Versi
asli Bag. 56 - 60
By:
Viona Fitri
“Ternyata
istri ku ini sudah mulai berbohong pada suami nya, hemm?” ujar Jalal dengan
senyum meledek nya. “Hah... Kau juga suka mencuri-curi kesempatankan, kalau aku
sedang tertidur, aku akui saja?” sergah Jodha tak mau kalah.
“Tidak.
Aku tdk pernah mencuri kesempatan seperti mu. Bilang saja, kalau kau
ketagihankan? Kau menginginkan nya lagi, hemm?” Jalal menggoda istri mungil nya
itu. Seketika wajah Jodha langsung mengkel di goda begitu. Ia menggelitik
pinggang suami nya hingga tawa mereka memecah keheningan di rumah megah mereka.
Tiba-tiba
menghentikan aksi nya. Wajah nya terlihat sedih tak seceria tadi. Jalal heran
dan bertanya pada nya. “Kau kenapa sayang?”
Tanpa
menjawab sepatah kata pun, Jodha langsung menghambur memeluk Jalal. “Jalal...
Sampai sekarang kita belum di karunia anak juga. Aku ingin secepat nya menimang
anak-anak dalam gendongan ku. Apakah kau kecewa dengan ku Jalal? Maafkan aku
belum bisa memberikan mu anak sampai saat ini.” Tangis Jodha mulai terdengar
menggema di dlm kamar mereka yg cukup luas itu.
“Mungkin
kita akan mendapatkan nya sebentar lagi Jodha. Kita telah berusaha, tuhan pasti
mendengar Doa kita. Kau tidak boleh mengatakan hal bodoh seperti tadi lagi. Aku
benar-benar sangat mencintai mu apa pun yang terjadi pada hubungan kita kelak.
Aku tidak perduli apakah kita akan mempunyai anak atau tidak, tapi aku akan
selalu berada di samping mu, dan memeluk mu seperti ini setiap hari nya.” Mata
Jalal pun nanar melihat tangis Jodha yang menyayat hati nya. Tangan nya
bergerak mengelus pucuk kepala Jodha & mencium nya lama.
“Kau tidak
akan pernah berpikir akan menceraikan ku kan Jalal?”
“Tidak
akan pernah Jodha. Kenapa kau berpikir terlalu jauh tentang diri ku. Aku bahkan
tdk akan pernah bernafas tanpa mu. Aku tdk mungkin, hidup tanpa nafas. Kau
adalah hidup ku, aku yakin, kita akan segera mendapat anugrah besar itu.” Jalal
melepas pelukan nya & menghapus air mata Jodha. Begitu pun sebalik nya.
Jodha
segera berlari ke arah kamar mandi begitu perut nya serasa ingin mengeluarkan
semua isi nya. Jalal mengambil minyak angin dari meja kamar nya & berlari
tergesa-gesa menghampiri Jodha.
“Kenapa
Jodha? Apa kau sakit? Atau salah makan ya?” tanya Jalal sudah sangat panik
begitu melihat Jodha mengeluarkan sedikit sisa makanan nya tadi pagi. Jalal
membaluri tengkuk Jodha dgn minyak angin & membantu Jodha berjalan ke tepi
ranjang.
“Kau
duduklah dulu, aku akan menelepon dokter untuk mu.” Jalal mendudukkan Jodha
& hendak bangkit dari sana. Jodha menahan lengan Jalal menyuruhnya duduk
disebelahnya.
“Aku tidak
perlu dokter Jalal. Ini hanya sekedar mual biasa. Mungkin aku tidur terlalu
larut.”
“Tapi
bagaimana kalau kau sakit Jodha? Aku tdk ingin ambil resiko.”
“Kau
terlalu berlebihan. Aku baik-baik saja.” Jodha perlahan mendekatkan kepala nya
& mencium bibir Jalal singkat. Jalal juga membalaskan lebih bersemangat.
