Written
by Samanika
Translate
by Chusnianti
Setelah
dua hari, Jodha kembali bekerja. Dia telah sepenuhnya pulih dan merasa lebih
baik. Hari itu dia datang ke kantor dengan mengenakan rok pensil berwarna hitam
dengan kemeja biru terang. Dia mengenakan stiletto hitam favoritnya. Dia masuk
ke kantor, saat Ruqaiyya melihatnya dia langsung berlari dan memeluknya erat.
Ruqaiyya
(tersenyum luas): “Oh Jo! Aku sangat senang melihatmu! Bagaimana perasaanmu
sekarang?”
Jodha: “Aku
merasa baik-baik saja Ruqaiyya! Aku minta maaf tidak memberitahu kalian tentang
kondisiku.”
Ruqaiyya:
“Oh wajar saja, kau terlihat begitu lelah dan terlalu letih juga dengan
pekerjaanmu selama ini. Tapi aku benar-benar senang melihat mu kembali!”
Jodha: “aw...Ruqs!
Aku sangat merindukan kalian!”
Jodha
kemudian memberikan pelukan erat padanya. Dia telah menjadi teman yang
benar-benar dekat dengan mereka dalam beberapa bulan. Persahabatan mereka akan
terus berlanjut. Dengan cepat Jodha melepaskan pelukannya dan mengatakan bahwa
dia harus melapor pada Jalal sekarang dan mereka akan bertemu lagi di jam makan
siang. Kemudian dia berjalan menuju kabin Jalal dan Ruqaiyya memandang
perawakannya yang mungil mulai menghilang. “Apakah ini benar? Presdir
benar-benar memiliki perasaan pada Jodha?” Gumam Ruqaiyya.
*Falshback*
Jalal
tiba-tiba keluar dari kantor meninggalkan semua orang yang khawatir. Ruqaiyya
dan Salima yang ada dikabinnya begitu terkejut ketika Jala pergi dengan
tiba-tiba.
Ruqaiyya:
“Apa yang baru saja terjadi? Mengapa Presdir pergi seperti itu?”
Salima:
“Ruqs, aku pikir aku tahu masalahnya. Coba ingat, apa yang kau katakan pada
Presdir sebelumnya.”
Ruqaiyya:
“Um... aku hanya mengatakan bahwa Jodha sedang demam tinggi. Jadi?”
Salima:
“Aku sempat ragu sebelumnya, tapi sekarang aku benar-benar yakin.”
Ruqaiyya:
“Yakin tentang apa?
Salima:
“Bahwa Presdir memiliki perasaan pada Jodha.”
Ruqaiyya
tidak bisa percaya dengan apa yang didengarnya. Dia mendekati Salima. “Salima,
apa yang kau katakan. Apa yang membuatmu berpikir bahwa Presdir memiliki
perasaan untuknya??”
Salima:
“Ruqs, aku telah mengamati sikap Presdir selama hampir sebulan hingga sekarang.
Perilakunya benar-benar diluar kebiasaannya. Dia selalu gelisah dan cemas
sepanjang waktu, begitu banyak pekerjaan yang dia abaikan. Dia juga melupakan
hal-hal penting seperti pertemua, padahal sebelumnya dia tidak pernah melupakan
satu hal pun. Juga, dia sering melamun sehingga aku harus berteriak untuk
mendapatkan perhatiannya.”
Ruqaiyya:
“Tetapi dengan cara apa itu berhubungan dengan Jodha?”
Salima:
“setiap kali Jodha datang di kabin, matanya akan berbinar. Dia mulai tersenyum
lebar. Aku belum pernah melihat dia tersenyum sebanyak itu. Setiap kali nama
Jodha disebut, dia akan langsung bersemangat. Bahkan, ketika aku mengatakan
padanya bahwa aku ingin minta izin karena aku ingin pergi berbelanja dengan
Jodha, dia mulai bertanya padaku banyak pertanyaan yang berkaitan dengan dia.
Jadi, aku mulai merasa bahwa ada sesuatu, namun aku mengatakan pada diriku
sendiri bahwa itu mungkin hanya persepsiku saja.”
Ruqaiyya:
“Salima! Ini adalah berita! Kita perlu memberitahu Jodha tentang hal ini!”
