Namun apa
yang mereka katakan sebelumnya bukanlah yang sebenarnya. Mereka kini sedang
berada di hutan yang begitu rindang. Tiba-tiba ada seseorang berdiri dibelakang
Ri Ta dan sontak membuat Ri Ta berteriak dan berjongkok ketakutan. Dia langsung
berdiri saat melihat bahwa itu adalah Ji Sang, “Apakah kau mengikutiku?” ucap
Ri Ta kesal. “Aku tidak mengikutimu, aku mengikuti kemana kakiku melangkah.”
Jawab Ji Sang dengan santai.
Dan
akhirnya mereka berjalan beriringan. Ri Ta terus saja ngomel karena jalan-jalannya
kali ini tidak tenang sesuai yang ia harapkan, karena Ri Ta selalu saja
mendebat Ji Sang. Ri Ta mulai menceritakan pengalamannya di hutan itu, bahwa
ada anjing liar yang menyerangnya dan ada seorang anak laki-laki yang
menyelamatkannya, dia tidak yakin apakah laki-laki itu melawan anjing liar itu
seorang diri karena kejadia itu berlangsung begitu cepat. “Aku yakin, pasti
anak itu terluka parah, dan kini aku tidak tahu bagaimana keadaannya.”
Mendengar cerita Ri Ta, Ji Sang semakin yakin bahwa Ri Ta adalah gadis yang dia
selamatkan dulu. Dia tersenyum memandang Ri Ta yang berjalan mendahuluinya. Ri
Ta berbalik menatap Ji Sang, “Ayo cepat, kalau tidak kita akan terlambat
menghadiri seminar.” Tegur Ri Ta. Dan mereka kembali berjalan berdampingan.
Malam pun
tiba. Kini para peserta seminar mengelilingi meja makan dimana sudah ada banyak
camilan dan minuman beralkohol didepan mereka. Semuanya bersulang kemudian
meminum minuman tersebut, kecuali Ji Sang, dia hanya menempelkan gelasnya ke
bibirnya tanpa meminumnya sedikit pun. Obrolan dan candaan riang terjadi di
tempat itu. Dan pada akhirnya mereka melakukan permainan yang sama dengan
permainan tahun lalu (Mian, saya belum tahu nama permainannya).
Ri Ta
berulang kali kalah dan sebagai hukuman, dia harus meminum segelas minuman
beralkohol. Dr. Park mengusulkan supaya Ji Sang yang meminumnya, “Dr. Yoo, kau
sudah terlalu banyak minum, bagaimana kalau dr. Park Ji Sang yang menggantikanmu
dan menjadi Kesatria Hitam.” Dan semua orang bersorak, “Kesatria Hitam... Kesatria
Hitam... Kesatria Hitam...” Namun Ji Sang menolaknya, “Maaf, aku tidak bisa
minum alkohol, bahkan satu gelas. Aku alergi terhadap alkohol.” Semua menatap
bingung kemudian Ri Ta sendiri yang meminumnya, “Sudahlah, tidak perlu ada
kesatria hitam, aku masih sanggup melakukannya.”
Di luar
ruangan, Ri Ta langsung memuntahkan semua isi perutnya, sementara Ji Sang
menunggunya sambil duduk di kursi yang ada disana. “Kau terus saja kalah
sehingga kau harus meminumnya.” Ledek Ji Sang.
Ri Ta
berdiri dan duduk merapat di samping Ji Sang. Ji Sang tidak nyaman dengan hal
itu dan langsung menggeser tubuhnya sendiri. Ri Ta tak berbuat banyak dan hanya
menatapnya sinis. Ri Ta mulai berbicara tentang anak laki-laki yang
menyelamatkannya dulu, “Kalau dia disini, pasti dia akan meminum semua minuman
itu untukku. Aku yakin dia ada... Dia ada disuatu tempat. Aku sangat ingin
sekali bertemu dengannya, meskipun hanya satu kali.” Ji Sang tersenyum
mendengar penuturan Ri Ta. Ri Ta mendelik kesal melihat Ji Sang yang hampir
tertawa, “Kenapa kau tertawa? Apakah aku menghiburmu?” Ji Sang tak menjawab dan
mengalihkan pandangannya ke depan. Ri Ta kemudian beranjak, “Sudahlah, ayo kita
kembali ke kamar.” Ji Sang ikut berdiri. Ri Ta hampir terjerembab, untungnya Ji
Sang menangkapnya dengan cepat sehingga Ri Ta tak jadi mencium tanah. “Mengapa
kau menyentuhku? Kau bilang tidak boleh dekat denganmu bahkan untuk 30 senti!”
Omel Ri Ta. “Kali ini pengecualian.” Ucap Ji Sang dan langsung menggendong Ri
Ta dipunggungnya. Ri Ta memekik saat Ji Sang melakukan hal itu tiba-tiba.
Dalam
perjalanan menuju kamarnya, Ri Ta kembali berceloteh dengan posisi dirinya di punggung
Ji Sang, “Uhhh... rasanya aku seperti digendong oleh balok es. Tubuhku seakan
ingin membeku.” Dan Ji Sang menyuruhnya tenang. Ri Ta yang dalam keadaan mabuk,
akhirnya menceritakan alasannya membantu Ji Sang dengan berbohong pada Jae Wook
dengan mengatakan bahwa Ji Sang saat itu sedang mabuk. “Aku membantumu karena
ibumu. Aku kasihan kepadamu, saat kau tidak sadarkan diri, kau mengigau. Kau bilang
ibumu tidak boleh pergi dan bisa bertahan hidup. Aku tahu saat itu bahwa ibumu
sudah tidak ada di dunia ini. Sama seperti ibuku. Setelah kau melepaskannya
pergi, kau tidak ingin ada hal yang menyedihkan lagi. Tapi apa kau tahu apa
yang lebih menyedihkan? Tidak siap untuk melepaskan dan tidak mengharapkan hal
itu sama sekali... tapi, kita harus melepaskannya.
