By Er
Lin..... Jalal membaringkan tubuh Jodha dengan
hati-hati dan merapikan selimutnya lalu beranjak bangkit dari sana.
“Mau
kemana?” tanya Jodha dengan menahan pergelangan tangan Jalal.
Jalal
tersenyum, “Aku tidur di kamar tamu saja, aku takut tidak bisa tidur
jika sekamar dengan mu, siapa tau nanti kamu ngorok hheheh,” ucapnya sambil
mengelus rambut Jodha.
“Selamat
tidur putri kecilku.”
****
Pagi
harinya Jodha langsung pulang ke rumahnya. Saat bangun tadi dia tidak melihat
Jalal di rumahnya. Dari salah satu pembantu dirumah Jalal, Jodha diberitahu
kalo Jalal sudah berangkat pagi-pagi ke kantor karna ada kerjaan mendadak.
Jodha semakin
terkejut saat mobilnya yang sudah ia tinggalkan entah dimana sudah terparkir di depan halaman rumah Jalal. Pria itu benar-benar melakukan banyak hal
untuk dirinya. Sebuah kehangatan menjalar keseluruh tubuhnya.
Sesampainya
dirumah, Jodha langsung mengganti pakaiannya dan kembali melajukan mobilnya
menuju kantor Meina. Dia ingin menemui ibunya itu untuk mendengar semuanya dari
Meina.
“Ibu,”
panggil Jodha saat sampai diruang kerja Meina.
Meina yang
saat itu tengah asik dengan laptopnya langsung mendongakkan kepalanya melihat
kearah suara. “Jodha, ternyata kamu sayaang, ada apa kesini sayaang?” tanya
Meina sambil bangkit dari duduknya lalu melangkah menuju sofa dan duduk di samping Jodha.
“Ada apa
kau kesini sayaang?” tanya Meina lagi.
Jodha
menghela nafas, “Aku kemarin siang pergi ke kantor Jalal dan tidak sengaja
mendengar Jalal berkata____” Jodha menghentikan kata-katanya, dia menolehkan
tubuhnya sedikit hingga posisinya saat ini sedang berhadapan sama Meina, “Apakah
benar ibu yang menyebabkan ayah ku meninggal?” tanyanya dengan menatap langsung
kemata wanita yang sudah ia anggap seperti ibu kandungnya sendiri.
Meina
memalingkan wajahnya, matanya mulai berkaca-kaca. “Sudah saatnya ibu cerita
semuanya pada mu Jodha.” Meina menghela nafas panjang lalu kembali menatap
kearah Jodha.
“Saat itu
ibu akan masuk ke ruangan kerja ayahmu, seperti biasa ibu akan memberikan obat
ayahmu. Tapi saat ibu mau masuk, ibu tidak sengaja mendengar pembicaraan ayahmu
dengan pengacaranya bahwa dia mewariskan semua hartanya hanya ke kamu Jodha.
Ibu tidak masalah kalo selama ibu menikah dengan ayahmu, ayahmu tidak pernah
menganggap ibu sebagai istrinya, tapi saat dia juga tidak menganggap Sujamal
seperti anaknya sendiri, ibu tidak bisa menerima itu Jodha.”
Meina
kembali memalingkan wajahnya melihat kearah depan, di hapusnya airmata yang menggenang di kelopak matanya. “Karna kejadian itu ibu
dan ayah mu bertengkar, saat bertengkar tiba-tiba jantung ayahmu kumat. Karna
ibu masih merasa marah dengan ayahmu, ibu akhirnya menghancurkan obat yang ibu
bawa untuk ayahmu. Saat ibu keluar dari ruang kerja ayah mu, ibu tidak berpikir
kalo ayahmu akan meninggal saat itu juga Jodha, kalo ibu tau, pasti ibu akan
langsung membawa ayahmu ke rumag sakit.”
Jodha yang
hanya diam dari tadi mendengarkan Meina bercerita tidak dapat lagi membendung
airmatanya.
Meina lalu
mengenggam tangan Jodha dengan erat, Meina juga langsung berjongkok di depan Jodha. “Maafkan ibu Jodha, maafkan ibu,” Meina berkata sambil
menangis, “Ibu sudah siap jika kau memang mau melaporkan ibu ke polisi, dan
sesuai janji ibu kepada Jalal, ibu akan mengembalikan semuanya padamu.”