Salima:
“Tidak Ruqs, kita tidak bisa melakukan itu! Jodha mungkin tidak tahu bahwa
Presdir memiliki perasaan padanya. Dan ditambah lagi aku masih punya sedikit
keraguan. Aku perlu memastikan hal itu sebelum sampai pada kesimpulan akhir.
*Flashback End*
Ruqaiyya
mendesah karena dia ingat percakapannya dengan Salima. Setelah Jalal tiba-tiba
keluar dari kantor hari ini, rumor mulai menyebar bahwa Jalal mengalami
gangguan mental. Cerita-cerita yang tak ada habisnya mulai bermunculan mengenai
kepergiannya. Namun Salima dan Ruqaiyya, tidak menghiraukan hal itu. Salima,
mulai mengkonfirmasi keraguannya. Tapi dua tidak perlu membuang banyak waktu
untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
*Flashback*
Hari itu
Salima tiba di kantor lebih awal dari biasanya karena dia harus menyelesaikan
beberapa pekerjaan penting. Tak lama kemudian Jalal tiba dan dia tidak seperti
biasanya, wajahnya menunjukkan kebahagiaan, jauh berbeda dengan apa yang
tamppak beberapa hari yang lalu. Salima menyapanya dan membertahukan semua
pertemua yang harus dilakukannya hari ini.
Jalal:
“Oke Salima, apakah ada yang lain?”
Salima:
“Tidak Pak, jika ada yang lain saya akan memberitahu anda.”
Salima
menuju mejanya namun Jalal segera menghentikannya, “Tunggu, aku perlu
menanyakan sesuatu.” , “ya Pak?” Jalal sedikit gugup, “Um... Eh... Aku harap
kamu tidak keberatan dengan apa yang akan ku tanyakan ini. Tapi salima,
akapakah kau... Apakah kau pernah jatuh cinta sebelumnya?” Salima terkejut
mendengar pertanyaan ini darinya. Jalal pernah bertanya padnaya tentang
kehidupan pribadinya di luar kantor. Dia tersenyum. “Tidak, tidak masalah sama
sekali. Baiklah Pak, saya akan memberitahu anda yang sebenarnya, aku tidak
pernah jatuh cinta sebelumnya. Tapi kenapa anda bertanya hal ini?” Jalal merasa
malu, “Um... aku punya teman yang sedang jatuh cinta kepada seorang gadis
tetapi dia tidak yakin tentang perasaannya. Dapatkah kamu memberitahuku apa
yang seharusnya diperbuat?” Salima tersenyum, “Nah, dia lebih baik tidak
membuat kesalahan dengan mengakui perasaannya padanya. Dia pasti akan lari.”
Jalal memalingkan wajahnya, “Um... Jadi apa yang harus dia lakukan sekarang?
Bagaimana dia bisa tahu tentang bagaimana perasaannya (gadis) terhadap dia
(pria)? Salima memberi saran, “Hmmm.... Mencoba menghabiskan lebih banyak waktu
bersamanya, menjadi temannya mungkin. Tunggu sampai dia menyadari perasaannya
terhadap anda dan kemudian itu adalah waktu yang terbaik untuk anda mengaku
pada Jodha.”
Jalal
bangkit dari kursinya setelah mendengar ucapan Salima. Dia tidak bisa percaya
bahwa Salima tahu tentang hal ini. “Salima... bagaimana kau...” , “Pak, saya
sudah bekerja dengan anda dalam waktu yang sukup lama. Setelah mengamati anda
hampir satu bulan, saya menyadari bahwa anda memiliki perasaan terhadapnya tapi
saya masih tidak yakin.” Salima tersenyum, “Namun sekarang semuanya sudah
dikonfirmasi.” Jalal memohon, “Tapi salima, tolong jangan katakan pada Jodha
tentang semua ini. Aku tahu dia adalah temanmu, jadi anggap ini sebagai
permintaan bosmu!” , “Jangan khawatir pak, Saya tidak akan menceritakan hal!” ,
Terima kasih, Salima! Aku benar-benar berhutang padamu.”