Tapi... “Jalal... Aku harus ke kamar mandi dulu.” Jodha mendorong dada bidang
Jalal sambil memegangi perut nya masuk ke kamar mandi. Jalal terlihat sangat
cemas sekali dgn kondisi Jodha yang lemah seperti ini. “Jodha sudah ku bilang,
akan ku telepon dokter dulu. Kau terus saja keras kepala.” Jalal terus mendesak
Jodha dengan keputusan nya. Tapi Jodha tetap menolaknya setiap kali Jalal
mendesak diri nya. Jalal mengalah dan menuntun Jodha kembali ke kamar. Wajah
Jodha terlihat semakin pucat sekali.
“Jodha...
Ayolah lebih baik kita ke dokter saja. Atau aku saja yg menelepon dokter untuk
memeriksa mu.”
“Jalal,
aku sudah mengatakan nya kalau aku tdk mau. Aku hanya mual saja.”
“Kenapa
kau selalu saja membantah Jodha, aku sangat mengkhawatirkan mu. Tapi kau malah
tdk peduli dgn kondisi mu.”
“Karna aku
tau, ini hanya karna aku kurang tidur saja.” kata Jodha mulai melembut. Semua
energi nya terasa terkuras habis karna makanan nya tadi pagi sudah keluar dari
perut nya semua.
* * * * *
'Tok...
Tok... Tok'
Terdengar
suara pintu di ketuk. Jalal menatap Jodha heran seperti meminta jawaban. Jodha
menggeleng kemudian dgn di bantu Jalal menyusuri satu persatu anak tangga
menuju ruang tamu.
'Klik...'
Pintu
terbuka lebar, terlihat dua sosok wanita yang berpostur tubuh tinggi &
seorang anak yg berusia sekitar empat tahun tengah memeluk & gendongan
salah satu wanita tamu mereka.
“Ammijan,
kak Salima..” Jalal memeluk kedua nya bergantian. Jodha juga melakukan hal yg
sama dgn Jalal sedikit canggung. “Ayo silahkan masuk” Jalal mempersilahkan
Ammijan & kak Salima masuk ke dlm rumah nya. Jodha mohon diri untuk
mempersiapkan minuman segar & cemilan untuk mereka.
“Silahkan
Ammijan... Kak salima... Dan si kecil yg manis itu sudah ku buatkan susu untuk
nya.” Jodha melihat ke arah seorang anak lelaki kecil yg duduk di samping
Salima. Dia langsung menghambur memeluk Jodha. “Bibi baik sekali, apakah aku
akan segera mendapatkan teman baru?” tanya Rahim dgn wajah polos nya tanpa
dosa.
Semua mata
terbelalak mendengar pertanyaan Rahim barusan. Salima jadi merasa tidak enak
hati dan menarik Rahim untuk duduk di samping nya. “Rahim, ibu tidak pernah
mengajarkan mu berkata tidak sopan seperti itu. Ayo, sekarang minta maaflah
pada bibi mu.” Salima negur Rahim yang hanya terdiam menunduk menyadari
kesalahan nya. Jodha tersenyum dan duduk di sebelah Rahim. “Tidak apa-apa kak.
Dia masih sangat kecil.” kata Jodha mencoba memberi Rahim pembelaan. Rahim
mendongak menatap Jodha dan memberi nya ciuman di kedua pipi indah nya.
“Wah wah,
Rahim kau sudah lupa dengan paman mu ini? Kenapa tidak memberi ku ciuman juga?”
tanya Jalal yang hanya di balas tampang cemberut dari Rahim.
“Aku marah
pada paman Jalal, kata nya akan membelikan ku mainan. Tapi, paman tidak
membelikan ku mainan juga. Paman juga jarang bermain ke tempat ku lagi. Padahal
dulu, kita adalah sahabat terbaik.” celetuk Rahim dengan gaya kesal andalan
nya. Semua nya tertawa terkekeh mendengar itu. Tapi Rahim tetap memasang
tampang garang nya pada Jalal.
“Paman mu
itu sibuk Rahim.” kata Hamida memberi penjelasan. “Tapi setidaknya paman selalu
memberi kabar pada ku. Akukan sangat ingin mendengar suara paman.” lanjut
Rahim.
