Jalal:
“Jodha!”
Jodha
(berbalik): “Iya?”
Jalal
menghampirinya kemudian menundukkan wajah dekat telinganya.
Jalal
(berbisik): “Kau belum pernah terlihat secantik ini sebelumnya. Aku tidak tahu
apa yang terjadi.... tapi aku kehabisan kata-kata hari ini.”
Jalal
menurunkan wajahnya hingga berhasil mencium pipi Jodha. Sungguh saat yang tak
terlupakan, membuat Jodha tersipu. Kembali menegakkan tubuhnya namun tetap
tidak mengalihkan matanya, Jalal merasa bahwa mata Jodha memancarkan senyum
seperti bibirnya. Jodha meletakkan tangan di siku Jalal dan mereka siap pergi
makan malam.
Sepanjang
malam itu, pandangan mereka tidak beralih satu sama lain. Penerangan yang
remang, lilin berkerlip dengan indahnya, membuat Jalal terlihat sangat tampan.
Bentuk tubuhnya sempurna, dan Jodha sangat mengaguminya. Pakaian yang
dikenakannya sangat berkelas membuat Jodha harus mengakui bahwa
kepribadian Jalal sempurna.
Setelah
membayar tagihan, tanpa membuang waktu Jalal langsung merangkul pinggang Jodha
dan menuntunnya menuju lift. Selama itu pula, Jalal merasa posesif terhadap
Jodha. Karena Jodha terlihat sangat menawan malam itu, Jalal memergoki beberapa
pria di restoran meliriknya. Hal itu membuatnya cemburu, hanya dia yang punya
hak untuk itu! Jodha menikmati segala perhatian itu, membuatnya merasa sangat
berarti untuk Jalal. Begitu masuk ke lift, pintu lift pun menutup. Karena hanya
berdua, Jodha merasa inilah kesempatannya.
Jodha:
“Jalal?”
Jalal:
“Ummm..”
Jalal
mengedarkan pandangan ke sekelilingnya dan tiba-tiba Jodha mencium ringan
bibirnya. Jalal tercengang, tapi sebenarnya dia juga menikmatinya. Perlahan
Jodha menarik diri menjauh, tepat pada saat pintu lift membuka. Mereka
melangkah keluar, Jodha tersipu dan Jalal juga menyunggingkan senyum di
wajahnya. Begitu sampai ruangan mereka, Jodha langsung melesat ke kamarnya.
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~
Siang
telah menjelang, sinar matahari menyelinap dari balik tirai memaksa Jalal untuk
membuka mata. Jalal turun dari tempat tidur dan berniat ingin memberi kejutan
sarapan yang lezat untuk Jodha.
Jalal
segera menuju ke dapur dan menyibukkan dirinya, Jodha yang baru bangun merasa
bingung, Jodha turun dari tempat tidur untuk menggosok giginya. Setelah
memercikkan air ke wajahnya, dia keluar dari kamarnya dan terkejut melihat meja
yang sudah tertata di depannya. Disana Jalal duduk, menunggu reaksinya.
Mendekati meja, Jodha tersenyum lebar pada Jalal. Jodha menarik kursi dan duduk
di samping Jalal. Berbagai macam hidangan telah siap di atas meja, dan Jodha
sangat terkesan atas usaha Jalal mempersiapkan semuanya.
Jodha:
“Kau...yang menyiapkan semuanya?”
Jalal:
“Iya sayang. Aku ingin memberimu kejutan.”
Jodha: “Oh
Jalal! Kau sangat baik!”
Jodha
memiringkan tubuhnya untuk memeluk erat Jalal. Dan Jalal juga melingkarkan
tangan ke tubuh Jodha, semakin mendekatkan tubuh mereka. Jalal menyadari mereka
harus segera makan karena mereka juga harus memutuskan apa yang akan mereka
lakukan hari ini.
Jodha
(meletakkan sandwich di piringnya): “Aku tidak tahu, menurutmu apa?”
