**Hal yang membahagiakan
ku bukan saat kau memanjakan aq dengan barang mewah atau membawa ku liburan ke
eropa tapi saat kau dengan bangga mengatakan pada orang lain bahwa kau
mencintaku ku**
Pelabuhan
Terakhir Bagian 4
“Dia____” Jalal
tidak melanjutkan kata-katanya. Jalal menatap Jodha dengan menaikkan alis
matanya sebelah,”Apakah kau sekarang sedang cemburu?” tanya Jalal yang di akhiri dengan tertawa
“APA?” Jodha
langsung salah tingkah dengan pertanyaan Jalal. Dirinya sendiri juga tidak
mengerti kenapa bisa sampai mempertanyakan hal itu pada Jalal. Dia juga tidak
mengerti kenapa pemandangan yang di lihatnya di pesta
tadi menganggu dirinya. Dengan terbata-bata Jodha menjawab,”A...aku ti....dak
cem...buru. Hanya saja____” Jodha berhenti sejenak lalu menarik nafasnya “ Aku
tidak cemburu. Aku hanya merasa kasian padanya karna sepertinya tadi dia
menangis saat memeluk mu.” Ucap Jodha dengan lancar
Jalal
terkekeh melihat reaksi Jodha. “Tentu saja dia sedih. Karna dia merasa kasian
pada ku yang harus menikahi perempuan yang masih seperti putri kecil.” Kata Jalal
dan kembali melanjutkan makannya.
“Kau
ini...” Jodha berkata sambil megangkat sendoknya kearah Jalal seperti akan
memukulkannya ke kepala Jalal. “Bisakah kau berhenti mengatai ku putri kecil.”
Lalu menghempaskan sendoknya ke mangkok baksonya dengan keras. Dengan
mengkerutkan bibirnya Jodha mengaduk_ngaduk makanannya dengan kasar. Dia merasa
kesal karna Jalal selalu mengolok-ngoloknya.
Jalal
semakin tertawa lebar melihat sikap Jodha seperti itu. Jalal memutar tubuhnya
hingga menghadap ke Jodha. Diraihnya kedua tangan Jodha, hingga Jodha pun ikut
menghadap kearahnya. “Dia itu Ruqyah. Dia sekretaris ku dan bisa di bilang orang kepercayaan ku. Kami berteman semenjak kecil karna orang
tua kita juga bersahabat. Aku bahkan sudah menganggapnya seperti adik ku
sendiri.”
Jalal
memukul kepala Jodha dengan lembut “ Sekarang cepat habis kan bakso mu. Setelah
itu kita pulang, putri kecil ku tidak baik pulang larut malam.” Jalal berkata
sambil tertawa kecil dan kemudian memutar tubuhnya dan melanjutkan makannya.
Sedangkan Jodha langsung melebarkan matanya, lagi-lagi Jalal mengoloknya dengan
panggilan putri kecil.
Mobil Jalal
telah sampai di depan rumah Jodha. Jalal keluar dari
mobilnya dan berlari kecil untuk membukakan pintu mobil Jodha. “Jodha...”
Panggil Jalal menghentikan langkah Jodha yang saat itu akan masuk ke dalam
rumahnya. Jodha memutar tubuhnya melihat Jalal. Jalal berjalan mendekati Jodha
hingga jarak tubuh mereka sangat dekat. “Istirahat lah..... Kau jangan berpikir
yang macam-macam.” Ucap Jalal sambil mengusap kepala Jodha dengan lembut dan
mencium kening Jodha.
****
“Pagi bu,,
pagi kak.” Sapa Jodha kepada ibu dan kakaknya yang saat itu sedang sarapan di meja makan. Jodha langsung ikut duduk di salah kursi yang kosong dan
ikutan sarapan bersama kakak dan ibunya.
“Pagi juga
sayaang.. Kamu baru bangun?” Tanya meinawati dan di jawab
dengan angukkan kepala oleh Jodha.
“Apa yang
terjadi di pesta tadi malam Jodha??” Sujamal bertanya kepada Jodha sambil
tersenyum kepada meinawati.
“Tidak
terjadi apa-apa kok” jawab Jodha dengan cuek sambil menikmati sarapannya.
“Tapi tadi
barusan kakak nonton berita, ada berita tentang mu dan Jalal waktu di depan pintu aula.” Ucap sujamal sambil terkekeh
“APA?” Jodha
langsung melihat ibu dan kakaknya dengan mengkerutkan keningnya. “Itu terjadi
tidak sengaja” jelas Jodha yang tidak ingin kakak dan ibunya berpikir yang
aneh-aneh.