“Sudahlah
Rahim, paman nanti akan membelikan mu mainan yang sangat banyak sekali, tapi
jangan marah lagi pada paman, heem jendral kancil?”
Rahim
terkekeh sendiri mendapat julukan baru dari paman nya. “Jendral Kancil...” tawa
nya menjadi semakin menggema di seluruh ruangan. “Rahim, hentikan tawa mu itu.”
Salima menegur Rahim lagi.
* * * * *
Mereka
mulai berbincang dengan sangat seru sekali. Salima dan Jodha tampak dekat satu
sama lain meskipun baru saling mengenal. Dulu Jalal pernah menceritakan banyak
hal tentang kakak nya. Salima yang mendapat gelar Dokter di depan nama nya itu,
memanglah sangat mirip dengan Hamida. Meski bukan terlahir dari Rahim nya,
Salima dan Hamida seperti sudah terikat hubungan bathin satu sama lain.
“Kami
datang kesini bermaksud untuk menginap sementara Jalal. Besok Ruqayah akan
melangsungkan pernikahan nya di Agra. Di tempat paman nya Atgah khan, kami
ingin membuat nya bahagia saat kedatangan kita bersama nanti. Kau dan Ruqayah
sudah sangat lama tidak bertemu.” Kata Salima.
Jodha
tersenyum menatap ke arah Salima. Sebagai seorang Dokter, Salima merasakan
kalau Jodha pasti sedang sakit. Wajahnya terlihat sangat pucat. Tapi ia
berusaha menyembunyikan hal itu pada semua orang.
“Tentu
saja boleh kak. Aku justru senang kalau rumah ini ramai. Tapi disini hanya ada
satu kamar tamu. Apakah tidak papa kalau kalian berbagi tempat tidur bertiga?”
Jalal bertanya dengan tatapan lurus memandang Hamida.
“Tentu
saja Jalal. Kami tidak akan mengganggu mu dan istri mu. Ibu dan kak Salima
mengerti akan hal itu.” Hamida tersenyum simpul pada Jalal.
“Owh iya
Jodha, apakah sekarang kau sudah berisi?” tanya Salima yang membuat Jodha
menundukkan kepala nya sedih. “Maaf, aku tidak bermaksud membuat mu bersedih
seperti itu.” tambah Salima yg merasa bersalah.
“Tidak
apa-apa kak.” jawab Jodha singkat. “Jodha sayang... Kau tdk perlu bersedih nak,
untuk mendapatkan anak memang tdk mudah. Ammi yakin, sebentar lagi kau akan
segera menggendong anak mu.” Hamida memberikan semangat pd Jodha. Ia merasakan
apa yg Jodha rasakan saat itu.
“Maafkan
aku ammi, aku belum bisa memberikan mu cucu.” kata Jodha lirih. Jalal mendekat
ke arah Jodha dan menarik nya dalam dekapan nya. “Jalal... Jodha... Aku tdk
bermaksud membuat kalian bersedih.” Salima mengelus punggung Jodha lembut,
memberika sebuah semangat baru untuk Jodha.
“Tidak
apa-apa kak. Saat ini kondisi nya memang sedikit lemah.” kata Jalal singkat.
Tes... Setetes air mata telah jatuh dari pipi nya. Cepat-cepat Jodha menghapus
nya agar Jalal tak melihat nya menangis.
“Ammi, kak
Salima... Aku akan mengantar Jodha ke kamar dulu. Ammijan dan kak Salima bisa langsung
ke lantai atas ke kamar yang berada di sebelah kamar ku.” Jalal meninggalkan
senyum nya sebelum berlalu menuntun Jodha. Hamida & Salima hanya mengangguk
mengerti.