Jalal:
“Menurutku kita bisa pergi ke pantai hari ini. Seperti kau tahu, penerbangan
kita pada malam harinya.”
Jodha:
“Iya betul. Kita bisa duduk-duduk saja atau bahkan berenang!”
Jalal:
“Ya, kita bisa melakukannya. Ayo pergi setelah sarapan.”
Setelah
menghabiskan sarapannya, keduanya masuk ke kamar masing-masing untuk bersiap.
Jodha mengenakan celana pendek dan kaos di atas baju renangnya. Dia memasukkan
losion tabir surya ke dalam tasnya dan memakai sandal bertali.
Di lain
pihak, Jalal mengenakan celana selutut dipadu kaos katun tipis. Memakai kaca
mata hitamnya dan sandal terbuka. Setelah bercermin sebentar, dia keluar dari
kamarnya. Dia mengetuk pintu kamar Jodha.
Jalal:
“Jodha, sudah siap?”
Jodha:
“Iya, sebentar lagi!”
Jalal
mendengar gagang pintu diputar dan Jodha muncul, membawa sebuah tas. Kacamata
hitamnya bertengger di atas kepalanya. Jalal terpana memandangnya, tidak peduli
seberapa sering Jalal melihatnya, Jodha selalu terlihat cantik. Jodha tersenyum
tipis padanya.
Jodha:
“Jadi... bagaimana penampilanku?”
Secepat
kilat Jalal melingkari pinggang Jodha dan menariknya mendekat. Jodha terhempas
ke dada bidangnya. Dia bisa merasakan hembusan napas Jalal di wajahnya, dan
mata mereka saling mengunci. Jalal memandangnya dengan penuh perasaan. Dia
mendekatkan wajahnya hingga hanya tersisa beberapa inci saja.
Jalal:
“Kau terlihat menggairahkan dan cantik, selalu. Tapi baru kali ini aku
melihatmu berpakaian mini, dan harus kuakui, kakimu sangat seksi!”
Jodha
(merona): “Umm... ummm... Kita pergi?”
Jalal:
“Ya, tentu saja.”
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~
Jodha
menjejakkan kakinya di hangatnya pasir pantai, dan Jalal berjalan tak jauh
darinya. Jodha sangat gembira bisa kesana lagi. Matahari bersinar sangat cerah
di atas kepala jadi dia memakai kacamata hitamnya. Berjalan menyusuri pantai,
mendengar suara hempasan air laut di sepanjang pantai serta hembusan angin
sejuk membuatnya merasa nyaman. Jalal memandang dan mengagumi Jodha, sambil
berpikir bagaimana bisa Jodha terlihat sangat lugu dan pintar pada saat yang
sama. Saat Jodha melihat ada sebuah bayangan, ternyata Jalal yang mendekatinya.
Dari sudut matanya, jodha melihat sebuah tempat teduh yang terlindungi pohon
palm. Jodha menarik tangan Jalal, menuju tempat yang dilihtnya itu.
Jodha
menarik napas lega. Pantai itu cukup ramai, dan mereka berusaha mencari tempat
terbaik. Jodha menghamparkan tikar dan meminta Jalal untuk duduk, sedang dia
melanjutkan mencari sesuatu.
Jalal:
“Apa yang kau cari?”
Jodha mengorek
isi tasnya, “Uff! Dimana tabir suryaku!”
Beberapa
saat mencari, akhirnya dia menemukannya. Kemudian Jodha mengaplikasikan losion
ke telapak tangannya dan mulai mengoleskannya pada kaki dan tangannya. Dia menawarkan
losion juga pada Jalal. Jalal terkejut, “Hei, apa yang kau lakukan!”
Jodha
membuka kaosnya dan menaruhnya di samping. Dia mengenakan baju renang yang sama
dengan saat itu, dia berbalik hingga Jalal menatap punggungnya.
Jodha:
“Oleskan sedikit ke punggungku.”
