Created By; Bhavini Shah
Translate By; Dewi Agassi
It
Is Hate Or Love Chapter 27
Detak
Jantung Jodha berpacu lebih cepat dari biasanya, wajahnya penuh dengan
kecemasan yang sangat luar biasa. Nafas beratnya jelas sangat terdengar,
seakan-akan hanya untuk bernafas ia memerlukan tenaga tambahan.... cara dia
datang keruangan Jalal dengan tiba-tiba dan menerobos begitu saja kerumunan
orang sambil meneriakkan nama suaminya sudah menjelaskan betapa kekhawatiranya
sudah melampaui batas normal. Melihat Jodha dengan keadaan terguncang seperti
itu, tak ayal menarik seluruh perhatian orang yang ada disana.. termasuk Jalal,
tatapanya tak meninggalkan sedetikpun dari wajah istrinya.
Setelah
tiga minggu dalam penantian yang panjang, akhirnya keinginan Jalal terpenuhi..
yaitu melihat tatapan mata Jodha, dalam hati ia bergumam... “rasanya seperti
aku menungumu selama bertahun-tahun. Itu adalah keinginanku untuk melihatmu
sekali saja sebelum aku mati.” Pikiran Jalal dialihkan dari sakit yang tak
tertahankan setelah melihat Jodha dengan wajah yang menampakkan kekhawatiran
akan kondisinya.
Ini
mengejutkan bagi semua orang karena melihat Malika E Hind berpenampilan
sederhana tanpa perhiasan maupun sringar, dan kerudungnya telah lepas dari
kepalanya. Itu tak penting bagi Jodha setelah mendengar Jalal terluka.
Melihat
Jodha yang sangat menghawatirkanya, Jalal tahu bahkan setelah rasa sakit yang
telah diberikanya untuk istrinya, namun rasa cinta Jodha untuknya tak akan
pernah kering. Dan mengetahui hal ini membuat Jalal sangat bahagia, bahkan rasa
sakit dari tubuhnya yang terluka tak dirasakanya lagi.
Hakeem
Sahiba mulai membersihkan luka-luka Jalal, tapi rupanya sakit yang diakibatkan
luka itu tak berdampak sama sekali diwajah Jalal. Semua orang termasuk Hakeem
Sahiba terkejut ketika melihat wajah Jalal yang tersenyum dan tak menampakkan
wajah kesakitan. Ketika luka-luka brutal itu diobati oleh Hakeem, Jalal
ternyata mempunyai obat bius alami yaitu wajah Jodha sehingga walaupun tubuhnya
bereaksi terhadap sengatan rasa sakit tapi wajahnya tak memperlihatkan
kesakitanya, bahkan wajah Jalal cenderung tenang dan puas karena melihat cinta
yang sangat besar dari Istrinya untuknya.
Jodha
terbelalak ngeri melihat kondisi luka Jalal yang banyak mengeluarkan darah
dimana-mana, tanpa isakan air mata Jodha masih mengalir dengan derasnya. Ia
mengamati satu persatu luka itu dan akhirnya matanya melihat keatas, kewajah
Jalal. Dan untuk pertama kalinya, setelah insiden dalam Diwani E Khass mata
mereka beradu pandang kembali. Ini membawa Jodha pada realitas, betapa Jalal
telah menyiksanya dan merendahkanya. Ini sangat menyakitkan untuk Jodha, tapi
ditepisnya rasa kecewanya. Ia lebih mengkhawatirkan keadaan Jalal. ***Jaaal menungso siji iki emang
gawe smremet kok, gek kurang opo Jodha sampe dilarani terus karo dapurane Jalal...
mentolo njenggung ndase wae. Garai esmosi***
“Aaaaahhhhhh” tiba-tiba Jalal menggeliat menahan sakit namun tetap tak
mengalihkan pandanganya dari Jodha. Melihat rasa khawatir Jodha terhadap
dirinya yang telah menyakitinya begitu banyak membuat air mata Jalal lolos dari
matanya. Namun bukan air mata kesakitan dari lukanya, akan tetapi air mata itu
keluar dari perasaan bersalah dan penyesalan mendalamnya. Melihat air mata dan
rintihan Jalal, membuat Jodha seketika melupakan segala amarah maupun perlakuan
jalal padanya. Pikiranya hanya satu yaitu memberi ketenangan pada suaminya.
Jodha tidak menghiraukan orang-orang disekelilingnya, ia langsung melangkah
menuju tempat tidur Jalal dan duduk disebelahnya. Tanganya yang lembut bergerak
perlahan menuju kepala Jalal, mengelusnya dengan rasa sayang berharap dengan
sentuhanya rasa sakit yang diderita sedikit terobati. Air mata Jodha mengalir
terus menerus seakan tak terbendung, sungguh sangat menyakitkan baginya melihat
kesakitan Jalal ketika Hakim Saheba memulai menjahit luka-lukanya. Dalam proses
penyembuhan ini, tak sedetikpun mata Jalal berpindah dari melihat Jodha.