Sujamal
dan meinawati hanya tertawa mendengar penjelasan Jodha, dan sedangkan Jodha
langsung menundukkan wajahnya karna merasa malu di depan
ibu dan kakaknya.
***
Hari ini
Ruqyah masuk kantor seperti biasanya. Dia berusaha untuk bersikap seperti
biasanya di depan Jalal, dan menganggap tak pernah
terjadi apa-apa antara dirinya dan Jalal tadi malam. Seperti biasa pagi-pagi
Ruqyah akan pergi ke ruangan Jalal untuk membacakan jadwal kerja Jalal. Setelah
berada di depan pintu ruangan Jalal, ruqyah berhenti sejenak untuk menarik
nafasnya dalam-dalam untuk mengurangi rasa gugupnya.
“Tok....tok...tok.”
Ruqyah mengetok pintu sebelum masuk ke ruangan Jalal. Karna Jalal paling tidak
suka jika ada orang yang masuk ke ruangannya tanpa mengetok pintu terlebih
dahulu.
“Masuk...”Jawab
Jalal dari dalam ruangan.
Ruqyah
masuk ke dalam ruangan Jalal tanpa berani menatap langsung kearah Jalal.
“Ada apa
ruqyah??” Tanya Jalal
“Saya
ingin memberitahukan bahwa siang ini anda ada janji bertemu dengan nyonya
meinawati di kantornya pak.” Jelas ruqyah yang masih
tidak berani melihat Jalal.
Melihat
Ruqyah yang tidak berani menatap kearah nya, Jalal hanya mendesah pelan. “Baiklah,
kau ingat kan lagi nanti siang ruqyah.” Seru Jalal.
“Selamat
siang Tuan Jalal,” sambut Meinawati kepada Jalal yang saat itu baru datang ke
kantornya, “silahkan duduk.”
Jalal
datang ke kantor Meinawati di temani oleh Abul mali dan juga Ruqyah.
Mereka berdua adalah orang kepercayaan Jalal. Kemanapun Jalal pergi untuk
menemui kliennya, Abul mali dan Ruqyah selalu menemani Jalal. Sama hal nya
dengan saat ini, karna Jalal datang ke kantor Meinawati bukan sebagai calon
menantu tapi sebagai rekan bisnis.
“Terima
kasih.” Jawab Jalal yang langsung duduk di sofa yang ada di depan meja kerja Meinawati. Meinawati tidak langsung ikut duduk, dia
terlebih dahulu membuka sebuah laci yang ada di samping
sudut meja kerja nya untuk mengambil sebuah map. Sebuah map bewarna hijau yang
berisi surat kerja sama antara perusahaan Meinawati dengan perusahaan Jalal.
“Karna kau
kesini bukan sebagai calon menantu ku tapi sebagai pengusaha yang akan
menanamkan modalnya di perusahaan kami maka aku akan memanggil mu
dengan formal,” Ucap Meinawati yang saat itu menghampiri sofa lalu duduk di depan Jalal. Lalu Meinawati memberikan map yang ada di tangannya ke Jalal “Kau periksalah dulu.”
Jalal
menerima map itu sambil tersenyum kearah Meinawati “Sebenarnya tidak perlu
formal seperti itu tante, panggil saja aku Jalal.”
Jalal
membuka map yang di berikan Meinawati lalu membaca setiap
lembaran yang ada di dalam map itu. Keningnya kadang berkerut
saat membaca kertas-kertas itu, Jalal juga sedikit melirik kearah Abul mali dan
juga Ruqyah. Setelah selesai semua membaca lembaran kertas-kertas itu Jalal
menutup map itu dengan manarik nafas panjang. “Maaf tante, sebelum kita
melanjutkannya kerja sama ini apakah aku boleh bertanya sesuatu?” Tanya Jalal
kepada Meinawati
“Tentu Jalal.
Kau mau bertanya apa?”
“Setelah
kematian ayahnya Jodha, bukankah perusahaan ini di wariskan
ke Jodha?”
Sebelum
Meinawati menjawab, sekretarisnya datang membawakan minuman untuk mereka. “Terimakasih
Sasa. Sekarang kau boleh keluar,” kata Meinawati kepada sekretarisnya. “Silahkan
di minum” katanya ke Jalal dan Abul mali serta Ruqyah.
Meinawati
menyeruput minumannya sedikit lalu meletakan kembali minumannya diatas meja. “Kau
benar Jalal. Ayah Jodha memang mewariskan perusahaanya ke Jodha.”
“Lalu
kenapa di surat tadi tertulis kalo Jodha hanya memiliki separuh saham dari
perusahaan ini?” Tanya Jalal penuh selidik.