Akhirnya
mereka berdua sampai di kamar Ri Ta. Ji Sang membaringkan Ri Ta diatas tempat
tidurnya. Ri Ta tampak tertidur pulas. Ji Sang berjongkok disamping tempat
tidur Ri Ta. Dia mengulurkan tangannya hendak membelai pipi Ri Ta, namun dia
mengurungkan niatnya. Ji Sang berdiri dan melangkah keluar dari kamar Ri Ta.
Sementara
itu di tempat lain, J sedang memberi intruksi pada kedua bawahannya, (Sebut
saja pria yang agak botak (si A) dan yang pendek (si B) sementara Chul Hoon
duduk mendengarkan. Si B masih ragu saat J mengatakan bahwa Jae Wook bebas
melakukan apapun pada Ji Sang, mau menyiksa atau membunuhnya, “Tapi harus ada
metode untuk menghadapi Park Ji Sang.” Ucap si B. J tertawa kecil dan berkata
bahwa dia akan mengajarinya.
Chul Hoon
teringat pembicaraannya dengan Jae Wook dirumah Jae Wook malam itu. Jae Wook
menyuruh Chul Hoon mengorbankan kedua rekannya untuk menyelamatkan Ji Sang. “Ini
untuk kepentingan kita bersama, jadi kita harus menyelamatkan Park Ji Sang.”
Alarm
kebarakan di hotel tempat diadakan seminar berbunyi sehingga membangunkan semua
orang yang sedang beristirahat malam itu, termasuk Ri Ta. Ri Ta keluar dari
kamarnya dan melihat dr. Kim yang sedang mabuk dan mengulang insiden tahun
lalu, menyalakan alarm kebakaran saat dirinya sedang mabuk. Ji Sang juga keluar
dari kamarnyanya. Ri Ta terperangah saat melihat pipi kiri Ji Sang yang sudah
mulus menunjukkan bahwa tidak pernah ada luka disana. Ji Sang menatap Ri Ta
heran, “Apa kau baik-baik saja?” , “Ya, aku baik-baik saja. Aku akan kembali
tidur.” Jawab Ri Ta. Dan mereka kembali masuk kamar mereka masing-masing.
Sesampainya
didalam, Ji Sang melihat plester yang dia gunakan untuk menutup pipi kirinya
kini tergeletak di meja. Dia terkejut saat sadar bahwa Ri Ta sudah melihat
semuanya. Sementara Ri Ta melangkah dengan gontai setelah melihat apa yang ada
dihadapannya barusan.
Keesokan
harinya, semua peserta seminar sudah siap untuk pulang. Ri Ta sudah ada diluar
lebih dulu dengan membawa kopernya. Kemudian Ji Sang berdiri disampingnya dan
mereka berdua tampak canggung dan hanya berbicara sekedarnya saja. Tiba-tiba
ponsel Ji Sang bergetar menandakan ada pesan masuk, Ji Sang terperangah saat
membaca isinya.
“Kau ingin tahu siapa yang membunuh ibumu,
kan? Jika kau ingin tahu, muncul disini malam ini. Dan bersiaplah untuk mati!”
Malam hari
di kota Seoul. Ji Sang sedang memacu audi hitamnya ke suatu tempat. Dia terus
teringat dengan pesan yang dikirimkan kepadanya.
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~
Sementara
ditempat lain, si A dan si B sedang melancarkan aksinya di gedung bekas praktek
Tim Pengembangan Obat Baru. Mereka membawa banyak kemasan obat segar dan si B
menyeringai jahat.
Dan kini
disanalah Ji Sang. Dia memasuki kawasan Gedung itu dengan langkah waspada. Dia menyibakkan
tirai plastik disana. Dia langsung menutup hidungnya saat mencium bau darah. Tak
lama kemudian, darah segar mengalir disana. Terdengar suara yang memekakan
telinga, Ji Sang memegang kepalanya sambil menahan rasa sakit yang luar
biasanya. Tapi dia tidak bisa bertahan lebih lama. Dia langsung limbung dan
seketika itu juga kukunya memanjang, wajahnya berubah menjadi vampir.
Si A menendang
tubuh Ji Sang hingga terpental. Si B membawa benda tajam semacam tombak dengan
diseret dan mendekati tubuh Ji Sang yang tak berdaya. Seorang pria bertudung
mengawasi gerak-gerik mereka.
Si B
meletakkan tombak itu di dada kiri Ji Sang. Saat si B mengangkatnya dan hendak
menghunuskannya ke dada Ji Sang, pria bertudung langsung mendorongnya. Si A
menyerangnya namun kemampuannya jauh dibawah pria itu. Pria itu mencekik leher
si A dengan tangan kirinya kemudian menggigit lehernya hingga tak bernyawa.
Si A akan
menyerangnya dengan tombaknya. Tapi Pria itu jauh lebih unggul. Tombak yang
akan dihunuskannnya justru terhunus ke perutnya sendiri. Sebelum kematiannya,
dia bisa melihat wajah yang membunuhnya, “Dok...” tapi nyawanya lebih dulu
berpisah dari raganya.
Ji Sang
langsung menyerang pria itu. Terjadi saling serang, saling hantam, saling
dorong hingga akhirnya saling mencekik. Pria itu perlahan-lahan membuka
tudungnya. Ji Sang terperangah saat melihat wajah yang sama dengan orang yang
membunuh ibunya dulu..... TBC-->Episode 7