak sehingga dia telah mencapai tempat dimana sudah tak ada lagi
perasaan yang tersisa. Rasa sakit dan kemaraha telah mengajarinya untuk
menjauhkan diri dari kenangan... namun Jodha merasa frustasi ketika ia
menyadari bahwa kehadiran Jalal masih sangat berpengaruh begitu banyak baginya.
Hatinya sangat menikmati kedekatan dari pegangan posesif suaminya, namun
pikiranya dengan kejam menghikumnya dan mengancam ia untuk mencinbati begitu
besarnya.
Dua jam berlalu, Jalal sangat terlelap
dalam tidur panjangnya dan Jodha masih dengan setia duduk disampingnya.
Tiba-tiba Jodha mendengar jeritan yang menyakitkan dan cengkeraman ditanganya
telah mengendur. Ekspresi wajah Jalal berubah dalam tidurnya, nampak kesedihan
yang sangat mendalam tergambar jelas di wajah tampanya. Dan perlahan air mata
menetes disudut matanya yang masih terpejam, dalam nada bersalah Jalal
menggumam dalam tidurnya... “Jo...dh...a...” mendengar itu secara otomatis
tangan Jodha mengarah ke kepala Jalal dan membelainya lembut guna memberi
ketenangan. Setelah sekian menit Jalal terdiam oleh sentuhan Jodha namun
tiba-tiba air matanya kembali mengalir terus menerus. Jalal kembali menggumam
dalam tidur dengan suara yang lebih keras... “jangan tinggalkan aku... Jangan
pergi.” Dan setiap beberapa menit Jalal selalu menggumamkan kata yang sama. Dan
selama itu pula Jodha hanya bisa membelai kepala Jalal untuk menenangkanya
sambil bergumam ditelinganya... “Sssstttt... ssssttt.... sssstttt” dan Jodha
kembali menepuk-nepuk dahi suaminya dengan lembut. Namun rupanya Jalal dalam
keadaan tidur yang sangat dalam, sehingga ketenangan dan kata-kata Jodha tidak
sampai menyentuh alam bawah sadarnya... Jalal semakin keras mengatakan dan
sekarang disertai dengan nada panik dalam suaranya... “Tidaaak... Jangan pergi
Jodha ... jangan tinggalkan aku.”
Hati Jodha di dera sakit luar biasa
mendengar kesedihan dan kerentanan dalam igauan Jalal. Ia tahu, Jalal telah
menyadari kesalahanya namun melihat pertobatan dalam mimpinya dan tangisanya
membuat hati Jodha serasa ditimpa batu besar.
Gumaman Jalal meningkat dengan nada keras yang sangat jelas... “Aku
seorang raja kejam yang tak berperasaan, semua orang membenciku.... Jalaluddin
Muhammad telah gagal.” Ucapan Jalal diiringi dengan tubuhnya yang bergetar dan
menggigil oleh ketakutan. Dan Jodha menyadari bahwa Jalal bukan hanya bertobat
bagi kesalahanya tapi dia benar-benar merasa telah hancur mengetahui kegagalan
fatalnya. Ia tak mempunyai kekuatan yang tersisa lagi untuk bertarung dengan
dirinya sendiri, melihat cinta kasih dan kesedihan mendalam Jalal membuat
kesedihanya sendiri bukanlah apa-apa. Dengan lembut Jodha memeluk dan mencium
dahi serta pipi Jalal, iapun menggumamkan kata penghiburan ditelinga Jalal...
“Jalaaal... aku sangat mencintaimu dan aku tak akan pernah sanggup bila hidup
tanpamu.” Begitu Jalal merasakan kehangatan dan kedekatan, ia perlahan-lahan
menjadi tenang dan Jodha tetap memelukknya sampai suaminya mendapatkan
ketenanganya lagi... Jodha merasa begitu lemah didepan hatinya.
Jodha duduk disamping suaminya sambil
menatapnya tanpa memalingkan muka barang sedetikpun. Ada perdebatan sengit
antara hati dan pikiranya, namun setelah beberapa hari ia merasa ini pertama
kalinya ia berlutut kepada cintanya. Jodha mengutuk dirinya sendiri karena
mencoba menyerah untuk menghormati dirinya... waktu berdetak secara perlahan,
ia kembali mencoba mengontrol atas dirinya yang lemah hatinya. Jodha terkenang
setiap saat sejak perjumpaan mereka pertama kali.. kebrutalanya...
kekejamanya... rasa cintanya yang begitu besar dan juga perawatanya. Semua
datang didepan mata sadarnya.. Jodha benar-benar tersesat disaat-saat indah
mereka, namun lagi-lagi kenangan manis itu ternodai oleh kenangan pahit
setelahnya.... emosi Jodha berubah-ubah silih berganti.
