“Dia
Suryahban” jawab Jodha yang mulai merasa takut dengan sikap Jalal
“Siapa
Suryabhan?”
“Dia pacar
ku.”
Wajah Jalal
langsung berubah merah karna menahan amarah saat mendengar perkataan Jodha. Jodha
yang menyadari kesalahannya dengan cepat memperbaikinya, “Bukan.....bukan.....maksud
ku dia___” Jodha berkata sambil mengibas-ngibaskan kedua tangannya. Sedangkan Jalal
mulai berjalan maju hingga kini tubuh mereka berjarak beberapa senti, dengan
cepat Jodha menahan kedua tangannya di dada Jalal agar tubuh Jalal tak semakin
dekat dengan tubuhnya.. “Jelaskan pada ku siapa dia?” tanya Jalal yang
terdengar seperti memerintah.
Dengan
jarak sedekat itu Jodha bisa merasakan hembusan nafas Jalal. Dengan
mendongakkan kepalanya Jodha menatap lurus kemata Jalal, “Dia dulu pacar ku
tapi telah aku putuskan saat aku menerima perjodohan kita,” Jodha berkata
dengan lembut hingga harum dari nafasnya dapat terhirup oleh Jalal.
Jalal yang
merasakan hembusan nafas Jodha, dengan perlahan memiringkan kepalanya hingga
bibirnya sedikit lagi menyentuh bibir Jodha. Merasa Jalal akan menciumnya
dengan cepat Jodha menutup bibirnya dengan salah satu tangannya dan juga
menutup matanya dengan perasaan takut hingga terbentuk kerutan di keningnya. Melihat itu Jalal langsung tersenyum, “Aku tidak suka
melihat putri kecil ku dekat dengan pria lain.”
Mendengar
itu Jodha langsung membuka kedua matanya, Jodha membulatkan matanya kepada Jalal
seolah tidak suka dengan kata-kata Jalal barusan. Tapi lagi-lagi Jalal hanya
tersenyum melihat reaksi Jodha. Dengan cepat Jalal menurunkan tangan Jodha yang
menutup bibirnya lalu mengecup bibir Jodha dengan lembut. Itu hanya sebuah
kecupan ringan, tapi tidak bagi Jodha. Kecupan itu membuat Jantungnya berdetak
cepat, membuat otaknya sejenak berhenti berpikir. Jodha masih tidak menyadari
bahwa kali ini Jalal lagi-lagi melakukan kontak fisik dengannya.
Untuk
sesaat Jodha terdiam, tangannya masih saja meraba bibirnya. Jalal terkekeh
melihat itu,”Baiklah, kita pulang sekarang,” ajak Jalal yang langsung meraih
tangan Jodha, mengandengnya keluar dari lorong toilet menuju pintu utama. Jodha
hanya mengikuti kemana Jalal menarik tangannya tapi saat hampir dekat dengan
pintu utama Jodha melihat Bella dan Veronika sedang berdiri di sana, melihat itu Jodha langsung berusaha untuk melepaskan tangannya
dari genggam Jalal.
Merasakan Jodha
yang berusaha melepaskan tangannya, justru membuat Jalal mempererat
genggamannya. Jodha menggigit bibir bawahnya menahan kesal dengan sikap Jalal.
Dan benar saja, Bella langsung menghadang Jalal tepat di depan pintu. Dengan memperlihatkan senyum yang sempurna, Bella
melingkarkan kedua tangannya di leher Jalal. Dengan lembut dan terkesan
manja Bella berkata “Aku belum memberikan ucapan selamat secara khusus,
congrats Jalal.”
Jodha yang
berada di belakang Jalal dengan tangan yang masih di genggam
erat oleh Jalal berusaha untuk tak melihat adegan itu. Ada perasaan marah,
kesal, dan panik di diri Jodha saat melihat Bella seperti akan
mencium Jalal di depannya. Jalal yang langsung merasakan
tangan Jodha berubah tegang, dengan menggunakan salah satu tangannya Jalal
melepaskan tangan Bella yang menggelayut manja di lehernya
dengan lembut. “Thank's Bella, tapi maaf aku harus segera pergi untuk
mengantarkan calon istri ku pulang,” ucap Jalal sambil melihat kearah Jodha
dengan memperlihatkan senyumannya yang khas..
Bella dan
Veronika langsung terkejut mendengar itu. Dua wanita itu secara bersamaan
langsung melihat kearah Jodha. Tatapan kedua wanita itu seperti tatapan singa yang
siap menerkam mangsanya. Terutama Veronika yang merasa di bohongi oleh Jodha. Ditatap seperti, Jodha hanya memberikan senyuman
kecutnya kepada dua wanita itu. Setelah mengatakan itu Jalal langsung menarik
tangan Jodha keluar menuju lift.