*Flashback End*
Salima
tidak mendapat kesempatan untuk memberitahu Ruqaiyya tentang semua ini. Setelah
tiba di kantor hari itu, dia pergi dan mengatakan pada Ruqaiyya semuanya.
Ruqaiyya terkejut tapi bahagia. Satu-satunya hal yang harus meka ingat adalah
semua informasi ini harus menjadi rahasia dari Jodha. Mereka berdua ingin
membantu Jalal memenangkan cintanya!
~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~
Jodha
mengetuk pintu kabin Jalal. Mendengar suaranya, Jalal segera menutup file di
mejanya dan mendongak untuk melihat Jodha. Dia tampak benar-benar menakjubkan
hari ini. Jantung Jalal berdetak cepat. Kini dia melihat malaikatnya setelah
dua hari dan dia merasa benar-benar bahagia. Setelah kunjungannya ke rumah
Jodha, ia mati-matian menunggunya kembali bekerja, sehingga dia bisa
melihatnya. Ketika akhirnya Jodha menelpon kemarin malam dan mengatakan padanya
abhwa dia akan bekerja kembali keesokan harinya, dia sangat bahagia. Waktu
berlalu sangat lambat baginya setelah itu, karena dia ingin melihat
malaikatnya. Akhirnya, setelah menunggu begitu lama, dia berdiri dihadapannya
dengan senyum manis diwajahnya. Jodha berjalan di depan meja Jalal dan berdiri
disana, dengan tas besar di belakangnya. Dia tampak pucat namun tidak
mengurangi kecantikannya. “Selamat pagi, Pak Presiden.”
Jalal
segera bangkit dari kursinya dan mendekatinya. Dia memberinya senyum lebar dan
meletakkan tangannya penuh cinta di kepalanya. Jodha menunduk tersenyum dalam
rasa malu. “Selamat pagi, Jodha. Bagaimana perasaanmu?” Jodha melihat kebawah
dengan perasaan malu, “Saya merasa lebih baik, pak Presiden.” , “Baiklah. Aku
sangat senang melihatmu didepan mataku hari ini!” **Aihhh... sudah mulai dah gombalannya... mana ember dan kain
pelnya? Sudah mual ini**
Jodha
melihat ke matanya dan Jalal melihat ke dalam bola matanya yang coklat dan
indah. Mereka berbagi eye-lock intens dengan matanya yang bersinar terang
seperti embun pagi. Dia juga telah merasa kehilangan dia sejak dua hari
terakhir dan ingin melihatnya. Dia melihat helai rambut di wajahnya dan dengan
cepat menyelipakannya di balik telinganya. Dia tersenyum dan memandangnya
dengan cinta yang besar dan kebahagiaan. **Jangan lupa berkedip Presdir...**
Jalal
kemudian mengambil kedua tangannya dan mencium mereka. Jodha merasa kupu-kupu
berterbangan di perutnya saat bibirnya lembut menyentuh tangannya. Lututnya
terasa lemas dan dia berpikir bahwa dia akan jatuh. Jalal menuangkan semua
kasihnya melalui gerakannya. Jodha merasa bahagia karena dia ingin Jalal
mengulangi lagi (masih ingat kan saat Jalal mencium tangan Jodha setelah Jodha
selesai presentasi?) dan
keinginannya akhinya terpenuhi setelah sebulan. Dia terus menatapnya dengan
kagum.
Tiba-tiba,
ada ketukan di pintu. **Pengganggu datang, semoga saja bukan emak-emak GKM... LOL** Dengan
cepat Jalal melepaskan tangan Jodha. Jodha merasa kehilangan saat itu. Dia
jelas tersipu. Salima memasuki kabin dan disambut oleh keduanya. “Selamat pagi,
Pak dan Jodha.” Keduanya menjawab, “Selamat pagi Salima.”
Salima
mulai berjalan ke mejanya ketika ia melihat Jodha tampak bingung. Dia kemudian
dengan cepat mendekatinya. “Jodha, Apakah kau baik-baik saja? Kau tidak tampak
baik. Apakah kau kembali bekerja sebelum kau benar-benar pulih?” Jodha merasa
malu karena Salima telah melihat sesuatu yang salah dengan dirinya. “um....