,melihat perhatian dan cinta Jodha untuknya, membuat dia serasa tak merasakan
rasa sakit ketika luka-lukanya dijahit. Ini sungguh membuat Hakim Sahiba kagum
sekaligus heran akan kemampuan Jalal menanggung rasa sakit... ahhhh andaikan
Hakim Sahiba tahu itu bukan karena kekuatan Jalal tapi besarnya cinta
Jodha..... namun pertahanan Jalal runtuh juga ketika Hakim Sahiba selesai
menjahit dan memotong benangnya... “Arrrrggghhhh” Jalal menjerit sakit, bahkan
lebih kencang dari yang pertama. Mendengar itu Jodha Shock, matanya yang sedari
tadi hanya fokus melihat wajah ganteng suaminya, dialihkan pada bagian tubuh
Jalal yang lain, leher.. dada... tangan dan kaki. Melihat begitu banyak luka
yang ditanggung Jalal membuatnya semakin terguncang, Jalal yang melihat itu
mencoba menggenggam tangan Jodha yang ada disisi kiri kepalanya. Menggenggamnya
dengan erat dan melihat Jodha dengan tatapan menenangkan seolah-olah berkata
“Aku akan baik-baik saja” ***Eye
Talk Yippiiiiiiiii***... mereka akhirnya saling menggenggam, jiwa mereka
berkomunikasi, saling menguatkan satu sama lain.
Sang FrogQueen dan Maham Anga merasa sangat kesal
melihat drama romantis ini, apalagi ditambah dengan sikap Jalal yang telah
melunak pada Jodha. FrogQueen berjalan menuju arah Jalal, dengan nada peduli
entah peduli akan hal apa dia bertanya... “Jalal, bagaimana perasaanmu?, apakah
sangat sakit sekali?.”
Jalal yang sedari tadi hanya menatap kearah Jodha,
dengan rasa enggan memindahkan tatapanya dari Jodha menuju sumber suara yang
bertanya, iapun dengan suara redup menjawabnya... “Yaaaah, sebelumnya memang
sangat menyakitkan dan tak tertahankan.. tapi setelah melihat cintaku” Jalal
memindahkan atatapan matanya kembali pada Jodha, menunjukkan kehadiranya dan
tersenyum padanya iapun melanjutkan perkataanya “Rasa sakitku langsung lenyap,
lukaku tak berdampak apapun padaku.” Dan bisa dipastikan jawaban Jalal sukses
membuat FrogQueen merasa terhina. Dengan senyum palsu dipaksakan akhirnya dia
memilih mundur dari tempatnya, mungkin mencari sudut kamar dimana dia bisa
menumpahkan sumpah serapahnya yang sudah lama ditahanya sehingga Jalal tak akan
mendengarkanya ***Miss
Pencitraan***
Hati Hameeda berdebar melihat anaknya dalam kondisi
yang begitu memprihatinkan. Ia hanya bisa menatapnya tak berdaya, Hameeda tahu
saat ini dia tak bisa berada didekat pueranya itu karena Jalal sangat membenci
melihat ibunya khawatir dan menangis karenanya, apalagi merawat luka-lukanya. Air
matapun tak pelak mengalir dari mata indahnya. Ketika ia mendengar keseluruhan
kejadian ini, dia sangat berterima kasih pada tuhan karena telah menyelamatkan
Jalal. Kalau mau dibilang, Hameeda sangat marah pada Jalal karena telah
mengambil resiko yang tidak perlu ini. tapi disisi lain dia juga sangat merasa
bangga pada puteranya karena bertempur dengan gagah berani melawan begitu
banyak perampok. Tanpa sadar Hameeda berbisik sedikit keras, dia berdoa... "Allah ka lakh lakh shukar hai ... tum sahi salamat ho
Jalal ... (Terima kasih Tuhan untuk menjaga Jalal tetap aman)".
Bisikan redup Hameeda ternyata
terdengar oleh Jalal, matanya mencari-cari sosok Ammijaan-nya ditengah
kerumunan orang yang mengelilinginya. Ketika melihat tatapan sayu dan khawatir
ibunya, Jalal tahu kalau Hameeda ingin berada didekatnya namun tak berani
karena luka yang dideritanya. Dengan nada lirih Jalal bergumam... “Ammijaan...
Ammijaan”. Panggilan Jalal itu, membuat Hameeda merasa sangat senang, ia
kewalahan mengetahui anaknya menganggap keberadaanya. Jalal memberikan sedikit
senyuman untuk menenangkan ke khawatiran ibunya, setelah itu matanya kembali
pada sosok Jodha. Mata Jalal tak meninggalkan sedetikpun dari wajah Illahi
Jodha, seakan-akan ini kesempatan terakhirnya melihat wajah Istri tercintanya. Namun
ia telah kehilangan begitu banyak darah dalam waktu-waktu ini, dan tubuhnya
semakin lama semakin melemah... pandanganya menjadi kabur, sehingga wajah Jodha
yang ditatapnya sedari tadi terasa buram dan akhirnya tubuhnya menyerah oleh
keinginanya untuk tetap melihat Jodha. Matanya terpejam erat dan tubuhnya
terkulai lemas.
Melihat pemandangan yang mengerikan itu
tak ayal membuat Jodha berteriak keras... “Shahenshaaaaaaaaaaaaaah.”
Mendengar teriakan cemas Jodha, Jalal
mencoba dengan keras melawan dengan segenap tenaga dan kekuatan batinya untuk
membuka matanya selama beberapa detik dan meremas lemah tangan Jodha yang
digenggamnya dari tadi untuk memberikan jaminan bahwa ini tak akan berhasil....
dan Jalalpun kembali menutup matanya lagi.
