By
Seni Hayati
“Ketika Alloh SWT saja maha pema'af..maka pantaskan manusia
sebagai makhluk yang kecil tidak bisa memberi ma'af, mema'afkan adalah sikap
yang menunjukan kita sebagai pemenang, pemenang atas hawa nafsu diri kita sendiri,
dan itu lebih memberi ketentraman hati” (Seni Hayati, Bandung Mei 2015)
Jalal masih terus menatap Jodha, menyusuri tiap inci wajah istrinya
entah perasaannya saja atau memang benar karena dia merasa wanita ini nambak
semakin cantik, mungkin efek dari akumulasi rindu yang membuncah dihatinya.
Oh..andai saja dia masih sosok begajulan pasti dia sudah mendaratkan bibir lengkap dengan kumis seksi di pipi gadis
pujaannya itu.
Jalal bergumam sendiri dalam hatinya, 'Oh..ternyata dia masih gadis cuek
yang angkuh..ga nyadar apa klo ada yang memperhatikan.'
Ga tahan lama-lama melihat Jodha yang hanyut dalam dunianya, akhirnya
Jalal melakukan aksi, dia berdehem (emang ada ya kosakata berdehem...anggap
saja ada dari pada sy mogok nulis..abaikan)
“Ehem..Assalamu'aluim..sepertinya
bukumu bagus sekali..bolehkah saya pinjam?” Mendengar perkataan Jalal,
Jodha yang sedari tadi memnganggap tidak ada
akhirnya menjawab salam sambil mengankat wajah dan melihat kearah sumber
suara
“Wa'alaikum..(Jodha kaget jantungnya serasa berhenti berdetak melihat
sosok laki-laki tampan yang ada di sampingnya, dia pun melanjutkan jawaban
salamsanya dengan lirih)..sa..lam”
“Hai..kenapa bengong? seperti melihat hantu saja..tapi sepertinya tidak
ada hantu setampan diriku..hehehe”
“Ka..mu...kamu..” belum juga menyelesaikan kalimatnya Jalal sudah
memotong duluan
“Kamu masih ingat dengan laki-laki berengsek ini hemm?” kesadaran Jodha
mulai pulih lagi, dia segera bisa menguasai diri
“Tentu saja masih..sedang apa di sini, apa sedang bulan madu bersama
istri barumu?” tanya Jodha sambil merengut.
“Bagaimana mau bulan madu, istrinya aja kabur..oya istri satu saja
kewalahan nanganinnya..gimana mau nambah istri”
Jodha clingukan melihat kearah sekitar Jalal, namun dia tidak melihat
siapapun
“Nyari siapa?..sudah kubilang aku di sini sendiri..malah lagi nyari
istri yang pergi tanpa pamit” ujar Jalal dengan sedikit menyindir
“Siapa yang pergi tanpa pamit..aku kan sudah nyimpen surat di kamar”
Jodha yang merasa tersindir berkilah memberikan alibi
“Ya..asal kamu tau..gara-gara surat kamu, aku nangis semaleman”
Jodho melongo sambil menutup mulutnya, “Hah...masa anak begajulan kaya
kamu nangis gara-gara ditinggal istri bawelnya”
Jalal cemberut... “Ga ada yang lucu..jangan ketawa..aku sekarang bukan
anak begajulan lagi tau!”
“O..ya..mana buktinya??” ledek Jodha, raut muka Jalal berubah serius
ditatapnya wajah Jodha, seolah ingin membuktikan klo dirinya kini telah berubah
“Aku tidak bisa meniali diriku sendiri, hanya oranglah yang bisa
menialinya..lagian aku tidak peduli lagi penilaian manusia tentangku..aku hanya
peduli pada penilaian Alloh SWT” ucap Jalal serius, membuat Jodha tergerak
hatinya untuk mencari kebenaran akan kata-kata suaminya itu, di tatapnya mata
elang Jalal yang kini memancarkan keteduhan.
“Hai..kamu bergaul sama siapa, sampai bisa berkata-kata seperti itu?”