Jodha
menggeleng dan memegang kedua pundak ibunya membuat Meina berdiri. “Aku memang
marah sama ibu, aku memang kecewa sama ibu, tapi aku tidak akan melaporkan ibu
ke kantor polisi. Ibu dan kakak adalah keluarga ku, aku hanya punya kalian saat
ini jadi mana mungkin aku akan memasukan ibu ke penjara. Aku sayaang ibu dan
kakak.”
Meina
langsung mengangkat wajahnya seakan tidak percaya dengan apa yang Jodha
katakan. Sambail berderai airmata Meina langsung memeluk Jodha dengan erat. “Kau
anak yang baik Jodha, kau anak yang baik,” ucap Meina seraya memukul-mukul
punggung Jodha dengan pelan.
Jodha juga
membalas pelukan ibunya, mereka sama-sam menangis meluapkan kesedihan mereka.
Jodha sedih karna sikap ayahnya yang tidak pernah menganggap Meina sebagai
istrinya dan Sujamal sebagai anak sendiri hingga membuat ibunya sampai
melakukan hal ini. Sedangkan Meina bersedih karna Jodha mau memaafkan semua
kesalahannya.
Dari luar
ternyata Sujamal melihat kejadian itu semua. Dia tidak menyangka Jodha mau
memaafkan ibunya, sedangkan ia yang anak kandung ibunya sendiri sulit untuk
bisa memaafkan perbuatan ibunya. “Kau memang baik Jodha, bahkan terlalu baik,”
gumamnya dengan mata yang berkaca-kaca.
*******
Dari
kantor ibunya Jodha melajukan mobilnya ke kantor Jalal. Tapi saat dia telah
sampai di depan ruangan Jalal, dia melihat seorang wanita cantik dengan rok
ketat pendek hingga memperlihatkan pahanya yang mulus keluar dari ruangan
Jalal. “Siapa wanita itu” tanya Jodha pada dirinya sendiri.
Menyadari
Jodha melihat kearahnya, wanita itu langsung menghampiri Jodha. “Maaf nona
siapa? Dan mau mencari siapa? tanya wanita itu dengan ramah.
Jodha
sekali lagi melihat wanita itu dari atas hingga kebawah kaki wanita itu. “Kau
siapa?” Jodha balik bertanya.
“Saya
Javeda, sekretaris barunya bapak Jalal. Kalo nona?”
“Aku
Jodha, calon istri dari bos mu.” Entah kenapa Jodha merasa perlu memperjelaskan
statusnya kepada Javeda.
Javeda yang
mendengar itu langsung salah tingkah. “Maaf bu, saya tidak tau karna saya baru
disini, bapak sedang di ruang rapat, lebih baik ibu menunggu di dalam ruangan bapak saja, saya akan ke ruang rapat untuk
memberitahunya kepada pak Jalal.
Setelah
mengatakan itu, Javeda langsung pamit pergi dari hadapan Jodha. Javeda langsung
memberitahu Jalal tentang kedatangan Jodha.
Mendengar
laporan Javeda, Jalal langsung mengirim sebuah pesan ke ponsel jodha.
'Aku
sedang rapat, tunggu sebentar ya sayaang.'
Jodha yang
membaca pesan dari Jalal itu langsung tersenyum. Jalal memanggil dirinya dengan
sayaang, yang justru terdengar lucu oleh Jodha.
Tidak
beberapa rapat Jalal pun selesai, Jalal langsung kembali keruangannya. “Maaf,
kau sudah lama menunggu ya sayaang?” tanya Jalal sambil melangkan maju
mendekati Jodha dan membentangkan tangannya seperti ingin memeluk Jodha.
Tapi Jodha
justru mundur untuk menghindari pelukan Jalal. Jalal langsung menghentikan
langkahnya, ia merasa terkejut dengan penolakan Jodha. “Kenapa?” tanyanya
dengan mengkerutkan keningnya.
Jodha
memainkan matanya seolah menunjuk kearah belakang Jalal. Menyadari Jodha
memberi kode, Jalal pun menolehkan kepalanya kebelakang. Jalal terkekeh,
akhirnya ia tahu kenapa Jodha menghindar saat ia akan memeluknya. “Kau tak
perlu malu sayaang pada Abul Mali,” ujar Jalal yang kembali akan memeluk jodha.