Tiba-tiba Jodha merasakan sedikit
gerakan Jalal.. dan dengan cepat ia berlari ke pintu keluar dan memerintahkan
pada para prajurit untuk memanggilkan FrogQueen dan juga Marium Makhani segera.
Setelah itu Jodha memerintahkan pelayan untyk membawa khichdi untuk dia.
Hameeda dan FrogQueen datang dengan
berlari ke dalam kamar Jalal, melihat itu Jodha segera bangkit dari tempat
tidur untuk memberikan tempat si FrogQueen, Hameeda melihat ini tapi ia
memutuskan untuk tak mengatakan apapun. Jodha kemudian mengambil tempat disudut
belakang tempat tidur Jalal sehingga ia bisa melihat Jalal namun tidak dengan
Jalal. Perlahan-lahan Jalal membuka matanya dan melihat pemandangan yang
membuatnya kecewa, harapan melihat bidadari ada disampingnya berubah menjadi
kenyataan pahit ketika ia harus berhadapan dengan wajah lama yang sungguh
sangat tak ingin dilihatnya ketika ia siuman dari pengaruh obat tidurnya ***abaikaaan
abaikaaan, ini hanya kelebay-an Author semata hahaha***.. mata Jalal kemudian mencari-cari
Jodha, namun tak ditemukanya bidadari hatinya itu.
“Kesa lag raha hai Jalal ?(bagaimana
keadaanmu Jalal).” Tanya Frog Queen.
Jalal menjawab dengan nada kesakitan...
"bahut dard hai Begum E Khass ... Hamara Maha hil bhi nahi raha Hamse ...
(Nyeri tak tertahankan Begum E Khass ... aku merasa seperti seseorang telah
mencengkeram tanganku di genggamannya, aku bahkan tidak bisa menggerakkan
tanganku walau sedikit ) "
Dengan nada simpati Hameeda berkata... “Jangan
khawatir Hamari Beta, kau akan sembuh dalam satu minggu tapi sangat penting
bahwa kau harus menjaga diri dengan baik dan beristirahat dengan benar.” Dengan
tersenyum dan nada sopan Jalal menjawab... “Ji Ammijaan” beberapa detik
kemudian Jalal meminta sesuatu... “Bisakah aku mendapatkan air? Aku merasa
sangat haus.”
“Jodha anakku, tolong beri air pada
Jalal.” Hameeda yang melihat Jodha berdiri disamping teko air meminta tolong
sekaligus memberi isyarat pada Jalal bahwa Jodha ada disini.
Mengetahui niatan asli ibunya, Jodha
dengan enggan menjawab... “Ji Ammijaan.”
Jalal menyadari bahwa Jodha berdiri
dibelakan tempat tidurnya, ia sebenarnya dalam kondisi sakit yang tak
memungkinkanya bergerak yang akan menyebabkan lukanya terbuka kembali. Namun mendengar
suara Jodha, keinginan Jalal tak bisa dibendung lagi. Serasa mendapat kekuatan
dari luar, ia memaksakan diri menggeser tubuhnya dan mencoba melihat wajah
istri tercintaya.
Melihat Jalal berbuat demikian, Hameeda
dengan cemas berkata.. “Jalal, apa yang kau lakukan?? Jangan bergerak dahulu,
tenanglah... Jodha akan membawakan air untukmu.”
Menyadari ketidaksabaranya, jalal
mencoba menguasai diri. Lalu Jodha mengambil air dan pergi ke sisi tempat tidur
dimana sang FrogQueen duduk.. ia memberikan gelas itu pada FrogQueen agar sang
begum E Khass bisa memberikanya untuk Jalal. Dan tanpa melihat kearah Jalal,
Jodha kembali pada tempatnya semula.
Jalal menatapnya sedih dengan kesedihan
yang mendalam dan rasa bersalah di wajahnya. Jodha
bisa merasakan tatapannya menembus padanya, tapi dia tidak bergeming sama
sekali dan dengan keras kepala ia tidak mengangkat matanya.