“Dengan ustad Yasin..murobinya Ilyas..aku ikut halaqah dengan
beliau..aku stres ditinggal kamu Jo..bahkan hampir gila..untung aku bertemu
Ilyas dan mengenalkanku pada ustad Yasin..dia banyak memberiku wejangan..klo
aku ingin selamat dalam hidup aku harus mampu menjawab tiga pertanyaan besar
tentang kehidupan, 'Dari mana kamu berasal?untuk apa kamu hidup?dan akan kemana
kamu kembali setelah meninggal? Dari sana aku muali mentafakuri arti kehidupan,
mencoba menselaraskan antara kehidupanku dengan SOP yang telah Alloh Berikan
(Al Qur'an)'“ mendengar penjelasan Jalal, Jodha seolah tek percaya
“Sungguh? Aa ngaji bersama Ustad Yasin suaminya mba Nirwa?” (mba Nirwa
itu mentornya Jodha..dia yang banyak memberi pemahaman Islam pada Jodha). Jodha
memperhatikan Jalal dari atas kebawah, dia baru sadar klo sedari tadi Jalal
sangat menjaga tangannya, tangan Jalal belum menyentuhnya sekalipun, padahal
biasanya dia orang yang sangat ramah (RAjin menjaMAH)..ada rasa senang
menyelusup di hati Jodha, rasa hangat yang mampu membuka benteng hatinya.
Jodha kembali bertanya, “Aa sudah menemukan jawaban atas tiga pertanyaan
besar itu?” Jodha namak serius, alisnya bersatu seperti ingin mengetes sosok
ikhwan yang ada didepannya. Melihat Jodha yang begitu antusian, Jalal tak tahan
menahan senyumnya, meski ia berusaha mengatupkan bibirnya untuk tidak
tersenyum, sebelah lengannya memegang sandaran kursi kayu, badannya miring
kerah Jodha.
“Kau, sungguh ingin aku menjawabnya?” Jalal mencoba meyakinkan
“Ya..tentu”
Jalal menarik napas panjang, seolah sedang berada diruang sidang bersama
dosen penguji skripsinya. “Baiklah..aku jawab untuk memuaskanmu
sayang..pertanyaan pertama 'Dari mana kita berasal?' jawabannya kita berasal
dari Alloh SWT, menyandang predikat sebagai manusia, suatu peran yang ditolak
oleh gunung ditolak oleh lautan, peran sebagai khalifah atau pemimpin di muka
bumi, minimal pemimpin atas diri kita sendiri, dimana kita telah terikat
perjanjian bahwa hanya Alloh yang akan kita sembah, hanya Alloh yang akan jadi
pengatur kita (Jalal diam sejenak..menyapukan tangannya di bibir..ekspresi
mukanya nampak sedih)..dan ternyata selama ini aku lupa Jo..lupa akan janjiku
dengan sang pencipta kehidupan (Alloh SWT)..hingga kau datang dalam
kehidupanku, menyentil sisi religiku yg selama ini tertidur pulas, hingga aku
mampu mengingat janjiku kembali pada Robb-Ku, tentunya setelah aku berinteraksi
dengan Al Qur'an”
Jodha tersenyum, ada rasa bahagia yang terpancar dari wajahnya, sebelum
akhirnya dia kembali bertanya, “Untuk pertanyaan ke dua, apa Aa sudah menemukan
jawabannya?”
