Sinar
matahari pagi memasuki ruangan dan mengenai wajah Jodha. Dia terbangun
tiba-tiba karena terkejut. Jam menunjukkan pukul 06:00. Dia turun dari tempat
tidur dan pergi ke kamar mandi. Dia mulai menyikat gigi, dan kembali memikirkan
isi jurnal Jalal. Dia akhirnya menerima kenyataan bahwa dia menginginkan Jalal,
dia ingin menjadi lebih dekat dengannya. Dia tersenyum sendiri, karena akhirnya
ia menerima dirinya sendiri. Dia adalah seorang wanita yang menginginkan
seorang pria, dan tidak malu karenanya! “Apakah ini berarti bahwa aku
mencintainya? Tidak, hanya karena aku menginginkannya, bukan berarti aku
mencintainya! Tapi, aku sangat mengkhawatirkan keadaannya ketika Adham dan
Benazir menipunya dan ketika Adham mencoba untuk menyakitiku, dia
menyelamatkanku! Aku kemudian menghormatinya dan aku menyadari kalau aku
tertarik padanya! Tapi, banyak hal yang berubah. Aku tidak pernah menyadari
bahwa aku benar-benar jatuh cinta padanya! Dan bahkan sekarang pun, dia tidak
pernah mengambil keuntungan yang tidak semestinya dariku! Apakah ini mengapa ia
telah menjadi begitu penting bagiku, dan aku tidak bisa berhenti memikirkannya?
Apakah ini adalah cinta; hal yang selalu membuat Ruqaiya menggodaku? Bukankah
cinta adalah ketika kau terus menerus peduli tentang orang lain dan bahwa Anda
tidak tahan jika mereka tersakiti? Jika itu cinta, maka ya, aku mencintai Bapak
Presiden! Dulu aku tidak siap untuk mengakuinya, tapi sekarang aku siap! Tapi
apakah dia merasakan hal yang sama denganku? Haruskah aku mengatakan padanya
bagaimana perasaanku? Aku rasa aku harus menunggu, tapi selama ini ia selalu
mengodaku, dia selalu peduli padaku, apakah artinya dia merasakan hal yang
sama? Aku tidak akan pernah tahu jika aku tidak mencoba! Aku harus mengatakan
padanya bagaimana perasaanku!”
Dia
cepat-cepat menyelesaikan urusannya di kamar mandi dan berlari ke ruang tamu,
namun Jalal tidak tampak ada di situ. Dia dengan cepat berjalan ke kamarnya dan
mengetuk. Jalal sudah bangun.
Jodha:
“Bapak Presiden, apakah saya boleh masuk?”
Jalal:
“Ya, Jodha.”
Dia
membuka pintu, dan melihat Jalal duduk di tempat tidur. Dia menggosok matanya
kuat-kuat. Dia juga tidak mengganti bajunya sebelum tidur. Setelah Jalal
kembali ke kamarnya tadi malam, ia harus menerima panggilan telepon penting.
Dia begitu lelah setelah itu, dan tidak mau repot-repot untuk mengganti bajunya
dan pergi tidur begitu saja.
Jodha:
“Selamat pagi, Bapak Presiden.”
Jalal:
“Selamat pagi, Jodha. Biarkan aku menyegarkan diriku dulu, kau tunggulah
sebentar di sini.”
Jalal
menuju ke kamar mandi, dan Jodha duduk di kursi meja rias. Dia merasa akan
meledak, ia memiliki begitu banyak hal yang ingin diberitahukan pada Jalal! Dia
ingin mencurahkan isi hatinya kepada Jalal dan mengatakan kepadanya bahwa ia
mencintainya dan itu adalah perasaan terbaik di dunia! Jalal menggosok gigi dan
keluar. Jodha memberinya senyum manis, dan Jalal duduk di tempat tidur. Jodha
bangun dari kursi yang didudukinya, dan duduk di tempat tidur. Dia menatap
Jalal dengan penuh cinta dan Jalal menatap kembali ke mata cokelatnya.