* * * * *
Jalal
membuka pintu kamar nya. Duduk di tepi ranjang & menerawang jauh mencoba
mencari sesuatu yg hilang dari diri Jodha. “Jodha... Kau tdk perlu bersedih
karna kita belum mempunyai anak. Kau dengarkan apa kata ammijan tadi, tdk mudah
mempunyai anak itu.” Jalal mengecup pipi Jodha dan beralih ke mata nya. Jodha
merapatkan mata nya & menikmati kecupan Jalal di sekitar wajah nya. Jalal
berhenti di bibir mungil Jodha & sedikit memiringkan kepala nya. Menyapukan
bibir nya pada bibir Jodha, menerobos lebih dalam lagi masuk ke dlm nya. Kedua
nya sangat menikmati aksi mereka yg saling membara ini. Seolah, setiap sentuhan
& kecupan Jalal mampu menenangkan hati nya yg bergemuruh hebat saat itu.
Jodha kembali merasakan perut nya mual, kemudian mengakhiri ciuman bergairah
mereka. Rasa penasaran Jalal sekarang lebih tinggi lagi.
“Jodha...
Aku akan meminta kak Salimah untuk memeriksa mu.” Jalah sudah tidak sabar lagi
kali ini. Ia benar-benar khawatir dengan kondisi Jodha yang sangat lemah. “Jalal...
Kak Salima masih lelah, mereka perlu beristirahat dulu. Nanti saja kalau lelah
mereka sudah berangsur hilang.” cegah Jodha. Jalal yang sudah di ambang pintu,
kembali menghampiri Jodha dan membawa nya kembali terduduk. Perkataan Jodha
tadi memang ada benar nya juga. Kak salima dan Ammijan nya pasti sangat lelah
datan jauh-jauh dari Delhi ke Agra.
“Baiklah.
Lebih baik sekarang kau tidur saja. Aku akan menjaga mu disini.” perlahan Jalal
membaring tubuh ringkih Jodha di atas ranjang. Wajah nya tampak lebih pucat
dari sebelum nya.
“Jalal...
Seperti nya hari ini aku tidak bisa memasak makan malam untuk kalian. Aku akan
butuh banyak waktu untuk meredakan mual ku ini. Kepala ku juga pusing sekali
Jalal. Bisakah kau membuatkan mereka makan malam?” tanya Jodha penuh harap.
“Iya tentu
saja bisa. Sekarang istirahatlah Jodha. Kau membutuhkan banyak waktu untuk
meredakan rasa mual dan sakit kepala mu itu. Tidurlah sayang... Aku akan selalu
berada di sini dan menjaga mu.” Jalal menarik selimut menutupi tubuh Jodha.
Tangan nya mengelus lembut pucuk kepala Jodha sambil sesekali mencium nya.
Jodha
tampak sudah tersesat dalam alam mimpi nya. Ia bagaikan seorang peri dari
negeri Dongeng yang sedang tertidur di kelopak-kelopak bunga yang baru membuka
kala embun meneteskan kesejukan pada nya. Tapi, istri di hadapan nya ini tidak
mempunyai sayap layak nya para peri yang sering di ceritakan seperti di negeri
dongeng.
“Kita
memang harus lebih bersabar Jodha. Kita pasti akan mendapat anak-anak yang
lucu. Kau bersabarlah untuk itu.” kata Jalal sembari di iringin oleh kecupan
hangat nya dipipi lembut Jodha.
* * * * *
Jalal
menuju dapur untuk mempersiapkan makan malam mereka. Jodha masih tertidur
dengan nyenyak nya. Semburat lelah menghiasi wajah nya yang selalu ceria
sepanjang hari nya. Salima, tidak sengaja melihat Jalal yang sedang sibuk
mengongseng masakan nya. Ini dulu nya adalah hobi Jalal sewaktu muda. Ia sering
sekali, membantu Ammijan dan kak Salima memasak makanan seperti itu. Jadi bagi
nya, memasak bukanlah suatu tantangan yang terlalu berat untuk di lakukan.
“Jalal...
Kau sedang memasak? Dimana Jodha?” tanya Salima heran. Yang di tanya hanya
tersenyum saja. “Kau perlu bantuan Jalal?” tanya Salima lagi. “Tidak Kak,
terimakasih. Aku ingin membuat nya special untuk kalian dan istri ku tercinta.”
ucap Jalal yang masih asyik dengan masakan nya.