Tidak Salima. Aku benar-benar merasa baik. Jangan khawatir, aku telah
beristirahat selama dua hari teakhir ini.” Jodha berkata pada Jalal, “Pak
Presiden, saya pikir saya harus pergi ke meja saya sekarang.” Jalal emnimpali,
“Baiklah Jodha, sampai jumpa nanti.”
Jodha
buru-buru meninggalkan kabin dan mulai menuju ke mejanya. Dia duduk di kursi
dengan hatinya masih berdebar berat. Dia memiliki senyum lebar di wajahnya
sementara dia meletakkan tangannya di dadanya. Lututnya masih terasa lemah
namun matanya ekspresif yang penuh dengan kebahagiaan. “Oh Tuhan... Aku masih
merasa sangat gembira... Hal itu pasti akan berlangsung lebih lama jika salima
tidak datang.” Jodha mendesah, “Jika hanya dengan ciuman di tangan dapat
menyebabkan begitu banyak kegembiraan, aku bertanya-tanya apa yang akan terjadi
padaku jika Presdir menciumku disini (Jodha menempatkan tangannya dibibirnya).
Ugh... Sadarlah Jodha! Dia adalah bosmu! Bukan kekasihmu! Jangan pernah
berpikir macam-macam yang hanya akan membuat kepalamu pusing!”
Jodha
mendesah dengan khawatir. Dia mulai bekerja dengan pikiran terus berjuang untuk
menyelesaikannya. Sudah sangat sulit baginya untuk berkonsentrasi akrena dia
terus memikirkan apa yang terjadi pagi ini dan bagaimana bibir Jalal terasa
lembut di tangannya. Berapa banyak pun dia berusaha, dia tidak bsia
mengeluarkan pemikiran itu dari kepalanya. Dia merasa seperti pemeran utama
dalam novel Mills dan Boon, orang-orang yang tidak bisa berhenti memikirkan
satu sama lain dan ciumannya. Hanya saja Jalal bukan miliknya dalam kasus ini.
Dia ingin meninggalakan pekerjaannya saat itu juga dan hanya melihatnya. Dia
sangat putus asa dan berharap bahwa Jalal akan memanggilnya ke dalam kabinnya
dengan dalih pekerjaan, tapi sayangnya hal itu tidak terjadi.
Akhirnya
tiba waktunya istirahat makan siang. Jodha sedikit kesal akrena hampir setengah
hari berlalu, namun Jalal tidak memanggilnya. Sebelumnya, ketika dia
membencinya, Jalal akan menyuruhnya berulang kali datang ke biliknya. Tapi sekarang, saat dia ingin
menemuinya, Jalal sama sekali tidak memanggilnya. “Hidup sangat ironis.
Sebelumnya ia akan memanggilku untuk setiap alasan bodoh, tapi satu hari telah
berlalu namun dia belum memanggilku! Aku ingin tahu, apakah semuanya baik-baik
saja dengannya. Tapi mengapa aku begitu gelisah? Jodha, tenanglah! Kau tidak
perlu peduli dengan hal sepele seperti ini!” (hahaha... yang bener aja neng???) Jodha melihat jam tangannya, “Lebih baik aku
pergi ke mejanya Salima.”
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~
Sementara
itu, Jalal telah meninggalkan kantor tanpa sepengetahuan siapapun. Dia harus
menghadiri beberapa pekerjaan yang sebenarnya tidak ingin dihadirinya, karena
berarti dia tidak akan melihat Jodha sepanjang hari. Tapi ternyata pekerjaan
itu sangat mendesak, jadi dia segera meninggalkan kantor setelah bertemu Jodha.
Meskipun sebenarnya dia kesal, dia ingin segera kembali sehingga setidaknya dia
bisa melihatnya lagi. Dan itu bisa menjadi cara yang sempurna untuk mengakhiri
harinya. Melihat orang yang dicintainya, malaikatnya, adalah sesuatu yang tidak
akan pernah bisa membuatnya lelah. Dia benar-benar merasa sangat bahagia dan
damai setiap melihatnya. Dia satu-satunya wanita yang bisa membuatnya gelisah.
“Jodha, cintaku... mataku tidak sabar untuk melihatmu! Aku ingin menyelesaikan
pekerjaan ini dan segera kembali!”
