“Permulaan baru”
Jalal mengecek waktu di jam tangannya
sekali lagi. Saat itu hampir jam 3 sore, harusnya agenda acaranya ditutup lebih
awal. Dia merasa sangat lelah dan tangannya yang lain bergenggaman dengan
Jodha. Mereka berdua duduk bersebelahan, namun sepertinya pembicara di podium
tidak menunjukkan tanda-tanda mengakhiri pidatonya. Keduanya terlihat bahagia
dan bersinar, terutama Jodha. Senyum tidak pernah lepas dari wajahnya, ciuman
pertama dan pelukannya dengan Jalal telah membuatnya berbunga-bunga. Dia ingin
berada di dalam kehangatan dekapannya lagi, sepertinya hal itu berhasil menghapuskan
semua kegundahannya. Dia berusaha berkonsentrasi, di sela-sela waktu dia
melirik pria tampan tepat di sebelahnya, yang sepertinya juga merasakan hal
yang sama. Seakan-akan sang pria akan langsung meninggalkan tempat itu dan
bergegas menuju hotel hanya untuk bersamanya, menghabiskan sisa malam itu
sebelum mereka pulang besok. Jalal menatap bibir ranumnya, ingin sekali dia
mencium bibir itu lagi.
Akhirnya, sesuai harapan mereka, pidato
itupun berakhir. Keduanya menarik napas lega, dan seketika bangkit dari duduk
mereka. Jalal menyelesaikan beberapa formalitas, sementara Jodha menunggu di
lobi. Dia mengedarkan pandangan mencari Jalal, dan disanalah dia, datang
menghampiri dengan senyun lebar di wajahnya. Jodha berdiri, tampak senyum di
wajahnya yang bahkan jauh lebih lebar. Begitu sudah dekat, Jalal langsung
memeluk Jodha, menuntun kepala Jodha, direbahkan di dadanya. Setelah itu mereka
saling memandang, tangan Jalal masih memeluknya dan Jodha memandang ke dalam
mata Jalal.
Jalal: “Haruskah kita pergi sekarang?”
Jodha (tersenyum): “Iya”
Mereka melangkah keluar, sudah ada taxi
yang menunggu mereka. Keduanya masuk dan duduk dengan nyaman. Dia memerintahkan
sopir segera jalan, dan Jodha kembali merebahkan kepala di lengan Jalal, tangan
mereka saling mengait.
Jalal: “Apa yang ingin kau lakukan malam
ini, Jodha?”
Jodha: “Ummm... Aku tidak tahu. Seharusnya
kita kan harus merapikan pakaian?”
Jalal: “Oh yah, tapi kurasa hal itu tidak
butuh waktu lama. Apalagi penerbangan kita di atas jam 1 siang dan kita masih
punya sisa waktu hampir sehari besok! Kita bisa makan malam di salah satu
restoran dekat hotel.
Jodha: “oh oke.”
Jalal mengarahkan tangannya yang lain ke
kepala Jodha dan mulai membelainya dengan mesra.
Jodha: “Kau tahu, aku ingin kita
menghabiskan waktu berdua sebelum kita kembali.”
Jalal: “Jadi kita akan jalan-jalan begitu?”
Jodha: “Bukan, maksudku hanya berdua di
dalam ruangan kita. Waktu kita telah terkuras habis menyelesaikan semua
kewajiban sejak pagi! Untunglah masih tersisa satu hari lagi.” Jodha menempelkan
tangan di dada Jalal, “Aku hanya ingin bersamamu, Jalal.”
Jalal: “Oh Jodha, dan aku juga ingin kau
selalu disampingku.”
Keduanya kembali tenggelam dalam perasaan
cinta mereka, sama sekali tidak memperhatikan dunia di sekelilingnya. Bahkan,
ketika taxi mereka telah sampai di hotel, sang sopir bahkan harus memanggil
Jalal hampir tiga kali. Begitu sampai di ruangan mereka, Jodha menghempaskan
dirinya di sofa. Hari itu sangat melelahkan bagi mereka. Beberapa waktu duduk
tanpa melakukan apa-apa, Jalal memutuskan akan menyeduh kopi untuk mereka.
Tak berapa lama, Jalal datang membawa dua
cangkir di tangannya. Jodha mengambil salah satu, menyisip sedikit ketika Jalal
menempatkan tubuhnya di samping Jodha.
Jodha tersenyum, “Umm... enak sekali! Aku
suka kopi hitam! Bagaimana kau belajar membuatnya?”