Meinawati
tertawa kecil, “Karna Jodha belum siap mengelolah perusahaan ini, lalu dia
memberi kuasa ke Sujamal untuk menjalankan perusahaan ini. Untuk Sujamal bisa
menjabat direktur di perusahaan ini, Sujamal harus memiliki
sedikit saham di perusahaan jadi Jodha memberikan separuh
sahamnya ke Sujamal.” Jelas Meinawati
Setelah
mendengar penjelasan Meinawati, Jalal melihat kearah Abul mali. Seolah mengerti
dengan tatapan Jalal, Abul mali menjawab dengan sedikit anggukan kepala yang
tidak di sadari oleh Meinawati. “Baiklah tante sesuai dengan kesepakatan, aku
akan mendatangani surat ini setelah pernikahan.” Ucap Jalal sambil berdiri dari
duduknya.
“Baiklah Jalal,
kau bisa membawa surat itu untuk di pelajari di kantor
mu.”
“Aku
permisi pulang dulu tante.” Jalal lalu keluar dari ruangan Meinawati.
“Abul
mali, kau selidiki semuanya. Setelah itu laporkan padaku,” kata Jalal yang saat
itu telah duduk di belakang kemudi Abul mali.
“Baik sir,”
jawab Abul mali melihat kearah Jalal melalui kaca spion nya. Ketika Abul mali
akan menghidupkan mesin mobilnya tiba-tiba Ruqyah yang duduk di samping kemudi Abul mali berkata, “Itu bukan kah Jodha?” Sambil
menunjukkan jari telunjuk nya kearah perempuan yang sedang berdiri bersama
seorang pria.
Mendengar
itu Jalal menaikkan kepalanya sedikit, melihat kearah yang di tunjuk oleh Ruqyah. Benar saja itu adalah Jodha bersama seorang pria
sedang mengobrol. Jodha juga terkadang tertawa dan tersenyum saat mengobrol
denga pria itu. Melihat itu wajah Jalal langsung mengeras karna menahan
amarahnya, karna selama dia bersama Jodha, Jodha tidak pernah tersenyum bahkan
tertawa seperti itu. Melihat wajah Jalal seperti itu, Ruqyah tersenyum jahat.
Dengan sengaja Ruqyah memanas-manasin Jalal “ Siapa pria itu?? Jodha juga
terlihat sangat bahagia mengobrol dengan pria itu” kata Ruqyah sambil melirik
kearah Jalal.
“Jalan
sekarang Abul mali.” Perintah Jalal denga tidak memperdulikan perkataan Ruqyah.
***
“Jodha
sudah siap, bu? Jalal udah datang tuh,” kata Sujamal ke Meinawati yang saat itu
sedang membantu Jodha berpakaian.
“Sebentar
lagi, kau temani lah dulu Jalal mengobrol” seru Meinawati
Pakaian yang
di kenakan Jodha merupakan pilihan Meinawati, sebuah rok bewarna hitam
dengan model rimpelan dipadukan dengan kemeja berlengan panjang bewarna pink
pastel. Serta ikat pinggang dan sepatu yang senada. Meinawati mewanti-wanti
agar ia tidak mengantinya dengan sepatu kets atau sepatu flatnya. Dengan
sedikit memulaskan bedak tipis dan lipgloss Jodha telah merasa siap untuk
pergi.
Jodha dan
Meinawati keluar dari kamarnya dan menemui Jalal yang ada di ruang tamu bersama Sujamal. Mata Jodha menyipit saat melihat pakaian yang
di kenakan oleh Jalal. Dengan kemeja abu-abu kaku, dasi bergaris, serta
celana dan jas bewarna abu_abu gelap yang dikenakan Jalal membuat Jodha
bertanya pada dirinya sendiri “Mau kemana sih dia?? Makan malam di Istana Negara? Pakaiannya formal sekali.”
“Nak Jalal,
maaf ya lama. Maklum perempuan memang membutuhkan banyak waktu untuk berdandan,”
seru Meinawati
Jalal
tersenyum kecil, “Ya tante, saya mengerti kok,” jawab Jalal sambil melirik
kearah Jodha.
“Ya sudah
kalo gitu, hati-hati di jalan ya, jangan ngebut-ngebut,” kata
Meinawati lembut.
Mobil Jalal
secara perlahan meninggalkan halaman rumah Jodha.
“Mau
keacara apa kita?” tanya Jodha saat mobil Jalal telah berjalan cukup jauh.
Selama perjalanan dari rumahnya tadi Jalal sedikitpun tidak mengeluarkan suara.
Tidak batuk, berdehem, apalagi bicara. Ia terus manatap lurus kedepan.
“Dinner,”
sahutnya datar
“Dimana?”
“Sudirman.”