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~
Jodha
mendesah dan membuka tiffin nya. Dia berharap melihat Jalal ketika dia pergi ke
meja Salima, seperti biasanya. Namun, yang dia lihat hanyalah kursi kosong dan
tidak ada Jalal dimanapun. Dia mulai berjalan ke meja dan duduk di kursi. Dia
mulai memakan makan siangnya dengan kekecewaan tampak jelas di wajahnya. Salima
dan Ruqaiyya menatapnya dengan rasa ingin tahu.
Ruqaiyya:
“Kya hua (ada apa), Jodha? Mengapa kamu terlihat sangat marah?”
Salima:
“Haan Jodha. Apakah semuanya baik-baik saja?”
Jodha:
“um... yeah guys aku baik-baik saja!”
Salima:
“Lalu mengapa wajahmu seperti itu?”
Jodha
berpura-pura ceria, “Um... Yah,, tidak ada yang aneh. Aku hanya merindukan
pekerjaanku setelah ku tinggalkan dua hari. Itu saja...”
Ruqaiyya:
“terima kasih Tuhan, kau baik-baik saja!”
Mereka
berdua terus makan sementara Jodha dalam dilema. Jodha berkata dalam hati, “Apakah akan baik-baik
saja menanyakan Presdir pada Salima? Bagaimana jika dia salah faham? Tapi dia
adalah temanku, jadi apa yang ku pikirkan.” Jodha akhirnya bertanya pada Salima, “Um...
Salima, dimana Pak Presiden? Aku tidak melihatnya sejak aku masuk.”
Salima
memberikan senyum licik pada Ruqaiyya. Dia tahu sekarang adalah waktu yang
tepat untuk tahu bagaimana perasaan Jodha dan bagaimana pemikiran Jodha pada
Jalal.
Salima:
“Pak Presdir keluar kantor beberapa jam yang lalu untuk suatu pekerjaan yang
mendesak. Tapi mengapa kau bertanya?”
Jodha
menjadi sedikit waspada setelah mendengar pertanyaan Salima yang ditujukan
padanya, “Um.... Aku hanya bertanya saja.”
Ruqaiyya:
“Waise Jodha, apa yang kau pikirkan tentang Pak Presiden?”
Salima:
“Haan Jodha, jangan-jangan kau berpikir bahwa dia panas!”
Jodha
terkejut dengan topik tiba-tiba Jalal panas. Ya, tidak diragukan lagi dia panas
tapi Salima dan Ruqaiyya belum pernah bicara tentang dia sebelumnya.
Jodha
mencoba bersikap biasa, “um... ya dia panas. Tapi mengapa kau mengatakan ini
begitu tiba-tiba?”
Salima:
“kita hanya ingin memeriksa apakah kau tertarik pada pria atau tidak! Tapi
Presdir so hot stuff! Pesonanya bekerja pada setiap gadis, tapi aku tidak
berharap bahwa kau juga tergila-gila padanya!”
Jodha:
“Salima! Apa yang kau katakan? Aku tidak naksir pada Pak Presiden!”
Salima: “Diam
Jodha! Kita tahu bahwa kau menyukainya!”
Ruqaiyya:
“Iya jadi hanya akui saja itu!”
Wajah
Jodha mulai memerah, “kalian benar-benar gila! Apa yang membuat kalian berpikir
begitu?”
Salima:
“Jika kau tidak menyukainya, lalu mengapa pipimu memerah seperti itu?”
Jodha
merasa sangat malu dan mulai memerah bahkan lebih keras! Dia tidak memiliki
jawaban atas pertanyaan Salima. Keduanya terus memandangnya dengan mata
penasaran dan bersemangat. Dia sedang memikirkan cara untuk mengatasi situasi
tersebut dan tiba-tiba telepon berdering. Ayahnya telah memanggilnya ke kabin
nya, untuk beberapa pekerjaan. Dia undur diri dari sana meninggalkan Salima dan
Ruqaiyya yang tampak kecewa. Jodha kemudian meninggalkan kabin dan merasa lega
bahwa dia tidak perlu menjawabnya. Namun, Ruqaiyya dan Salima tidak sedikit
kecewa. Perilaku Jodha sudah cukup untuk memberitahu mereka bahwa ia memiliki
perasaan lebih pada Jalal.
