By Er
Lin..... Mobil Jalal melaju kearah rumah Jodha.
Hari sudah mulai gelap, dari siang tadi mereka melakukan kencan mereka yg
pertama. Sebuah kencan layaknya remaja kebanyakan. Sebuah kencan yg tidak biasa
bagi Jalal, tapi begitu membahagiakan bagi dirinya apalagi seharian tadi senyum
riang selalu terpampang di wajah Jodha. Itu cukup baginya, untuk bisa
melihat senyum itu lagi Jalal bahkan rela melakukan hal bodoh sekalipun.
Mobil
Jalal membelok memasuki halaman rumah Jodha. Ia mematikan mesinnya, dengan
cepat menahan pergelangan tangan Jodha, sebelum gadis itu turun dari mobil.
“Jodha,,,”
ucapnya sambil mengeluarkan sebuah kotak kecil dari laci dashboard. Jalal
membuka kota kecil itu berlahan, terlihat sebuah cincin dari Tiffany & CO,
sebuah cincin yg merupakan impian banyak wanita.
Jantung
Jodha langsung berdetak cepat seperti ada sebuah drum yg sedang bermain.
Mulutnya sedikit terbuka, otaknya mulai bergerak seperti sedang menerka-nerka
apa yg akan dilakukan pria dihadapannya saat ini. “Apakah dia akan melamarku?”
gumamnya saat otaknya mulai memberikan jawaban.
“Jodha
bai, mau kah kau menikah dengan ku? Dan menjadi ibu bagi anak-anak ku kelak?”
tanya Jalal seraya menatap mata Jodha dengan intens
DEG!
Jantung
Jodha sejenak berhenti berdetak, dia tidak percaya bahwa tebakannya benar.
Jalal sedang melamarnya saat ini meski sebenarnya itu tidak perlu dia lakukan
karna mereka memang dari awal telah di jodohkan oleh keluarga mereka. Tapi pria
ini masih tetap melakukannya meski tidak dengan suasana yg romantis.
Kening Jalal
berkerut melihat Jodha yg hanya terdiam melihat kearahnya. “Apa kau tidak ingin
melihat cincinnya? Ada inisial nama kita disini,” ujarnya seraya mendekatkan
kotak cincin kehadapan Jodha.
“Kok tidak
romantis?” itu kata yg terlontar dari bibir mungil Jodha saat kesadarannya
telah kembali.
Jalal
tertawa, “Jadi kau ingin dilamar di sebuah restorant yg di temani dengan banyak lilin seperti kebanyakan orang lakukan?”
Jodha
mengangguk pelan.
Kembali
tawa Jalal merekah, “Apakah itu artinya kau tidak mau menerima lamaran ku?”
Jodha
menggeleng.
Jalal
mengelus pipi Jodha dengan sebelah tangannya. “Kau tidak akan bisa membayangkan
bagaimana hancurnya perasaan ku saat melihat berita kau sedang bersama pria
lain di sebuah apartemen, kau juga tidak tau bagaimana khawatirnya aku saat
melihat mu berdiri didepan rumah ku dengan kondisi tubuh basah kuyup,” Jalal
mendesah sejenak, “semenjak kejadian itu aku jadi ingin secepatnya menjadikan
mu Nyonya Jalalludin Mohammad Akbar, agar tidak ada lagi pria yg bisa mendekati
mu, dan agar aku selalu bisa menjagamu.”
Mendengar
semua perkataan Jalal, tanpa terasa mata Jodha mulai berkaca-kaca.
“Jadi.....
Jodha bai, kamu mau kan menikah dengan ku?” tanyanya penuh harap.
Jodha
tidak menjawab, dia menghapus air mata yg mulai membasahi pipinya dengan
punggung tangannya sendiri. Jodha lalu mengambil cincin itu dan menyematkannya
sendiri ke jari manisnya lalu memperlihatkan kepada Jalal seraya berkata “ Ya,
aku mau jadi istri dan ibu bagi anak-anakmu kelak.”
