Note: Mulai dari Chapter ini adalah versi
dari saya pribadi. Bagi yang ingin membacanya silahkan, bagi yang tidak
berminat, silahkan diabaikan. Terima kasih.
His First Love Chapter
36
Setelah acara makan malam itu, akhirnya hari
senin yang membahagiakan bagi Jodha dan Jalal tiba. Seperti biasa, Jalal selalu
menjemput Jodha dan hubungan mereka masih dirahasiakan dari publik.
Saat Jodha pergi menyerahkan laporan bulanan
departemennya kepada Jalal, Jalal menyadari ada sesuatu yang berbeda dengan
biasanya. Jalal segera berdiri dari kursinya. Dia menarik kursinya dan duduk
disamping Jodha. Dibelainya wajah kekasihnya dengan penuh cinta. “Ada apa,
honey? Apa yang mengganggu pikiranmu?” tanya Jalal. Jodha mendongakkan
kepalanya untuk menatap Jalal. Jalal terkejut saat melihat mata Jodha yang
berkaca-kaca, “Kya hua Jodha? Apa yang terjadi?”
Jodha melepaskan tangan Jalal dari pipinya, “Jalal,
maafkan aku... Aku... Aku...”
Jalal meletakkan telunjuknya di bibir Jodha, “Stttt...
Tenanglah, bicaralah pelan-pelan.”
Jodha menyeka air mata disudut matanya, “Jalal...
Kurasa aku sudah tidak melanjutkan semua ini. Aku tidak bisa menyembunyikan
semua ini lebih lama lagi. Aku sangat merasa bersalah telah membohongi Mama dan
Papa. Apalagi setelah makan malam itu, tatapan curiga Mama terus menghantuiku.
Aku benar-benar takut, Mama akan sangat marah padaku. Kurasa kau benar, aku
harus memberitahu Papa secepatnya, Papa sangat percaya padaku, dia pasti akan
kecewa padaku jika aku menyembunyikan hal ini darinya. Tapi... tapi, aku
benar-benar takut, Jalal.”
Air mata Jodha kini sudah tidak bisa
dibendung lagi. Dia menunduk dengan air mata yang semakin deras. Jalal segera
merengkuh tubuh Jodha kedalam pelukannya, “Tenanglah sayang, kita hadapi semua
ini sama-sama. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, apapun yang terjadi.”
Jodha mendongakkan kepalnya, “Tapi Jalal,
bagaimana jika Mama tidak menyetujui hubungan kita? Apakah kau benar-benar
tidak akan meninggalkanku? Aku sangat takut, Jalal... Aku tidak ingin
kehilanganmu.”
“Tenanglah sayang, ingatlah kata-kataku.”
Jalal memegang pipi Jodha dan melanjutkan ucapannya, “kau adalah cinta
pertamaku, cinta sejatiku, dan aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Sebesar
apapun rintangan yang ada didepan kita, kita akan menghadapinya bersama-sama.”
Kemudian Jalal menggenggam kedua tangan Jodha, “dan kedua tangan ini... Aku
tidak akan pernah melepaskannya... Percayalah!” Jalal pun menatap mata Jodha
lekat-lekat untuk meyakinkannya.
Jodha terharu mendengarnya, ia tak mampu lagi
untuk berkata-kata. Dia langsung menghambur ke pelukan Jalal, “Jalal... Terima
kasih.”
Jalal membelai kepala Jodha dengan tangan
kanannya, sementara tangan kirinya melingkar posesif dipinggangganya. “Tenangkan
dulu dirimu... Setelah itu baru kau temui papamu... Bawa berkas ini, dan
gunakan waktumu sebaik mungkin untuk menjelaskannya pada papamu. Aku yakin
hottieku bisa melakukannya.” Jalal mengucapkan kalimat terakhirnya dengan nada
menggoda, sehingga membuat Jodha kembali tersenyum.
Jodha melepaskan pelukannya, “Terima kasih,
Jalal... Aku selalu merasa damai setelah mengatakan semuanya padamu.”
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~
Jodha
duduk di meja kerjanya, ia memandang laporan yang seharusnya diserahkannya
kepada Bharmal yang kini ada diatas mejanya. Setelah memantapkan hatinya, Jodha
segera beranjak. Wajahnya terlihat biasa, tapi matanya memancarkan kecemasan.
Ia mulai melangkahkan kakinya keruangan wakil Presiden. Dia mengetuk pintunya
dan Bharmal yang saat itu sedang mengerjakan laporan menyuruhnya masuk.
“Papa, Pak
Presdir menyuruhku mengantarkan laporan ini padamu,” ucap Jodha sambil
menunduk.
