By Er
Lin..... Jodha sangat menikmati air hangat yang
merendam tubuhnya yang memberikan kehangatan pada seluruh tubuhnya. Tiba-tiba
sebuah pemikiran terlintas di benaknya, membuat tubuh Jodha membeku. 'Apa
yang akan dikenakannya saat keluar dari kamar mandi? Tidak mungkin ia hanya
mengenakan handuk di depan Jalal. Rasanya juga tidak mungkin
Jalal akan membangunkan mamanya di tengah malam seperti ini hanya untuk
meminjamkan baju untuknya.' Rasa panik membanjirinya. Jodha memaki-maki
kebodohannya dalam hati.
Jodha
dengan cepat menyelesaikan rendamannya, lalu membersihkan dirinya dari sisa
busa yang menempel di tubuhnya dengan air yang mengucur dari
shower. Jodha menyambar sebuah handuk lebar yang tergantung lalu melilitkan
handuk lebar itu di sekeliling tubuhnya. Jodha juga meraih satu
handuk kering lagi dari lemari kecil yang ada disana untuk menutupi bahunya yang
terbuka.
Dengan
ragu Jodha membuka pintunya sedikit, mengintip dari dalam untuk melihat apakah
Jalal masih berada disana. Setelah memastikan Jalal tidak ada, Jodha menghela
nafas lega. Jodha segera keluar dari kamar mandi lalu menyapukan pandangannya
keseluruh kamar Jalal. Pandangannya terhenti saat matanya melihat bingkisan di
atas tempat tidur Jalal.
*****
Jalal sedang
sibuk memasak, ia hanya akan membuat nasi goreng dengan bahan-bahan yang
tersedia di lemari pendinginnya.
“Adakah yang
bisa aku bantu?” tanya Jodha yang tiba-tiba muncul.
Jalal
melihat Jodha sekilas, “Ada, duduklah yang manis disana.”
Jodha
mengangkat bahunya, lalu duduk di salah satu kursi yang tersusun rapi
melingkari meja makan yang besar. Mengamati Jalal memasak dari jauh sambil
bertopang dagu. “Jalal, om dan tante mana? Apakah mereka sudah tau kalo aku ada
disini?” tanya Jodha saat menyadari kondisi rumah terlihat sepi.
“Mereka
sedang keluar kota,” jawab Jalal sambil menata nasi gorengnya diatas dua
piring, “Menghadiri undangan dari relasi kerja papa.” Setelah selesai menata
nasi gorengnya, lalu membawanya ke meja makan. Jalal memberikan satu piring
untuk Jodha dan satu lagi untuk dirinya sendiri. “Aku juga tadi sudah menelpon
kakak mu, untuk memberitahu mereka bahwa kau akan menginap disini malam ini,”
ucapnya seraya duduk dihadapan Jodha.
“Sekarang
makanlah,” ujar Jalal lagi, sedangkan dirinya sendiri pun mulai menyantap
makanannya.
Untuk
sesaat tidak ada diantara mereka yang mengeluarkan suaranya, mereka sama-sama
menikmati makanan mereka.
“Kenapa
tadi kau bisa sampai ke hujanan?” tanya Jalal sambil tetap menyantap
makanannya.
“Aku
berjalan kaki kesini,” jawab Jodha santai
Kening
Jalal berkerut, “Mobilmu?”
“Aku
tinggal.”
Jalal
menghentikan makannya,”Dimana?”
Jodha
tidak menjawab, dia hanya mengangkat bahunya sambil tetap menikmati makanannya.
“Yaaaaaaaa,”
teriak Jalal sembari membanting sendok ke piringnya. “Apa kau gila? Kau
meninggal mobil mu entah dimana lalu berlari kesini disaat sedang hujann.”
Jodha ikut
membanting sendoknya,”Kenapa kau selalu berteriak padaku? Baru kemarin kau
meminta maaf padaku, tapi sekarang kau kembali membentak ku,” kata Jodha dengan
nada yang tidak kalah tinggi.
“Bagaimana
aku tidak berteriak, kau tau bagaimana khawatirnya aku saat kakak mu menelpon
ku memberitahuku bahwa kau belum pulang ke rumah, jantung ku hampir berhenti
berdetak. Apa kau mau aku mati karna jantungan akibat selalu mengkhawatirkan
mu,hah?”
Jodha
tiba-tiba menangis histeris.