Tapi saat
sedikit lagi dia akan memeluk Jodha, Jodha justru mendorong tubuh Jalal dengan
mendorong kening Jalal dengan jari telunjuknya.
“Ya,
baik-baiklah,” kata Jalal dengan nada kesal karna Jodha masih saja malu untuk
memperlihatkan kemesraan mereka di depan orang lain.
Abul Mali
hanya bisa tersenyum melihat ulah bos nya itu, karna tidak mau mengganggu lagi
akhirnya Abul Mali pamit pergi dari sana.
“Apa kau
sibuk hari ini?” tanya Jodha saat setelah melihat kepergian Abul Mali.
“Kenapa?”
“Aku ingin
mengajak mu jalan-jalan.”
Jalal
memicingkan matanya, “Apakah saat ini kau sedang mengajak ku berkencan?”
Jodha
mengangguk, “Anggap aja ini kencan pertaman kita, bagaimana apa kau bisa?”
tanya Jodha dengan penuh harap.
Jalal
mengangguk, “Ayo kita berangkat,” ujar Jalal seraya menarik tangan Jodha.
“Tunggu
dulu, sebelum pergi aku mau mengganti style mu dulu.” ucap Jodha menahan tangan
Jalal.
“Memangnya
kenapa dengan gaya berpakaianku?” tanya Jalal sambil melihat pakaiannya
sendiri.
“Aku tidak
mau nanti dibilang lagi kencan sama om-om,” ujar Jodha sambil berlalu dari sana
duluan meninggalkan Jalal yang terbengong mendengar perkataannya.
“Yaaaaaaa,
kau bilang pacar mu ini seperti om-om,” teriak Jalal, sedangkan Jodha dari jauh
hanya tersenyum mendengar Jalal berteriak karna tidak terima dikatai om-om
olehnya.
*****
“Apakah
kita harus berpakaian seperti ini?” tanya Jalal sembari melihat ke cermin yang
ada di dalam sebuah toko.
“Aku sudah
lama ingin seperti ini,” jawab Jodha dengan riang.
“Couple
begini?”
Jodha
tidak menjawab pertanyaan Jalal tapi ia memberikan senyuman termanisnya kepada
Jalal hingga membuat Jalal tidak bisa menolak untuk memakai pakaian yang telah
Jodha pilih. Jodha memilihkan Jalal sebuah celana levis panjang berwarna biru,
dan sebuah kaos oblong yang berlengan pendek. Sebuah pilihan yang biasa tapi
menjadi tidak biasa ketika Jodha juga memakai baju kaos yang sama dengan Jalal.
Jodha juga bahkan memaksa Jalal untuk memakai sepatu couple.
Jalal
hanya bisa tersenyum melihat kecerian di wajah Jodha. “Aku bayar dulu ya sayaang,”
ujarnya sambil mengacak-ngacak rambut Jodha.
“Yup,”
jawab Jodha, ia sudah tidak sabar menantikan hari ini jalan-jalan bersama
Jalal.
“Oke,
let's go....” kata Jalal saat setelah membayar semua pakaiannya dan juga
pakaian Jodha.
Jodha
mengikutin Jalal dari belakang sambil tersenyum tipis.
“Jalan-jalan
kemana kita?” tanya Jalal saat telah masuk kedalam mobil.
Jodha
mengerutkan keningnya, “Aku pengen kita nonton, terus makan, terus___”
“Kalo cuma
pengen nonton dan makan, di Mall ku ini juga ada.” Potong Jalal
Jodha
menggeleng, “Kalo disini nanti karyawan mu banyak memperhatikan kita.”
“Baiklah,
tapi nanti kita foto box ya?”
Sebelah
alis Jodha terangkat, “Hah foto box? Tidak salah, sudah ada Hp kali....”
Jalal
menggelenkan kepala, “Pokoknya aku mau foto box, kamu nurut aja deh,” ujarnya
sambil memandang dalam bola mata kekasihnya itu.
“Aih kamu,
sounds old banget sih!” Jodha mengerucutkan bibirnya.