Bharmal
menyadari ada yang aneh dengan putri kesayangannya. Dia segera menyuruh Jodha
duduk. Setelah Jodha sudah duduk dihadapannya, Bharmal mulai bertanya suatu hal
yang mengganggunya dari tadi, “Kya hua Jodha beta? Kau tidak mau cerita pada
papa? Apakah kau sudah tidak percaya papa lagi?”
Seketika
itu juga Jodha mengangkat pandangannya, “Tidak, papa... Aku selalu percaya pada
papa.”
“Jika kamu
memang percaya dengan papa, kenapa kamu tidak cerita pada papamu ini, sayang? Apakah
ada yang kamu sembunyikan dari papa, Jodha?” tanya Bharmal.
Setelah
hening beberapa saat, Jodha pun berbicara, “Papa, sebenarnya aku takut papa
marah padaku. Papa... Sebenarnya... Sebenarnya aku... Aku,” Jodha langsung
menundukkan pandangannya, dia tidak kuasa menatap mata Bharmal, “aku...
Mencintai Presdir. Aku takut papa marah padaku jika aku mengatakannya lebih
awal. Aku sangat mencintainya, pa... Aku tidak ingin kehilangannya... Dia
adalah hidupku, karena dia, aku bisa mengenal cinta... Karena dia, luka lamaku
telah terobati... Aku tidak tahu, bagaimana aku bisa hidup tanpa dirinya
disisiku.”
Bharmal
tersenyum mendengar keluh kesah putri kesayangannya, tetapi Jodha tidak
melihatnya karena dia terus menunduk. Bharmal berdiri dan menghampiri Jodha,
dibelainya rambut putrinya dengan sayang, “Jodha beta, setelah satu bulan,
akhirnya kau menceritakan kebenarannya kepada Papa.”
Jodha
terkejut dan langsung menndongakkan kepalanya untuk melihat Bharmal, “Ma...
maksud, papa? Apakah papa....”
“Iya
sayang... Tak lama sejak kepulanganmu dari Miami, papa sudah mengetahuinya. Kau
fikir siapa dirimu? Dirimu adalah putri papa, sedikit perubahan dari sikapmu,
papa sudah bisa mengetahuinya. Senyum tak pernah hilang dari wajahmu setelah
kepulanganmu dari Miami, wajahmu selalu bersinar saat akan berangkat bekerja
dan pulang kerja. Dan saat itu, tanpa sengaja papa melihatmu berciuman dengan
Presdir didepan pintu gerbang.” Jodha membelalakkan matanya, dia ingin
mengatakan sesuatu tapi dicegah oleh Bharmal. “Diamlah dulu, Jodha. Biarkan
papa melanjutkan ucapan papa dulu. Papa sangat marah padamu setelah itu, kau
menyembunyikan hal ini dari kami. Bukankah kau sudah berjanji tidak akan menyembunyikan apapun dari kami? Tapi mengapa
kau tidak menceritakan hal sebesar ini kepada keluargamu? Namun kemarahan papa
sudah menghilang saat makan malam itu. Saat kau duduk berdampingan dengan
Presdir, kalian terlihat ilahi dan sempurna. Papa tahu bahwa kebahagiaanmu ada
bersamanya, begitu juga sebaliknya. Dan sejak saat itu, papa selalu menunggu
putri kesayangan papa ini mau jujur kepadakeluarganya.”
Jodha
langsung berdiri dan memeluk Bharmal. Untuk sesaat dia tidak mampu
berkata-kata. Dia begitu terharu dan bahagia dengan perhatian papanya,
sekaligus dia juga merasa bersalah karena menyembunyikan hubungannya dengan
Jalal dalam waktu yang tidak singkat. Setelah dirasa dirinya tenang, dia
melepaskan pelukannya. “Papa... terima kasih... dan maafkan aku. Aku
benar-benar menyesal, papa. Tapi bagaimana dengan mama, aku takut mama akan
marah padaku dan memaksa kami berpisah. Banyak perbedaan diantara kami, dan
karena alasan itulah aku merasakan hubungan ini dan menunggu waktu yang tepat
untuk menceritakannya. Aku sadar papa, kalian pasti akan marah dan kecewa
padaku jika kalian mengetahuinya.
Maafkan aku, papa.” Jodha kembali meneteskan air matanya.
“Sudahlah
sayang... tenanglah, nanti kita jelaskan kepada mamamu bersama-sama. Ayo,
sekarang kembalilah bekerja, meskipun presdir adalah kekasihmu, tetapi
ingatlah, kita harus bertanggung jawab dengan pekerjaan kita.”
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~
Setengah
hari telah berlalu, kini sudah waktunya jam makan siang. Jodha teringat bahwa
dia lupa tidak membawa bekal makan siangnya. Tak lama kemudian, Rukaiyya
menghampirinya dan mengatakan ada seseorang yang menunggunya di lobi. Jodha
bingung, “Siapa yang ingin menemuiku, Ruqs?” Rukaiya hanya mengedikkan bahunya,
tanda dia tidak tahu.
