By
Seni Hayati
“Ketika sebuah kepercayaan terkoyak, menyulamnya kembali butuh
waktu..hanya sesaknya jiwa yang tersisa kala semuanya terlambat disadari”(Seni
Hayati, Bandung April 2015)
Sebenarnya
Jodha tidak ingin mendengarkan percakapan dalam telepon, tapi ketika namanya
disebut dia merasa penasaran dan diam-diam menguping dari balik pintu,
terdengar suara Jalal.
“Sabar
sayang, sebentar lagi games over..dan aku akan menjadi pemenangnya”
Jalal
melanjutkannya lagi “Hah..apa? Jadi kamu
melihat adegan diresto itu..hahahaha...udah main detektif-detektifan nih”
Jalal diam
sebentar seperti sedang mendengarkan lawan bicaranya, kemudian berkata lagi, “Aktingku
bagus kan? apa?.. sempurna.. hahah.. oke.. oke.. jadi tenang saja sayang.. pada
waktunya nanti akan aku campakan gadis bodoh itu..dan kamu akan menjadi nyonya
Jalaludin”
Hati Jodha
serasa ditusuk-tusuk paku yang berkarat..sakiiiiit, merasa dipermainkan, merasa
dikhianatai..disaat kepercayaan dan harapan mulai muncul, disaat benih-benih
cinta muali menggeser angan tentang ikhwan impian..tapi kini semuanya hancur
lebur bak diterjang badai tsunami..pertahanannya hampir saja jebol, namun Jodha
meyakinkan dirinya, ‘Kau harus kuat
Jodha.. bukannya kau seorang superwomen..apalah artinya kehilangan seorang
Jalal.. apalah artinya dicampakan oleh seorang pecundang.. bahkan saat ayahmu
yang begitu kau cintai memutuskan ikatan denganmu kau bisa setegar baja..sekuat
karang di lautan.. yakinlah ini kehendak Robb mu, dia belum layak mendampingi
wanita hebat sepertimu, dia belum pantas mendapat cintamu’ gumam Jodha
dalam hatinya.. dia mencoba memotivasi dirinya sendiri..mengikuti perasaan
dengan terpuruk oleh keadaan hanya akan menunjukan klo dia sebagai pihak yang
kalah.
Tak berapa
lama Jalal menutup HP nya, dan bersiap pergi ke kantor, saat keluar kamar.. Jalal
kaget setengah mati melihat Jodha ada di balik pintu, “Jo.. Jo.. Jodha.. bukannya
kamu sudah berangkat ke kampus bersama ammi?” tanya Jalal gugup, entah mengapa
dia merasa khawatir Jodha mendengarkan percakapannya di tlp, padahal bukannya
dia ingin menyakito gadis dihadapannya ini..
Jodha menjawab
dengan tanpa beban, “Laptopku ketinggalan, jadi aku balik lagi” Jodha tersenyum
manis, ekspresi mukanya biasa saja, seolah dia tidak mendengar apa-apa, diapun
masuk mengambil laptop di kamar. Sedangkan Jalal, masih berdiri mematung, namun
matanya mengikuti gerak tubuh Jodha.
Jodha
masih dengan keriangannya.. menjinjing laptop..dan berlalu dari hadapan Jalal..
“Pa bos.. duluan ya...”
“Jo.. aku
antar.. sekalian aa ke kantor”
“Ga usah..
aku naik angkot aja a” teriak Jodha sambil menuruni anak tangga.
“Jo.. tunggu...!!”
“Assalamualaikum
a.. semoga harimu sukses.. dah” ucap Jodha sambil membuka pintu.. dia sempat
melambaikan tangannya kearah Jalal.
