Jodha
kembali ke kamarnya, merasa sangat bingung. Dia kesulitan menenangkan sarafnya
kembali. Bahkan berenang tidak banyak membantu; dalam dirinya terasa seperti
ada api yang membakar dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan padam! Membaca
tentang fantasi dan mimpi-mimpi Jalal sudah benar-benar membuatnya kacau; ia
tidak mau mengakui tapi membaca jurnal Jalal telah membuatnya sangat
bersemangat dan bahkan sedikit bergairah. Awalnya, ketika dia tahu, dia
terkejut luar biasa, tapi kemudian pelan-pelan dia bisa memahaminya. meskipun
demikian, ia masih belum menemukan keberanian untuk menghadapi Jalal setelah
mengetahui informasi ini. Dia sangat berharap bahwa Jalal tidak akan melihat
kegelisahan dan kekhawatiran di wajahnya. “Oh Tuhan! Bapak Presdir akan kembali
di malam hari! Aku tidak bisa berperilaku seperti ini di depannya! Mengetahui
semua ini sendiri sudah buruk. Ini akan menjadi jauh lebih buruk jika ia
kemudian tahu tentang hal itu juga! Aku harus menyembunyikannya bagaimanapun
caranya!”
Jodha
memutuskan mandi busa dan menunggu air mengisi seluruh bak mandi. Dia perlu
bersantai dan berpikir jernih. Setelah menjatuhkan jubah mandinya, dia duduk di
dalam bathtub. Airnya hangat dan menenangkan, tapi Jodha masih belum merasa
santai. Dia mencoba untuk memikirkan apa pun yang akan mengalihkan
perhatiannya, tapi pikirannya menolak untuk teralihkan. Tiba-tiba, Jodha tersentak
dari pikirannya. Dia menutup matanya dan menggeleng dengan marah, “Apa yang
kupikirkan! Hal ini benar-benar sudah diluar kendali! Aku harus berhenti! Oh
Tuhan, mengapa aku harus membaca jurnal itu? Hanya memikirkan Bapak Presdir
ingin melakukan semuanya itu padaku sudah membuatku bersemangat! Jodha,
kendalikan dirimu!”
Setelah
ia selesai berendam, ia mandi dan membungkus tubuhnya dengan handuk. Dia
mengenakan celana Khaki dan t-shirt. Dia sangat membutuhkan sesuatu untuk
mengalihkan perhatiannya; benaknya terus- menerus memikirkan hal yang sama dan
tidak bisa berhenti. Dia memutuskan untuk pergi berjalan-jalan di pantai.
Melihat air yang tenang dan merasakan pasir yang kasar namun menenangkan di
bawah kakinya pasti akan membuatnya merasa lebih baik. Dia cepat-cepat meraih
set kuncinya, telepon dan earphone dan meninggalkan ruangan setelah menutup
pintu di belakangnya.
~~~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~~~
Jalal
terus bermain dengan pensil dan kertas di depannya, mencoret-coret tanpa
tujuan. Seseorang di podium berbicara tentang etika bisnis yang bertanggung
jawab tapi pikirannya tampak melayang jauh. Dia hanya ingin kembali ke
Jodhanya; tidak ada yang lain yang bisa membuatnya tertarik pada saat itu.
Jalal memeriksa jam tangannya, masih
pukul 13:30 padahal pengarahan ini akan berlangsung sampai pukul 17:00. Dia
mulai benar-benar gelisah; ia telah duduk di tempat yang sama sejak pukul
11:00. Dia menunggu jam istirahat makan siang, setidaknya ia akan mampu
bergerak sedikit. Dia sudah tidak memperhatikan pidato, hanya Jodha yang
memenuhi pikirannya. Dia tidak sabar untuk bertemu dengannya segera setelah ia
sampai di hotel nanti.
~~~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~~~
Jodha
berjalan ke pantai, dengan masih mengenakan sandal flipflop nya. Dia kemudian
menanggalkan sandalnya dan merasakan pasir yang hangat dan menenangkan di bawah
kakinya. Dia mulai berjalan, dengan earphone nya memainkan lagu favoritnya.
Cuacanya cerah dan hangat, dan ia benar-benar menikmatinya. Dia berjalan menuju
air dan menenggelamkan kakinya di dalamnya. Airnya dingin dan tenang, tidak
seperti apa yang ia rasakan pada saat itu. Dia masih belum bisa melupakan apa
yang telah ia lihat dan baca sebelumnya. Jodha tidak bisa berhenti bertanya
kepada dirinya sendiri, "Mengapa hal
ini sangat mempengaruhiku? Bapak Presdir memikirkan tentang aku dalam
skenario-skenario yang paling aneh. Hal ini seharusnya hanya mempengaruhinya!
Tapi kenapa aku menjadi begitu gelisah? Dan apa yang aku pikirkan di bak mandi?
Memikirkan seandainya dia melakukan semua fantasinya padaku! Jelas ada sesuatu
yang salah denganku!"
