By
Seni Hayati
“Ketika kebencian di balas dengan kebencian, maka kualitas
dirikita tidak lebih baik dari yang membenci..tebarlah kebajikan meski itu tak
berbalas..karena itu akan melembutkan hatimu” (Seni Hayati, 2 Mei 2015 dibawah
rintik hujan yg mengguyur kota Bandung)
Sa’at
adzan dzuhur berkumandang Jalal yang merasa kehilangan separuh jiwanya, keluar
dari ruang meeting meninggalkan orang-orang yang membosankan yang masih
bergelut dengan urusan dunia. Entahlah, langkah kakinya seolah menarik-narik
ingin shalat di Masjid Kampusnya Jodha, mendengarkan lantunah tilawah Jodha
yang sealu dapat membuat hatinya tentram... ya.. disadari atau tidak.. kehadiran
Jodha telah sanggup memuaskan hasrat spiritul Jalal yang telah lama kering,
meski motivasi awalnya cuma karena kepentingan dunia, tapi sisi gharizah
tadayun Jalal yang telah tersentuh membuatnya selalu ketagihan untuk senantiasa
berkhalwat dengan sang Robb-nya.. kini terjadilah pergolakan pemikiran dalam
jiwa Jalal.. antara ego yang ingin
diterima eksistensinya di lingkungan teman-teman errornnya dan suara
hati yang terus mengetuk-ngetuk jiwanya.
**
Kini Jalal
melajukan mobil menuju Masjid Kampus Jodha, keinginannya untuk bertemu Jodha
sudah tak terbendung lagi.. bahkan egonya sendiri tak mampu lagi menasehati. ‘Oh... Jodha mengapa
kamu membuat ku gila’ gumam
Jalal dalam hatinya, sebelah tangannya menjambaki rambutnya sendiri, sedang
tangan yang lain tetap memegang kemudi.
Jarak
kantor dan kampus Jodha yang tidak terlalu jauh, membuat Jalal sampai dengan
cepat, diapun memarkirkan mobil.. disaat yang sama Jodha keluar dari kelas..
#Lesss
hati Jalal seakan hilang sesaat kala matanya menatap sosok Jodha, meski
melihatnya dari kejauhan tapi sukses membuat hatinya berdebar-debar.. sebuah
senyuman terukir di bibir Jalal, Jodha berjalan sendiri menuju masjid.. ya hanya
sendiri tanpa teman-temannya (tumben)
‘Ini kesempatanku’ fikir Jalal, ia pun segera turun dari mobil,
dan berjalan mengejar Jodha.
“Assalamu’alaikum”
Sapa Jalal ketika sudah berhasil mensejajari jalannya Jodha.
“Wa’alaikumusalm”
jawab Jodha sedikit kaget dengan kemunculan Jalal yang tiba-tiba. “Loh.. ko aa
disini, bukannya ada meeting di kantor?” tanya Jodha.
“Kan kamu
sendiri yang bilang.. klo Alloh memanggil tinggalkan semua aktivitas, karena
kitapun akan merasa kesal klo panggilan kita tidak di dengar”
“Oke... sip..
ada yang nempel juga toh”
“Ya..iya
lah.. gini-gini suamimu itu kan genius”
Mendengar
kata suami nyel Jodha merasa sangat sebal, terlebih ketika ia ingat pembicaraan
Jalal di telephon pagi tadi.
“Oya..a.. makasih
sapu tangannya... ini aku kembalikan.. aku udah ga perlu lagi ko” ucap Jodha
sambil menyerahkan sapu tangan Jalal.
“Bener
sudah ga perlu?? Nanti klo mewek lagi
gimana?” ledek Jalal
“Tenang
saja aku wonder women a.. ga akan mudah menjatuhkanku (sindir Jodha) klo aku
mewek kan masih ada teman-teman yang masih mau meminjamkan saputangannya
padaku.. Ilyas masih ada”
Mendengar
nama Ilyas rey muka Jalal memerah, nama laki-laki itu selalu suksem membakar
hatinya.
Jodha
menagkap ekspresi cemburu di wajah Jalal, ‘Dasar orang aneh, kenapa mesti marah? Bukannya aku tidak
berarti sama sekali buatmu.. dianya bebas nelepon sayang-sayangan sama
perempuan.. dasar laki-laki egois’ gumam Jodha dalam hatinya.