Jalal
terpana dengan permintaan itu. Dia bingung bagaimana harus bereaksi dan
menuruti permintaannya. Dia mengeluarkan lotion di telapak tangannya dan
mengoleskannya ke punggung Jodha. Jalal menggerakkan tangannya naik dan turun,
dia belum pernah menyentuh punggung Jodha dan rasanya luar biasa. Kulit Jodha
terasa sangat halus.
Jalal
masih menggosok punggungnya dan Jodha menikmati sentuhan tangannya, yang
memberikan sensasi dalam berbagai rasa. Lotion yang sejuk di telapak yang
hangat adalah perpaduan sempurna, tanpa menyebutkan efek bagi dirinya. Jodha
hampir menyuarakan desahan, ketika Jalal menarik tangannya. Dia kecewa, tapi
menahannya. Setelah menenangkan dirinya, Jodha berbaring di atas tikar dan
menutup matanya. Angin dingin yang berhembus juga telah membuat Jalal rileks,
membaringkan diri di sampingnya, Jalal juga memejamkan matanya.
Jodha
(dengan mata tertutup): “Jalal, boleh aku bertanya sesuatu?”
Jalal
memeluknya dengan mata masih terpejam, “Iya, katakanlah...”
Jodha:
“Kau ingat saat aku datang ke perusahaanmu untuk wawancara, aku memakimu karena
menggagalkan wawancaraku sebelumnya. Apa kau sungguh melakukannya?”
Jalal
(terkejut): “Hmm... Kenapa kau tiba-tiba menanyakannya?”
Jodha:
“Jujurlah.”
Jalal:
“Begini, aku baru saja berhasil membuatmu dipecat. Dan aku puas telah membalas
dendam. Aku benar-benar tidak mengira bahwa kau juga ditolak saat wawancara
sebelumnya. Aku mempekerjakanmu, hanya karena kau cantik. Tapi tuduhanmu
membuatku lebih marah dan aku ingin semakin menyulitkanmu.”
Jodha:
“Oh, jadi akhirnya kita bisa bersama karena...”
Jalal:
“Takdir. Bahkan takdir ingin kita bersatu. Begitu kau dipecat dan aku
mempekerjakanmu, sebenarnya kita...”
Jodha:
“Jatuh cinta!”
Mereka
tetap berbaring beberapa lama, dan akhirnya memutuskan sudah saatnya kembali ke
hotel. Keduanya segera merapikan barang bawaannya dan berlalu dari sana.
Sesaat
setelah sampai, Jodha langsung menuju kamar mandi. Dia ingin mandi dan berbenah
untuk terakhir kalinya. Bagaimanapun, Jalal masih ingin menggodanya.
Mengendap-endap ke dekat kamar mandi, Jalal mengetuknya.
Jodha:
“Ya!”
Jalal:
“Jodha, kran di kamar mandiku macet. Bolehkah aku masuk dan mandi di situ?”
Jodha:
“Tentu, setelah aku selesai mandi.”
Jalal:
“Sayang, maksudku aku ingin masuk sekarang dan madi bersamamu!”
Jodha
tergagap mendengar saran itu! Dia merasa sangat gugup dan mulai merona, “Ap.. apa!
Kau ingin masuk saat aku mandi?”
Jalal:
“Ya!”
Jodha:
“Tapi... tapi Jalal, aku masih..sangat malu dan...”
Jalal:
“Astaga Jodha! Tidakkah kau ingin aku melihat dan mencium seluruh tubuhmu
seperti dalam mimpimu?”
Jodha:
“Tapi... tapi itu hanya mimpi! Dan..dan jika ibuku tahu, itu tidak baik!”
Jalal:
“Tapi Jodha, bagaimana ibumu bisa tahu? Kita tidak sedang di rumahmu bahkan
kita ada di luar negeri. Biarkan aku masuk dan...”
Jodha:
“Jangan, Jalal, kumohon! Aku malu...”
Jalal:
“Jodha, aku hanya bercanda! Kau sangat lugu! Aku akan membersihkan diriku.”