Senyum
langsung merekah di bibir Jalal, di raihnya
kepala Jodha lalu mengecup kening Jodha dengan lembut dan sedikit lama.
“Aku sudah
membicarakannya kepada kedua orang tua kita bahwa aku ingin pernikahan kita di percepat. Jadi mulai besok kita akan mulai dengan fitting baju,” ujar
jalal setelah melepaskan kecupannya.
“Apa?”
ucap Jodha karna kaget, “Besok?”
Jalal
mengangguk sambil tersenyum jahil, “Kenapa? Apa kau tidak mau secepatnya
menikah dengan ku?”
“Bukan
begitu, tapi kan____”
Jalal
langsung menarik tubuh Jodha, mendekapnya dengan erat, “Aku ingin secepatnya
bisa memeluk mu seperti ini setiap saat.”
Cara Jalal
memeluknya membuat Jodha lupa betapa tidak romantisnya pria ini melamar
dirinya. Tapi sudahlah, ia mencinta pria yg sedang memeluknya ini, pria yg
bahkan pernah menggendongnya ke kamar mandi dan pernah melihat penampilannya
hanya dengan pakaian tidur. Jodha membalas pelukan Jalal dengan erat seakan ia
pun ingin selalu seperti ini.
*********
Jodha
tengah bersiap-siap, siang ini ia akan melakukan fitting di sebuah butik langganan mamanya Jalal. Ibunya sendiri telah lebih dulu
berangkat ke butik itu. Kedua wanita paruh baya itu terlihat sangat bersemangat
mempersiapkan pernikahan anak-anak mereka. Ibunya bahkan berkali-kali
menginggatkan dirinya untuk tidak datang terlambat.
Setelah
merasa puas dengan penampilannya yg hanya menggunakan celana jins dan dipadukan
dengan kaos oblong berlengan panjang, Jodha meraih tasnya dan bersiap untuk
berangkat tapi tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Dari layar ponselnya terlihat
itu dari Jalal.
“Hallo,”
jawab Jodha saat setelah memencet tombol biru pada layar ponselnya.
“Kamu
dimana sayang?” tanya Jalal di ujung telpon.
“Aku baru
mau jalan,” jawab Jodha sambil berjalan keluar dari kamarnya.
“Ya sudah
tunggu aku, aku sebentar lagi sampai di depan rumah mu.”
Teeeettttt
Telpon
langsung terputus tanpa Jodha sempat menjawabnya. “Kebiasan,” rutuk Jodha yg
tidak suka dengan kebiasaan Jalal yg suka memutuskan telpon sesukanya.
Tidak
cukup lama bagi Jodha menunggu, karan tidak beberapa lama setelah Jalal
menelpon, mobilnya sudah terlihat di depan rumah Jodha. Jalal sengaja tidak
memasukkan mobilnya kedalam halaman rumah Jodha agar tidak repot lagi
mengeluarkan mobilnya karna saat ini mereka memang sudah sangat terlambat.
Setelah
Jodha sudah duduk manis di sampingnya, Jalal mulai melajukan mobilnya
menuju ke butik yg telah diberitahu oleh mamanya. Mereka telah terlambat
15menit dari waktu yg dijadwalkan. Setelah sampai di depan butik itu dengan cepat Jalal memarkirkan mobilnya kemudian
mereka segera masuk kedalam menemui kedua ibu mereka.
Didalam
butik itu terlihat mamanya Jalal dan ibunya tengah sibuk mengomentari gaun
pengantin di beberapa manekin yg berjajar rapi yg
sebagian besar dindingnya dilapisi cermin.
Mereka
langsung menghampiri kedua ibu itu. Menyadarkan kedua wanita paruh baya itu
tentang keberadaan mereka. Segera setelah itu Jodha langsung mencoba kebaya
putih yg sangat cantik dengan model kebaya zaman dulu tapi tetap elegan di tubuh Jodha. Tapi saat Jodha akan mencoba gaun pengantin tanpa lengan
dan memperlihat dadanya dengan sempurna, ia langsung menatap kearah Jalal
seakan meminta bantuan.
