By Er
Lin..... Ruqyah berhenti sejenak di depan ruangan Jalal. Dihapusnya airmatanya dengan kedua tangannya.
Kini tak terlihat lagi kesedihan di wajahnya, tapi kini berganti dengan
kemarahan dan kebencian. “Jodha...” gumamnya
Setelah
kepergian Ruqyah, Jalal melirik jam yg melingkar di salah
satu tangannya. “Sudah jam 09.00 dia pasti sudah bangun,” katanya pada diri
sendiri. Lalu Jalal meraih ponsel nya yg terletak di atas meja, mencari nama Jodha di kontak ponsel nya lalu menghubunginya.
Jodha yg
tengah asik menonton serial drama kesayangannya 'JodhaAkbar', mendadak
mendapati ponselnya berdering. Jodha membelalakkan matanya karena kaget. Nama
Jalal tertera di layar ponselnya. Dia mengerjap sebentar,
lalu memastikan bahwa itu benar-benar Jalal. Dia melirik jam, baru jam
sembilan. Bukankah ini jam kerjanya Jalal?
“Hallo,
ada apa kau nelpon ku?” tanya Jodha langsung saat menerima panggilan Jalal.
“Apa kau
sudah mandi?” tanya Jalal balik tanpa menghiraukan pertanyaan Jodha.
“Memangnya
kenapa?”
“Datang ke
kantor ku sekarang” suruh Jalal di ujung telpon.
“Kenapa
aku harus ke kantor mu?”
“Berhentilah
bertanya, sekarang segera mandi lalu kesini secepatnya,” jawab Jalal yg mulai
kesal karna Jodha selalu banyak bertanya.
TUUTTTT,...
Hubungan
telpon di putus oleh Jalal. “Dasar suka merintah,” rutuk Jodha. Dengan malas
Jodha masuk ke kamar mandi. Meski merasa kesal Jalal selalu memerintah dirinya
tapi Jodha selalu saja menuruti semua perintah Jalal tanpa sadar.
Selesai
mandi Jodha langsung menuju ke lemari pakaiannya. Hari ini dia memilih celana
levis panjang berwarna biru pekat di padukan dengan baju longres berlengan
pendek berwaran biru muda. Seperti biasa Jodha hanya memoles wajahnya dengan
bedak tipis dan lipglos untuk mempermanis bibirnya. Kali ini Jodha membiarkan
rambutnya tergerai lepas, entah kenapa kali ini Jodha ingin terlihat dewasa di depan Jalal. Untuk semakin memperlihatkan kedewasaannya Jodha
lagi-lagi kali ini tidak memakai sepatu kats nya, dia memilih sepatu yg berhak,
Jodha memilih hak yg tidak terlalu tinggi.
Tidak
butuh waktu lama, hanya 25 menit dengan membawa mobil sendiri, Jodha telah
sampai di Mall tempat Jalal bekerja. Jodha langsung masuk kedalam Mall dan
berjalan menuju lift, tapi baru saja dia sampai di depan
pintu lift Jalal keluar dari dalam lift yg ada di sebelahnya
dengan di temani oleh Abul mali.
“Kau sudah
datang,” sapa Jalal dengan tersenyum.
“Kenapa
kau menyuruh ku kesini?” tanya Jodha tanpa memperdulikan senyuman yg Jalal
berikan padanya.
Jalal
menghela nafasnya berat, gadis ini selalu saja bertanya pada dirinya setiap dia
menyuruh atau meminta sesuatu. “Aku ingin kau menemani ku mengelilingi mall ini
untuk mengecek dan mengontrol situasi dalam mall,” jawab Jalal sambil meraih
tangan Jodha dan mengandenganya.
“Kenapa
aku harus menemani mu?” tanya Jodha lagi sambil mengikuti langkah kaki Jalal.
Jalal
menghentikan langkahnya, dia menarik nafas nya. Benarkan lagi-lagi gadis ini
bertanya, kenapa dia tidak bisa hanya menurutinya saja tanpa banyak bertanya.
Jalal memalingkan tubuhnya menghadap ke Jodha. “Karna kau calon istri ku, dan
hari ini aku ingin kau mulai belajar mendampingiku.”
Jalal
kembali mengandeng tangan Jodha dan mulai berjalan mengelilingi mall. Satu jam
setengah lamanya mereka mengitari seluruh mall, Jalal lalu membawa Jodha ke
dalam ruangan nya. Sampai di ruangan Jalal, Jodha langsung menghempaskan
tubuhnya di sofa yg ada di depan
meja kerja Jalal. Jalal hanya tersenyum melihat Jodha yg terlihat kelelahan,
dia langsung menuju ke meja kerjanya. Kembali bergutat dengan tumpukan
file-file yg ada di atas mejanya.