Rukaiya dan Hamidah memberikan dukungan
kepada Jalal agar ia bisa duduk. FrogQueen mengulurkan tanganya yang memegang
segelas air kepada Jalal, namun dengan perlahan Jalal menjauhkan gelas itu dari
mulutnya dan dengan nada meminta ia berkata... “Begum E Khass, aku tak
bermaksud ingin menyakitimu ***Padahal sih emang niatnya gituu.. evil laugh
mwuahahaha*** tapi aku hanya
ingin makan dan minum jika Jodha yang memberikanya dengan tanganya sendiri, aku
harap kau mengerti dengan hal itu.” ***nahhh ini baruuuu MODUS, padahal baru
aja keluar dari masa kritis dasaaar Jallad sang raja modus huh***... mendengar itu hati sang FrogQueen
serasa hangus terbakar , namun dengan senyum palsu ia dengan enggan mau
menyingkir dari area pribadi Jalal. **ciaaaaandelooooooooo, kibas duppatta**
Jodha tanpa sadar mendekati Jalal dan
mengambil segelas air dari meja dan diteruskan tangannya mendekati bibir Jalal sambil
melihat sisi lain, ia memutuskan untuk tidak melihat langsung di matanya. Jalal
minum air, memegang tangannya tanpa melanggar tatapannya padanya.
Hameeda melihat kegelisahan Jodha dan
rasa bersalah yang ekstrim dalam diri Jalal. Hameeda menyadari bahwa keduanya
harus menghabiskan waktu bersama-sama. Dan dengan nada instruktif kuat dan
keras ia berkata... “Malika E Hind, Jodha Begum. Ini adalah waktu untuk
memenuhi tugasmu. Aku memberimu tanggung jawab untuk mengurus Jalal. Aku ingin
kau tinggal bersamanya sampai suamimu benar-benar sembuh.” ***Awwww
Ammijaan pengertiaaan banget nihhhhh... peluk Ammijaan Djumiati***
Hameeda tahu dengan sangat baik, mungkin Jodha akan
sangat keberatan dan bahkan akan menolaknya. Namun hanya inilah pilihan Hameeda
yang dipunyainya, karena Hameeda sadar bahwa puteranya lebih membutuhkan Jodha
daripada dirinya. Hameeda sebenarnya sangat terancam akan aksi mengasingkan
diri Jodha, bahkan setelah perintahnya Jodha masih bisa menolak dengan sopan untuk
keluar dan memilih tetap tinggal dalam kamarnya selama berhari-hari. Hari demi
hari Jodha semakin menjauhkan diri dari orang-orang sekitarnya, dan kondisi ini
jauh lebih menakutkan daripada kondisi Jalal. Hameeda menyadari ketika ia
melihat dengan mata kepala sendiri kekhawatiran ekstrim Jodha untuk Jalal dan
melihat lupa dirinya Jodha ketika mengetahui Jalal terluka cukup membuat
Hameeda menyadari bahwa yang bisa mengembalikan Jodha seperti semula adalah
Jalal dan hanya Jalal yang bisa.
Jodha menatap Hameeda dengan pandangan
mempertanyakan ‘mengapa harus aku’... namun Hameeda mengabaikan tatapan Jodha
ini dan dengan keras kepala hanya menunggu jawaban Jodha. Akhirnya Jodhapun
menyerah dan dengan nada pahit dan sarkastik ia berucap... “Sesuai perintah
Marium Makhani, saya akan melaksanakanya.” Ia terdengar sedih
Jalal tak ingin mengambil keuntungan dari situasi
ini, ia tak mau memberikan rasa sakit baru ketika luka lamapun belum
terobati... dengan wajah murung Jalal mengatakan... “Ammijaan.... aku tidak
apa-apa jika hanya dengan dasi saja yang membantuku. Aku mohon padamu, jangan
memaksa Jodha Begum dengan keinginanmu. Jangan menghukumnya hanya demi aku.”
Jodha akhirnya mengangkat matanya yang
sedari tadi tertunduk, ia melihat langsung kedalam mata jalal dan berkata... “Shahenshah,
aku tak punya masalah dalam hal merawatmu. Dan itu memang tugasku untuk menjagamu
ketika kau membutuhkanku.” Mata Jodha tak memiliki ekspresi. Ia terlihat sangat
tenang, tak ada rasa sedih, marah maupun senang... tidak ada, hanya kekosongan
yang ada didalamnya. Dan ketenangan Jodha yang seperti ini kembali membuat
Jalal merasa takut dan ngeri. Ia ingin segera meminta maaf pada Jodha atas
segala perilaku kasar dan juga penghinaanya, ia ingin melihat senyum
menyenangkan diwajah istri tercintanya kembali lagi.
Dengan nada sopan, Jalal meminta... “Ammijaan,
aku ingin berbicara dengan Jodha Begum secara pribadi.”
Hameeda juga merasa bahwa itu perlu,
dia tersenyum dan tanpa membuang waktu menyeret FrogQueen untuk ikut pergi
bersamanya.