Jodha
(sedikit terganggu): “Kenapa kau lakukan itu? Kau tahu aku selalu menganggapnya
serius!”
Jalal:
“Itu karena aku suka menggodamu, kekasihku!”
Jalal
keluar dari sana, sedang Jodha bersyukur karena Jalal tidak melihat wajahnya
saat itu. Dia benar-benar memerah, bahkan membayangkan Jalal melihat seluruh
tubuhnya tanpa busana telah membuat kupu-kupu di perutnya menari. Usai mandi,
Jodha memakai piyama. Rambutnya masih basah dan dililit dengan handuk. Dia
mengenakan bajunya, berbaring dan jatuh tertidur. Mereka berdua masih memiliki
sepanjang malam untuk dihabiskan bersama.
Mereka
menikmati secangkir teh sebelum membereskan bawaan mereka. Begitu selesai,
waktu sudah menunjukkan jam 7 malam. Keduanya segera bersiap, Jodha mengenakan
jeans dan kaos serta sepatu, di lain pihak Jalal mengenakan celana panjang dan
baju berpotongan rapi. Jodha memeriksa kamarnya memastikan tidak ada yang
terlewat. Terlihat semua sudah pada tempatnya, dia menarik kopernya keluar
kamar, dan Jalal sudah menunggunya di sofa.
Jodha
(terkejut): “Jalal! Cepat sekali kau selesai!”
Jalal:
“Yup, ini bukan hal baru untukku karena aku sering bepergian dalam bisnisku.
Lagipula, aku sudah merapikan sebagian kemarin.”
Jodha: “Oh
oke. Kau ingin makan sesuatu?”
Jalal:
“Iya.”
Jodha:
“Baiklah.”
Saat itu
jam 9 malam, waktunya bagi mereka untuk pergi. Jalal mulai mengangkat kopernya
ke pintu masuk dan Jodha memeriksa ruangan sekali lagi, tempat ini sangat
spesial baginya. Jodha akan selalu mengingatnya, disinilah mereka saling
mengungkapkan cinta dan berbagi kenangan indah lainnya. Disinilah, dia merasa
menemukan dirinya kembali.
Jalal:
“Kita pergi?”
Jodha:
“Ayo...”
Setelah
memasukkan koper ke bagasi taxi, kendaraan itupun melaju pergi. Saat taxi mulai
bergerak, Jodha menoleh ke belakang hingga hotel itu sudah hilang dari
pandangannya. Dia akan selalu mengingat perjalanan ini sepanjang hidupnya.
Semuanya telah berubah, dia jatuh cinta dan Jalal bersamanya, di sampingnya.
Dia menyimpan jutaan kenangan indah, ciuman pertamanya dan awal hubungannya
bersama Jalal. Tak terasa sebutir air mata bergulir di pipinya.
Jalal:
“Ada apa, Jodha?”
Jodha
(mengusap matanya): “Bukan apa-apa. Hanya saja perjalanan ini sangat bermakna
untukku, aku menemukan cintamu!”
Jalal
(tersenyum): “Perjalanan ini adalah awal mula kebersamaan kita. Dan akan selalu
tertanam dalam hatiku.”
Jodha
menyandarkan kepala di lengannya dan Jalal merengkuhnya.
Jodha:
“Jalal, kau tidak akan meninggalkanku, kan?”
Jalal:
“Jodha! Aku tidak akan pernah meninggalkanmu! Tidak akan ada yang bisa
memisahkan kita!”
Jodha
(tersenyum): “Baguslah, kalau kau melakukannya, aku akan membunuhmu.”
Jalal:
“Astaga. Aku sangat mencintaimu. Jangan pernah berpikir seperti itu lagi”
Jodha
tersenyum dan menempelkan tangannya ke dada Jalal, dia bisa merasakan detak
jantungnya. Terasa hangat dan nyaman. Dia tidak ingin melepasnya, dan berharap
bahwa waktu akan berhenti agar dia bisa menyimpan kenangan ini.