Tanpa
membuang waktu, Jodha berjalan menuju lobi sementara Rukaiyya menemui Salima di
meja kerjanya untuk makan siang. “Kira-kira
siapa pria itu? Kenapa dia sampai membawakan makan siang untuk Jodha?
Apakah dia adiknya?Ahhh... tidak
mungkin, kalau adiknya, pasti dia lebih muda dari Jodha, tapi sepertinya dia
seumuran denganku. Ish.. lebih baik kutanyakan saja pada Jodha nanti,” ucap
Ruks dalam hati sambil berjalan menuju meja kerja Salima, dimana Salima sudah
menunggunya.
Jodha
membelakakkan matanya saat melihat siapa pria dihadapannya, “Surya???”
Mendengar
namanya disebut, Surya langsung bebalik. Dia tersenyum menatap Jodha, “Jodha...
aku kesini membawakan makan siangmu. Tadi bibi Meina memintaku untuk
mengantarkan ini untukmu. Dia juga membawakan makanan lebih, dia memintaku
untuk menemanimu makan siang sekalian.”
Jodha
mendelik kesal, ingin rasanya dia mencaci Surya, tapi dia ingat dimana mereka
berada saat ini dan akhirnya dia hanya bisa mengumpat dalam hati.
Tiba-tiba
Jalal hadir diantara mereka dan ketika Jalal melihat wajah Jodha yang tegang,
Jalal bertanya kepada Jodha, “kya hua, Jodha? Apakah kamu baik-baik saja?” Lalu
Jalal melirik Surya dan bertanya lagi ke Jodha, “Siapa dia, Jodha? Apakah dia
saudaramu?”
Jodha benar-benar
merasa terselamatkan dengan kehadiran Jalal. Tapi belum sempat dia menjawab
pertanyaan Jalal, Surya sudah lebih dulu mendahuluinya, “Iya... tadi bekal
makan siang Jodha tertinggal di rumah, jadi saya mengantarkannya atas
permintaan dari Ibunya Jodha. Sekalian kami ingin makan siang bersama. Oh iya
sampai lupa, perkenalkan, aku Surya,” ucap Surya sambil mengulurkan tangannya
untuk mengajak Jalal bersalaman.
Jalal
terkejut mendengarnya, dia masih ingat dengan nama itu, “Jadi, dia adalah mantan kekasih Jodha,” ucap Jalal dalam hati. Tapi
Jalal berusaha menutupi keterkejutannya. Ia menyambut uluran tangan Surya, “Jalal,
aku Presdir di perusahaan ini. Oh... begitu rupaya. Apakah aku boleh bergabung
dengan kalian? Sekalian aku juga mau makan siang dan orang yang biasa
menemaniku makan siang tidak bisa menemaiku hari ini,” Jalal mengucapkan
kalimat terakhirnya sambil melirik Jodha.
Kini
suasana menjadi tegang. Kedua pria tersebut saling menatap tajam. Jodha melirik
sekilas dua orang dihadapannya ini. Ia mulai angkat bicara untuk meredakan
suasan. “Baiklah, Pak Presdir. Anda boleh ikut makan siang bersama kami. Lebih
baik kita segera pergi ke kantin saja, jam makan siang sudah hampir selesai.”
“Baiklah,
Jodha,” ucap Jalal dan Surya serempak. Senyum yang semula di tujukan kepada
Jodha, kini berubah menjadi tatapan permusuhan diantara Jalal dan Surya. Jodha
hanya menghela nafas kemudian melangkah mendahului mereka berdua.
Sesampainya
di kantin kantor, suasanya masih tegang, karena mereka berdua yang berebut
ingin duduk disebelah Jodha, dan pada akhirnya Jodha harus rela duduk diantara
kedua pria tersebut. Acara makan siang yang biasanya Jodha nikmati dengan
suasana romantis bersama Jalal, kini menjadi makan siang yang menegangkan dan
menyebalkan baginya. Karena kedua pria itu sama-sama ingin mencari perhatian
dari Jodha.
Surya: “Jodha,
kau mau minum apa?”
Jalal: “Jodha,
biar aku ambilkan kau minum Orange juice. Bukankah kau menyukainya?”
Jodha: “Terima
kasih, Pak Presiden.”
Surya: “Wah,
Jodha. Ternyata kau masih menyukai minuman favoritku.”
Jalal
langsung menatap tajam pada Jodha dan Surya bergantian, “Apa? Jadi itu adalah minuman favorit Surya? Jodha, apakah kau masih
tidak bisa melupakannya? Tidak, itu tidak mungkin, Jodha hanya milikku,
dia hottieku. Tidak boleh ada seorang
pun yang merebutnya dariku, termasuk Surya,” ucap Jalal dalam hati.