Setiap orang dalam ruangan merasakan
kengerian yang sangat luar biasa, merasa bahwa tatapan terakhir Jalal untuk
Jodha seakan-akan memberikan isyarat perpisahan terakhirnya. Maham dengan gugup
berteriak... “Hakeem Saheba, apa yang terjadi dengan Shahenshah???”
Hakeem Saheba menjawab dengan sabar...
“Vajire Aaliyah, jangan khawatir. Shahenshah baik-baik saja, saya telah
memberikanya obat tidur segera setelah saya melihat luka-lukanya. Obat ini
membutuhkan waktu selama sepuluh menit sebelum dia bereaksi, sekarang Shahenshah
akan tertidur selama delapan jam penuh. Shahenshah telah memiliki luka yang
cukup dalam sehingga saya harus memberikan ramuan ini agar beliau bisa
beristirahat dengan damai. Ramuan yang sama, yang anda minta beberapa minggu
yang lalu.”
Maham tak bisa menyembunyikan ekspresi
malunya. Wajahnya jelas menunjukkan ketakutan akan kehatuan, ia tak tahu bahwa
Hakeem akan mengungkapkan rahasianya seperti ini.
Hameeda merasa aneh, dia curiga dan
dengan terkejut ia bertanya... “Kenapa kau membutuhkan obat ini Maham?”
Maham mengambil napas dalam-dalam dan
mengambil kontrol atas ketakutannya kemudian beberapa detik kemudian dia
menjawab dengan tenang "Sebenarnya beberapa minggu yang lalu seorang
tahanan sangat sakit dan menderita sakit yang mengerikan sehingga saya meminta
obat ini untuknya.”
Hameeda terkejut mendengar jawabanya,
ia tahu dengan sangat jelas bagaimana kejamnya Maham. Jadi mengapa sekarang dia
sangat khawatir dengan seorang tahanan?
Jodha telah kembali pada inderanya,
otak bekunya mulai bisa mencerna keadaan sekitar. Ia menyadari bahwa sekarang
sedang duduk disamping Jalal bahkan membelai kepalanya. Rasa sakit hati yang
sejak tadi terlupakan akhirnya dirasakanya kembali, seperti sebuah luka yang
menganga kembali. Mengembalikan rasa sembilu didalam hatinya, air mata yang
mengalir bak anak sungai sedari tadipun tiba-tiba berhenti. Matanya kembali
dalam keheningan yang sama, melihat Jalal yang tertidur dalam kedamaianya.
Otak tajam Jodha mulai menempatkan
potongan puzzle bersama-sama tentang obat tidur ... Dia menyadari beberapa
minggu yang lalu Jalal juga memiliki pengalaman yang sama. Ia tertidur di ruang
FrogQueen. Jodha ingat bagaimana Jalal pergi ke ruang Maham Angga sebelum pergi menuju kamar FrogQueen. Jodha sudah mempunyai
kecurigaan besar pada Maham terkait surat Sujamal, dan keraguanya menjadi
semakin besar setelah mendengar penuturan Hakeem Sahiba. Ia menatap Maham
dengan tatapan pahit dan mengajukan pertanyaan pada Hakeem Sahiba... “Berapa
lama waktu yang dibutuhkan untuk melihat efek obat ini pada tubuh?.”
Hakeem Sahiba menjawab ... "sekitar sepuluh sampai lima belas menit."
Sementara berbicara dengan Hakeem, Jodha mengamati Maham dengan tatapan
kemarahan. Dan Maham juga tak terlalu bodoh untuk mengetahui alasan dibalik
tatapan bengis Jodha kepadanya.
Hakim mengatakan dalam nada instruktif
untuk Jodha... "Shahenshah terlalu banyak menanggung rasa sakit sehingga
saat tidur, Anda mungkin mendengar Shahenshah menangis atau bergumam karena
rasa sakit yang hebat itu. Ini akan memakan waktu lebih dari seminggu untuk beliau
pulih sepenuhnya ..."
Setelah beberapa detik ia melihat
Hameeda bano dan meminta "Mariam Makhani, jika Anda mengizinkan saya maka
saya ingin memeriksa Abdul, ia juga terluka parah. Yang bisa saya pastikan, Shenshah
akan tetap tidur selama berjam-jam. Saya akan datang kembali beberapa jam kedepan untuk melihat kondisinya.
"
“Terima kasih Hakeem Sahiba, dan
pastikan kau memeriksa kondisi Abdul dengan teliti. Aku ingin dia cepat sembuh
juga.” Hameeda menjawab dengan tenang.
Setelah Hakeem pergi, Hameeda meminta
semua orang untuk meninggalkan Jalal sendiri. Semua orang undur diri satu
persatu kecuali Hameeda, Maham Anga, FrogQueen, juga Jodha yang masih dengan
setia duduk disamping Jalal.
FrogQueen dengan sinis mengatakan...
“Jodha Begum, kau bisa pergi dan beristirahat. Aku yang akan tinggal dan
merawatnya.”
Jodha dengan nada pahit dan tatapan
sinis menjawabnya... “Begum E Khas, sebagai Begum khusus Shahenshah engkau
memang harus tinggal denganya sepanjang waktu. Aku akan pergi, karena sudah
saatnya bagiku untuk melakukan Pooja.”