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~
Mereka
duduk berdekatan, dengan lengan saling mengait, ketika terdengar pengumuman
bahwa peasawat mereka siap lepas landas. Mereka pun mengencangkan sabuk
pengaman, dan pesawatnya mulai terbang.
Jalal:
“Jadi kau senang akhirnya pulang?”
Jodha:
“Umm... iya sih.”
Jalal:
“Kenapa?”
Jodha:
“Kita tidak akan bisa berduaan lagi seperti ini! Kita hanya bisa bertemu di
kantor.”
Jalal
(mengernyit): “Kita bisa mengusahakannya.”
Jodha:
“Caranya?”
Jalal:
“Aku akan memiikirkannya. Kau tenang saja. Kira-kira kita akan tiba di Newark 3
jam lagi.”
Setelah
makan malam, mereka tertidur. Setelah mendarat di Newark, mereka akan transit
pesawat yang akan menerbangkan mereka ke Mumbai. Mereka mengumpulkan koper
mereka dan duduk di ruang tunggu penumpang, berusaha memejamkan mata ketika
mendengar pemberitahuan, “Mohon perhatian
kepada semua penumpang. Penerbangan United Airlines UA48 tujuan Mumbai ditunda
karena ada masalah teknis. Semua penumpang harap check-in setelah ada
pemberitahuan selanjutnya. Terima kasih.”
Jodha: “Ya
Tuhan! Berapa lama lagi kita tertahan disini?”
Jalal:
“Bersabarlah. Jadi kita punya waktu berduaan lagi kan.”
Jodha
(tersenyum): “Iya, baiklah.”
Jodha
memeluk erat lengan Jalal dan terlelap lagi. Beberapa jam berlalu. Jalal bangun
dan hendak ke toilet, ketika terdengar pemberitahuan check in. Selesai
check-in, melewati prosedur keamanan dan imigrasi, merekapun menuju pesawat.
Segera, pesawat lepas landas menerbangkan mereka menuju Mumbai.
Akhirnya
pesawat mendarat di Mumbai setelah penerbangan selama 15 jam. Jodha tertidur
sepanjang penerbangan, hanya bangun saat sarapan, sedangkan Jalal kadang
tertidur dan kadang memeriksa laporan perusahaannya.
Keluar
dari pesawat, melewati prosedur imigrasi hingga mereka menuju ke antrian
bagasi. Jalal sedang mencari troli ketika ponsel Jodha berdering.
Jodha:
“Halo, Ibu.”
Mainavati:
“Iya Jodha. Kami menunggu di pintu keluar terminal kedatangan. Berapa lama lagi
kau keluar?”
Jodha: “Aku
baru mengurus koperku dan Jal...”
Dia hampir
saja menggigit lidahnya, tidak mungkin dia memanggil Jalal seperti itu di depan
ibunya.
Mainavati:
“Ada apa, nak?”
Jodha:
“Umm..tidak ada! Aku sudah mengambil koperku tapi Pak Presiden belum. Kami akan
keluar bersama sebentar lagi.”
Jodha
menutup ponselnya dan menarik napas lega. Jalal datang membawa troli.
Jodha
(pada dirinya sendiri): “Aku harus lebih
hati-hati! Aku hampir kelepasan bicara. Ayah dan ibu tidak boleh tahu soal
Jalal dan aku untuk saat ini. Aku akan berterus terang jika saatnya sudah tepat.”
Jalal:
“Kau sedang memikirkan apa?”
Jodha
(berbisik): “Ummm...tidak! Hanya menunggu dijemput ayah dan ibuku.”
Jalal:
“Ah! Itu dia koperku!”
Mereka
berjalan ke arah pintu keluar dengan bawaan mereka. Keluarga Jodha melihatnya
dan mereka menyambutnya. Mainavati menariknya ke dalam pelukannya.
Mainavati:
“Jodha, anakku! Bagaimana kabarmu?”