“Jo.. bisa
kan ga usah nyebut nama itu lagi!”
“Maksud
aa.. nama Ily..” belum selesai Jodha menyebutkan nama Ilyas, lengan kekar Jalal
sudah melingkar di lehernya sambil membekap mulut Jodha.
“emm.. hehasin”
(suara Jodha tercekal karena terhalang tangan Jalal)
“Sudah ku
bilang.. jangan kamu sebut nama itu lagi” ucap jalal sambil melepaskan
bekapannya, namun tangannya kini beralih bertengger di pundak Jodha..
Jodha yang
merasa risih.. menggerakan bahunya kebelakang agar tangan Jalal lepas. Namun
usahanya sia-sia karena Jalal kini mempererat pegangannya.
“A.. lepasin..
ini kan tempat umum..”
“Emang
kenapa klo tempat umum.. kamu kan istriku, masa di pegang pundaknya aja malu. Mereka
aja yang pacaran..ga malu diginiin sama pacarnya”
Akhirnya
Jodha pun hanya bisa pasrah. Jodha kembali teringat dengan saputangan yang
masih di genggamnya, “Ini sapu tangannya”
“Klo kamu
mau menyimpannya.. aku sebagai suamimu merasa terhormat Jo.. dan ini perintah..
siapa tau kamu butuh bulat ngelap ingus.. hehehe”
Lagi-lagi
Jodha tidak bisa lepas dari kekonyolan laki-laki brengsek ini. Dia pun kembali
memasukan sapu tangan Jalal ke dalam saku dressnya yang berbentuk hurup A namun
tidak menampakan lekuk tubuhnya, ditambah kerudung lebar yang menutup sempurna
auratnya.
Kini
mereka telah sampai di depan Masjid. Jalal melepaskan pelukan di pundak Jodha,
mereka duduk di teras masjid sambil melepas sepatunya.
“Kamu ga
mau bantu lepasin, Jo?”
“Aa.. kan
punya tangan” jawab Jodha
“Seorang
istri salehah, tidak akan menyia-nyiakan kesempatan dapet pahala surga di depan
matanya,” kata Jalal sambil menyelonjorkan kakinya ke hadapan Jodha. Akhirnya
Jodhapun kalah, dan melepas sepatu laki-laki manja ini.
Jalal tak
kuat menahan senym, melihat Jodha yang sedang manyun sambil melepas sepatunya.
Sesekali orang-orang yang melintas mematap mereka dengan tatapan aneh, tentunya
sambil tersenyum melihat pasangan yang memang nampak sangat serasi sekali.
Jalal dan
Jodha kini mengambil wudu, ketika bertemu kembali di pintu masuk, Jalal
memanggil Jodha, “Sayang”
“Apa lagi,
hemm??” jawab Jodha kesal
“Pinjem
sapu tanggannya buat ngelap sisa widhu di wajahku”
“Aa.. sisa
air wudu itu jangan di lap, kamu tau ga.. kelak tetesan-tetesan air ini akan
jadi saksi kita di akhirat”
“Oh.. ho..
oya.. sungguh Jodha??”
“E..eh”
“Jo.. ada
di sisimu membuatku banyak tau hal baru.. itulah yang membuatku jauh-jauh dari
kantor mau sholat di sini”
“Bilang
aja kamu kangen.. pake ngeles segala”
“Klo itu
sudah pasti.. siapa sih yang ga akan kangen klo punya istri sepertimu”
Nyel
lagi-lagi, Jodha merasa mual dengan gombalan Jalal yang dianggapnya cuma di mulut
doang meski sebenarnya Jalal mengatakan itu tulus dari hatinya..
“Sudah
pernah ku bilang.. simpan gombalanmu buat cewe seksimu itu”
“Cewe
seksi yang mana, hemm?”
“Fikir saja
sendiri.. dasar PEMBOHONG” ucap Jodha sambil berlalu meninggalkan Jalal menuju
tempat shalat akhwat..
“Eh.. Jo
tunggu... jelasin ke aku apa maksudnya” ucap Jalal sambil mengejar Jodha
“Eit... lihat
ini tempat shalat akhwat.. aa ga bisa baca apa? atau aa shalatnya mau pake
mukena, hemm????”
Jalal
hanya tersenyum setelah menyadari kekonyolannya, “Hehehe.. afwan.. tapi nanti
jangan kabur ya.. tunggu aa di luar” ucap Jalal memberi intrupsi sebelum dia
pergi ke tempat shalat Ikhwan.