Akhirnya Jodha dan Jalal sendirian di
ruangan. Jodha berdiri di samping tempat tidur Jalal, matanya diturunkan ke
bawah. Ada keheningan mengerikan
dalam ruangan ini. Butuh waktu lebih dari satu menit untuk memutuskan darimana
ia harus memulai semua ini. Jalal perlahan-lahan mengambil tangan Jodha untuk
digenggamnya, tapi tanpa diduga Jodha segera menarik tanganya dari genggaman
Jalal. Menyadari akan hal ini, akhirnya Jalal tahu bahwa ia telah kehilangan
istrinya untuk selamanya. Hatinya tiba-tiba dipenuhi oleh ras sakit yang luar
biasa. Ia merasa seperti sanggup menangis meraung-raung, kata-katanya tertahan
ditenggorokan. Dan akhirnya tanpa mengucapkan sepatah katapun air mata mulai
membanjiri keluar, mata Jalal yang tak pernah lepas dari Jodha seolah-olah
memohon belas kasihan. Jodha masih duduk disampingnya namun dengan mata
tertunduk kebawah. Jalal tahu bahwa Jodha tak akan memaafkanya, namun ia harus
tetap mencoba meminta maaf ata kekejamanya. Setelah menyusun kalimat dan mengumpulkan
segala keberanianya, akhirnya Jalal berkata dengan nada terbata-bata... “Jo....
dhaa. Maafkan aku, sekali lagi aku telah membuat kesalahan besar. Apa yang aku
lakukan adalah suatu dosa, pelanggaran terbesar, aku telah mempermalukanmu dan
menghinamu di Diwani E Khass.”
Sebelum Jalal bisa mengatakan apapun
lagi, dengan nada pahit ia menghentikanya... “Shahenshah, kumohon istirahatlah.
Kesehatanmu belum membaik, kau perlu tidur dan aku sungguh lelah jadi aku akan
beristirahat di sofa ini.. jika kau perlu sesuatu panggillah aku. Aku hanya
duduk disini dan beristirahat.”
Tanpa melihat Jalal, Jodha berbalik
menuju kursi. Jalal hanya bisa mengawasi dengan tak berdaya. Ia menyadari bahwa
saat ini, ia telah benar-benar kehilangan Jodha. Dia bahkan tidak mau hanya
untuk mendengarkan permintaan maafnya. Jalal ingin meminta maaf untuk banyak
hal, namun Jodha benar-benar memotongnya. Jodha duduk disudut kursi, permintaan
maaf Jalal tadi telah menyulutkan api kemarahanya lagi. Jalal masih duduk
ditempat tidur, mengistirahatkan punggungya diatas tumpukan bantal. Matanya terpejam
dan air matanya berlinang karena tumpukan rasa bersalah dan kesedihan yang
mendalam. Ia merasa sangat lemah, luka fisik maupun hatinya benar-benar
menghancurkanya. Ketidaktahuan Jodha telah membunuh harapan terakhirnya. Hanya beberapa
jam yang lalu Jalal menyadari bahwa ia telah salah menangani rakyatnya. Keputusan
kejamnya dan juga kebodohanya telah menghancurkan banyak nyawa. Ia sadar
sebagai Shahenshah ia merasa telah gagal.. sebagai suami ia telah gagal...
sebagai pecinta, ia telah gagal. Dalam ego dan kemarahanya juga ia hampir
membunuh sahabatnya. Air mata yang terus menerus mengalir keluar karena
pertobatan dan kesedihan jalal rupanya tak memberi dampak apapun pada Jodha.
Jalal ingat banyak kasus ketika ia mengambil keputusan yang sangat kejam dengan
otaknya saja dan mengikuti hukum. Ia ingat percakapan terbaru tentang anak
berusia 8 tahun yang dihukum hanya karena ia masuk di taman. Ia dengan ngeri
membayangkan bagaimana anak-anak kecil itu duhukum pukul, Jalal merasa seperti
ia bisa berteriak kencang, ia merasa ingin menghukum dirinya sendiri dengan
cara brutal karena ketidakpekaanya.