“Beruntung
Jodha mendapatkan suami seperti mu. Kau sangat menyayangi nya. Tapi, kenapa kau
tidak menjawab pertanyaan kakak Jalal, Apakah Jodha sakit?”
“Dia hanya
sedikit tidak enak badan kak. Sedari tadi dia hanya mual-mual saja. Kepala nya
terasa pusing. Entahlah kak, dia tidak ingin aku membawa nya ke dokter. Padahal
aku sangat khawatir dengan kondisi nya saat ini.”
“Kakak
akan memeriksa nya Jalal.” Salima hendak melangkah tapi di hentikan oleh Jalal.
“Jangan dulu kak, dia sedang tertidur pulas saat ini. Nanti malam saja setelah
makan malam selesai, kakak boleh memeriksa nya.”
Salima
mengangguk setuju kemudian berjalan meninggalkan Jalal. Masakan ala Chef Jalal
telah selesai. Semua nya tersusun rapi di atas meja makan. “Jodha harus makan
dulu. Setidaknya, perut nya harus terisi.” Bathin Jalal sambil berlalu menuju
kamar nya.
* * * * *
Jalal
mendorong Handle pintu dan menyeruak masuk ke dalam nya. Ternyata Jodha masih
belum bangun juga. Dia benar-benar sangat kelelahan sekali.
“Jodha...
Jodha sayang... Bangunlah. Kau harus mandi dulu.” bisik Jalal di telinga Jodha.
Jodha menggeliat geli dengan kumis tebal Jalal yang menyentuh daun telinga nya.
“Jalal... Kau membuat ku geli sekali.” Jodha berusaha duduk dengan menyandar di
kepala ranjang dgn sangat berhati-hati.
“Sudah
sore Jodha... Sekarang kau harus mandi dulu. Baru setelah itu kita makan malam
bersama.” Jalal menelusuri wajah Jodha dengan jemari nya. Membuat sebuah rona
merah padam menyala di kedua pipi nya.
“Suami mu
ini telah membuatkan masakan special untuk mu. Jadi sekarang kau harus memberi
nya hadiah!” kata Jalal sambil memanyunkan bibir nya ke arah Jodha.
“Jalal...
Suami ku yg baik hati. Hari ini aku tidak ingin memberi mu kiss dulu. Perut ku
terasa sangat unek-unekan sekali.” sahut Jodha dengan wajah memelas nya.
“Hah
baiklah, seperti nya aku harus mengalah dulu untuk saat ini. Tapi nanti malam,
lihatlah aku tidak akan mengalah lagi dari mu.” Jalal mengerling nakal pada
Jodha.
“Dalam
keadaan ku yang lemah seperti ini pun, kau masih mau meminta jatah malam pada
istri mu. Kalau aku pinsan bagaimana?”
“Kalau kau
pinsan aku akan memberi mu nafas buatan. Gampangkan? Aku menjamin, kau langsung
akan sadar.” ucap Jalal enteng. Jodha tersenyum geli mendengar bualan suami
nya. “Ku rasa aku masih kuat.” Sahut Jodha singkat.
Jodha
memasang tampang kesal nya pada Jalal. Muka nya di lipat sedekimian rupa dan
kedua pipi nya menggembung besar seperti balon.”Kau kenapa sayang...? Owh iya,
setelah makan malam kak Salima akan memeriksa kondisi mu. Aku tidak ingin
sesuatu terjadi pada istri ku yang menggemaskan ini.” kata Jalal mencubit ke
dua pipi Jodha, yang langsung membekas merah akibat usil Jalal tadi.
“Sakit
Jalal... Tak bisakah kau bersikap manis pada ku?”
“Tentu
saja bisa. Bukankah setiap malam aku selalu bersikap manis pada mu hah?” tanya
Jalal dengan guyon nya.
“Ku rasa
semua pria memang hanya berpikir tentang malam-malam mereka saja. Pikiran yang
menjijikkan sekali itu.”