Hameeda sangat terkejut melihat Jodha
meninggalkan Jalal dalam keadaan seperti ini. Tapi disaat yang sama, ia juga
menyadari bahwa ego Jalal dan segala perlakuan menyakitkanya untuk Jodha tak
mudah dimaafkan. Maka ketika Jodha berniat meninggalkan Jalal sekarang, Hameeda
tak mampu berbuat apa-apa walaupun ia tahu bahwa hanya Jodhalah yang dibutuhkan
oleh Jalal sekarang.
Jodha bangkit dari tempat tidur untuk
pergi, tapi dalam tidur nyenyak pun, Jalal memegang tangan Jodha dengan
pegangan yang kuat. Jalal memegangnya layaknya anak kecil yang mencengkeram
erat duppatta ibunya didalam tidurnya. Semua orang melihat adegan mengharukan
ini. Jodha mencoba namun gagal untuk membebaskan diri dari cengkeramanya, air
mata yang tadi surutpun akhirnya tumpah kembali, ia sungguh merasa tak berdaya.
Hameeda langsung berkata... “Jadi Jalal
telah memutuskan sendiri siapa yang akan tinggal bersamanya. Jodha, kau urus
Jalal.” Dia mencoba, namun gagal menyembunyikan nada senangnya ketika
mengatakan itu.
Rukaiya dan Maham dengan perasaan kalah
berjalan keluar dari ruangan.
Hameeda merasa bersalah karena memaksa Jodha. Ia dengan perlahan-lahan pergi
dekat Jodha dan menyeka air matanya lalu mencium keningnya. Ia melipat
tangannya dan dengan air mata ia berkata dalam nada memohon... "Aku merasa
sangat menyesal karena dengan sengaja menyakiti anakkku demi anakku yang lain.
Aku adalah seorang ibu yang egois, aku tahu kesusahan apa yang kau lalui tapi
Jalal membutuhkanmu. Aku mohon padamu, penuhilah tugasmu sebagai seorang
istri.”
Jodha masih belum pulih benar dari rasa
keterkejutanya, namun otaknya telah memutar kembali kenangan pahit akan
penghinaan Jalal terhadapnya. Dadanya serasa sesak, seakan tak sanggup
menampung seluruh emosinya. Disisi lain ia merasakan kebencian yang sangat
terhadap Jalal, tapi disatu sisi yang lain jiwa Illahinya selalu mendendangkan
senandung cinta intens untuknya. Jodha merasa sangat tercekik, ia membutuhkan
bahu untuk tempatya bersandar dan menumpahkan emosinya. Hameeda menyadari
dilema dan rasa sakit putrinya ini, dengan perlahan ia merengkuh Jodha dalam
dekapanya. Mendapat perlakuan seperti itu, pertahanan Jodha akhirnya runtuh
juga, ia menangis tersedu-sedu dibahu Hameeda sambil bergumam... “kenapa harus
saya? Kenapa takdirku terasa dikutuk???.” Jodha berteriak dan menangis dalam
jangka waktu yang lama sampai ia merasa puas. Hameeda dengan air mata yang
mengalir, membelai kepala Jodha dengan penuh cinta... tanpa komunikasi mereka
telah berbagi beban masing-masing.
Jalal masih memegang tangan Jodha seperti miliknya ... Jodha merasa lebih baik
setelah mengambil kesedihannya dan berbagi rasa sakitnya dengan Hameeda, yang
telah menjadi peganganya selama tiga minggu terakhir. Setelah memastikan Jodha
tenang, akhirnya Hameeda meninggalkan Jodha dan Jalal untuk menengok Abdul.
Jalal dan Jodha hanya berdua saja di
kamar ini, dimana mereka telah menghabiskan waktu-waktu terindah mereka
bersama-sama. Mata Jodha terjebak di lukisan mereka yang tengah berbaring damai
di bawah pohon dekat danau, ia merasa lukisan ini tak pantas berada di kamar
Jalal. Lukisan ini memberi rasa sakit bagi Jodha, dua minggu terakhir merupakan
waktu yang sangat melelahkan baginya. Rasa dikhianati, penghinaan dan
kemarahanya sudah mencapai titik batas toleransinya. Rasa frustasinya berdampak
begitu banyak sehingga dia telah mencapai tempat dimana sudah tak ada lagi
perasaan yang tersisa. Rasa sakit dan kemaraha telah mengajarinya untuk
menjauhkan diri dari kenangan... namun Jodha merasa frustasi ketika ia
menyadari bahwa kehadiran Jalal masih sangat berpengaruh begitu banyak baginya.
Hatinya sangat menikmati kedekatan dari pegangan posesif suaminya, namun
pikiranya dengan kejam menghikumnya dan mengancam ia untuk mencinbati begitu
besarnya.
Dua jam berlalu, Jalal sangat terlelap
dalam tidur panjangnya dan Jodha masih dengan setia duduk disampingnya.