Jalal
tertawa sembari menarik pipi Jodha, “Salah sendiri pacaran sama orang zaman
dulu,” ujar Jalal dengan nada riang.
“Zaman
dulu, sekalian saja zaman Majapahit, kita cuma beda lima tahun kok,” komentar
Jodha. Sudah lama rasanya ia tidak bisa bercanda seperti ini dengan Jalal,
beberapa hari terakhir mereka telah mengalami hari-hari yang sulit.
“Ih,
bawelnya putri kecilku!” seru Jalal tersenyum tengil sambil mengacak-ngacak
rambut Jodha
“Ah, kau
hari ini suka sekali mengacak-ngacak rambut ku,” ujarnya sambil melepaskan
tangan Jalal dari kepalanya.
Jalal
tersenyum, “Dasar cewek jutek,” menggelengkan kepala. “Kamu itu cewek paling
jutek yang aku kenal, semua cewek bersikap manis tuh samaku,” Jalal memutar
kunci, mulai melajukan mobilnya.
“Itu karna
mereka hanya menyukai ketampanan mu saja, kalo aku kan beda,” jawab Jodha.
“Terus
kamu apa dong?”
“Kalo aku
bukan sekedar suka, tapi cinta,” jawab Jodha tegas.
Wajah
Jalal langsung berubah. “Cieee yang cinta......” goda Jalal sembari menaik
turunkan alisnya.
“Dasar....”
Ia mendorong pipi Jalal kearah yang berlawanan, “Ayo ah jalan.”
“Ehm....”
Jalal menarik hidung Jodha. “Gemes!” senyumnya merekah, iya itulah cinta,
mereka memang sedang jatuh cinta.
“Hei,
ngelamun saja,” ujar Jalal melirik Jodha yang asik memandang jala, “Kenapa?”
Jodha
menggelengkan kepalanya.
Tangan
kiri Jalal mengelus pipi mulus Jodha, sementara tangan kanannya sibuk
mengendalikan setir. “Tidak mungkin, kamu pasti ada apa-apanya.”
“Ehmm.....”
jawab Jodha.
“Ayo
ngomong sayaang, kenapa?” Jalal mencubit pipinya.
“Javeda
itu sekretaris baru mu ya?”
“Iya,
kenapa?”
“Pakaiannya
kok seksi gitu,” ujar Jodha sambil mengerucutkan bibirnya. “Dia itu mau kerja
atau mau godain kamu sih?”
“Kerjalah
sayaang, kamu tenang aja aku tidak akan tergoda kok, dia cuma sekretaris bagi
aku.” Jalal tertawa geli.
“Ah....
Kamu pasti menikmatinya kan?”
“Cieeee
ada yang jealous nih?” mencolek pipi Jodha.
Akhirnya
mobil Jalal telah terparkir di tempat tujuan mereka. Jalal mematikan mesin
mobilnya, ia menarik tangan Jodha sebelum gadis itu keluar. “Aku____” Jalal
memandang lekat langsung ke mata Jodha.
Jodha
menelan ludah, jantungnya berdetak cepat, napasnya naik turun tak beraturan.
Cinta yang terselip seolah ingin menunjukkan diri.
“Aku
sayaang kamu.” Jalal lalau menarik Jodha kedalam pelukannya.
“Jal____”
“Suuuttttssss......”
kata Jalal pelan. “Jangan ngomong apa-apa,” Jalal memejamkan matanya, “izinkan
aku sebentar memelukmu seperti ini.”
Denyut
jantung Jodha berpacu semakin kuat, bibirnya seolah-olah menjadi bisu, ia tidak
dapat mengatakan apapun, hanya satu yang ia bisa lakukan yaitu merasakan. Ya,
ia sedang merasakan apa yang Jalal rasakan. Cinta yang mulai semakin tubuh
subur.
“Aku
sungguh-sungguh menyayangimu. Jangan berpikir yang bukan-bukan tentang aku dan yang
lain,” ujar Jalal mencoba untuk menjelaskan. “Aku hanya mencintaimu.”
Musnah! Ya,
semua pikiran aneh yang sempat singgah di otaknya, saat ini pergi entah kemana,
berganti dengan rasa cinta yang semakin menguat.
Bersambung
FanFiction
Pelabuhan Terakhir Bagian yang lain Klik
Disini