Jodha:
“Aku baik saja, Ibu.”
Keluarga
Jodha menanyakan tentang kesehatannya, Jalal hanya melihatnya dengan tersenyum.
Bharmal menghampirinya, tersenyum dan berterima kasih karena sudah menjaga
putrinya.
Jalal:
“Tidak perlu berterima kasih, Tuan Bharmal! Tanggung jawabku untuk menjaganya.
Aku berharap perjalanan ini bermanfaat untuknya.”
Jodha
tersenyum lebar, dan Bharmal menyarankan mereka untuk segera berlalu. Dia
berterima kasih pada Jalal sekali lagi dan mereka pun pergi dari sana.
Sementara
itu, mobil yang menjemput Jalal juga tiba dan segera berlalu pergi. Cepat-cepat
Jalal mengirimnya pesan:
“Aku harap kau menikmati waktu yang kita habiskan
bersama, kekasihku.”
Dia
mengirimnya dan segera mendapat balasan dari Jodha
“Pasti, dan aku juga berharap bisa pergi
berdua lagi denganmu.”
Jalal
tersenyum membaca balasannya.
“Beristirahatlah. Kita akan bertemu lagi hari
Senin.”
Senyuman
lebar tampak di wajah jodha membuat penasaran kelurganya tentang perjalanan
bisnisnya. Mereka menuntut Jodha menceritakan semuanya, tapi tidak akan. Paling
tidak, dia tidak akan menceritakan bagian dia tidur di kamar Jalal dan hubungan
romantis mereka.
Sujamal:
“Kak, bagaimana Miami? Apa kau membeli oleh-oleh untuk kami?”
Mainavati:
“Nak, biarkan dia beristirahat. Dia baru saja sampai setelah penerbangan
panjang dan melelahkan. Kau bisa bertanya apapun lagi nanti.”
Jodha
menghidupkan ponselnya dan mengirim pesan pada Salima dan Ruqaiyya,
“Teman-teman, ayo kita ketemuan besok. Aku
punya berita penting untuk kalian”
Kedua
temannya membalas, bertanya hal apa yang ingin diceritakannya.
“Apa besok siang tidak masalah?”
Mereka
menjawab waktunya pas.
Sesampainya
di rumah, Jodha mengganti bajunya dan mengirim pesan pada Jalal:
“Selamat malam, aku mencintaimu.”
Jodha
menunggu balasannya hingga hampir tertidur. Jalal yang baru melihat pesan di
ponselnya menjawab:
“Selamat malam sayang. Aku lebih mencintaimu”
Saat
bangun pada keesokan harinya, Jodha segera mandi dan berdoa pada Kanha,
bersyukur padanya karena menghadirkan Jalal dalam hidupnya. Dia memohon
perlindunganNya untuk Jalal, dan kelangsungan hubungan mereka.
Jodha
keluar rumah pada siang harinya menuju ke Barista, tempat yang biasa dikunjungi
para karyawan di dekat kantornya. Setelah mendapatkan tempat duduk, dia
menunggu kedatangan kedua temannya. Salima yang pertama datang, langsung
memeluknya, diikuti Ruqaiyya. Mereka duduk semeja dengan senyum lebar menghiasi
wajah ketiganya. Mereka membicarakan perjalanannya, dan memintanya untuk
bercerita sedetail mungkin.
Ruqaiyya:
“Jodha, tolong katakan apa Berita Pentingnya.”
Salima: “Iya,
Apa ada hubungannya dengan perjalananmu?”
Jodha:
“Ya, begitulah.”
Ruqaiyya:
“Ayo ceritakan!”
Jodha
memperhatikan wajah penasaran mereka dan mempersiapkan diri berterus terang.
Jodha:
“Begini, Jalal dan aku sekarang pacaran!”
To Be
Continued
Precap:
Jodha
masuk kerja. Jalal dan Jodha berusaha mencuri waktu berduaan.
FanFiction
His First Love Chapter yang lain Klik
Disini