Sesampainya
di dalam lift yang kosong, dan hanya ada mereka berdua di dalam lift itu, Jalal tertawa mengejek sambil melirik kearah Jodha. “Kau
tegang sekali tadi? Pasti tadi kau berpikir ngeres?” Jalal kembali tertawa.
Mendengar itu Jodha langsung menatap Jalal dengan sinis dan mengekrutkan
bibirnya. Melihat wajah Jodha seperti itu membuat Jalal semakin ingin tertawa. “Putri
kecil ku tidak boleh mikir yang ngeres-ngeres,” ucap Jalal sambil memukul
kepala Jodha dengan pelan.
Setelah
masuk kedalam mobil, “Kita makan dulu ya?” kata Jalal.
“Makan?”
tanya Jodha seolah tidak mempercayai pendengarannya.
“Iya, aku
tidak makan di dalam tadi karna ΛKƲ tidak suka dengan makanan prancis,” jelas Jalal sambil menghidupkan
mesin mobilnya.
“Kalo
makan bakso lagi mau?” tanya Jalal saat mobilnya perlahan meninggalkan area
parkir.
“Apa? Apakah bakso adalah makanan kesukaan Jalal?
Dan itu berarti kita memilki makanan kesukaan yang sama.” kata Jodha dalam hatinya. “Terserah kamu,”
jawab Jodha.
Jalal
tiba-tiba melihat kearah Jodha, mendapati Jodha yang sedang mengamati wajahnya.
Segaris senyum mengembang di wajah Jalal membuat jantung Jodha
berlompatan di tempatnya. Dengan cepat Jodha memalingkan
wajahnya melihat kearah depan.
Hari masih
menunjukkan pukul 11 siang, Jodha merasa bete sendirian di rumah. Ibu dan kakak nya sibuk dengan kesibukan mereka di kantor, sedangkan teman-temannya juga sibuk dengan pekerjaan mereka. Jalal?
Ah tidak, sebete apapun dia, Jodha tidak akan mencari Jalal. Jodha akhirnya
memutuskan untuk pergi ke toko souvenir Moti untuk mengilangkan rasa betenya.
Setidaknya Moti tidak akan merasa terganggu dengan kehadirannya disana karna
Moti adalah pemilik toko itu sendiri.
Jodha juga
merasa perlu curhat kepada Moti tentang perasaannya kepada Jalal yang
menurutnya sudah mulai terhipnotis dengan ketampanan dan perhatian yang Jalal
berikan padanya. Jodha langsung beranjak dari ranjangnya, menuju lemari dan
memilih pakaian yang ingin ia pakai. Jodha memilih rok hitam panjang berbentuk
lurus dan di bagian kiri atas pahanya sedikit pendek
hingga memperlihatkan kaki nya yang putih dan mulus. Sedangkan pakaian atasnya
dia mengenakan kemeja panjang kotak-kotak berwarna merah, bagian kancing paling
atas hingga kancing ketiga Jodha biarkan terlepas hingga memperlihatkan
lehernya yang jenjang namun tidak memperlihatkan bagian dadanya karna Jodha
menutupnya dg tangtop yang juga bewarna hitam.
Jodha
dengan cepat memoles wajahnya dengan bedak tipis dan lipglos di bibirnya, sedangkan rambutnya ia kuncir satu. Tidak lupa Jodha
mengenakan sepatu kats kesayangannya. Setelah bercermin untuk terakhir kalinya
dan Jodha merasa puas dengan penampilannya, dia langsung beranjak dari kamarnya
dan mengendarai mobinya menuju ke toko souvenir Moti.
“Haii cantik”
sapa Moti dengan riang saat melihat sahabatnya itu datang. “Tumben kau kemari?”
“Aku bete
sendirian di rumah” jawab Jodha yang langsung duduk di depan meja kerja Moti
“Bagaimana
perkembangan hubungan mu dengan calon suami mu?” tanya Moti
“Aku kesini
juga ingin curhat soal itu sama kamu Moti,” Jodha menghela nafasnya sebentar, “Dua
hari yang lalu dia mengajak ku dinner dan aku sepertinya mulai menyukainya
moti.”
Moti
langsung melebarkan matanya menatap tajam kearah Jodha, Moti seakan merasa
tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. “Itu berita bagus, lalu kenapa
wajahmu justru terlihat sedih?”
Jodha
menompang dagunya diatas kedua tangannya yang terlipat diatas meja, “Tapi aku
tidak ingin mencintainya Moti,” kata Jodha dengan suara lirih
Moti
mengkerutkan keningnya, ia tidak mengerti dengan keinginan sahabatnya ini. “Kenapa
kau tidak ingin mencintainya? Bukan kah bagus kalo kau bisa mencintai calon
suami mu? Jadi kalian akan merasa nyaman menjalani hubungan kalian kedepannya.”