“Sudahlah
Jodha sebaiknya kau bergegas mandi. Setelah itu kita makan malam bersama.”
Jodha
melengos kesal pada suami nya. Sebenar nya, hari ini ingin sekali diri nya
tidak makan, tapi mengingat usaha Jalal dan intimidasi nya, membuat nyali Jodha
menciut dan menuruti saja. Jodha memegangi perut nya yang terasa mual lagi.
Jalal tertegun dengan keadaan Jodha yang semakin menjadi seperti itu.
“Apa perut
mu sakit Jodha? Kau harus makan secepat nya. Tapi pagi sarapan mu, sudah keluar
semua. Kau membutuhkan energi baru Jodha.” Jalal mengelus perut Jodha dengan
sangat lembut.
“Tidak
apa-apa Jalal, aku baik-baik saja.” kata Jodha sambil meringis menahan sakit di
bagian perut nya.
“Kau
berbohong Jodha? Aku bisa menangkap gurat kesakitan di mata ku. Kau menahan nya
sendiriankan?” Jalal terlihat sang khawatir dengan keadaan Jodha.
'Bughk...'
Seorang
anak lelaki berlari ke arah Jodha dan memeluk nya. Kepala anak lelaki itu
menumbruk perut Jodha yang terasa sakit. “Bibi... Aku merindukan mu. Padahal,
tadi aku baru saja memeluk mu. Kenapa bibi selalu membuat ku ketagihan untuk
selalu membuat ku rindu? Beritahu aku bibi, apa mantra sihir nya?” tanya Rahim
dengan riang.
Jodha
meringis menahan sakit lagi. Jalal segera menarik Rahim dari Jodha yang
terlihat kesakitan. “Rahim, bibi mu sedang sakit perut. Kau jangan mengganggu
nya dulu ya?” pinta Jalal sambil mengulurkan jari kelingking nya.
Rahim
tersenyum dan menautkan jari kelingking nya di jari Jalal. “Aku berjanji paman.
Bibi... Maaf aku tidak tau kalau bibi sedang sakit.”
“Tidak
apa-apa Rahim. Sekarang, kau bermainlah dengan paman ku. Bibi akan mandi dulu.”
Jodha mencium kedua pipi Rahim bergantian. Kemudian Jodha pun melangkah ke arah
kamar mandi.
“Paman...
Bibi Jodha sangat menyayangi ku. Apa bibi Jodha sedang mengandung?”
“Kau ini
masih kecil Rahim, kenapa kau selalu ingin tahu tentang urusan orang dewasa,
hemmm?” Jalal menjawil hidung Rahim dan mencium pipi rahim bergantian.
“Waktu itu
aku pernah ikut Ibu ku ke rumah sakit. Ada seorang ibu-ibu yang masih muda
selalu mengeluh mual dan sakit kepala. Terkadang perut ibu itu juga terasa
sakit. Kata ibu, wanita itu sedang mengandung. Aku pikir bibi Jodha juga sama
dengan wanita itu.”
“Hah, kau
ini benar-benar pintar sekali. Sekarang kau mandilah dulu, nanti kita akan
makan malam bersama.”
“Siap
paman! Jaga bibi kesayangan ku itu ya. Kalau dia membutuhkan bantuan ku, jangan
segan-segan untuk memanggil ku.” kata Rahim. Kemudian ia berlari ke kamar tamu
yang ada di sebelah kamar Jalal.
* * * * *
Setelah
menyantap hidangan makan malam dengan nikmat, Jalal mulai membuka suara memecah
keheningan.
“Kakak,
apa sekarang kita bisa memeriksa kondisi Jodha? Aku sangat takut terjadi
sesuatu pada nya.” tanya Jalal menatap ke arah Salima yang sedari tadi
memperhatikan Jodha.
Sepanjang
makan malam tadi, Jodha hanya terlihat menahan sesuatu yang akan di keluarkan
nya. Ia menutupi itu dengan senyuman yang membuat semua orang akan merasa ragu,
apakah tadi ia sedang menahan sesuatu atau benar-benar sangat menikmati makanan
nya.