Kemudian Jalal memanggil waithers dan memintanya untuk mengambil 2 orange juice dan 1 mochacino.
Tak lama
kemudian, pesanan mereka datang. Tapi perlombaan untuk merebut perhatian Jodha
diantara Jalal dan Surya masih belum
berakhir. Jodha sudah tidak tahan lagi dengan kondisi ini, “Bisakah kita makan
dengan tenang?!” ucap Jodha sedikit meninggikan nada suaranya. Dan itu sudah
cukup untuk membuat kedua pria itu berhenti.
Hingga
akhir, makan siang itu berlangsung dengan hening, setiap ada yang mau angkat
bicara, Jodha langsung memperlihatnya tatapan sengitnya dan tak seorang pun bicara diantara
mereka. Jam istirahat makan siang pun berakhir dan Jodha harus kembali melanjutkan
pekerjaannya.
“Baiklah,
jam makan siangku sudah berakhir, Surya. Aku mau kembali bekerja. Oh iya,
terima kasih karena kau telah mengantarkan makan siangku,” tutur Jodha. “dan terima kasih karena sudah menghancurkan
makan siangku,” lanjut Jodha dalam hati.
Namun
Surya tidak memperdulikan tatapan Jodha yang menusuk ke ulu hatinya, “Sama-sama
Jodha. Apakah nanti kau mau ku jemput?”
Jalal
benar-benar geram mendengar ucapan Surya, ingin rasanya dia memberi pelajaran
kepada orang yang sudah menyakiti Jodha. Tapi dia menahan dirinya saat tanpa diketahui
oleh Surya, Jodha memegang tangan Jalal untuk meredamkan emosinya. “Tidak
perlu, Surya. Aku akan pulang bersama papa. Aku harus kembali bekerja, lebih
baik kau pulang saja,” ucap Jodha dengan senyum dipaksakan.
“Baiklah
Jodha, sampai jumpa di rumah nanti malam,” ucap Surya disertai senyuman.
“Apa
maksudmu?” tanya Jodha sedikit terkejut.
“Bibi
Maina mengundangku makan malam dirumahmu malam ini,” kata Surya santai. Dia
melirik Jalal yang kesal karena ucapannya dan dia sangat menikmati hal itu. **Rasanya kepingin jitak
kepala Surya. Padahal saya sendiri yang buat... hehehe**
Jodha
sebenarnya ingin sekali membalas ucapan
Surya, tapi dia sekuat tenaga mengendalikan emosinya. “Oh... baiklah
Surya, aku sudah terlambat. Aku mau melanjutkan kerjaku dulu. Maaf, Pak
Presiden, permisi.”
Dan kini
tinggallah Surya dan Jalal disana. Jalal sudah jengah berlama-lama dengan
Surya, “Baiklah Surya, aku juga harus kembali bekerja, banyak file yang harus
segera kutandatangani. Senang bisa bertemu denganmu.” Setelah mengatakan hal
itu, Jalal meninggalkan Surya seorang diri.
“Tunggulah Jodha, aku pasti akan
mendapatkanmu kembali,”
Surya menyeringai licik kemudian pergi meninggalkan kantor tersebut.
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~
Keluarga
Bharmal kini sudah berkumpul di ruang tamu sambil menantikan jam makan malam,
beserta dengan Surya tentunya. Percakapan yang terjadi diantara mereka, tidak
senyaman saat adanya Jalal disana. Suara yang ada hanya keluar dari bibir Maina
dan Surya, yang lain memilih diam dan merasa jenuh dengan hal itu. Sementara
Jodha memilih menyibukkan diri di dapur untuk menyiapkan hidangan makan malam.
Tiba-tiba bel pintu rumah Jodha berbunyi, Jodha keluar dari dapur dan hendak
membukakan pintunya, tetapi Bharmal sudah lebih dulu beranjak dari kursinya.
Semua
orang terkejut melihat siapa yang ada dibalik pintu kecuali Bharmal. Bharmal
menyambutnya dengan senyuman, “Selamat datang Presdir, mari silahkan masuk.”
“Selamat
malam tuan Bharmal, terima kasih untuk undangan anda. Maaf, saya terlambat,
tadi lalu lintas sedikit macet,” balas Jalal disertai senyuman yang tulus.
Sujamal
dan Jodha juga menyambut Jalal dengan senyuman, namun Surya dan Mainavati
tampak kecewa dengan kehadiran Jalal.
“Apa ini? Mengapa Presdir kesini? Padahal aku
berencana ingin membahas pernikahan Jodha dengan Surya. Tapi rencanaku tetap
harus berjalan, Jodha harus segera menikah,” ucap Mainavati dalam hati.
To Be
Continued
FanFiction
His First Love Chapter yang lain Klik
Disini