“Iya
maafkan Jiji Shivani. Jiji baru ingat kalau saat itu jiji pindah kamar ke kamar
Bhaijan. Jiji tidak bisa tidur di kamar yang berAC seperti kamar tamu.” kata
Jodha berbohong. Kemudian ian merenggangkan pelukannya dan menghapus air mata
di pipi mungil Shivani.
“Jiji
berjanji tidak akan meninggalkanmu lagi. Malam itu, kau sudah sangat terlelap
sekali. Apalagi kau sudah jauh-jauh datang dari Delhi hanya untuk menemui Jiji.
Tidak mungkin, Jiji membangunkan mu.”
“Tidak
apa-apa Jodha Jiji. Aku hanya terlalu khawatir pada jiji. Aku takut sesuatu
buruk terjadi pada mu.” Shivani melihat wajah Jodha yang sangat segar pagi ini.
Kemudian Shivani mengalihkan pandangannya pada leher Jodha yang sepertinya sedikit
merah.
“Jodha
jiji... Apa kau di gigit semut? Kenapa ada tiga tanda yang memerah seperti ini?”
tanya Shivani dengan polos. Shivani menunjuk bagian leher Jodha yang memang
merah karna bekas ciuman-ciuman Jalal semalam. Wajah Jodha menjadi memerah
menahan malu. Sementara Jalal hanya tersenyum menatap Jodha yang saat itu juga
sedang menatapnya.
“Tapi
kenapa bekasnya besar seperti ini. Aku rasa ini bukan semut, ini pasti nyamuk.
Tidak salah lagi, ini pasti nyamuk jiji. Aku akan mencari nyamuk itu dan
menangkapnya. Dia tidak boleh menggit jiji kesayangan ku.” Lagi-lagi Shivani
mengeluarkan kata-kata polos layaknya anak kecil yang tidak mengerti apa-apa.
Jalal tertawa terkekeh mendengar ucapan Shivani tadi. “Apakah ada yang lucu
Bhaijan? Kenapa Bhaijan malah tertawa seperti itu. Lihat lah, jiji ku pasti
sangat tersiksa karna di gigit nyamuk nakal itu. Kalau aku menemukannya, maka
aku akan memukulnya sekuat tenaga ku. Seharusnya... Bhaijan menjaga jiji, agar
tidak satu pun nyamuk yang menggigitnya.”
Shivani
berjalan ke arah ranjang dan menepuk tangannya menangkap salah satu nyamuk yang
kebetulan sedang berlalu lalang dari sana. “Lihatlah Jiji, aku mendapatkan
nyamuk nakal itu.” kata Shivani setelah berada dekat dengan Jalal dan Jodha.
Dia terlihat seperti seorang anak kecil yang sangat bergembira ketika berhasil
menangkap kupu-kupu di taman bunga.
“Iya
mungkin nyamuknya.” kata Jodha sambil menatap Jalal. Kemudian Jalal menimpali
perkataan Jodha barusan. “Bukan... Bukan itu nyamuknya Shivani. Nyamuk yang kau
tangkap itu terlalu kecil. Aku rasa nyamuk yang menggigit jijimu itu adalah
nyamuk yang besar. Lihat saja seberapa bekas gigitan itu di leher jiji mu.”
kata Jalal jenaka sambil menatap Jodha yang terlihat melotot ke arahnya.
“Bhaijan
tau dari mana tentang hal itu? Tapi... Aku pikir perkataan Bhaijan tadi benar
juga. Berarti aku telah salah menangkap nyamuk. Kalau begitu akan mencari
nyamuk nakal itu sampai ketemu.”
Shivani
berjalan lagi menuju tempat tidur. Shivani mulai membuang bantal-bantal dan
berserak di atas lantai. Tiba-tiba Shivani melihat sedik sekali bercak merah
yang ada di selimut Bhaijan dan Jijinya. Di tariknya selimut itu dan di bawa ke
arah Jodha jiji dan Bhaijannya. “Jiji... Ini apa? Apakah ini bercak darah?
Apakah jiji atau Bhaijan terluka semalam?”
Jodha
hanya terdiam mendengar pertanyaan dari adik bungsunya itu. Jodha merebut
selimut itu dari Shivani dan menatapnya tajam. “Jodha jiji... Masa bilang kita
tidak boleh marah. Kalau marah bisa cepat tua. Owh iya... Bukankah masa pernah
berkata bahwa Jiji tidak boleh memarahi adikmu yang manis ini.” kata Shivani
dengan bangganya. “Aku tau Jiji apa yang menyebabkan bekas merah itu di leher
mu...” Shivani lalu tertawa terkekeh mengatakan hal itu. Jodha dan Jalal
terbelalak mendengar penuturan Shivani. Tadi dirinya hanyalah seperti bocah
kecil yang sangat polos dan lugu. Tapi kini... Apa benar Shivani tau tentang
misteri bekas merah di leher Jodha Jijinya itu?
“Itu pasti
karna Bhaijan kan?” kata Shivani dengan nada menggoda. Shivani langsung berlalu
dari sana tanpa menunggu amukan dari Bhaijan dan Jijinya. “Shivani...” teriak
Jodha dengan kesal sambil berlalu kedalam kamar mandi membawa selimut itu.