‘Kenapa hati ini sakit... kenapa menyakitinya
serasa aku menyakiti diriku sendiri... apa yang sudah terjadi denganku’ hatinya bergumam dalam kecgelisahan, namun
otaknya berkata lain, ‘Apa yang kau
fikirkan Jalal.. mengapa kau begitu khawatir dia mendengar tlp mu..apa pedulimu
menyakitinya adalah tujuan akhirmu.. dia tau lebih awal tentu akan lebih sakit
untuknya.. lanjutkan saja.. tidak usak kau pedulikan perasaannya’
Jalal
membuang napas, “Huh..” dia pun segera menuju garasi..dan melajukan
mobilnya..dari kejauhan terlihat Jodha sedang menyusuri Jalan komplek..memang
sangat jarang angkot sepagi ini masuk ke komplek yang mereka tinggali.
Jalal
membunyikan klakson, “Tit...tit...tit..” dan segera menepikan mobinya..dia
menurunkan kaca pintu mobil, “Jodha ayo naik.. nanti kamu kesiangan”
“Ga
apa..apa a, kelasnya masih satu jam lagi” jawab Jodha sambil menunduk, seperti
menyembunyikan wajahnya, tangannya sibuk
menghapus sesuatu dari pipinya.
‘Apa dia menangis.. berarti dia mendengar
percakapanku di tlp’ gumam
hati Jalal. “Jo..ayo jangan keras keapa..lagian kantorku kan searah dengan
kampusmu”
Karena tak
sabar Jalal pun turun dari mobilnya dan menghampiri Jodha.. namun alangkah
kagetnya Jalal melihat mata Jodha yang sembab.. genangan air mata masih tersisa
di mata indah itu.. kondisi ini membuat hati Jalal terasa sakit seolah tersayat
sembilu.. “Jo.. kenapa kamu menagis?” tanya Jalal, tangannya hendak meraih pipi
Jodha, namun Jodha segera mundur, seolah tak mau disentuh Jalal sambil
menyembunyikan wajahnya.
Jodha
tetap menunduk..menghindari kontak mata dengan Jalal, “Tidak..a.. tadi anginnya
terlalu kencang..ada debu jalan yang masuk ke mataku” jawab Jodha memberikan
alibi, namun gagal membuat Jalal percaya..
Jalal tau
Jodha menagis karena dirinya, “Jo.. karena itu..kau harus ikut denganku..nanti
klo ada angin lagi gimana?kamu mau matamu tidak melihat..hemmmmm?” ucap Jalal
penuh perhatian..membuat Jodha dada Jodha semakin sesak sekaligus sebal.
Tak ada
pilihan lain akhirnya Jodha pun naik ke dalam mobil, Jodha mengambil tisu, air
matanya tak bisa diajak kompromi terus merembes keluar seperti anak sungai yang
seiap membanjiri pipi.
“Jo..kamu
baik-baik saja sayang?” Jalal menghentikan mobil, menghadapkan wajahnya pada
Jodha.. “Jo..jujurlah apa yang membuatmu menagis..aa tau itu bukan karena debu”
“Tidak..a..aku
baik-baik saja” jawab Jodha sambil berusaha tersenyum pada Jalal. “Aku hanya
rindu dengan orang tuaku..biasanya klo ingat mereka, aku menangis” jawab Jodha,
tangisnya kini semakin membuncah membuat badannya terguncang.
“Kau..boleh
pinjam dadaku Jo..menangislah” ucap Jalal sambil merentangkan tangannya.
“Tidak a
syukron” jawab Jodha sambil menunduk. Jalal tak peduli dengan jawaban Jodha,
dia segera menarik kepala Jodha dan membenamkan di dadanya. Jodha semakin
terisak..ingin rasanya ia mencakar-cakar dada itu dan berteriak , ‘AKU
MEMBENCIMUUUUUUUUU!’ namun kalimat itu hanya tertahan dihatinya.
Jalal
mencium rambut Jodha dari balik kerudung lebarnya, ‘Ma’afkan aku Jo.. yang telah membuatmu terluka’ gumam hati
Jalal..namun lagi-lagi egonya bersuara, ‘Jalal,
apa yang kau lakukan..sekarang nikmatilah kemenanganmu.. tertawakanlah dia’
Jalal melepaskan pelukannya, dan kembali menghidupkan mobil. Sepanjang
perjalanan mereka hanya diam, sesekali Jalal melirik kearah Jodha yang sedang
melihat kearang samping jendela. Saat ini bukan kebahagiaan yang ia rasakan
melihat Jodha terpuruk, namun justru rasa sakit, meski berulang kali ia
berusaha menepisnya..namun hatinya selalu menuntunya untuk bertindak peduli.