“Hei,
kenapa kau menangis? Diam lah, nanti kau membangunkan semua orang.
Jodha
bukannya diam justru menangis lebih histeris. “Kau selalu saja membentakku.”
“Ya khuda,”
Jalal meremas rambutnya. Gadis ini kembali bertingkah seperti anak kecil yang
menangis karna kehilangan permennya, dan lagi-lagi dia harus menjadi seorang
paman yang menenangkannya.
“Baiklah-baiklah
aku minta maaf, hah? Sekarang diamlah. Setelah ini kita makan es cream, ok”
Jodha
menghentikan tangisannya. “Aku mau rasa strowberry,” ucapnya meski masih
terdengar sisa isak tangisnya.
Jalal
terkekeh, “Ya Tuhan, kenapa aku bisa sampai jatuh cinta dengan mu,” gumamnya
sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
***************
“Jalal
baru saja menelpon, dia bilang Jodha saat ini sedang ada dirumahnya,” kata
Sujamal kepada Meina.
Meina
menghela nafas dan menganggukkan kepalanya sedikit. Raut wajahnya yang tadi
tegang karna khawatir kini bisa kembali tersenyum. setidaknya ia sekarang tau
keberadaan Jodha dan bagaimana kondisinya.
“Apa ibu
akan melakukan apa yang diminta sama Jalal kepada ibu?” tanya Sujamal saat
melihat ibunya hanya diam dari tadi.
*Flashback
Siang itu
Jalal datang ke kantor Meina. Jalal langsung memberikan USB yang menjadi barang
bukti kejahatan Meina.
“Aku tidak
akan membawa masalah ini ke ranah hukum, tapi aku minta tante kembalikan semua yang
seharusnya memang menjadi milik Jodha,”
“Tapi
Jalal___” tangan Meina bergetar saat menggenggam USB, “Apakah Jodha sudah
mengetahui ini semua?”
Jalal
menggeleng.
Meina menghela
nafasnya. Meina meraih kedua tangan Jalal lalu mengenggamnya dengan erat, “Tante
mohon Jalal, biarkan tante yang memberitahu Jodha semua ini, tante mau minta
maaf kepadanya Jalal.”
*Flashback End
Meina
mengangguk pelan.
“Setelah
masalah ini selesai aku akan pergi dari sini, dan aku minta ibu ikut dengan ku,
bu,” pinta Sujamal. Suaranya terdengar serak karna berusaha menahan agar
tangisnya tidak pecah. “Kita tidak pantas disini bu, aku juga malu jika nanti
harus berhadapn dengan Jodha, apa yang harus aku katakan pada Jodha? Apa aku
harus bilang bahwa Ibu ku yang selama ini menyayanginya adalah pembunuh
ayahnya. Meski Jodha adalah adik tiri ku tapi aku sangat menyayanginya bu.”
Sujamal
membersihkan air mata yang mulai mengganggu pandangannya, “Saat ini aku malu
menjadi anak ibu,” ucapnya lalu bangkit dari duduk nya dan mulai berjalan
kearah pintu tapi langkahnya terhenti saat mendengar Meina berkata “Maafkan ibu
Sujamal, karna telah mengecewakan mu.”
Sujamal
membalikkan tubuhnya, melihat kearah Meina yang duduk di kursi kerjanya. Sujamal melihat Meina yang ternyata juga sedang
menangis.
**************
Jalal
merebahkan Jodha diatas ranjangnya, menutup tubuh Jodha dengan selimut hingga
sampai ke dadanya. “Tidurlah yang nyenyak, aku akan tidur di sofa,” ucapnya dan lalu mencium kening Jodha dengan lembut.
Ketika
Jalal akan pergi dengan cepat Jodha menahan pergelangan tangan Jalal hingga
membuat Jalal menghentikan langkahnya. Jalal membalik tubuhnya menghadap ke
Jodha, “Ada apa?” tanya Jalal kemudian duduk di tepi ranjang. Jodha pun bangun
dan duduk menghadap ke Jalal.
“Jalal,,,,”
panggil Jodha dengan lembut.
“Hmmm,”
jawab Jalal.
“Hhmmm,
apakah kau akan melaporkan ibu ku ke kantor polisi?” tanya Jodha dengan
hati-hati.