Jalal
menguntit Jodha dari belakang. Jodha menghentikan langkahnya dan berbalik
menatap Jalal dengan geram. “Mengapa kau terus saja mengikuti ku Jalal. Aku mau
mencuci, apa kau mau mencuci juga?”
“Hehehe...
Kenapa harus marah Jodha? Akukan suami mu, jadi aku harus menjagamu kan?”
“Kau ini
benar-benar menyebalkan sekali ya? Lebih baik kau saja yang mencuci selimut
ini.” Jodha menyerahkan selimut besar itu pada Jalal yang hanya menganga
memperhatikan istrinya. “Sekarang kau harus mencuci selimut itu sampai bersih.
Awas jangan pernah keluar sebelum kau menyelesaikan tugas mu. Dan ingat....
Kalau tidak mau menuruti perintah ku, maka kau tidak akan pernah mendapat jatah
malammu lagi.” Jodha berlalu meninggalkan Jalal yang terdiam di samping mesin
cuci.
“Hah....
Kenapa aku harus mencuci selimut ini?” Jalal melangkah keluar dari kamar mandi.
Tapi kata-kata Jodha terngiang kembali di pikirannya. “Arggh... Kalau aku tidak
menyelesaikan tugas ku, maka Jodha tidak akan memberi ku jatah malam lagi. Tapi
sampai berapa lama aku tidak mendapat jatah jika aku tidak melakukan nya?
Sebaiknya aku bertanya dulu pada nya?” Jalal mencari sosok istrinya di dapur.
Biasanya, Jam segini Jodha pasti sedang memasak sarapan di dapur.
Jalal
melihat Shivani yang sudah duduk rapi di meja makan sambil memainkan gadgetnya.
Sementara Jodha sibuk mengongseng masakannya yang tercium sangat harum sekali
aromanya. “Kenapa kau datang kesini lagi Jalal? Apa tugasmu sudah selesai hah?”
tanya Jodha dengan masih mengaduk aduk masakannya. “Kalau aku tidak mau mencucinya
apa, jatah ku tidak dapat sampai berapa hari?” tanya Jalal sambil memeluk Jodha
dari belakang dan berbisik mesra di telinganya.
Shivani
yang mencuri curi pandang Bhaijan dan Jijinya hanya tersenyum senyum sendiri. “Begitukah
orang yang sudah menikah? Bebas bermesraan dimana pun yang mereka inginkan!”
Bathin Shivani.
“Sudah
sana lakukan saja tugas ku.” kata Jodha yang semakin geram. Jalal hanya
tersenyum memandangi wajah cantik istrinya yang tampak merona saat sedang kesal
seperti itu. Dengan usil, Jalal menggigit lembut daun telinga Jodha. Tapi kali
ini sepertinya sentuhan itu malah membuatnya semakin sebal saja dengan Jalal. “Aku
tidak akan memberimu jatah selamanya Jalal.” kata Jodha sambil melepas tangan
kekar Jalal yang melingkar bebas di pinggangnya.
“Apa
selama nya?” Jalal terkejut bukan main. Shivani yang mendengar suara Bhaijannya
yang sedikit keras tadi menjadi penasaran. “Apanya yang selamanya Bhaijan?”
tanya Shivani mendekati mereka berdua. Jalal langsung melepas pelukannya pd
Jodha dan tersenyum semanis mungkin pada Shivani.
“Jodha
Jiji... Apanya yang selama nya?” tanya Shivani sangat kepo dgn obrolan Bhaijan dan
Jijinya itu. Jodha mematikan kompornya dan menatap lembut ke arah Shivani. “Bhaijanmu
tdk akan dapat jatah makan selama lamanya.” kata Jodha biasa saja dan menatap
ke arah Jalal yang tampak kecewa dgn ucapan Jodha barusan.
“Kenapa
begitu Jiji? Bhaijan ku yang tampan ini pasti akan kurus kalau tidak makan!”
Bela Shivani yang menatap iba pada Jalal. “Ya baiklah Jodha. Aku akan segera
mencucinya. Tapi aku harus mendapat jatah makan lagi!” kata Jalal yang langsung
beringsut menyusuri tangga menuju kamarnya.
Jalal
mulai memasukkan air dan deterjen ke dlm mesin cuci. Kemudian memasukkan
selimut tebal itu ke dlmnya. Ini bukanlah hal yang baru baginya, karna dulunya sebelum
Jalal menikah dgn Jodha pun sudah melakukan pekerjaan seperti ini. Jalal
terduduk di samping bangku yang terletak di samping mesin cuci. Menunggu
mencuci selimut setebal itu membutuhkan waktu yang lama baginya. Karna dari dia
kecil hingga sedewa itu, belum pernah menunggu seperti ini. Jalal merasa matanya
sangat berat sekali, perlahan lahan matanya mulai menutup sempurna. Jalal
tertidur dgn bersender di bangku itu dgn tenang.
Jodha yang
menunggu Jalal sedari tadi merasa bosan. “Apa saja yang dilakukan Jalal di atas
sana?” Geram Jodha pada dirinya sendiri.
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~