Dari
tempat duduknya Jodha memperhatikan Jalal dengan sebelah matanya. Jalal
terlihat pintar, berkuasa, angkuh, sendirian dan tampak sesuai duduk di situ. Rambutnya yg ikal lebat tampak kurang beraturan, wajahnya
kelihatan lebih maskulin daripada terakhir kali terlihat. Setelan tux berwarna
metalik tanpa satu pun kerutan. Kemeja putih kaku yg mungkin dikanji sehingga
bisa super rapi dan sebuah jas Armani tergantung anggun di belakang kursin yg diduduki Jalal. Tanpa terasa kehangatan menjalari
seluruh tubuh Jodha. “Apa yg aku pikirkan?” rutuknya dengan memukul kepalanya
sendiri.
Jalal
mengangkat kepalanya dan melihat kearah Jodha. “Kau kenapa?” tanyanya dengan
kening berkerut.
“Ah..ti..tidak
apa-apa” jawab Jodha terbata-bata.
Jalal
mengangguk kan kepalanya dan kembali sibuk dengan pekerjaannya.
“Akhirnya
selesai,” seru Jalal tiba-tiba. “Mari aku traktir kau makan siang,” kata Jalal
yg langsung berdiri dari duduknya, meraih jas nya dan berjalan lebih dulu
keluar dari ruangannya sedangkan Jodha langsung mengikutinya dari belakang.
“Kita mau
makan dimana?” tanya Jodha.
Kali ini
Jalal tidak menjawab pertanyaan gadis yg berjalan di belakangnya. Karna jika di jawab, gadis ini akan kembali bertanya.
Jalal terus berjalan menuju mobilnya. Sampai di depan
mobil Jalal, Jodha bertanya “Apakah kita akan memakai mobilmu? Lalu bagaiman
dengan mobil ku?”
Jalal
hanya tersenyum, dia membukakan pintu mobil untuk Jodha lalu dengan lembut di dorongnya tubuh gadis itu untuk masuk ke dalam mobil. Setelah itu
Jalal masuk ke dalam mobil dan duduk di bangku kemudi. Jalal mulai mengendarai
mobilnya berlahan meninggalkan mall. 15 menit kemudian mereka sampai di sebuah restorant masakan padang.
Selama
makan mereka tidak mengeluarkan sepatah katapun, mereka menikmati hidangan
mereka masing-masing. Setelah selesai makan baru Jalal memulai berbicara. “Bagaimana
perasaan mu setelah mendampingi ku tadi?” tanyanya.
“Melelahkan..”
jawab Jodha
Jalal terkekeh,
“Kau harus mulai belajar soal bisnis Jodha?”
“Kenapa?”
tanya Jodha sambil menyeruput minumannya.
“Karna kau
harus menjalankan perusahaan yg ayahmu waris kan padamu.”
“Kan sudah
ada kakak sama ibu yg mengurusnya. Aku percaya sama mereka. Lagian cita-cita ku
tidak ingin jadi wanita karir. Aku hanya bercita-cita menjadi istri
dan ibu yg
baik bagi anak-anak ku kelak.”
“Hohoho,
aku tidak sabar menanti itu,” goda Jalal dengan menaik turunkan matanya kearah
Jodha.
Digoda
seperti Jodha langsung menundukkan kepalanya, wajahnya langsung bewarna merah
seperti apel. Dan itu membuat Jalal tertawa keras.
“Tapi
Jodha, suatu hari nanti kau tetap harus menjalankan usaha ayah mu. Bagaimana pu
ayah mu pasti menginginkan itu. “ Jelas Jalal setelah dia meredakan tawanya.
“Iya aku
tau itu,” suara Jodha terdengar sedih. “Tapi saat setelah kepergian ayah ku,
dan pengacara ku membacakan surat wasiat yg telah ayahku tinggalkan, aku
melihat wajah ibu dan kakak sedih dan kecewa. Ternyata ayah ku hanya memberikan
mereka berdua sebuah perternakan yg ada di sebuah desa. Setelah pengacara ku pergi,
ibu meminta kepada agar perusahaan di jalankan oleh kakak. Aku tidak bisa
menolaknya, karna saat itu ibu memintanya sambil menangis.”
“Meski
dengan syarat kau harus memberikan sebagian saham mu kepada kakakmu?” tanya
Jalal penuh selidik.