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~
Jodha
kembali ke mejanya dan melanjutkan pekerjaannya setelah bertemu dengan ayahnya.
Banyak pikiran yang berjalan dalam benaknya. Dia bertanya-tanya apakah benar
yang dikatakan Salima. Dia juga tidak bisa berhenti memikirkan Jalal. “Apakah
yang dikatakan Salima benar? Apakah aku benar-benar menyukai pak Presiden? Aku
setuju bahwa dia telah mengambil alih pikiranku sejak pagi, tapi aku tidak
berpikir bahwa aku menyukainya. Kurasa aku hanya mengaguminya. Tetapi mengapa
aku begitu gelisah saat aku tidak melihatnya? Aku tidak pernah merasa seperti
ini sebelumnya. Aku ingin bertemu dengannya dan berbicara dengannya dan aku
tidak akan merasa lebih baik sampai aku melakukannya!”
Jodha
terus bekerja di mejanya sampai petang. Sampai saat ini, di terus menatap kabin
Jalal, sehingga dia akan tahu jika Jalal kembali. Akhirnya Jalal kembali ke
kantor pukul 6:20. Melihat dia, mata Jodha langsung berbinar. Dia merasa begitu
bahagia dan puas melihatnya setelah sepanjang hari tak melihatnya. Kantor sudah
mulai sepi, tetapi dia memutuskan untuk pergi dari kantor setelah bertemu
Jalla. Dia menyelesaikan pekerjaan terakhirnya dan menunggu sampai dia memiliki
waktu yang tepat untuk masuk kabin Jalal.
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~
Disini
lain, Jalal akhirnya merasa bahagia karena bisa kembali ke kantor setelah hari
yang panjang. Dia tidak bisa menunggu lagi untuk melihat Jodha. Dia memasuki
kabin nya dan langsung pergi ke meja Salima, ingin tahu bagaimana Jodha melalui
hari itu.
Salima:
“Pak, Jodha tampak benar-benar gelisah sepanjang hari. Pada awalnya saya pikir
karena dia masih merasa lemah, tapi dia mengatakan kepada saya bahwa ia merasa
baik-baik saja.”
Jalal:
“Achcha, apakah ada lagi?”
Salima:
“Oh ya Pak, saya punya kabar baik untuk Anda. Ruqaiyya dan saya mencoba untuk
mengetahui perasaan Jodha hari ini. Reaksi nya benar-benar diluar kendali dan
ia benar-benar tersipu ketika kami mengambil nama Anda dan mulai menggoda dia!
Jadi apa yang kami simpulkan adalah bahwa ia mungkin dia memiliki perasaan
lebih pada anda, Pak.”
Kalimat
terakhir bergema Jalal di telinga. Dia tidak bisa percaya bahwa ini sebenarnya
terjadi! Jalal merasa bahagia, “Benarkah Salima? Apakah yang kau katakan
benar?”
Salima:
“Iya Pak! Ia memiliki sudut yang lembut untuk Anda! Namun, Anda masih harus
mengambil sedikit gerakan lambat. Dia masih berusaha menemukan perasaannya dan
langkah yang salah dapat merusak semuanya.”
Jalal:
“Oke Salima! Saya akan melakukan persis seperti yang kamu katakan! Terima kasih
banyak!”
Jalal
memberinya pelukan ramah. Ia benar-benar senang mendengar kabar baik dan ingin
berterima kasih kepada. Mereka kemudian memecahkan pelukan dan Salima
mengatakan bahwa itu adalah waktunya untuk pergi. Jalal tersenyum dan
mengatakan padanya untuk datang tepat waktu besok. Salima mengemasi
barang-barangnya dan meninggalkan kabin.
Jalal
pergi dan duduk di kursi, menunggu dan berharap bahwa malaikat-Nya akan datang
dan menemuinya.
Jam sudah
menunjukkan pukul 19:30 dan kantor benar-benar sudah sepi. Akhirnya Jodha
memutuskan bahwa itu adalah waktu yang tepat untuk pergi dan bertemu Jalal. Dia
bangkit dari kursinya dan mulai menuju kabin nya. Dia mengetuk pintu dan masuk.