Tiba-tiba Jodha mendengar jeritan yang menyakitkan dan cengkeraman ditanganya
telah mengendur. Ekspresi wajah Jalal berubah dalam tidurnya, nampak kesedihan
yang sangat mendalam tergambar jelas di wajah tampanya. Dan perlahan air mata
menetes disudut matanya yang masih terpejam, dalam nada bersalah Jalal
menggumam dalam tidurnya... “Jo...dh...a...” mendengar itu secara otomatis
tangan Jodha mengarah ke kepala Jalal dan membelainya lembut guna memberi
ketenangan. Setelah sekian menit Jalal terdiam oleh sentuhan Jodha namun
tiba-tiba air matanya kembali mengalir terus menerus. Jalal kembali menggumam
dalam tidur dengan suara yang lebih keras... “jangan tinggalkan aku... Jangan
pergi.” Dan setiap beberapa menit Jalal selalu menggumamkan kata yang sama. Dan
selama itu pula Jodha hanya bisa membelai kepala Jalal untuk menenangkanya
sambil bergumam ditelinganya... “Sssstttt... ssssttt.... sssstttt” dan Jodha
kembali menepuk-nepuk dahi suaminya dengan lembut. Namun rupanya Jalal dalam
keadaan tidur yang sangat dalam, sehingga ketenangan dan kata-kata Jodha tidak
sampai menyentuh alam bawah sadarnya... Jalal semakin keras mengatakan dan
sekarang disertai dengan nada panik dalam suaranya... “Tidaaak... Jangan pergi
Jodha ... jangan tinggalkan aku.”
Hati Jodha di dera sakit luar biasa
mendengar kesedihan dan kerentanan dalam igauan Jalal. Ia tahu, Jalal telah
menyadari kesalahanya namun melihat pertobatan dalam mimpinya dan tangisanya
membuat hati Jodha serasa ditimpa batu besar.
Gumaman Jalal meningkat dengan nada keras yang sangat jelas... “Aku
seorang raja kejam yang tak berperasaan, semua orang membenciku.... Jalaluddin
Muhammad telah gagal.” Ucapan Jalal diiringi dengan tubuhnya yang bergetar dan
menggigil oleh ketakutan. Dan Jodha menyadari bahwa Jalal bukan hanya bertobat
bagi kesalahanya tapi dia benar-benar merasa telah hancur mengetahui kegagalan
fatalnya. Ia tak mempunyai kekuatan yang tersisa lagi untuk bertarung dengan
dirinya sendiri, melihat cinta kasih dan kesedihan mendalam Jalal membuat
kesedihanya sendiri bukanlah apa-apa. Dengan lembut Jodha memeluk dan mencium
dahi serta pipi Jalal, iapun menggumamkan kata penghiburan ditelinga Jalal...
“Jalaaal... aku sangat mencintaimu dan aku tak akan pernah sanggup bila hidup
tanpamu.” Begitu Jalal merasakan kehangatan dan kedekatan, ia perlahan-lahan
menjadi tenang dan Jodha tetap memelukknya sampai suaminya mendapatkan
ketenanganya lagi... Jodha merasa begitu lemah didepan hatinya.
Jodha duduk disamping suaminya sambil
menatapnya tanpa memalingkan muka barang sedetikpun. Ada perdebatan sengit
antara hati dan pikiranya, namun setelah beberapa hari ia merasa ini pertama
kalinya ia berlutut kepada cintanya. Jodha mengutuk dirinya sendiri karena
mencoba menyerah untuk menghormati dirinya... waktu berdetak secara perlahan,
ia kembali mencoba mengontrol atas dirinya yang lemah hatinya. Jodha terkenang
setiap saat sejak perjumpaan mereka pertama kali.. kebrutalanya...
kekejamanya... rasa cintanya yang begitu besar dan juga perawatanya. Semua
datang didepan mata sadarnya.. Jodha benar-benar tersesat disaat-saat indah
mereka, namun lagi-lagi kenangan manis itu ternodai oleh kenangan pahit
setelahnya.... emosi Jodha berubah-ubah silih berganti.
Tiba-tiba Jodha merasakan sedikit
gerakan Jalal.. dan dengan cepat ia berlari ke pintu keluar dan memerintahkan
pada para prajurit untuk memanggilkan FrogQueen dan juga Marium Makhani segera.
Setelah itu Jodha memerintahkan pelayan untyk membawa khichdi untuk dia.
Hameeda dan FrogQueen datang dengan
berlari ke dalam kamar Jalal, melihat itu Jodha segera bangkit dari tempat
tidur untuk memberikan tempat si FrogQueen, Hameeda melihat ini tapi ia
memutuskan untuk tak mengatakan apapun. Jodha kemudian mengambil tempat disudut
belakang tempat tidur Jalal sehingga ia bisa melihat Jalal namun tidak dengan
Jalal. Perlahan-lahan Jalal membuka matanya dan melihat pemandangan yang
membuatnya kecewa, harapan melihat bidadari ada disampingnya berubah menjadi
kenyataan pahit ketika ia harus berhadapan dengan wajah lama yang sungguh
sangat tak ingin dilihatnya ketika ia siuman dari pengaruh obat tidurnya ***abaikaaan
abaikaaan, ini hanya kelebay-an Author semata hahaha***.. mata Jalal kemudian mencari-cari
Jodha, namun tak ditemukanya bidadari hatinya itu.
“Kesa lag raha hai Jalal ?(bagaimana
keadaanmu Jalal).” Tanya Frog Queen.
Jalal menjawab dengan nada kesakitan...
"bahut dard hai Begum E Khass ... Hamara Maha hil bhi nahi raha Hamse ...