Seperti saat itu, tisu mobil sudah habis karena air mata Jodha terlalu
banyak..Jalal berinisiatif mengeluarkan saputangan dari dalam saku celananya, “Pakai
lah ini”
Meski
enggan, namun akhirnya Jodha menerima saputangan itu dari tangan Jalal,
mengingat dia sangat membutuhkannya nanti di kampus. Saat tangan Jodha mengambil
saputangan, reflek Jalal memegang tangan itu dengan erat, seolah ia ingin
memberi Jodha kekuatan.
Namun
bukan kekuatan yang Jodha rasakan tapi sakit yang semakin meradang, Jodha
memberanikan diri melihat mata Jalal, mencoba mencari kebenaran akan sikap
laki-laki aneh yang ada disampingnya, pandangan mereka kini bertemu,,dari sorot
mata keduanya ada resonansi cinta yang tak bisa disembunyikan..namun dari sisi
Jalal cinta itu terhalang ego..dan dari sisi Jodha rasa cinta itu terhalang
sakit yang sudah membungkus rapat hatinya..perlahan Jodha menarik tangannya
dari genggaman Jalal.
****
Kini
mereka telah sampai di kampus, Jodha segera merapihkan kerudung dan mengelap
sisa airmata.
“Syukron..ya..a..aku
pinjam saputangannya dulu” seperti biasa Jodha masih mencium tangan
Jalal..namun kini tak ada lagi hadiah kecupan di pipi yang biasa menjadi bonus
atau imbalan untuk Jalal ketika mengantarnya pergi..ada rasa rindu di hati
Jalal, rindu kecupan lembut di pipinya yang selalu diiringi warna merah tomat
mengkel di pipi Jodha.
Jodha
segera turun dari mobil menghampiri sahabat-sahabatnya Ilham, Mei, Fiky, Amie,
dan Ilyas, mereka kaget melihat mata Jodha yang sembab, “Jo..kenapa? Kamu
berantem sama suamimu hemm?” tanya Meimei penun perhatian.
“Suamimu..melakukan
KDRT ya?” timpal Amie
“Awas aja
klo suamimu berani melakukan itu..aku sebagai sahabatmu tak terima Jo” Fiky
angkat bicara
“Urusan
menghajar suamimu..serahkan padaku Jo”
tutur Ilham.
Yang tidak
ikut nimbrung hanya Ilyas, dia sekali melihat kearah Jodha lalu mengalihkan
pandangannya kearah mobil Jalal, dari sorot matanya seolah mengatakan: ‘Apa yang kau lakukan pada bidadariku???’
Mendengar
antusias sahabatnya membuat Jodha terharu, “Tenang saja kawan, aku bukan
menangis karena dia ko..aku cuma rindu dengan keluargaku” Jodha memberi
pembelaan.
Merekapun
masuk ke dalam kelas, Jodha dan Ilyas..berada di barisan paling belakang.
“Aku tau
kamu mengis karena dia Jo” ucap Ilyas seperti seorang cenayang.
Jalal
masih memperhatikan Jodha dari dalam mobi..dia merasa tidak nyaman dengan
keakraban Jodha dan Ilyas.. ‘Apa pedulimu
Jalal...Jodha hanyalah pionmu..mau kembali ke Ilyas pun itu tak penting bagimu’
gumam Jalal dalam hatinya, ia segera melajukan kendaraannya menuju kantor.
*****
Di kantor
Jalal sama sekali tidak bisa konsentrasi, meki badanya hadir diruang meeting
namun fikirannya berkelana..bayangan Jodha terus memenuhi alam fikirannya.
********************************