Jodha:
“Bapak Presiden, saya harus memberitahu Anda sesuatu.”
Jalal
(tersenyum): “Hmmm... katakan padaku.”
Jodha
(memegang tangannya): “Tolong jangan marah tapi ... ketika Anda meminjamkan
laptop Anda kemarin, saya tidak sengaja membuka jurnal online Anda dan ... saya
membaca semuanya.”
Jalal
(bingung): “Ya Khuda! Kau membaca semuanya! (ragu-ragu) A... A... Aku sangat
... sangat menyesal Jodha. Kebodohanku karena sudah menaruhnya di dekstop! Aku
tahu hal tersebut terlihat sangat buruk dan kau pasti benar-benar marah padaku.
Tapi aku sangat menyes...”
Jodha
meletakkan tangannya di mulutnya dan tersenyum. Jalal bingung melihat reaksinya,
ia pikir Jodha akan membencinya dan tidak mau melihatnya lagi.
Jodha:
“Tolong jangan mengatakan apa-apa! Saya tidak marah dengan Anda, Pak Presiden!
Anda hanya menulis apa yang Anda lihat dan selain itu buku harian pribadi Anda.
Merupakan kesalahan saya yang sudah membacanya, meskipun itu tidak sengaja.
Tolong maafkan saya kalau bisa. Tapi di antara semua yang terjadi, saya
menyadari sesuatu yang sangat penting. Ketika saya membaca jurnal, saya
terkejut dan tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Pikiran saya terus
berputar.”
Jalal
perlahan memindahkan tangannya dari mulutnya.
Jalal:
“Jodha, saya tidak keberatan kau sudah membaca jurnal itu. Satu-satunya
kekhawatiranku adalah ...”
Jodha:
“Bapak Presiden, tolong! Saya tidak mau mengakui bahwa ... membaca tentang
impian Anda telah membuat saya berpikir ulang tentang Anda. Saya mulai melihat
Anda tidak sebagai bos atau teman tapi sebagai laki-laki, sebagai seorang
kekasih. Namun, saya masih tidak mau menerimanya. Tapi ada sesuatu yang terjadi
semalam dan mengubah semuanya.”
Jalal:
“Lalu?”
Jodha:
“Saya kembali ke kamar saya tadi malam, dengan perasaan tidak menentu. Saya
sangat gelisah tapi akhirnya tertidur. Namun, alam bawah sadar saya ternyata
masih berpikir! Alam bawah sadar saya menunjukkan sesuatu dan membuat saya
menyadari bahwa saya menginginkan anda, Bapak Presiden! Dan saya tidak malu
untuk mengakuinya! Dan juga, meskipun selama ini anda mempunyai fantasi seperti
itu terhadap saya, tapi Anda tidak pernah mencoba sesuatu yang tak diinginkan
atau tidak pernah mencoba untuk mengambil keuntungan dari saya! Bahkan
sekarang, kita tinggal di ruangan yang sama namun Anda tidak melakukan apa-apa!
Saya sangat berterima kasih kepada Anda untuk itu.”
Jalal:
“Jodha, apakah kau baik-baik saja? Apakah semuanya baik-baik saja?”
Jodha:
“Saya menyadari bahwa saya tidak bisa melihat Anda sedih! Hal itu menghancurkan
hati saya! Saya juga tidak pernah bisa bahagia jika Anda tidak bahagia! Saya
senang melihat Anda tersenyum, itu membuat Anda terlihat damai! Ketika saya
kembali ke rumah setiap malam, saya tidak sabar untuk melihat Anda keesokan
harinya! Saya suka perhatian yang anda tunjukkan pada saya, itu membuat saya
merasa begitu istimewa! Masalahnya adalah Bapak Presiden, alam bawah sadar saya
membuat saya menyadari bahwa ...”