“Aku tau
persyaratan seperti itu tidak ada. Aku juga tau ibu sengaja melakukan itu agar
bisa memilki sebagian harta warisan ku.”
Jalal
langsung terkejut mendengar perkataan Jodha. “Kalo kau tau, kenapa kau tetap
memberikannya.” Tanyanya denga menatap lekat kearah Jodha.
Jodha
mengangkat kepalanya, dia juga menatap lekat langsung ke mata Jalal. “Karna aku
sayang mereka. Setelah kepergian ayah ku, aku hanya punya mereka. Lagi pula
semenjak ibu ku meninggal, ibu meina membesarkan ku dengan penuh perhatian dan
kasih sayang seperti kepada anaknya sendiri. Kak sujamal juga menganggap ku
sperti adik kandungnya sendir.” Mata Jodha mulai berkaca-kaca saat mengatakan
itu.
Mendengar
itu Jalal langsung tersenyum. “Kau memang berbeda Jodha, hingga tidak salah
jika aku sampai menyukai mu,” katanya denga pelan hingga terdengar seperti
berbisik.
“Apa?”
tanya Jodha yg merasa tidak percaya dengan pendengarannya.
Jalal
tidak menjawab keterkejutan Jodha, dia justru pura-pura tidak mendengar
pertanyaan Jodha. Dia melirik jam tangannya, “ Waktu makan siang telah habis,
ayo aku antar kau pulang, belajar bisnis nya cukup sampai sini saja.”
Jalal lalu
berdiri dari duduk nya dan ingin mulai melangkah tapi terhenti saat dia melihat
Jodha masih duduk dan seperti sedang termenung. “Apakah dia tadi mengatakan
bahwa dia menyukai ku?” tanya Jodha dalam hatinya.
Jalal
mengkerutkan keningnya, “Hei... Kenapa kau malah melamun?? Aku bilang, ayo aku
antar kau pulang.”
“Hah, iya”
Jodha langsung bangun dari duduknya dan mulai mengikuti Jalal dari belakang. “Tapi
Jalal, kau antarkan saja aku kembali ke kantor mu, aku akan pulang dengan mobil
ku sendiri.”
“Mobil mu
biar nanti malam diantar oleh Abul mali,” jawab Jalal sambil terus berjalan.
“Tapi
nanti sore aku membutuhkan mobil ku, aku ada janji dengan___”
Jalal
menghentikan langkahnya, begitu mendadak hingga Jodha langsung menabrak
punggung Jalal. Tak sampai sedetik Jalal sudah membalikkan tubuhnya, matanya
memicing penuh selidik, “Janji? Dengan siapa?” tanyanya.
“Dengan
teman-temanku, Moti hari ini ulang tahun jadi dia mentraktir kami semua makan,”
jawan Jodha dengan santai.
“Teman-teman
mu yg pernah aku temui di cafe itu?”
Jodha
mengangguk, “Iya.”
“Baiklah
kalo begitu,” Jalal kembali melangkah.
Setelah
sampai di Mall Jodha langsung ke tempat mobilnya yg di parkir. Jalal mengantar Jodha sampai masuk ke dalam mobilnya. Dari
jauh ada seseorang yg selalu memperhatikan kebersamaan mereka. Orang itu
meremas tangannya, melihat dua insan itu semakin hari semakin terlihat dekat. “Aku
tidak akan membiarkan kalian terlalu lama bersama,” gumamnya.
*******
Jodha,
Moti, Lala dan Reva, mereka memilih makan disebuah restorant yg khusus
menyajikan makanan korea. Setelah sampai di restorant itu mereka langsung memilih menu
makanan kesukaan mereka masing-masing. Tidak butuh waktu lama, makanan mereka
telah tersaji diatas meja mereka. Sebelum makan, Jodha dan kedua temannya
kecuali Moti secara serempak berucap “Selamat ulangtahun Moti, terimakasi
traktiranya hhehehe.” Melihat tingkah teman-temannya mau tidak mau membuat Moti
tersenyum. “Dasar.... Kalian cuma semangat karna aku traktir,” rutuknya denga
cemberut.
“Siapa
manager disini? Kenapa makanan basi seperti ini yg di hidangkan?” teriak salah satu wanita yg juga sedang makan di dalam restorant itu.
Mendengar
teriakan wanita itu membuat Jodha dan teman-temannya bahkan semua penggunjung
yg makan disana melihat kearah wanita itu. Jodha memicingkan matanya, dia
merasa pernah melihat wanita itu tapi dimana? Otaknya terus berputar seperti
membuka setiap lembaran kenangan yg tersimpan rapi di dalam ingatannya. “Astaga, itu Bella,” ucapnya terkejut saat setelah
mengingat siapa wanita itu.