(Nyeri tak tertahankan Begum E Khass ... aku merasa seperti seseorang telah
mencengkeram tanganku di genggamannya, aku bahkan tidak bisa menggerakkan
tanganku walau sedikit ) "
Dengan nada simpati Hameeda berkata... “Jangan
khawatir Hamari Beta, kau akan sembuh dalam satu minggu tapi sangat penting
bahwa kau harus menjaga diri dengan baik dan beristirahat dengan benar.” Dengan
tersenyum dan nada sopan Jalal menjawab... “Ji Ammijaan” beberapa detik
kemudian Jalal meminta sesuatu... “Bisakah aku mendapatkan air? Aku merasa
sangat haus.”
“Jodha anakku, tolong beri air pada
Jalal.” Hameeda yang melihat Jodha berdiri disamping teko air meminta tolong
sekaligus memberi isyarat pada Jalal bahwa Jodha ada disini.
Mengetahui niatan asli ibunya, Jodha
dengan enggan menjawab... “Ji Ammijaan.”
Jalal menyadari bahwa Jodha berdiri
dibelakan tempat tidurnya, ia sebenarnya dalam kondisi sakit yang tak
memungkinkanya bergerak yang akan menyebabkan lukanya terbuka kembali. Namun mendengar
suara Jodha, keinginan Jalal tak bisa dibendung lagi. Serasa mendapat kekuatan
dari luar, ia memaksakan diri menggeser tubuhnya dan mencoba melihat wajah
istri tercintaya.
Melihat Jalal berbuat demikian, Hameeda
dengan cemas berkata.. “Jalal, apa yang kau lakukan?? Jangan bergerak dahulu,
tenanglah... Jodha akan membawakan air untukmu.”
Menyadari ketidaksabaranya, jalal
mencoba menguasai diri. Lalu Jodha mengambil air dan pergi ke sisi tempat tidur
dimana sang FrogQueen duduk.. ia memberikan gelas itu pada FrogQueen agar sang
begum E Khass bisa memberikanya untuk Jalal. Dan tanpa melihat kearah Jalal,
Jodha kembali pada tempatnya semula.
Jalal menatapnya sedih dengan kesedihan
yang mendalam dan rasa bersalah di wajahnya. Jodha
bisa merasakan tatapannya menembus padanya, tapi dia tidak bergeming sama
sekali dan dengan keras kepala ia tidak mengangkat matanya.
Rukaiya dan Hamidah memberikan dukungan
kepada Jalal agar ia bisa duduk. FrogQueen mengulurkan tanganya yang memegang
segelas air kepada Jalal, namun dengan perlahan Jalal menjauhkan gelas itu dari
mulutnya dan dengan nada meminta ia berkata... “Begum E Khass, aku tak
bermaksud ingin menyakitimu ***Padahal sih emang niatnya gituu.. evil laugh
mwuahahaha*** tapi aku hanya
ingin makan dan minum jika Jodha yang memberikanya dengan tanganya sendiri, aku
harap kau mengerti dengan hal itu.” ***nahhh ini baruuuu MODUS, padahal baru
aja keluar dari masa kritis dasaaar Jallad sang raja modus huh***... mendengar itu hati sang FrogQueen
serasa hangus terbakar , namun dengan senyum palsu ia dengan enggan mau
menyingkir dari area pribadi Jalal. **ciaaaaandelooooooooo, kibas duppatta**
Jodha tanpa sadar mendekati Jalal dan
mengambil segelas air dari meja dan diteruskan tangannya mendekati bibir Jalal sambil
melihat sisi lain, ia memutuskan untuk tidak melihat langsung di matanya. Jalal
minum air, memegang tangannya tanpa melanggar tatapannya padanya.
Hameeda melihat kegelisahan Jodha dan
rasa bersalah yang ekstrim dalam diri Jalal. Hameeda menyadari bahwa keduanya
harus menghabiskan waktu bersama-sama. Dan dengan nada instruktif kuat dan
keras ia berkata... “Malika E Hind, Jodha Begum. Ini adalah waktu untuk
memenuhi tugasmu. Aku memberimu tanggung jawab untuk mengurus Jalal. Aku ingin
kau tinggal bersamanya sampai suamimu benar-benar sembuh.” ***Awwww
Ammijaan pengertiaaan banget nihhhhh... peluk Ammijaan Djumiati***
Hameeda tahu dengan sangat baik, mungkin Jodha akan
sangat keberatan dan bahkan akan menolaknya. Namun hanya inilah pilihan Hameeda
yang dipunyainya, karena Hameeda sadar bahwa puteranya lebih membutuhkan Jodha
daripada dirinya. Hameeda sebenarnya sangat terancam akan aksi mengasingkan
diri Jodha, bahkan setelah perintahnya Jodha masih bisa menolak dengan sopan untuk
keluar dan memilih tetap tinggal dalam kamarnya selama berhari-hari. Hari demi
hari Jodha semakin menjauhkan diri dari orang-orang sekitarnya, dan kondisi ini
jauh lebih menakutkan daripada kondisi Jalal. Hameeda menyadari ketika ia
melihat dengan mata kepala sendiri kekhawatiran ekstrim Jodha untuk Jalal dan
melihat lupa dirinya Jodha ketika mengetahui Jalal terluka cukup membuat
Hameeda menyadari bahwa yang bisa mengembalikan Jodha seperti semula adalah
Jalal dan hanya Jalal yang bisa.