“Dia
sering mual-mual kak, kepala nya juga terasa pusing. Tadi, Jodha seperti
menahan sakit di bagian perut nya.” lanjut Jalal yg saat ini menatap Jodha.
Salima
mengangguk. “Sebaiknya kita memeriksa Jodha di dalam kamar saja Jalal.” Salima
bangkit di ikuti oleh mereka semua.
“Aku
berharap Jodha hamil ya tuhan. Berikanlah karunia mu pada Jodha dan Jalal.
Mereka pasti tidak akan merasa sunyi lagi, jika rumah megah mereka sudah
terlahir seorang bayi mungil yg akan mewarnai kehidupan rumah tangga mereka.”
Bathin Hamida dgn sebuah senyum yg terukir di wajah nya.
Di dalam
kamar, Salima tampak sudah selesai melakukan pemeriksaan nya pd Jodha. Bagai
malam yg bertabur sejuta bintang menghiasi petang nya malam. Wajah Salima
seakan terlihat sangat berseri akan mengatakan kabar baik ini.
“Ada apa
kak? Apa yang terjadi pada Jodha? Apakah Jodha baik-baik saja? Atau mungkin
saat ini, Jodha harus membutuhkan lebih banyak waktu untuk beristirahat?” tanya
Jalal dgn rentetap pertanyaan yg memberondong pada Salima. Jalal menatap cemas
pada Jodha dan menggenggam tangan nya erat. Rahim yg berada di samping Ibu nya
juga merasakan tegang.
Salimah
memandang ke arah Jalal dan Jodha bergantian. Senyum ceria nya masih setia
menari di wajah cantik nya. “Coba kau tebak Jodha, apa yang sedang kau alami
saat ini?” tanya Salima yang sengaja membuat teka-teki yang membingungkan
kepala Jodha. Ia melirik Jalal dan bertanya maksud dari perkataan kak Salima.
Jalal mengangkat sebelah alis nya pertanda tidak mengetahui apa-apa tentang hal
itu.
“Jodha
apakah kau sudah telat bulan ini nak?” tanya Hamida dengan wajah ceria nya.
Tampak senyuman indah menghiasi wajah wanitah paruh baya itu.
Jodha
tersenyum mengerti maksud dari perkataan Ammijan nya. Tapi Jalal hanya melongo
memperhatikan rona bahagia yang menghiasi wajah mereka.
Jodha
menarik tubuh Jalal dalam pelukan nya. Ia mencium berulang kali pipi suami nya
yang masih tampak bingung pada istri nya. “Jalal, aku hamil. Kita pasti tidak
akan kesepian lagi. Sebentar lagi, kita pasti dapat bermain dengan anak kita.”
kata Jodha berbisik lembut di telinga Jalal.
Jalal
seperti tidak percaya akan perkataan yang baru saja di dengar nya. “Jodha
benarkah ini?”
Jodha
menganggukkan kepala nya pasti. Jalal melepas pelukan nya dan menatap Salima. “Kak
benarkah yang Jodha katakan tadi?”
Salima
menggangguk dan memberi ucapan selamat. “Benar Jalal. Kakak ucapkan selamat
pada mu karna anugrah besar ini. Jodha sedang hamil muda saat ini. Mual dan
sakit kepala, memang terjadi pada wanita yang masih menginjak awal kehamilan
mereka.”
Hamida
menghampiri menantu nya dan mencium kening nya lama. “Selamat sayang, Ammijan
sangat senang mendengar kabar bahagia ini. Ammijan akan segera menggendong
seorang bayi lucu dari kalian.” Hamida berkata dengan penuh haru. Air mata nya
menetes, mendengar kabar bahagia ini.
“Iya Ibu.”
jawab Jodha singkat. “Jalal, Rahim harus segera tidur. Kami pergi dulu.” kata
Salima sambil menggendong Rahim dan di susul Hamida yg berlalu dari sana dgn
perasaan gembira nya. Mereka seperti mendapat Rizki besar malam itu.