Jodha masih melihat kebawah berpikir tentang bagaimana Jalal telah
memperlakukanya dengan kejam. Ia masih tak tahu mengapa Jalal menghinanya
didepan begitu banyak orang dan mengapa dengan tiba-tiba ia meminta maaf. Dalam
tiga minggu hatinya telah berubah seperti batu. Namun ketika Jodha mendengar
suara rintihan kesakitan, Jodha terkesiap. Ia berfikir bahwa Jalal kembali
kesakitan, ia kemudian mengangkat matanya untuk melihat suaminya. Jodha melihat
Jalal yang memejamkan mata dengan air mata yang terus menerus keluar. Kondisinya
terlihat sangat rentan dan wajahnya menunjukkan rasa sakit dan bersalah. Melihat
Jalal seperti itu membuat hati Jodha sedikit mencair. Jodha berjalan dan duduk
di tempat tidur di sampingnya, lalu perlahan-lahan menyeka air matanya dan
bertanya dengan banyak perhatian ... "Shahenshah, aapko bahot dard raha
hai ho ..." (Shahenshah, Apakah Anda terlalu banyak rasa sakit ")
Jalal membuka matanya dan melihat dia
duduk di sebelahnya. Ia sangat terkejut melihat rasa peduli untuknya
begitu besar. Jalal dengan sedih mengatakan... “Hmmm.., ya Jodha. Aku merasa
sangat sakit, tetapi apakah kau tahu tempat yang paling sakit?” ia mengambil
tangan Jodha dan meletakkan didadanya, iapun meneruskan perkataanya... “Aku
mempunyai rasa sakit yang tak tertahankan didalam hatiku, dan rasanya hatiku
seperti akan meledak. Aku tak cukup mampu menahan rasa sesak nafas ini. bahkan
setelah semua kekejamanku yang tak terhitung banyaknya ini aku masih ingin
memohon maaf padamu, aku dengan tak tahu malu ingin mendapat pengampunan
darimu.” Jalal berhenti sejenak untuk melihat cinat dimata Jodha untuknya, tapi
ketika mata itu masih menunjukkan ketenangan yang ganjil membuat hati Jalal
terasa patah hati. Dengan isakan keras dan nada memohon Jalal berkata... “Jodha...
maafkanlah aku untuk terakhir kalinya. Aku tidak tahan dengan keheningan dan
kebencian dimatamu untukku, ketidaktahuanmu akan mengakibatkan kematianku. Aku tak
bisa membaca matamu lagi, kau tak memiliki apa-apa lagi didalamnya. Aku tak
melihat kebencian maupun cinta, seperti kau telah menyingkirkan semua
perasaanmu. Jodha ini seperti engkau telah mencabut nyawaku... kumohon bawa aku
dalam pelukanmu, hukumlah aku sesuka hatimu, seperti keinginamu tapi
keheninganmu ini akan membunuhku... demi tuhan katakan sesuatu padaku.”
Malum hai hume k huee humse khata...
(aku tahu aku telah membuat kesalahan
lagi)
par yun humse Khafa hokar tikar
melakukan Saza...
(Tapi jangan menghukumku dengan
ketidaktahuanmu)
Shiddat se teri raah tak rahe hai...
(Sepertinya, aku telah menunggu untuk
tatapan penuh kasihmu selama bertahun-tahun)
Juda na hona tum banakar koi Waja...
(Jangan tinggalkan aku sendirian untuk
alasan ini)
Bas khuda se iltija hai...
(Aku hanya punya satu permintaan untuk
dewa)
To maut se Pehle Naseeb ho maujudgi
teri...
(Sebelum kematianku, kau membawaku
dalam pelukanmu dan mencintaiku)
LAUT AAO hamare rukhsat mengasah se
Pehle...
(Kembalilah sebelum aku mati)
LAUT AAO to Tumhe Hamari hai kasam...
(Kembalilah demi cinta kita)
LAUT AAO to tum bin jee na hum payenge...
(Kembalilah, karena aku tidak akan
mampu bertahan lama tanpamu)
LAUT AAO to tum bin adhure hai hum
sanam...
(Kembalilah.. aku tidak akan lengkap
tanpa cintaku)
Aakhri Saans tak karte rahenge intezaar
tera...
(Aku akan menunggumu sampai napas
terakhirku)
Maut pe Hamara bas nahin...
(Aku tidak memiliki kontrol atas
kematianku)
Par ek tamanna hai dil ki to maut se
Pehle ho Deedar tera...
(Tapi Ini keinginan terakhirku yang
kulihat sebelum aku mati)
LAUT AAO to hume jarurat hai Tumhari...
(Kembalilah sayang, aku ingin kau)
LAUT AAO to yeh hai imtihaan-e-mohabbat
meri...
(Kembalilah ... Percayalah lagi dengan
cintamu)
Laut AAO ...
(Kembali)
Laut AAO ...
(Kembali)
***Huwaaaaaaa
sediiiiih, nangis nggruguk.... elap ingus make jubah Shahenshah***