“sayang di
Jakarta juga kan banyak yang jualan asinan.. kita cari aja yg sekitar sini ya..
lagian sebentar lg kita ada janji bertemu dg klien”rayu Jalal.
“ga mau...
pokonya saya pengin asinan Gedong Dalem.. sekarang.. titik, kalau mas ga mau ya
udah saya berangkat ke Bogor sendiri saja” ucap Jodha sambil meraih kunci mobil
di atas meja kerjanya.
“dasar
keras kepala!!” gerutu Jalal.
“kau
bilang apa mas? kalau ga mau nganter ya udah ga usah ngedumel, simpelkan!!”
timpal Jodha sewot.
Jalal
segera meraih tubuh Jodha, merapatkanya ke pintu ruang kerja, sambil mencengkaram
tangan Jodha. tatapannya tajam, menusuk sampai ke hati Jodha. Baru kali ini dia
melihat suaminya marah. Jalal masih menatap tajam kearah Jodha. Ada rasa kecewa
yang menyeruak dihati Jodha, dalam hatinya berkecamuk.. “cuma segituhkah stok kesabaran mu mas. ternyata kau tidak ada pedanya
dengan laiki-laki lain yang tidak menghargai perasaan istrinya. ternyata
kualitasmu sama saja dengan seorang preman. yang hanya menggunakan nafsunya
bukan akal sehatnya.”
Perlahan
butiran bening mengalir melewati pipinya, bibir dan dagunya ikut gemetar
merasakan perihnya hati. sejak hamil dia memang menjadi sangat sensitif,
ditambah ini untuk pertama kalinya Jalal berlaku kasar.
Tak berapa
lama tak kuat menahan tawanya, “hahahaha.. ternyata istriku cengeng sekali. baru
digituin aja dah nagis”.
Merasa
dikerjain suaminya Jodha segera menghapus air matanya, “mas.. jadi kau...”
Jodha tak
sempat membereskan kalimatnya karena bibir Jalal segera menutupi bibirnya, “sayang..
kau kira aku akan tega memarahi mu.. meski sejujurnya tadi aku sangat kesal
dengan kelakuanmu.. sebenernya kamu benar-benar menginginkan asinan itu atau
hanya ingin ngerjain suamimu.. karena aku fikir ngidam itu tidak ada.. kadang
para istri memanfa'atkan momen kehamilah mereka untuk minta macam-macam pd
suaminya bahkan hal-hal yang aneh”
tiba-tiba
Jalal merasa mual “o..o..o..huek” dia segera berlari kekamar mandi yg memang
tersedia di ruangan presdir. Jodha segera mengikutinya.
tak berapa
lama Jalal sudah keluar, dia mengusap mulutnya dengan saputangan..dan duduk
terkulai lemas di sofa setelah mengeluarkan semua isi perutnya.. sambil
menyerahkan air hangat, Jodha terkekeh melihat yang terjadi dengan Jalal, “makanya
mas jangan suka ngerjain istri yang sedang hamil.. sekarang bau tau rasa yang namanya
ngidam kaya gimana.. hmm.. klo ga salah itu namanya kehamilan simpatik.. ada
beberapa kasus memang dimana suami mengalami hal tersebut”
Jalal
tersenyum sambil merasakan lemas.. tenggorokannya terasa perih, “aduh mas
juga.. jadi kepingin makan asinan.. sepertinya seger banget,kau tau tempatnya
kan?” merekapun segera meninggalkan kantor.
Setelah
menyerahkan semua urusan kantor dan berpamitan pada Todar Mal..pasangan yang
lagi sama-sama ngidam ini pun segera meluncur ke Bogor, wajah mereka nampak sumringah..bayangan
akan segarnya asinan sudah menari-nari diotak mereka...mobil mereka baru keluar
dari tol, menyusuri jl. Pajajaran sebelum akhirnya berbelok ke Jl.
Sukasari...dan kini mobil mereka terparkir di depan sebuah gedung yang di tata
bak sebuah resto bertuliskan “Asinan Gedong Dalem Berdiri Sejak 1970” ....Jalal
masih duduk di belakang setir, kepalanya clingukan melihat keluar “ooh..jadi
ini toh yang sudah membuat istriku ngiler...mm..kebayang apa ga pegel ya
berdiri sejak tahun 70...” Jodha hanya mesem-mesem mendengar guyonan suaminya
yg sebenernya ga lucu. Dua porsi asinan buah yang begitu segar dan satu porsi
asinan sayur telah terhidang didepan mereka, dengan lahap suami istri yg lagi
ngidam ini menikmati makanan yang begitu diimpikannya...”Alhamdulillah...puas
rasanya...mm..Jodha, sekarang mas pengin makan roti uyil”..Jodha terkekeh
mendengar celoteh suaminya “aduh mas...sampean ini..ngidamnya lebih-lebih dari
diriku..mm..tapi boleh juga mumpung kita di Bogor.” ==0== Setelah puas keliling-keliling
kota Bogor, dua sejoli ini pun kembali memasuki tol...namun Jodha merasa aneh
ketika Jalal mengambil arah ke Ciawi bukan ke Jakarta..”mas, kita mau kemana?”
tanya Jodha heran..”mm..kita ke Masjid Atta'awun yu...masjid di Puncak yg
berada ditengah kebun teh...mas ingin mengajak kamu shalat disana”. Tak sampai
satu jam mereka kini telah sampai...angin yg berhembus terasa dingin menyentuh
kulit mereka “subhanalloh..mas indah banget” seru Jodha sambil menyusuri anak
tangga menuju masjid..seluas mata memandang terhampar hijau kebun teh yang
menyejukan mata..kaki mereka melintasi kolam air buatan ya ada diteras
masjid..suasana yg tenang menambah nikmanya khusu shalat disana..namun
tiba-tiba perut Jodha tersa sakit,perutnya kram.. Jodha berteriak “mas tolong!”