* * * * *
“Jodha,
aku benar-benar bahagia saat ini. Kau akan memberi rumah ini penghuni kecil yg
lucu. Aku akan selalu berusaha menjaga mu setiap saat.” Jalal begitu bahagia
nya mengecut kening Jodha.
“Aku juga
begitu sayang...”
Jalal
duduk di sisi Jodha dan mengelus perut Jodha yg masih datar itu. Jalal
tersenyum penuh haru. Tak terasa mereka sama-sama meneteskan air mata bahagia
mereka untuk si kecil yg belum terlahir dlm rahim Jodha.
“Aku
sangat mencintai mu Jodha. Sekarang katakan pada ku, kau mau apa? Apa kau ingin
buah mangga segar? Aku akan membeli nya untuk mu.”
“Tidak
Jalal. Aku tdk ingin mangga. Aku ingin kau menyanyikan lagu penghantar tidur
untuk ku. Kau mau melakukan nya?”
Jalal
sedikit tercengang dgn permintaan Jodha. Tapi apa boleh buat, Ia akan tetap
memenuhi permintaan Jodha apapun itu. “Ya baiklah. Tapi sebelum aku bernyanyi,
kau harus tau satu hal tentang ku. Sebenar nya... Aku tdk bisa bernyanyi...
Suara ku tdk enak di untuk di dengar.”
“Tidak
masalah suara mu bagus atau tdk. Tapi setidak nya, penuhilah permintaan calon
bayi kita ini.” Jodha berkata dgn nada manja sambil mengelus lembut perut nya.
Jalal
terkekeh & mendekatkan kepala nya ke arah perut Jodha. “Hay anak ku, kau
sedang apa di sana? Apakah kalian ingin mendengar suara Abujaan yg memekakkan
telinga? Jangan menyusahkan Ammijan mu ya nak? Abujaan & Ammijan menyayangi
mu.” Jalal mencium lembut perut Jodha.
“Mereka
tdk mengerti apa yg kau katakan Jalal. Lebih baik sekarang kau bernyanyilah
untuk calon bayi kita.”
Jalal
menarik selimut menutupi tubuh Jodha & mulai menyanyikan lagu penghantar
tidur yg nada nya aruk-arukan tdk jelas. Jodha hanya tersenyum menahan tawa
nya.
“Jodha,
kalau kau ingin tertawa maka tertawalah. Suara ku memang benar-benar pecah
sekali ya? Aku tidak akan marah pada mu.”
“Suara mu
bagus. Kalau boleh aku jujur, lagu mu bagus, tapi kenapa nada nya seperti bunyi
genteng bocor ya?” tanya Jodha sambil terkekeh.
“Bukankah
sudah kukatakan tadi pd mu, bahwa suara ku sangat hancur. Tapi kau memaksanya
untuk mendengar.”
“Tidak
masalah. Sekarang ayo kita tidur. Aku ingin tidur dalam pelukan mu.” Jodha
menarik lengan Jalal yang membuat nya berada di atas tubuh Jodha. Sesaat
pandangan mereka saling bertemu penuh cinta. Jalal menatap bibir mungil Jodha,
& mencium nya lembut. Ada hasrat yg muncul & ingin segera di lampiaskan
pd istri nya itu.
“Aw....”
Jodha menahan sakit di perut nya. Jalal langsung hengkang & mengelus lembut
perut istri nya. “Apa perut mu sakit lagi sayang...? Aku tdk sengaja.”
“Tidak
apa-apa Jalal. Aku senang menikmati masa kehamilan ku ini. Kau tdk perlu
khawatir pada ku. Bayi kita adalah anak yg baik. Ia tdk akan menyakiti Ammijan
nya.” Jodha tersenyum riang mengelus perut nya.
“Aku
khawatir sekali pada mu. Kau yg harus menanggung semua nya sendirian...” kata
Jalal iba memperhatikan wajah Jodha yg terlihat masih menyembunyikan sakit nya.
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~