Jodha menatap Hameeda dengan pandangan
mempertanyakan ‘mengapa harus aku’... namun Hameeda mengabaikan tatapan Jodha
ini dan dengan keras kepala hanya menunggu jawaban Jodha. Akhirnya Jodhapun
menyerah dan dengan nada pahit dan sarkastik ia berucap... “Sesuai perintah
Marium Makhani, saya akan melaksanakanya.” Ia terdengar sedih
Jalal tak ingin mengambil keuntungan dari situasi
ini, ia tak mau memberikan rasa sakit baru ketika luka lamapun belum
terobati... dengan wajah murung Jalal mengatakan... “Ammijaan.... aku tidak
apa-apa jika hanya dengan dasi saja yang membantuku. Aku mohon padamu, jangan
memaksa Jodha Begum dengan keinginanmu. Jangan menghukumnya hanya demi aku.”
Jodha akhirnya mengangkat matanya yang
sedari tadi tertunduk, ia melihat langsung kedalam mata jalal dan berkata... “Shahenshah,
aku tak punya masalah dalam hal merawatmu. Dan itu memang tugasku untuk menjagamu
ketika kau membutuhkanku.” Mata Jodha tak memiliki ekspresi. Ia terlihat sangat
tenang, tak ada rasa sedih, marah maupun senang... tidak ada, hanya kekosongan
yang ada didalamnya. Dan ketenangan Jodha yang seperti ini kembali membuat
Jalal merasa takut dan ngeri. Ia ingin segera meminta maaf pada Jodha atas
segala perilaku kasar dan juga penghinaanya, ia ingin melihat senyum
menyenangkan diwajah istri tercintanya kembali lagi.
Dengan nada sopan, Jalal meminta... “Ammijaan,
aku ingin berbicara dengan Jodha Begum secara pribadi.”
Hameeda juga merasa bahwa itu perlu,
dia tersenyum dan tanpa membuang waktu menyeret FrogQueen untuk ikut pergi
bersamanya.
Akhirnya Jodha dan Jalal sendirian di
ruangan. Jodha berdiri di samping tempat tidur Jalal, matanya diturunkan ke
bawah. Ada keheningan mengerikan
dalam ruangan ini. Butuh waktu lebih dari satu menit untuk memutuskan darimana
ia harus memulai semua ini. Jalal perlahan-lahan mengambil tangan Jodha untuk
digenggamnya, tapi tanpa diduga Jodha segera menarik tanganya dari genggaman
Jalal. Menyadari akan hal ini, akhirnya Jalal tahu bahwa ia telah kehilangan
istrinya untuk selamanya. Hatinya tiba-tiba dipenuhi oleh ras sakit yang luar
biasa. Ia merasa seperti sanggup menangis meraung-raung, kata-katanya tertahan
ditenggorokan. Dan akhirnya tanpa mengucapkan sepatah katapun air mata mulai
membanjiri keluar, mata Jalal yang tak pernah lepas dari Jodha seolah-olah
memohon belas kasihan. Jodha masih duduk disampingnya namun dengan mata
tertunduk kebawah. Jalal tahu bahwa Jodha tak akan memaafkanya, namun ia harus
tetap mencoba meminta maaf ata kekejamanya. Setelah menyusun kalimat dan mengumpulkan
segala keberanianya, akhirnya Jalal berkata dengan nada terbata-bata... “Jo....
dhaa. Maafkan aku, sekali lagi aku telah membuat kesalahan besar. Apa yang aku
lakukan adalah suatu dosa, pelanggaran terbesar, aku telah mempermalukanmu dan
menghinamu di Diwani E Khass.”
Sebelum Jalal bisa mengatakan apapun
lagi, dengan nada pahit ia menghentikanya... “Shahenshah, kumohon istirahatlah.
Kesehatanmu belum membaik, kau perlu tidur dan aku sungguh lelah jadi aku akan
beristirahat di sofa ini.. jika kau perlu sesuatu panggillah aku. Aku hanya
duduk disini dan beristirahat.”
Tanpa melihat Jalal, Jodha berbalik
menuju kursi. Jalal hanya bisa mengawasi dengan tak berdaya. Ia menyadari bahwa
saat ini, ia telah benar-benar kehilangan Jodha. Dia bahkan tidak mau hanya
untuk mendengarkan permintaan maafnya. Jalal ingin meminta maaf untuk banyak
hal, namun Jodha benar-benar memotongnya. Jodha duduk disudut kursi, permintaan
maaf Jalal tadi telah menyulutkan api kemarahanya lagi. Jalal masih duduk
ditempat tidur, mengistirahatkan punggungya diatas tumpukan bantal. Matanya terpejam
dan air matanya berlinang karena tumpukan rasa bersalah dan kesedihan yang
mendalam. Ia merasa sangat lemah, luka fisik maupun hatinya benar-benar
menghancurkanya. Ketidaktahuan Jodha telah membunuh harapan terakhirnya. Hanya beberapa
jam yang lalu Jalal menyadari bahwa ia telah salah menangani rakyatnya. Keputusan
kejamnya dan juga kebodohanya telah menghancurkan banyak nyawa. Ia sadar
sebagai Shahenshah ia merasa telah gagal.. sebagai suami ia telah gagal...
sebagai pecinta, ia telah gagal. Dalam ego dan kemarahanya juga ia hampir
membunuh sahabatnya. Air mata yang terus menerus mengalir keluar karena
pertobatan dan kesedihan jalal rupanya tak memberi dampak apapun pada Jodha.