Jalal duduk pada kursi-nya tapi mendengar panggilan Jodha di keluar, dengan
cepat dia mengangkat wajahnya, dengan mata yang berkilau. Dia bangkit dari
kursinya dan mendekatinya. Dia memiliki senyum lebar dan lucu di wajahnya.
Jalal:
“Selamat malam, Jodha. Anda kamu belum pulang?”
Jodha:
“Um... Saya akan pulang sebentar lagi pak.”
Jalal:
“Oh, oke. Jadi, katakan padaku, apa yang membawamu kesini?”
Jodha:
“Yah, Pak Presiden, Anda pergi dari tadi pagi bahkan tanpa mengatakan sesuatu!
Saya ingin membahas sesuatu yang penting dengan Anda!”
Jodha
hanya membuat alasan karena dia tidak mau Jalal mengetahui bahwa dia terus
memikirkannya sepanjang hari ini. Jalal menyeringai, “Oh, jadi apa yang ingin
kau tanyakan?” Wajah Jodha mulai memerah, “Yah... Umm... tentang apa yang kita
lakukan di pagi hari...” Jalal dengan tatapan nakal, “Apa yang kita lakukan di
pagi ahri? Aku tidak ingat.” Wajah Jodha semakin memerah, “Um... Anda telah
mencium tangan saya...” Jalal mulai menggodanya, “Haan, jadi apa tentang hal
itu? Apakah aku melakukan sesuatu yang salah?” , “No! Tentu tidak! Yah... apa
yang ingin saya tanyakan adalah bahwa... umm...”
Jalal
menyadari bahwa Jodha terlalu malu pada saat itu untuk menyampaikan apa yang
dia ingin katakan. Ia dengan cepat mengambil tangannya dan mencium mereka lagi.
Jodha menutup matanya, dia merasakan kebahagiaan dan kegembiraan. Dia bisa
merasakan sensasi yang sama yang dia rasakan sebelumnya. Lututnya kembali
menjadi lemah. Akhirnya, Jalal berhenti dan menatap dia lagi. Dia tersenyum
manis. Di sisi lain, Jodha merasa bahwa kakinya melemah. Dia tidak mampu
mempertahankan keseimbangan dan hampir terjatuh, namun dengan sigap Jalal
segera menangkap tangannya. Dan mengalun Backsound...
Ishq
hai woh ehsaas
Ishq
hai woh jazbaat
Badal
de yeh duniya
Badal
de yeh haalaat'
Setelah
menangkap dia, Jalal menariknya ke arahnya. Jodha senang karena Jalal telah
menyelamatkannya sebelum dirinya terjatuh. Ia kemudian dengan cepat meletakkan
tangannya di atas bahunya. Jodha merasa sangat malu dan tidak mampu menatap
matanya. Dia tidak bisa menahan senyum, antara perasaan tidak bersalah dan
malu. Mereka dalam posisi itu cukup lama. Jodha terkejut saat tiba-tiba dia
merasakan bibir Jalal mencium dahinya cukup lama. Kemudian Jalal mengambil
tangan Jodha yang ada dibahunya. “Aku harap aku telah menjawab pertanyaanmu.”
Jodha masih menunduk malu, “Um...” Jalal kembali menggodanya, “Apa yang kau
katakan Jodha?” Jodha menjawab dengan nada lembut, “Ya.” Jalal menimpali dengan
singkat, “Baguslah.”
Jodha
melihat jam ditangannya, “Oh tidak! Ini sudah terlambat. Pak Presiden, saya
pikir saya harus pergi sekarang. Sampai jumpa besok.” , “Oke, Bye... Sampai
jumpa besok.” , “Bye Pak Presiden. Selamat malam.”
Jalal
menatap perawakannya yang mungil berlari keluar dari kabin Dia memikirkan
kejadian sebelumnya dan tersenyum lebar.
Disisi
lain, Jodah juga merasa bahagia. Meskipun sesaat, dia tersenyum saat teringat
ciuman tersebut. Dia tidak sabar untuk bertemu dengan Jalal besok, tetapi
mereka harus melewati malam yang terasa panjang untuk mereka berdua.........
TBC-->Chapter 27