Jalal juga tersenyum, “Aku pernah tinggal di asrama, jadi ketika
kami harus terjaga sampai malam saat belajar untuk ujian, aku sering membuatkan
kopi untuk teman sekamarku.”
Jodha: “Oh, aku yakin mereka pasti juga
menyukainya.”
Jalal: “Ada yang suka, ada yang tidak.
Pernah suatu ketika aku lupa menambahkan gula, lalu temanku mengguyurkannya ke
kepalaku.”
Jodha terbahak-bahak, seakan dia belum
pernah mendengar cerita selucu itu. Mau tidak mau Jalal memandangnya, karena
tawa itu telah membuat wajahnya bersinar dan menambah kecantikannya. Melihat
tawanya menularkan tawa juga padanya.
~~~~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~~~~
Jodha memutuskan untuk merapikan pakaian ke
dalam kopernya. Kopi itu telah menghilangkan kantuknya, tapi kelelahan masih
dirasakannya, meski begitu dia memaksakan diri melakukan hal yang membosankan
ini. Menarik koper kosongnya dari dalam lemari, dia mulai menyusun pakaiannya
serapi mungkin, menyediakan tempat untuk kosmetik dan barang-barang kecil
lainnya. Dia menyiapkan baju untuk dipakainya malam ini dan untuk penerbangan
besok. Setelah beres, dia mengedarkan matanya ke sekeliling kamar untuk
memastikan tidak ada yang ketinggalan, dan pandangannya tertumpu pada dress
putih di atas tempat tidur. Dia mengambilnya dan menguburkan wajahnya di baju
itu. “Aku tidak akan pernah melupakan hari ini, ini adalah hari paling istimewa
dalam hidupke. Hari saat aku mengakui cintaku pada Jalal.” Dia tersenyum dan
melipat bajunya, menyusunnya juga ke dalam koper.
Penasaran menunggu malam ini, dia berdiri
di depan cermin, mengagumi dirinya sendiri. Wajahnya bersinar, secara ajaib
tampak setelah apa yang terjadi pagi tadi. Dia meraba wajahnya, menyusurkan
jari ke keningnya, hidung dan bibirnya, yang masih terasa sedikit sensitif.
Mengingatkannya akan ciuman mereka pagi tadi, ciuman yang lembut tapi menuntut
pada saat bersamaan. Perasaannya berbunga-bunga setiap kali mengenangnya. Jodha
menyusurkan jari di bibirnya, “Ciuman itu benar-benar indah! Membuatku melayang!
Aku ingin... merasakannya lagi.”
Jalal beristirahat di kamarnya. Sebentar
saja dia telah selesai merapikan pakainnya dan merentangkan tubuhnya di tempat
tidur setelahnya, memikirkan tentang banyak hal yang telah berubah hanya dalam
waktu beberapa jam saja. Pengakuan Jodha yang tiba-tiba, ungkapan perasaan
mereka, dan saat-saat romantis berkelebat dalam benaknya. Seperti mimpi baginya,
dia hampir tidak percaya bahwa Jodha hanya mencintainya dan tidak ada yang
lain. Dia bahagia, membayangkan akan menikmati waktu hanya berdua malam ini.
Jam menunjukkan pukul 7 malam. Jodha mulai
berdandan, dia mengenakan gaun malam warna pink dengan potongan yang sedikit
terbuka. Dia ingin tampak lebih menawan malam ini, untuk membuat Jalal kagum.
Membubuhkan kajal di matanya, dan menguatkannya dengan eyeliner. Mengoleskan
lip gloss warna merah muda dan memasang anting di telinganya. Menyisir rapi
rambutnya namun membiarkannya tergerai, dan menyemprotkan parfum. Sepasang
sandal berwarna perak mempercantik kakinya dan dia siap untuk pergi.
Jalal duduk di kamarnya, menunggu Jodha
selesai berdandan. Mengenakan setelan resminya dipadu shirt warna hitam. Dia
mendengar pintu dibuka dan mengangkat pandangannya. Jodha berdiri di depannya,
membuat matanya melebar karena kagum. Belum pernah dia terlihat begitu cantik,
sangat berbeda dari kesehariannya. Jalal tidak kuasa melepaskan pandangannya,
pertama kali dia tak mampu bicara.
Jodha melangkah ke arahnya dan Jalal berdiri
menandakan mereka siap pergi. Jodha tersenyum dan bertanya, “Kita pergi?”
“Iya,” jawab Jalal dengan singkat.
Dia mulai berjalan namun Jalal tiba-tiba
menghentikannya.
To Be
Continued
FanFiction
His First Love Chapter yang lain Klik
Disini