Jalal menempatkan
telunjuknya di bibir Jodha, “Shhh!” Perlahan-lahan Jalal menarik tangannya. Jodha
merona dan menghindari tatapannya. Jalal meletakkan tangannya di dagunya dan
membuat Jodha melihat langsung kepadanya. “Kau sudah berbicara, sekarang
giliranku untuk bicara! Kau tahu, aku bahkan tidak bisa membayangkan sedetik pun
tanpamu! Senyummu mencerahkan hidupku! Aku benar-benar marah ketika Adham
mencoba untuk menyakitimu! Aku bisa membunuhnya saat itu juga! Aku tidak bisa
melihat air mata di matamu, hal itu memberikan rasa sakit yang amat sangat
dalam hatiku! Jodha, kau adalah orang yang paling penting untukku. Aku tidak
bisa membayangkan hidupku tanpamu! (menempelkan
tangannya di pipinya) Jodha, aku mencintaimu! Aku mencintaimu lebih dari
hidupku! Dan kehidupanku tidak akan lengkap dan sempurna tanpamu!”
Jodha:
“Bapak Presiden, aku juga mencintaimu!”
Keduanya
kemudian berpelukan erat. Jalal membungkus tubuhnya dengan tangannya,
membuatnya menjadi bagian dari dirinya. Saat itu merupakan saat yang sangat
bahagia dan emosional bagi mereka berdua, mereka saling mencintai satu sama
lain! Air mata jatuh dari mata Jodha itu, JALAL
ADALAH CINTA PERTAMANYA! Mereka saling melepaskan pelukan. Jalal melihat
air mata di matanya.
Jalal
(menyeka air mata nya): “Arre, mengapa engkau menangis?”
Jodha:
“Hanya... Saya sangat takut mengatakan ini kepada Anda, Bapak Presiden dan sekarang
setelah saya mengatakan semuanya, saya tidak bisa menahan air mata saya.”
Jalal:
“Stop! Kau harus berhenti memanggilku seperti itu sekarang!”
Jodha:
“Ada apa Bapak Presiden?”
Jalal:
“Jangan memanggilku Bapak Presiden mulai sekarang! (meletakkan tangannya di pipinya) Jodha, kau adalah cintaku. Dan
Bapak Presiden terdengar sangat formal. Aku akan sangat senang jika kau
memanggilku Jalal. Jalalmu.”
Jodha
(tersenyum): “Umm ... Jalalku?”
Jalal:
“Ya, aku adalah Jalalmu!”
Jodha:
“Dan aku adalah Jodhamu!”
Jalal
tersenyum dan menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Dia memeluknya dan
menatap mata cokelatnya yang indah. Dia benar-benar cantik, sama seperti
malaikat. Jodha menatapnya dengan penuh cinta, dengan bibir yang sedikit
mengerucut. Dia menatap bibirnya dan sangat tergoda untuk menciumnya.
Jantungnya berdebar-debar, bibirnya tampak kemerahan dan segar. Dia tidak sabar
untuk mencicipi dan merasakannya. Menutup matanya, ia menggerakan wajahnya ke
depan dengan bibir yang sedikit mengerucut. Jodha terlalu lambat menutup
matanya dan Jalal menyatukan bibir mereka. Bibir Jalal terasa hangat dan
menenangkan, sama seperti yang dibayangkannya. Membuatnya merasa aman. Di sisi
lain, Jalal terkejut, bibirnya terasa lembut dan lezat.
Setelah
berciuman selama beberapa saat, Jalal menarik diri darinya, sedikit
terengah-engah. Jodha merasakan sensasi kesemutan di bibirnya, pipinya merah.
Dia tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya! Ini adalah perasaan yang baru
untuknya! Jalal memberikannya tatapan nakal, dan Jodha berpaling karena malu.
Jalal memegang bahunya dan menatap matanya.
Jalal:
“Jodha, cintaku, malaikatku dan my Hottie.”
Dia
mengatakan kata terakhir dengan nada menggoda. Jodha jelas terkejut.
Jodha
(memerah): “Jalal, yang lainnya aku mengerti. Tapi apa itu Hottie? Kau juga
memanggilku begitu kemarin.”