Setelah
berjalan di pantai untuk beberapa lama, ia kembali ke kamar. Sudah tiba waktu
makan siang dan dia harus membuatkan makanan untuk dirinya sendiri. Dia pergi
ke dapur, dan mulai mencari bahan-bahan di lemari es, dengan pikiran yang masih
kacau. Dia jelas sangat tertarik pada Jalal namun tidak mau mengakuinya. Dia
tidak mau mengakui bahwa ia ingin mengelus rambutnya; ia tidak mau mengakui
bahwa ia sangat menginginkan Jalal, sehingga dia benar-benar bisa melompat
sangat tinggi saat melihatnya! Jodha meletakkan tangannya di kepalanya, “Ugghhh!
Mengapa pikiran-pikiran ini tidak mau pergi? Mengapa satu insiden bisa mengubah
segalanya? Aku setuju Bapak Presiden tampak benar-benar seksi dan menarik di
kolam renang dan aku tertarik padanya saat itu. Tapi apa yang terjadi sekarang?
Aku seharusnya menjadi kesal dan marah setelah membaca jurnalnya. Tapi aku
sepertinya semakin tertarik padanya! Tuhan, jalan-jalan ke pantai tidak
membantu sama sekali! aku takut apa yang akan terjadi ketika Mr Presiden
kembali!”
Dia
dengan cepat membuat sedikit pasta untuk dirinya sendiri dan mengempaskan diri
di sofa dan menyalakan TV. Dia terus menonton dan kantuk mulai menyerangnya
sehingga ia tertidur. Waktu berlalu, Jodha masih tidur.
Tiba-tiba,
dia mendengar suara kunci dan pintu terbuka. Jodha bangkit dan duduk di sofa.
Rambutnya berantakan dan dia merapikan pakaiannya. Matanya bergerak ke pintu
masuk dan ia melihat Jalal berjalan ke arahnya, dengan senyum lebar di
wajahnya. Dia memberikan tatapan kosong pada Jalal saat dia mendekat ke
arahnya. Jodha memalingkan muka ke arah jendela dan Jalal menunggunya
memberikan senyuman manis. Jalal mengempaskan diri di sampingnya sementara
Jodha terus berpaling, tidak mau menatap matanya. Jalal terkejut melihat
tindakan Jodha yang tidak terduga. Jalal berkata pada dirinya sendiri, “Apa yang terjadi dengannya? Mengapa dia
tidak mau melihat ke arahku?”
Jodha juga
berkata pada dirinya sendiri, “Aku tidak
akan bisa melihat dia dengan cara yang sama lagi! Sangat memalukan!”
Setelah
beberapa saat keheningan di antara mereka, Jalal akhirnya mulai bicara. “Apakah ada yang salah? Apa kau sedang
sakit?”
Jodha masih
memalingkan wajahnya, “Umm.. tidak ada apa-apa, Saya hanya memandang ke luar
jendela. Oh, Pak Presiden, kapan Anda
tiba?”
Jalal bingung dan berkata pada dirinya
sendiri, “Apakah dia baik-baik saja?
Bukankah dia melihatku waktu aku kembali beberapa saat yang lalu?” Kemudian
dia berkata pada Jodha, “Jodha, aku datang beberapa menit sebelumnya, dan kau
bahkan melihatku masuk.”
“Oh
achcha, benar! Saya hanya sedang pusing tadi sehingga saya tidak memperhatikan,”
ucap Jodha mencoba mencari alasan.
Jalal
semakin khawatir. Ia memegang bahunya dan membuat Jodha menghadap ke arahnya.
Jodha masih menolak untuk menghadap ke arahnya dan tidak mau menatap matanya. “Jodha,
apakah ada yang salah? Mengapa kau tidak menatapku? Apakah aku telah melakukan
sesuatu yang salah?”
“Umm
... uhh.” Jawab Jodha bingung.
“Apa
yang terjadi? Bisa kau jelaskan padaku?” tanya Jalal lagi.
Jodha
memalingkan wajahnya, “Bapak Presiden, saya ingin menggunakan kamar kecil.
Bisakah saya pergi sekarang?”
“Umm..
okay.”
Jodha
lalu cepat-cepat bangkit dan berlari ke kamarnya, senang bahwa Jalal tidak
menyadari apa-apa. Dia membanting pintu kamarnya sampai tertutup. Jalal, di
sisi lain mulai sangat khawatir. Dia belum pernah melihatnya bersikap seperti
itu sebelumnya. Seolah-olah dia sedang berusaha menyembunyikan sesuatu darinya.
“Apa yang salah dengan dia? Apakah seseorang melakukan sesuatu padanya? Ya
Khuda, aku harus mencari tahu!”
Jalal pergi
ke kamar Jodha dan mengetuk pintu. Setelah tidak mendengar jawaban dari Jodha,
ia mengetuk lagi. “Jodha! Jodha! Apakah kau baik-baik saja?”
“Umm
... uhh ... ya Pak Presiden! Saya hanya mengantuk!” jawab Jodha dari dalam.
“Oh
baik. Aku hanya ingin memberitahu bahwa
kita akan pergi untuk makan malam di jam 8, jadi bersiap-siaplah.” kata Jalal.