Jalal kembali menatap Jodha, seolah ingin menyelam kedalam hati Jodha
mengetahui apa yang sebenarnya ada di hati gadis itu, lalu dia menunduk dan
mulai membuka mulutnya kembali, “Pertanyaan kedua 'Untuk apa aku
hidup?'..kehidupan dunia itu ibarat satu titik kecil dalam sebuah garis yang
tanpa batas yang bernama akhirat, itu sebagi perbandingan betapa singkat dan
fananya kehidupan dunia dan betapa kekalnya kehidupan akhirat, ya..manusia
adalah seorang agen yang diutus Alloh untuk menyelsaikan sebuah misi di muka
bumi, Alloh lah sebagai tuannya, Al Qur'an sebagai petunjuk teknis, sebagai SOP
pengontrol apakah hidup kita tetap berjalan sesuai misi yang Alloh perintahkan
atau justru telah keluar jalur dan saat kita menyadarinya semuanya sudah
terlamabat karena permainan telah selesai (games over) yaitu saat malaikat maut
datang menjemput..dan lagi-lagi aku harus berterimakasih padamu Jo, kau sudah
membunyikan alarm jiwaku sebelum games over”
Tatapan Jodha tidak teralih sedikitpun dari sosok laki-laki yang ada di sampingnya,
“Aku senang bisa menjadi alarm mu..namun aku belum puas klo kau belum menjawab
pertanyaan yang ketiga”
Jalal tersenyum sangat manis dengan tatapan lembut kemudian kembali
bicara, “Untuk pertanyaan ketiga'Akan kemana kita kemabali setelah kehidupan
dunia (kematian)?'..Alloh SWT adalah tempat kembali, sebuah kehidupan
sebenarnya akan dimulai, kehidupan abadi yang tanpa batas bernama kampung
akhirat ..sebuah tempat diman kita semua akan mudik, dan aku ingin saat mudik
aku membawa perbekalan yang cukup Jo..mau kah kamu menemani diriku menyiapkan
perbekalan untuk mudik kita yang abadi?” Jalal mengakiri jawabannya dengan
sebuah pertanyaan, tentu saja pertanyaan yang tak terduga itu membuat Jodha
kelabakan..itu terlihat dari matanya yang menunduk seperti sedang mencari
sesuatu..
“Hai..nona jawabannya tidak ada dibawah..jangan bilang kamu sedang
mencarinya disana ya hemm?” Jalal mencoba mencairkan suasana dengan
celotehannya..namun ketika Jodha tidak kunjung menjawab matanya mencoba mencari
tatapan Jodha..setelah menemukannya
“Jodha..ANA UHIBBUKI FILLAH..aku mencintaimu karena Alloh..maukah kamu
menemaniku menyelesaikan sebuah misi, dan selalu menjadi alarm ku ketika aku
keluar jaluar?”
Jodha kini menatap ci aa yang tak sabar menunggu jawaban atas pernyataan
cintanya, “Apa kamu tidak akan kembali pada teman-teman error mu?”
“Ya..aku tidak akan kembali lagi pada mereka”
“Terus..wanita yang aa telepon waktu itu..yang bilang kau akan
mencampakanku setelah jadi presdir gimana?” pertanyaan Jodha membuat Jalal
kembali mengingat kesalahannya..kesalahan yang telah membuat Jodha menangis dan
meninggalkannya, tenggorokannya kini terasa seperti tersedak baso ada sesuatu
yang mengganjal disana
“Itu kebodohanku Jo..dan aku akan selalu mengingat kejadian
itu..kejadian yang membuatku frustasi karena aku harus menanggung derita karena
kehilanganmu” ada kejujuran di mata Jalal dan Jodha tau itu, karena Hameeda
telah menceritakan segalanya dia selalu mengabari Jodha tentang
perubahan-perubahan yang terjadi pada diri Jalal.
Jodha tersenyum..tatapannya penuh cinta..peralahan bibir yang terkatup
itu bergerak mengeluarkan suara lirih, “ANA UHIBBUKA FILLAH..”
Mendengar jawaban Jodha, jantung Jalal serasa keluar dari
tempatnya..wajahnya berseri “Bisa kamu ulangi lagi sayang..aku ingin meyakinkan
klo telingaku tidak tuli” permintaan Jalal membuat Jodha tersipu
“Aku mencintaimu karena Alloh a..aku ingin menemanimu menjadi agen
misinya Alloh, karena aku yakin sekarang hidupmu bukan hanya untuk dirimu tapi
hidupmu untuk Rabb-Mu”
Keduanya kini menangis dalam bahagia..Jalal segera merengkuh Jodha,
membawanya dalam pelukan hangat yang penuh cinta..kelopak-kelopak sakura yang
tertiup angin musim semi berjatuhan menghujani mereka, menjadi saksi bisu
bersatunya dua hati yang kini bersatu
“Syukron sayang.. atas kesempatan keduanya” bisik Jalal, kini bibirnya
mengecup pucuk kepala Jodha yang terbalut hijab.
**********************