Kalo ada
orang yang salah kustum sudah pasti itu Jalal. Rasanya Jodha jarang melihat
orang menggunakan pakaiana serapi ini cuma untuk dinner. Mobil Jalal telah
memasuki jalan Sudirman, berbelok perlahan kearah SCBD.
“Kita mau
makan apa?” tanya Jodha, kebetulan sekali saat ini dia memang sudah lapar.
“Apa aja yang
ada disana,” jawab Jalal asal-asalan, mematikan mesin mobil, membiarkan Jodha
membuka pintu sendiri, lalu terbirit-birit menjajari langkah kaki Jalal yang
panjang dan cepat.
Mereka
naik ke lantai dua, ternyata Jalal membawa Jodha ke sebuah acara makan malam
bersama teman-temannya sebagai perayaan atas diangkatnya dia sebagai direktur.
Didalam acara itu Jalal sama sekali tidak memperdulikan Jodha. Ia sibuk
mengobrol bersama teman-temannya.
Jodha
duduk di salah satu meja yang memiliki dua belas kursi. Kuris yang di sediakan belum terisi penuh, hanya ada beberapa wanita muda yang
menggunakan gaun pesta. “Nama kamu siapa? Kesini dengan siapa?” tanya salah
satu wanita kepada Jodha.
“Saya Jodha
tante, saya kesini bersama om saya,” jawab Jodha dengan sopan.
“Ehm, eh
saya Veronika, kamu bisa panggil saya Vero aja, oh iya om kamu sapa?” tanya
wanita itu lagi yang ternyata bernama Veronika.
“Om Jalal.”
Wanita itu
melebarkan matanya, “ Aku tidak tau kalo Jalal sebejat itu, aku dengar dia memang
suka gonta ganti pacar segampang perempuan ganti baju tapi aku tidak menyangka
sama anak kuliahan juga mau.”
Jodha
merasakan makanannya tersangkut di teronggokannya mendengar perkataan wanita
itu. Dengan susah payah Jodha mendorong makanannya untuk melewati
kerongkongannya, “Saya benar-benara keponakannya,” jawab Jodha setelah berhasil
menelan habis makanannya.
“Oh maaf,
aku kira, aduh...kasian temen ku Bella, dia sudah beberapa kali di khianti oleh om kamu, coba deh kamu ngomong sama om kamu untuk terima
Bella jadi pacarnya, kamu bakal dapat tante yang baik daripada pacarnya yang
satu lagi yang punya restoran korea itu” jelas vero sambil menunjuk kearah
wanita yang sedang berbicara akrab dengan Jalal
Jodha
hanya tersenyum kecil mendengar wanita itu berbicara. Dengan sopan Jodha pamit
untuk pergi ke toilet. Didalam toilet Jodha masih tidak percaya kalo Jalal
begitu bejatnya hingga berganti-ganti pacar seperti itu.
“Kamu
sakit perut?” tanya Jalal yang berdiri tepat di depan
pintu toilet wanita. Sudah hampir sepuluh menit dia berdiri di situ.
“Kamu
bikin kaget aja,” sahut Jodha.
“Kamu
sakit?” tanya Jalal lagi, melihat betapa pucatnya Jodha. Namun Jodha berlalu
begitu saja, memaksan Jalal untuk mengekor di belakangnya.
“Hanya
masuk angin,” jawab Jodha asal-asalan sambil terus berjalan lebih cepat.
Jalal
menangkap pergelangan tangan Jodha, membuat tubuh Jodha berbalik menghadap
kearahnya. Kini mereka berhadapan, dengan posisi ini Jalal bisa melihat dengan
jelas hidung Jodha yang mancung, wajahnya yang oval, serta bibirnya yang bagus,
dan Jodha juga terlihat lebih tinggi dari yang ia duga.
“Tadinya
aku ingin memperkenalkan mu di dalam, tapi tadi siang aku melihat mu
berbicara denga seorang pria. Dan kau terlihat sangat bahagia, bahkan kau
sampai tertawa lebar saat berbicara denga pria itu,” ucap Jalal denga
mempraktekkan cara tertawa Jodha saat bersama pria itu.
Ingin
rasanya Jodha tersenyum melihat cara Jalal mempraktekkan cara dirinya tertawa
tapi ditahannya. Dengan Jalal berdiri bersidekap di depannya
dengan jarak kurang dari satu meter, Jodha bisa merasakan betapa
mengintimidasinya Jalal saat ini. Tatapannya, cara berdirinya, bahasa tubuhnya,
semua itu membuat Jodha terpojok. Jodha mundur selangkah, punggungnya membentur
tembok.
“Siapa
dia?” tanya Jalal lagi, kali ini nadanya mulai naik.
Bersambung
FanFiction
Pelabuhan Terakhir Bagian yang lain Klik
Disini