Jodha
masih asyik dengan dzikirnya.. sedang Jalal sudah menunggunya di luar dengan
tak sabar, sesekali kepalanya menoleh kearah tempat shalat akhwat.. namun
bidadari hatinya tak kunjung muncul, akirnya Jalal pun mengirim sms
“Aa
menunggumu di luar.. sayang”
Jodha
membuka HP nya yang bergetar, membaca tulisan di layar itu membuatnya sakit, “Ya
Alloh.. apa maksud semua ini.. bantu aku melupakannya ya Alloh.. tipuan-tipuan
laki-laki itu selalu berhasil menggoda hatiku.. membuat hatiku berbunga-bunga..
namun akhirnya dia menghempaskanku, hingga hatiku hancur berkeping-keping.. kuatkan
aku ya Robb, agar tidak terperangkap dalam mulut manisnya” Jodha melantunkan do’anya.
Mengakhiri doa’nya dengan sujud syukur.. sujud adalah posisi favorit Jodha.. posisi
dimana manusia menyadari kelemahannya, menyadari dirinya seorang hamba yang
sangat kecil dihadapan sang Khaliq raja dari segala raja satu-satunya zat yang
layak disembah.
Jodha
meraih HP, dia mengirim sms balasan, “Kalau aa mencintaiku.. siapkan diri untuk
jadi yang kedua”
Membaca
balasan sms Jodha, membuat Jalal kaget.
Tak lama
Jodha keluar, dengan tak sabar Jalal menarik tangan Jodha untuk duduk
disampingnya.. teras masjid yang sangat nyaman, tempat favorit kedua pasangan
muda ini.
“Aa.. kenapa
sih pake tarik-tarik aku segala?” tanya Jodha kesal
“Ini.. maksudnya
apa hemm.. aku harus mau jadi yang kedua?? Aa ga terima.. aa kan suamimu.. ga
boleh ada yang lain”
“Emangnya
aa aja yang bisa menjadikan aku yang kedua.. aku juga bisa” bantah Jodha.
“Kamu
tetap dan akan selalu jadi yang pertama di hatiku Jo” jawab Jalal sambil
menarik tangan Jodha dan menempelkannya di dadanya.
“Aa..itu
lebay.. namun sayang.. aku sudah hilang kepercayaan padamu” jawab Jodha pedas.
“Oh.. jadi
itu sebabnya kamu juga jadiin aa yang kedua? Katakan siapa yang pertama
dihatimu, hemmmm??” tanya Jalal.
“Dengar ya
a.. yang pertama ada di hatiku adalah...” Jodha menggantungkan kata-katanya,
membuat Jalal semakin tegang.. entah mengapa hati Jalal merasa takut kalau yg
pertama ada di hati Jodha itu Ilyas.. namun dia merasa lega setelah Jodha
melanjutkan kalimatnya
“Yang
pertama ada di hatiku.. dan akan selalu jadi yang pertama adalah Alloh SWT”
Mendengar
jawaban Jodha, Jalal merasa tenang tatapannya semakin melembut, Jalal semakin
kagum pada sosok Jodha, kini Jalal tak
peduli lagi dengan anggapan teman-teman errornya jika mengetahui dia bertekuk
lutut di hadapan seorang wanita berhijab. Jodha lagi-lagi membuktikan klo dia
sangat pantas dipilih, dia sangat pantas untuk dicintai.
“Subhanalloh
Jo.. kamu membuat aa semakin jatuh cinta badamu” ucap Jalal, namun tedengar
hambar di telinga Jodha dan terasa menusuk di hatinya..
“A.. aku
semakin ragu dengan kata-kata cintamu padaku.. bagimu itu hal biasa mengatakan
cinta pada wanita manapun.. namun aku menganggap cinta itu suatu yang sakral..
bukan suatu yang layak dipermainkan”
“Jo.. aku
sungguh mengatakannnya.. aku sungguh-sungguh mencintaimu”
Jodha
hanya tersenyum masam, ingin rasanya ia membeberkan apa yang didengarnya tadi
pagi di telephon, klo sebenarnya dia sudah muak dengan permainan Jalal, namun
suara hatinya berbisik, ‘Belum saatnya Jodha.. tugasmu masih belum selesai.. sabarlah.. tunggu
tanggal mainnya’
***********************