Jalal
memeluknya dan menariknya lebih dekat.
Jalal:
“Apakah kau ingat saat pertama kali kita bertemu?”
Jodha:
“Oh ya, bagaimana aku bisa lupa pada pesta itu!
Jalal:
“Ya, aku telah membuat julukan itu untukmu sejak saat itu. Setiap kali aku
memikirkanmu, aku memikirkanmu sebagai my Hottie.
Jodha
(terkejut): “Apakah aku terlihat seksi saat mengenakan Anarkali kurta churidar?”
Jalal:
“Yup, kau terlihat menggairahkan hari itu! aku tertarik padamu sejak saat itu!
Tapi kau menyakiti egoku dan aku memutuskan untuk membuat hidupmu seperti di
neraka. Aku berusaha sangat keras, tetapi kau selalu berhasil menyelesaikan
semua tugas yang kuberikan, membuatku sangat terkesan. Di antara semua hal
tersebut, aku tidak sadar kalau aku sudah jatuh cinta padamu! Aku benar-benar
terpukul saat kau sakit demam dan aku
bergegas pergi dari kantor untuk bertemu denganmu! Aku tidak bisa melihat kau
terluka!”
Jodha
pindah duduk di sampingnya. Jalal melingkarkan lengannya dan dia menyandarkan
kepalanya di bahunya.
Jodha:
“Jika kau menyadari bahwa kau mencintaiku jauh sebelum ini, maka mengapa kau
tidak mengatakan apa-apa?”
Jalal:
“Karena aku takut; takut jika aku mencurahkan isi hatiku kepadamu, kau akan
lari! Aku tidak ingin kehilangan persahabatan yang sudah terjalin diantara
kita! Jadi, aku menyimpan perasaanku sambil menunggu waktu yang tepat untuk
mengatakannya padamu. Dan aku pikir saat itu sudah tiba!”
Jodha:
“Oh, sekarang aku mengerti. Tapi Jalal, aku tidak bisa menyimpan hal seperti
ini dalam hatiku untuk waktu yang lama! Itulah sebabnya aku datang dan mengakui
perasaanku padamu!”
Jalal
(mencium dahinya): “Aww ... malaikatku! Kau begitu lugu!”
Tiba-tiba,
suara alarm di ponsel Jodha menyadarkan Jodha.
“Oh Tuhan! Sekarang sudah pukul 9.30! Kita harus berada di sana dalam
satu jam! Ayo bergegas! Kita harus pergi!”
Kata
9.30 berdering di telinga Jalal itu seperti alarm. Dia segera melompat dari
tempat tidur. “Oh crap! Ayo kita bergegas!”
Jalal
bergegas mandi dengan cepat dan mengenakan setelan jasnya. Dia memakai gel di
rambutnya, disemprotkan cologne favoritnya dan memakai sepatunya.
Jodha
juga mandi dengan cepat dan mengenakan rok formalnya dengan kemeja. Dia
mengenakan kajal di matanya dan memoleskan lipgloss ke bibirnya. Dia membuka
lemari dan mengeluarkan sebuah botol parfum. “Aku akan memakai parfum ini hari
ini! Aku tidak tahu kalau ternyata aromanya akan bertahan lama! Dan Jalal juga
menyukainya.” Ucap Jodha sambil menyemprotnya ke pakaian dan di lehernya.
Setelah memakai sepatu flatnya, ia pergi ke ruang tamu.
Jalal
keluar dari kamarnya dan mereka meninggalkan ruangan, saling bergandengan
tangan. Mereka duduk di taksi prabayar yang telah dipanggil. Sopir menjalankan
taksinya meninggalkan hotel. Keduanya saling memandang dan tersenyum. Jodha
menggenggam tangannya dan meletakkan kepalanya di bahunya. Jalal melakukan hal
yang sama dan mereka berdua merasa damai satu sama lain, dan sopir taksi
membawa mereka ke tujuan mereka.
To Be
Continued
FanFiction
His First Love Chapter yang lain Klik
Disini