Seakan tau
bahwa Jodha meminta bantuannya, dengan segera Jalal berkomentar bahwa gaun yg
Jodha kenakan itu tidak cocok di tubuhnya. Jalal lalu memilih sebuah gaun
berlengan panjang hingga menutupin seluruh tubuh Jodha dengan sempurna. Meski
gaun itu tertutup tapi tetap memperlihat bentuk tubuh Jodha dengan sempurna.
Jalal bahkan terpesona saat melihat jodha mengenakan gaun itu. Tubuh tipis
mirip anak SMP itu menjelma menjadi wanita dewasa sekejap mata. Artinya hanya
masalah kostum. Kalo Jodha mengganti celana jins dan kaos oblongnya dengan gaun
wanita mungkin dia bisa bertransformasi dari upik abu menjadi seorang putri.
Tapi Jalal
terlihat sebal saat dirinya telah berdiri di depan cermin hampir satu jam lamanya tapi
tidak ada satupun pakaian terlihat cocok di tubuhnya. Jodha bahkan tersenyum seakan
menikmati kesengsaraan Jalal yg harus berulang kali gonta ganti jas.
“Jalal,
broken white ini pas sama kulit kamu, yg ini aja ya? seru mamanya Jalal menatap
putranya sambil mengacungkan sebuah jas.
Jalal
sudah terlihat ogah-ogahan saat berjalan kearah ibunya. Dia menatap kearah
Jodha sekilas tapi Jodha justru menjulurkan lidahnya seakan menertawakan
kesengsaraanya.
“Jalal
pakai apa aja pantes kok Jeng, kalo Jodha nih yg agak susah,” kata ibunya Jodha
ketika lebih daru setengah menit Jalal tak juga menjawab.
“Justru
Jodha yg pakai apa saja pantes, dia manis banget pakai gaun tadi, tinggal
warnanya aja menyesuaikan,” ucap mamanya Jalal.
“Apakah
sudah selesai?” Jalal sudah tidak tahan lagi.
“Ya,
sudah,” jawab mama Jalal yg seakan mengerti dengan kekesalan putranya. “Memangnya
kalian mau kemana?”
Jalal
menarik napas pelan-pelan, “Aku banyak kerjaan di kantor
ma,” jawabnya dengan geram.
“Jangan
terlalu sibuk bekerja, ajaklah Jodha makan siang terlebih dahulu baru kau
mengantarnya pulang,” ucap mamanya Jalal.
Jalal
melirik Jodha melalui cermin yg memantulkan bayangan dirinya dan mamanya. Gadis
itu tengah menunduk menekuni ponselnya. Jalal kembali mendesah, saat ini
dirinya memang sangat sibuk hingga tidak mungkin untuk mengajak Jodha makan
siang bersama.
***
“Sayang,
kau sudah makan belum?” tanya Jalal saat mobilnya mulai melaju meninggalkan
halaman butik.
“Belum,
kamu?” tanya Jodha balik
“Aku juga
belum, tadi aku langsung menjemput mu, tapi maaf ya sayang kayaknya aku harus
langsung mengantar mu pulang dan tidak bisa mentraktir mu karna banyak kerjaan di kantor, aku ingin menyelesaikan semuanya hingga aku bisa mengambil
cuti sehari sebelum hari H hingga kita bisa honeymoon,” ujar Jalal sambil tetap
menatap lurus ke jalan.
“Kalo gitu
kita makan siang di kantor mu saja, nanti kita beli makanan di restorant dalam mall saja.”
Jalal
memberikan senyumannya sekilas kepada Jodha tapi sedetik kemudian ia kembali
fokus sama kemudinya. Tidak beberapa lama akhirnya mereka sampai di depan mall tempat Jalal bekerja. Jalal langsung menuju ruangannya,
sedangkan Jodha terlebih dahulu pergi ke sebuah restoran untuk membeli makan
siang mereka.