“Bagaimana
aku bisa hidup bersama dengan seorang pria palyboy?”
“Itu hanya
gosip, dan kau tidak perlu terlalu mempercayai gosip itu Jodha,” jelas Moti
dengan lembut ke Jodha.
Jodha
bangkit dari duduknya dan berjalan kearah souvenir-souvenir yang tersusun rapi di atas rak besar yang terbuat dari kayu yang di pernis. “Itu bukan gosip, aku mendengar dan bahkan melihatnya dengan
mata ku sendiri saat Bella mengelayut manja di lehernya,” batin Jodha.
Moti
menghampiri Jodha dan berdiri di sampingnya. “Coba kau liat baik-baik foto
ini,” kata Moti sambil memberikan sebuah majalah yang memuat artiket tentang Jalal,
“Dia cakep banget.”
Jodha
kembali menghela nafas panjang, “Sumber kebahagian itu bukan cakep atau cantik,
aku akui dia memang cakep tapi itu saja tidak membuat hati ku tenang, dia juga
tajir tapi itu juga tidak membuat ku ingin bersamanya, semua perempuan
mengharapkan hubungan yang saling terbalas, kalo aku cinta dia, aku juga ingin
dia hanya mencintai ku.”
“Sesederhana
itu?” Tanya Moti
“Yup,
cinta itu rumit jadi harus di buat sederhana. Banyak tuntutan hanya
membuat kita terbebani ketika menjalani cinta.”
Moti
menganggukkan kepalanya. “Setau ku orang dewasa tidak memikirkan definisi
apapun. Mereka menjalani kata hati mereka.”
“Orang
dewasa?”
“Iya, Jalal
itu 30 tahun. Mungkin dia sudah kenyang makan cinta. Mungkin sekarang dia hanya
ingin menjalani kemana hidup membawanya. Buat apa cinta kalo tidak bertanggung jawab
sedangkan hidup ini penuh tanggung jawab. Nah, selama dia bisa memenuhi hakmu
sebagai calon istrinya dan kau memenuhi hak dia juga maka kalian bisa terus
bersama.” Jelas Moti denga penuh semangat yang membara.
“Itu
namanya tidak berperasaan, Kau ♏ǝƲkan membantu ku untuk
mencari cara agar perjodohan ini batal?” Pinta Jodha dengan wajah yang memelas
Moti
menggeleng, “ Jalal belum berbuat kesalahan so far. Dia menerima perJodhan ini,
dia mengajak mu dinner, jadi tidak ada alasan bagi ku untuk membantu mu
membatalkan perjodohan ini. Kalian juga kenal baru seminggu ini, kau tidak
seharusnya berpikir untuk membatalkan perjodohan ini tapi kau justru seharusnya
berpikir bagaimana cara membuat Jalal mencintai mu.” Kata Moti sambil mengelus
kedua pundak Jodah untuk memberikan semangat kepada Jodha.
Setelah
merasa puas mendengar penjelasan Moti yang menurut Jodha sedikit pun tidak
membantunya menyelesaikan masalahnya, Jodha pamit pulang. Jodha tidak langsung
pulang kerumahnya tapi dia mampir dulu ke kantor Jalal. Tadi saat di toko Moti, Jodha melihat patung gajah berukuran kecil yang terbuat
dari kayu. Saat melihat patung itu Jodha langsung berpikir bahwa benda itu akan
bagus jika di letakkan diatas meja kerja Jalal. Jodha
tidak mengerti kenapa dia ingin membelikan patung itu untuk Jalal.
Mobil Jodha
telah memasuki area parkir di mall tempat Jalal berkerja. Sebelum sampai
kesini Jodha terlebih dahulu menelpon calon ibu mertuanya untuk menanyakan
kantor Jalal berada di lantai berapa. Mendengar calon menantunya
ingin menemui calon suaminya, Hameeda terlihat bahagia.
“Mama
seneng mendengar kamu ingin menemui Jalal di kantonya sayaang,” jawab Hameeda di ujung telpon
“Aku tadi
main ke toko teman ku dan melihat patung gajah. Yang aku tau Jalal menyukai
gajah, jadi aku membelinya untuk Jalal.” Jawab Jodha
“Kok tante??
Mama dong.. Kan sebentar lagi kamu akan jadi anaknya mama. Pokoknya mama seneng
dengar kalo hubungan kalian semakin dekat. Dan kamu sayaang harus banyak
bersabar ya kalo Jalal sering bersikap kasar sama kamu.” Terdengar suara
Hameeda yang tulus menyayangi Jodha.
“Iya
tante, eh maksudnya Mama.” Jawab Jodha sambil tertawa kecil.
****
Siang ini,
setelah 2 hari yang lalu Jalal memberikan tugas kepadanya untuk menyelidiki
nyonya Meinawati, Abul mali datang ke ruangan Jalal untuk memberikan informasi yang
di dapatnya.