***
Maham Anga
membukakan pintu untuk majikannya (Jalal) yg baru pulang.
“Bagai
mana kabar Jodha bi?” tanya Jalal.
Maham : ”Dari
pagi non Jodha tidak keluar kamar, dan tidak menyentuh sedikitpun makanan yg
saya bawakan den.”
Jalal
segea bergegas menuju kamar, nampak Jodha sedang duduk sambil memeluk lututnya,
posisi yg sama ketika tadi pagi dia berangkat, mukanya nampak pucat, lingkaran
hitam nampak jas dikantung matanya.
Ini sudah
seminggu Jodha bersikap seperti ini, sudah berbagai cara Jalal lakukan,
menghiburnya, merayunya, membuat lelucon, dan kini Jalal sudah kehabisan cara
untuk mengembalikan keringan Jodhanya yg dulu.
Flash Back
Jodha
harus rela rahimnya diangkat, yg otomatis harus rela juga kehilangan janinnya,
kehilanggan harapannya untuk menjadi seorang ibu. Itu semua
berawal
dari kejadian dimana Jodha merasakan sakit diperutnya ketika di Puncak dulu.
Jodha diponis menderita kanker servik, dan satu-satunya cara untuk
menyelamatkan hidupnya adalah dg mengangkat suatu organ yg sangat penting bagi
wanita 'rahim'.
Flashback
end
Jalal : “Jodha,
cobalah bangkit dari keterpurukan ini, apa kau kira hanya dirimu saja yang
sedih hah?” nampak keprustasian dari ucapan Jalal.
Terdengar
isak tangis Jodha yang semakin mengeras.
Jalal
mendekati box bayi yang ada dihadapan Jodha.
Jalal : “Klo
karena benda ini , kau tidak bisa melupakan bayi kita..baiklah mas akan
membakarnya!!”
Jalal
mengambil alkohol dari kotak obat, menyalakan korek satu guling kecil terbakar.
Jodha
berteriak, “Jangan mas..jangan...”
Jodha
berusaha memadamkan api yg kini mulai membakar bantal dan kasus imut yg tidak
sempat ditiduri penghuninya. Dipeluknya bantal yg masih tersisa sepotong
Sambil
menagis Jodha berkata: “Kau tak akan pernah mengerti mas, karena kau bukan seorang
ibu,,,kenyataan paling pahit ketika aku harus kehilangan mimpi menyentuh jemari
mungil anakku,,dan lebih menyakitkan lagi ketika seumur hidupku aku harus
kehilangan harapanku untuk jadi seotang ibu”
Jalal kini
duduk bersimpuh disamping Jodha, hatinya ikut merasakan perih melihat Jodha yg
terus menangis sambil memegang guling kecil yg tinggal sepotong.
Tangan
Jalal merengkuh kepala Jodha dan membenamkan didadanya. Kini mereka sama-sama
menangis.
Jalal
segera bisa menguasai keadaan,,,perlahan dikecupnya kepala istrinya dg penuh
cinta.
“Sayang..ayo
ikut dengan ku..” ucap Jalal
sambil menarik tangan Jodha.
“Kemana
mas?”tanya Jodha dlm sela isak tangisnya.
“Ikut saja
denganku” jawab Jalal sambil terus menarik tangan Jodha.
Mereka
sekarang berada di samping gundukan tanah yg ukurannya sekitar setengah meter.
Gundukan tanah itu adalah tempat peristirahatan terakhir bayi mereka.
Jalal
menarik napas panjang lalu berkata: “Jodha..anak kita akan sedih jika melihat
ibunya seperti ini..buat anakmu di alam sana tersenyum,,kau tau anak kita kelak
akan jadi menjadi penolong kita diakhirat,,ini adalah tabungan kita Jodha”
Jalal mengusap nisan kecil dihadapannya.
***
Malam
harinya sesudah shalat Isya, mereka tetap duduk diatas sajadah.
“Mas..apa
kelak kau tidak akan merindukan seorang anak?” Tanya Jodha sambil menggenggam
tangan suaminya.
Jalal
menatap Jodha seolah ingin menyakinkan “Menghabiskan waktu seumur hidupku
dengan cintamu itu sudah cukup bagiku Jodha.” jawab Jalal
“Kau tidak
ingin menikah lg dengan seseorang yg bisa memberimu anak?” tanya Jodha lagi.
“Jodha apa
yg kau katakan? Tidak pernah terbersit dlm hatiku unk memikirkan wanita lain
selain dirimu.” suara Jalal sedikit meninggi.
**
Sejak
kejadian dimalam itu perlahan Jodha sudah mulai bangkit, menata hidupnya
kembali, meski tak dipungkiri hatinya kerap diliputi cemburu ketika melihat
kegembiraan keluarga kecil yg lengkap dg anak2 mereka.
**
Suatu
malam.. seperti kebanyakan suami istri lainnya, mereka melakukan obrolan bantal
“Mas..bagaimana
klo aku carikan istri untukmu?” tanya Jodha yg sontak membuat Jalal menutup
mulut Jodha dg tangannya sambil menajamkan tatapannya.
To Be
Continued