Jodha
membeli nasi timbel dengan ayam bakar yg di lengkapi dengan sambal terasi dan tidak
lupa sayur asem sebagai menu makan siang mereka. Jodha juga memesan dua gelas
orange jus dingin sebagai minumannya. Setelah selesai dengan belanjaanya Jodha
langsung menuju ruangan Jalal.
Saat masuk
ke ruangan Jalal, Jodha melihat Jalal sudah berkutat dengan laptop dan setumpuk
map yg berisi file-file. Jodha langsung menarik satu kursi yg berada di depan meja kerja Jalal dan meletakkannya di samping Jalal.
“Makan
dulu sayang,” kata Jodha sambil mengeluarkan makanan dari dalam kantong
kreseknya.
“Ya
sayang,” jawab Jalal tanpa menoleh kearah Jodha.
Melihat
sikap Jalal seperti itu, Jodha mendesah berat. Dia lalu membuka satu kotak
putih yg berisi makanan yg ia pesan tadi, lalu menyendoknya dan menyodorkannya
ke mulut Jalal.
“Aaaaaa,”
ucap Jodha.
Jalal
langsung menolehkan wajahnya kearah Jodha saat menyadari Jodha yg seperti ingin
menyuapinya. Jalal tersenyum dan mengelus kepala Jodha dengan lembut, “Makasih
sayang,” ucapnya pelan lalu membuka mulutnya.
Jalal
kembali melanjutkan pekerjaan sambil tetap menikmati suapan dari Jodha. Jodha
dengan telaten menyuapkan Jalal hingga makannya habis, setelah habis baru ia
memakan makan siangnya.
“Sayang,
kau mau aku buatkan kopi?” tanya Jodha saat setelah makan.
“Ehmmm,
boleh sayang,” jawab Jalal dengan masih tetap melihat ke layar laptopnya.
Jodha lalu
keluar dari ruangan Jalal menuju dapur untuk membuatkan kopi untuk Jalal.
Setelah selesai Jodha langsung kembali ke ruangan Jalal dan meletakkan kopi itu
diatas meja kerja Jalal. “Ini sayang kopinya, aku pulang dulu ya?” ucapnya.
Mendengar
perkataan Jodha, Jalal langsung berdiri dari duduk, di pegangnya kedua pundak Jodha, “Maaf ya sayang kalo aku mengabaikan mu
dari tadi,” kata Jalal dengan nada bersalah.
Jodha
menggeleng, “Tidak apa-apa, aku mengerti.”
“Aku
telpon Abul Mali dulu, biar dia yg mengantar mu pulang.”
“Tidak
usah, biar aku pulang naik taksi saja,” sahut Jodha dengan cepat.
Jalal
langsung menggelengkan kepalanya, “Aku tidak akan membiarkan putir kecil ku
pulang sendirian.”
Jalal
langsung menelpon Abul mali dengan ponselnya dan tidak beberapa lama Abul Mali
datang ke ruangan Jalal.
“Abul, kau
antar Jodha pulang ya?” pintanya ke Abul Mali
“Baik,
sir,” jawab Abul.
“Setelah
sampai rumah, sms aku secepatnya, ehmmm,” ucapnya kepada Jodha.
Jodha
hanya menganggukkan kepalanya.
CUP!
Jalal
mengecup bibir Jodha dengan cepat, dan itu membuat wajah Jodha langsung berubah
merah karna merasa malu. Jalal mencium bibirnya di depan
Abul Mali.
Jalal
langsung terkekeh melihat perubahan wajah Jodha. “Wajahmu merah tuh kayak
apel,” ejek Jalal.
Jodha
langsung mengerucutkan bibirnya, “Malu tau.....”
Jalal
kembali terkekeh, meski sebentar lagi akan menikah, Jodha masih saja malu
memperlihatkan kemesraan mereka di depan orang lain.
Bersambung
FanFiction
Pelabuhan Terakhir Bagian yang lain Klik
Disini