Jalal ingat banyak kasus ketika ia mengambil keputusan yang sangat kejam dengan
otaknya saja dan mengikuti hukum. Ia ingat percakapan terbaru tentang anak
berusia 8 tahun yang dihukum hanya karena ia masuk di taman. Ia dengan ngeri
membayangkan bagaimana anak-anak kecil itu duhukum pukul, Jalal merasa seperti
ia bisa berteriak kencang, ia merasa ingin menghukum dirinya sendiri dengan
cara brutal karena ketidakpekaanya.
Jodha masih melihat kebawah berpikir tentang bagaimana Jalal telah
memperlakukanya dengan kejam. Ia masih tak tahu mengapa Jalal menghinanya
didepan begitu banyak orang dan mengapa dengan tiba-tiba ia meminta maaf. Dalam
tiga minggu hatinya telah berubah seperti batu. Namun ketika Jodha mendengar
suara rintihan kesakitan, Jodha terkesiap. Ia berfikir bahwa Jalal kembali
kesakitan, ia kemudian mengangkat matanya untuk melihat suaminya. Jodha melihat
Jalal yang memejamkan mata dengan air mata yang terus menerus keluar. Kondisinya
terlihat sangat rentan dan wajahnya menunjukkan rasa sakit dan bersalah. Melihat
Jalal seperti itu membuat hati Jodha sedikit mencair. Jodha berjalan dan duduk
di tempat tidur di sampingnya, lalu perlahan-lahan menyeka air matanya dan
bertanya dengan banyak perhatian ... "Shahenshah, aapko bahot dard raha
hai ho ..." (Shahenshah, Apakah Anda terlalu banyak rasa sakit ")
Jalal membuka matanya dan melihat dia
duduk di sebelahnya. Ia sangat terkejut melihat rasa peduli untuknya
begitu besar. Jalal dengan sedih mengatakan... “Hmmm.., ya Jodha. Aku merasa
sangat sakit, tetapi apakah kau tahu tempat yang paling sakit?” ia mengambil
tangan Jodha dan meletakkan didadanya, iapun meneruskan perkataanya... “Aku
mempunyai rasa sakit yang tak tertahankan didalam hatiku, dan rasanya hatiku
seperti akan meledak. Aku tak cukup mampu menahan rasa sesak nafas ini. bahkan
setelah semua kekejamanku yang tak terhitung banyaknya ini aku masih ingin
memohon maaf padamu, aku dengan tak tahu malu ingin mendapat pengampunan
darimu.” Jalal berhenti sejenak untuk melihat cinat dimata Jodha untuknya, tapi
ketika mata itu masih menunjukkan ketenangan yang ganjil membuat hati Jalal
terasa patah hati. Dengan isakan keras dan nada memohon Jalal berkata... “Jodha...
maafkanlah aku untuk terakhir kalinya. Aku tidak tahan dengan keheningan dan
kebencian dimatamu untukku, ketidaktahuanmu akan mengakibatkan kematianku. Aku tak
bisa membaca matamu lagi, kau tak memiliki apa-apa lagi didalamnya. Aku tak
melihat kebencian maupun cinta, seperti kau telah menyingkirkan semua
perasaanmu. Jodha ini seperti engkau telah mencabut nyawaku... kumohon bawa aku
dalam pelukanmu, hukumlah aku sesuka hatimu, seperti keinginamu tapi
keheninganmu ini akan membunuhku... demi tuhan katakan sesuatu padaku.”
Malum hai hume k huee humse khata...
(aku tahu aku telah membuat kesalahan
lagi)
par yun humse Khafa hokar tikar
melakukan Saza...
(Tapi jangan menghukumku dengan
ketidaktahuanmu)
Shiddat se teri raah tak rahe hai...
(Sepertinya, aku telah menunggu untuk
tatapan penuh kasihmu selama bertahun-tahun)
Juda na hona tum banakar koi Waja...
(Jangan tinggalkan aku sendirian untuk
alasan ini)
Bas khuda se iltija hai...
(Aku hanya punya satu permintaan untuk
dewa)
To maut se Pehle Naseeb ho maujudgi
teri...
(Sebelum kematianku, kau membawaku
dalam pelukanmu dan mencintaiku)
LAUT AAO hamare rukhsat mengasah se
Pehle...
(Kembalilah sebelum aku mati)
LAUT AAO to Tumhe Hamari hai kasam...
(Kembalilah demi cinta kita)
LAUT AAO to tum bin jee na hum payenge...
(Kembalilah, karena aku tidak akan
mampu bertahan lama tanpamu)
LAUT AAO to tum bin adhure hai hum
sanam...
(Kembalilah.. aku tidak akan lengkap
tanpa cintaku)
Aakhri Saans tak karte rahenge intezaar
tera...
(Aku akan menunggumu sampai napas
terakhirku)
Maut pe Hamara bas nahin...
(Aku tidak memiliki kontrol atas
kematianku)
Par ek tamanna hai dil ki to maut se
Pehle ho Deedar tera...
(Tapi Ini keinginan terakhirku yang
kulihat sebelum aku mati)
LAUT AAO to hume jarurat hai Tumhari...
(Kembalilah sayang, aku ingin kau)
LAUT AAO to yeh hai imtihaan-e-mohabbat
meri...
(Kembalilah ... Percayalah lagi dengan
cintamu)
Laut AAO ...
(Kembali)
Laut AAO ...
(Kembali)
***Huwaaaaaaa
sediiiiih, nangis nggruguk.... elap ingus make jubah Shahenshah***