Melihat
Jodha yg menutup mulutnya dengan tangannya dan membesarkan matanya kearah
wanita itu membuat ketiga temannya menatap kearahnya. “Apa kau mengenal wanita
itu?” tanya Moti.
Jodha
menolehkan wajahnya, melihat kearah temannya. “Dia Bella, salah satu wanita yg
pernah Jalal kencani.”
Mendengar
penjelasan Jodha, sepontan ketiga temannya dengan serempak memalingkan wajah
mereka melihat kearah wanita yg berteriak tadi. Mereka bertiga menelan air
ludah dengan susah payah, wanita itu terlihat sangat cantik dan berkelas.
Sungguh berbanding terbalik dengan penampilan Jodha yg sederhana.
“Ada apa
ribut-ribut?” tanya wanita yg merupakan manager di restoran
itu. Wanita itu juga kalah cantiknya dengan Bella. Wanita ini justru terlihat
seksi dan pintar.
“Ini bu,
nona ini mengatakan makanannya basi tapi tadi koki kita baru saja mencicipnya,
enak kok,” jawab salah waitter yg berdiri diantara dua wanita cantik itu.
Sang
manager tak terlihat kaget. “Kadang memang saingan kita sengaja datang untuk
mengacau, berikan dia main course gratis beserta dessert-nya untuk menggantikan
ketidaknyamanan tadi.” Ucapa manager itu sambil tersenyum kearah Bella.
Bella
langsung berdiri dan memukul meja dengan keras. “ Kalo ada tukang pengacau itu
ya kamu orangnya. Kamu mengacau hubungan orang. Sadar tidak kalo kamu itu sudah
di putusin sejak lama?” semburnya berapi-api.
Semua
pengujung disana terdiam, mereka semakin terhanyut melihat tontonan gratis yg
ada di dalam restoran itu.
“Bella,”
desis wanita itu sambil berusaha tidak membelalak. “Kamu ngomong apa, Bel? Kita
bicara di ruangan ku.” Wanita itu melangkah angkuh menuju ruangannya.
“Kenapa
Benazir? Takut? Malu kalo pegawaimu dan semua penggunjung disini tahu bahwa bos
pemilik restoran korea merayu pacar orang?”
Orang-orang
semakin berminat menonton di tempat mereka masing-masing. Jodha dan
teman-temannya pun sama. Jodha semakin penasaran pria mana yg mereka bicarakan
saat ini.
Benazir
menghentikan langkahnya, membalikan tubuhnya kearah Bella dan dengan tertawa
kecil sambil menggeleng. “Aku tidak mengerti.”
“Jalal
cerita semuanya ke aku.” Bella tersenyum sinis. “Kamu itu masa lalu, mengerti.”
Jodha
semakin terkejut saat nama Jalal terdengar dari pertengkaran dua wanita itu.
Jodha akhirnya mengerti, Benazir adalah wanita yg pernah Veronika ceritakan
padanya saat dinner malam itu. Benazir juga merupakan salah satu wanita yg
pernah Jalal kencani.
“Lalu kamu
sendiri apa?” tanya Benazir dengan sinis. “Kamu juga masa lalunya.”
Bella
merasa terpojok dengan pertanyaan Benazir.
“Aku akan
menggodanya lagi, jika dia tergoda itu berarti dia masih punya rasa padaku. Dan
aku akan merebutnya kembali dari calon istrinya itu.
Bella
membuka mulutnya, tapi Benazir menyambar dengan cepat. “Aku akan mendapatkannya
kembali.”
Jodha
menganga. Sulit sekali menutup mulutnya, dia terpana oleh kemantapan sikap
Benazir menghadapi Bella. Dia juga merasa takjub oleh rasa percaya diri Benazir
untuk merebut kembali Jalal dari sisinya, calon istrinya. Tanpa sadar, ada rasa
pesimis di hati Jodha untuk bisa membuat Jalal mencintainya. Jika dibandingkan
dengan kedua wanita itu, Jodha tidak ada apa-apanya. Bella dan Benazir, mereka
sangat cantik, dewasa dan berkelas. Tidak mungkin Jalal tidak tergoda dengan
dua wanita itu. Seakan mengerti dengan apa yg Jodha rasakan, ketiga sahabatnya
itu mengenggam kedua tangan Jodha dengan erat seolah memberikan kekuatan dan
semangat kepada dirinya.
Bersambung
FanFiction
Pelabuhan Terakhir Bagian yang lain Klik
Disini