“Informasi
apa yang kau dapat?” tanya Jalal saat Abul mali sudah ada di hadapannya.
“Ada
keganjilan dengan kematian ayahnya Nona Jodha, sir.”
“Ganjil?
Maksud mu?” tanya Jalal lagi
“Saya
mendapatkan informasi bahwa orang terakhir yang terlihat keluar dari ruangan
kerja tuan Bharmal~ayah Jodha~, adalah nyonya Meinawati. Selang tidak beberapa
lama setelah itu salah satu pembantu disana mendapati tuan Bharmal sudah tak
bernyawa di ruangannya, sir.”
“Apa kau
yakin dengan informasi ini?” tanya Jalal yang tidak percaya dengan apa yang di sampaikan oleh Abul mali.
Abul mali
mengangguk “Saya yakin, sir.”
Tiba-tiba
terdengar suara pintu terbuka dan yang membuat Jalal semakin terkejut adalah
saat melihat orang yang muncul di balik pintu itu, ya itu Jodha!. Jalal
langsung panik, ia takut Jodha mendengar semua percakapannya dengan Abul mali.
“Apa kau
tidak bisa mengetuk pintu dulu,” bentak Jalal kepada Jodha sambil melirik
kearah Abul mali. “Jangan mentang-mentang kau adalah calon istri ku hingga kau
bebas keluar masuk keruangan ku.”
Melihat Jalal
semarah itu bahkan sampai membentak dirinya di depan karyawan membuat Jodha ketakutan.
Tubuhnya gemetar dan matanya pun mulai berkaca-kaca, “A..aku hanya ingin
memberikan ini,” kata Jodha dengan terbata-bata sambil meletakkan patung gajah di atas meja Jalal dengan tangan yang bergetar.
Melihat
tubuh Jodha yang gemetar membuat Jalal merasa bersalah, sejujurnya dia tidak
ingin membentak Jodha seperti itu tapi dia melakukan itu karna dia merasa panik
dan takut kalo Jodha mendengar semua percakapannya dengan Abul mali.
Setelah
meletakkan patung itu Jodha langsung ingin beranjak pergi dari sana tapi
langkahnya terhenti karna Jalal dengan cepat meraih pergelangan tangannya. “Kau
boleh keluar,” kata Jalal kepada Abul mali
Jodha
mendongakkan kepalanya keatas melihat ke wajah Jalal, penglihatannya mulai
terasa buram karna air mata yang mengenang di kelopak matanya. Jalal juga menatap Jodha
dengan tatapan bersalah karna sudah membuat Jodha menangis karna bentakkannya
tadi. Dengan lembut Jalal menghapus air mata yang mulai mengalir di pipi Jodha dengan kedua tangannya.
“Kau cengeng
sekali,” Jalal berkata sambil terkekeh dan itu sengaja di lakukannya untuk menggoda Jodha agar Jodha kembali tersenyum.
Mendengar
itu membuat Jodha semakin merasa kesal. Dengan kasar dia melepaskan tangan Jalal
yang ada di pipi nya. “Aku mau pulang,” ucap Jodha
sambil berpaling dan akan beranjak pergi tapi lagi-lagi langkahnya terhenti
karna Jalal menahan pergelangan tangannya. Jodha membalikkan tubuhnya kearah Jalal
dan menatapnya dengan tatapan marah, sedang Jalal menatap Jodha dari atas
sampai kebawah.
“Kenapa
kau membiarkan kancing baju terlepas seperti ini?” Jalal berkata sambil menutup
rapat kancing baju Jodha.
“Dan itu
kenapa rok mu sebelah nya pendek?” Jalal menunjuk rok Jodha dengan mamajukan
dagunya. “ Kan sudah pernah aku bilang tidak ada bagian dari tubuh mu itu yang
bagus untuk di perlihatkan.”
Jalal
melepaskan jas nya dan melilitnya di pinggang Jodha untuk menutup paha Jodha yang
terekspos dengan sempurna. Saat tangan Jalal melingkar di pinggangnya dengan kasar Jodha melepaskan tangan Jalal dan juga
melempar jas Jalal. “Aku pulang,” Jodha langsung memalingkan tubuhnya dan
dengan cepat beranjak pergi. Jalal dengan cepat mengejar Jodha dan kembali
meraih tangan Jodha yang saat itu sudah dekat dengan pintu, merasakan tangan Jalal
kembali menahan tangannya denga kesal Jodha menggigit tangan Jalal yang saat
itu mengenggam erat tangannya hingga terlepas.
“Aaawwwwwww”
teriak Jalal sambil mengibas-ngibas tangannya karna merasa sakit akibat gigitan
Jodha.
Bersambung
FanFiction
Pelabuhan Terakhir Bagian yang lain Klik
Disini