Jalal
menundukkan kepalanya untuk melihat langsung ke mata Jodha. “Bagaimana kau bisa
tau?” tanya Jalal yang terkejut mendengar pertanyaan Jodha.
Jodha
mengangguk, “Aku tidak sengaja mendengar pembicaraan mu dengan Abul mali di kantor tadi siang.”
Jalal
menghela nafasnya sebentar,”Awalnya aku memang ingin membawa masalah ini ke
ranah hukum, tapi aku tau, kau pasti tidak ingin aku melakukan itu, karan kau
begitu menyayangi mereka,” jelas Jalal sambil membelai pipi jodha.
Jodha
mengangguk, matanya sudah mulai berkaca-kaca. “Makasih,” ucap Jodha dengan
pelan.
“Terimakasih
untuk apa?”
“Terimakasih
karna sudah mau menjadi calon suami ku.”
Jalal
menghapus air mata Jodha yang mulai membasahi pipinya, “Aku juga terimakasih
padamu karna sudah mau menjadi calon istriku,” lalu kembali mencium kening
Jodha dengan lembut.
“Tapi, ada
apa kau ke kantor ku tadi siang?” tanya Jalal
“Oh itu,
aku habis ketemu sama Ruqyah. Dia memberitahu ku sesuatu yang membuat ku harus
secepatnya menemui mu.”
Wajah
Jalal langsung berubah tegang saat mendengar nama Ruqyah. Dia takut Ruqyah akan
melakukan sesuatu yang bisa menyakiti Jodha lagi.
Melihat
perubahan wajah Jalal membuat Jodha langsung tertawa. “Tidak perlu tegang
seperti itu, dia tidak menyakiti ku kok, dia cuma memberitahukan sebuah rahasia
besar tentang mu.”
“Apa?
Rahasia?” tanya Jalal yang semakin terkejut. 'Apa Ruqyah memberitahu Jodha
bahwa aku dulu sering gonta ganti pacar?'
Jodha
mengangguk sambil berusaha menahan tawanya. “Dia memberitahu ku bahwa kau_____”
Jodha sengaja menghentikan kata-katanya, ia ingin menggoda Jalal, “Bahwa
kau____” kembali Jodha menghentikan kata-katanya. Ingin rasanya Jodha tertawa
sekencang-kencangnya karna melihat reaksi Jalal yang sangat ketakutan. “Bahwa
kau sangat mencintai ku.”
Jalal
menghela nafas panjang, “Kau menakutkan ku,” ucapnya karna merasa lega Ruqyah
tidak mengatakan sesuatu yang aneh-aneh. “Syukurlah akhirnya kau tau bagaimana
perasaan ku padamu. Sebenarnya aku sudah mulai menyukai mu saat pertama kali
melihatmu dari foto yang mama kasih ke aku. Dan aku juga tau kalo kau sekarang
juga sudah mulai mencintaiku.”
Jodha
langsung menundukkan wajahnya yang merona merah karna merasa malu dengan Jalal yang
mengetahui perasaanya dengan tepat.
Jalal
menunduk melihat langsung kemata gadis itu. “Apakah itu artinya kalo sekarang
kita pacaran?”
Jodha
langsung mengangkat wajahnya, menatap wajah Jalal dengan intens. Jodha tidak
menjawab pertanyaan Jalal, tapi dia melingkarkan tangannya di leher Jalal, mencium bibir Jalal sebagai jawaban dari pertanyaan
Jalal.
Ciumannya
begitu kaku, tanpa teknik sama sekali. Namun, ulah gadis ini tetap dapat
mengetuk keras saraf ransangan Jalal dengan kuat, membuat seluruh badan Jalal
terasa panas.
Jalal
mendorong tubuh Jodha dengan lembut, “Aku yakin jika caramu mencium pria
seperti itu, tidak akan ada pria akan tergoda oleh mu,” ucap Jalal yang sengaja
mengejek teknik ciuman Jodha.
Jodha lalu
memukul dada Jalal seolah merasa kesal dengan ucapan Jalal. Dia lalu langsung
merebahkan kepalanya di dada bidang pria itu yang sebentar lagi
akan menjadi suaminya.
Jalal
terkekeh dengan ulah Jodha barusan, “Sekarang tidurlah, sudah malam,” ujar
Jalal lalu mencium kepala Jodha dengan lembut.
Bersambung
FanFiction
Pelabuhan Terakhir Bagian yang lain Klik
Disini