“Oh uh
oke! Terima kasih sudah memberitahu saya!”
Jalal
kemudian pergi ke kamarnya untuk menyegarkan diri. Hari sudah sangat panjang
dan melelahkan baginya dan dia ingin beristirahat sebentar. Dia melepas jasnya
dan sepatu, lalu berbaring di tempat tidurnya sambil memikirkan apa yang telah
terjadi sebelumnya. ”Jodha, apakah kau baik-baik saja? Karena kau bukan hanya
mengantuk tapi ada sesuatu yang lain. Apakah aku melakukan sesuatu? Atau apakah
terjadi sesuatu selama aku pergi?”
Jodha
berdiri di balkon, memandang ke arah langit, dengan ribuan pikiran melintas di
benaknya. Dia sangat bingung dan malu; dia pasti tidak bisa menghindarinya lagi
saat makan malam malam nanti! “Hey Kanha! Mengapa hal ini terjadi padaku? Aku
hanya perlu untuk bersantai! Aku bahkan tidak menyadari kepulangannya. Dia
pasti merasa sangat buruk! Aku tidak bisa melakukan hal yang sama saat makan
malam. Jodha, kau harus melupakan tentang semua ini!”
Keduanya
tinggal di kamar mereka masing-masing sampai malam, berpikir tentang satu sama
lain. Jalal khawatir padanya sementara Jodha malu karena ketertarikannya pada
Jalal.
Dia mondar-mandir di sekitar kamarnya, sampai
tiba waktunya bersiap-siap untuk makan malam. Dia membuka laci mengeluarkan
gaun musim panas berupa halter putih selutut dan sepasang sepatu flat berwarna
perak. Dia cepat-cepat mengenakan gaunnya dan mengenakan sepatunya. Dia
membiarkan rambut sepinggangnya tergerai dan menyisirnya, mengikat semua simpul
gaunnya. Setelah mengenakan lip gloss favoritnya, ia menuju ke ruang tamu dan
menunggu Jalal.
Jalal
mandi dengan cepat dan melilitkan handuk di pinggangnya. Dia membuka laci dan
memilih kemeja linen putih dengan lengan pendek dan sepasang celana berwarna
biru tua. Dia mengenakan sandal dan mengenakan cologne favoritnya. Dia
melangkah keluar dari kamarnya ke ruang tamu, dan melihat wanita yang paling
cantik sedang menunggunya. Dia tidak bisa berhenti memandangnya. “Wow! Dia tampak cantik! Rambutnya yang
tergerai dan gaun putihnya benar-benar membuatnya tampak seperti malaikat!”
ucapnya dalam hati.
Jodha
meliriknya. Jalal tampak benar-benar menarik dan tampan dalam kemeja putih. Dia
terus melirik dan menilai penampilannya dan memastikan Jalal tidak menyadari
apa yang dia lakukan. Tapi ternyata Jalal tetap menyadarinya.
Jalal
(dengan suara menggoda), “Jadi, seseorang tidak bisa berhenti menatapku.”
Jodha
merasa malu karena dirinya ketahuan, “Ap.. Apa! Tidak, saya tidak melihat!”
Jalal
semakin gencar menggodanya, “Oh oke! Lalu mengapa Anda terlihat gugup?”
Jodha
terkejut mengetahui bahwa Jalal telah mengetahuinya! Dia belum pulih sepenuhnya
dari shock yang telah diterimanya pagi itu. Seakan-akan keadaan tidak pernah
membiarkan dia merasa baik-baik saja. Dia kemudian menatap langsung tepat ke
mata Jalal. “Bapak Presiden, bukankah kita harus pergi sekarang?”
Jalal
berjalan ke arahnya dan memegang tangannya saat dia berdiri. Jalal menyeringai,
“Oh benar, Jodha. (kemudian berbisik di telinganya) Ngomong-ngomong, kau
kelihatan seperti bidadari hari ini. Aku tidak bisa berhenti mengagumimu.”
Jodha tersipu,
“Oh, terima kasih banyak, Pak Presiden.”
Keduanya
kemudian keluar dari ruangan dan Jalal mengunci pintu. Dia telah memilih sebuah
restoran yang unik dan indah di tepi pantai untuk makan malam mereka. Restoran
itu dihiasi dengan anggrek dan ditata dengan tema pedesaan. Mereka berdua masuk
dan duduk di kursi dekat jendela kaca besar. Jalal memesan makanan mereka,
Jodha memandang ke arah pantai dan bulan. Suasananya sangat romantis dan
menyenangkan. Jalal terus menatap ke arahnya dengan kagum. Jodha adalah
satu-satunya orang yang bisa berhasil terlihat begitu cantik dan lugu pada waktu
yang sama. Dan gaunnya sedikit terbuka di bagian atasnya sehingga dia bisa
sedikit mengintip belahan dadanya dan bahunya seakan-akan mengundangnya untuk
memeluk. Helai halus rambutnya jatuh di sekitar leher dan bahu, sehingga sangat
sulit bagi Jalal untuk mengendalikan diri.
To Be
Continued
FanFiction
His First Love Chapter yang lain Klik
Disini