Written: Bhavinishah.
Translater: Dewi Agasshi
Atgah Sahib sangat setuju dan
dengan pendapat dan saran Jodha, ia dengan hormat mengatakan... "kami
sangat bangga memiliki Anda di pengadilan kami
sebagai Malika E Hindustan, visi jauh Anda akan
menguntungkan negara ini.”
Semua administrator menghargai dan sangat kagum akan pemikiran
bijak
Jodha. Mendengar begitu banyak pujian dari semua orang yang ditujukan
untuk Jodha, Jalal sangat senang tapi ia juga merasa sedikit
tidak nyaman. Pujian seperti ini rasanya terlalu mendadak untuknya, Jodha
mendapat banyak penghargaan dalam satu hari. Namun Jalal sendiri juga sangat
kagum akan kecerdasan Jodha.
Salah
satu administrator, Mullah Piaaza bangkit dan dengan
takzim bertanya sopan, ia berkata... "Malika E Hindustan, bisa saya menanyakan sesuatu
jika Anda mengizinkan?.” Setelah Muallah Piaaza berkata demikian semua
orang melihatnya, penasaran dengan apa yang akan ditanyakan.
JO: “Ya.. silahkan bertanya kepadaku,
tanyakan apa yang anda ingin ketahui.” Jodha berkata dengan sopan.
MP: “Apakah anda ‘Gulab E Registan” (
Mawar Padang Pasir)?.” ***Ehhhhh MP maksudnya
Muallah Piaaza yaaa, bukan MP yang onoh.***
Mendengar pertanyaan Muallah Piaaza,
Jalal langsung bangkit dari singgasanya sambil berteriak kencang... “Muallah
Piaaza.”
Demi mendengar teriakan marah Jalal,
Jodha segera bangkit dan memegang tangan Jalal untuk menenangkanya, ia mencoba
mengendalikan amarah Jalal dengan menjelaskan maksud Muallah Piaaza..
“Shahenshah, dia bertanya tentang penulis buku ‘Gulab E Registan’ yang telah
menulis sebuah buku tentang masalah ekonomi. Dan yaaaa, sayalah orang yang
telah menulis buku itu. Dan untuk menyembunyikan identitas asli saya, saya
menggunakan nama Mughal sebagai penulis.”
Mullah Piazza Khan bangkit
dan meminta maaf... "Shahenshah, maafkan saya karena kesalahpahaman ini tetapi
segera setelah Malika E Hindustan
Memberikan pandangannya tentang bagaimana
mengontrol masalah harga,
saya teringat buku yang saya baca di waktu lampau. Tidak
ada identifikasi sang penulis dalam buku ini, hanya
pada akhir buku itu
mengatakan ‘Gulab E Registan’. Satu-satunya hal yang
saya tahu adalah bahwa seseorang telah menulis buku
ini di Amer, dan Malika E Hindustan dikenal di Amer sebagai ‘Registan Ka Gulab’.
Jadi saya ingin mengkonfirmasi jika buku ini ditulis oleh Malika
E Hind. Setelah membaca buku ini, saya kagum dan sangat
terkesan, saya ingin bertemu dengan orang yang memiliki ide-ide yang
sangat kreatif tentang bagaimana untuk meningkatkan
perekonomian. Saya sangat senang melihat Anda sebagai Malika E
Hindustan dalam Mughal Darbar.”
Jodha dengan hormat mengatakan... "Dhanyavad."
Sekarang setiap orang yang ada di Daar
Baar menyadari bahwa pandanganya bukan hanya kebetulan semata melainkan dia
memang sudah sangat menguasai bidang ini.
Jalal sangat terpesona mengetahui
sang istri tercintanya sangat cerdas sehingga bisa menulis sebuah buku tentang
ekonomi. Dia merasa sangat bangga, namun disisi lain ia juga sangat cemburu. Ia
bahkan tak bisa membaca maupun menulis, sedangkan istrinya bukan hanya bisa
membaca dan menulis bahkan dia juga bisa menulis sebuah buku. Kenyataan ini
sangat menyakitkan hatinya, egonya serasa tak bisa menerima kekalahan ini.
Maham menyeringai melihat ekspresi
jalal, seakan ia bisa membaca pikiranya. Maka untuk menambahkan api dalam hati
Jalal, Maham bangkit dari kursinya dan berkata dengan nada manis... “Wah wah
wah.. Malika E Hindustan, memang tak ada yang bisa menandingi kecerdasan anda
dalam Daar Baar ini, dalam satu hari anda bisa berdiri sejajar dengan
Shahenshah E Hindustan. Pemikiran anda menunjukkan kedalaman pendidikan dan
pengetahuan anda. Kami merasa sangat bangga memiliki anda di dalam Daar Baar
ini.”
Setiap pujian untuk Jodha yang
dilontarkan oleh maham Anga seperti minyak yang dituangkan kedalam api yang
mulai terbakar. Ini sangat mengganggu Jalal mengetahui Jodha lebih unggul
daripada dirinya, namun kegelisahan itu ia sembunyikan dalam wajah tersenyum
palsunya.
Atgah Sahib lantas melanjutkan kasus
berikutnya, ia mengumumkan... “kasus ini adalah tentang kasus pencurian.
Keluhan diajukan oleh seorang kakak yang mendapati adiknya mencuri perhiasan
istrinya. Dan menurut hukum Mughal, pencurian adalah kejahatan besar dan
hukumanya juga sangat brutal, maka dari itulah kasus ini dilaporkan kedalam
Diwani E Khass.”
Mata Jalal menampakkan amarah yang
sangat nyata. Ia lantas memberikan izin dan perintah... “Bawa mereka semua
kepengadilan.” Setelah itu salah satu pengawal membawa masuk kakak, istri juga
adiknya. Mereka dihadapkan pada Shahenshah E Hindustan Jalalluddin Akbar.
Atgah Sahib mulai menginterogasi
mereka... “Katakanlah keluhanmu dipengadilan ini tanpa ragu-ragu didepan
Shahenshah.. jelaskan dengan detail kejadianya.”
Lalu Atimsai memperkenalkan diri...
“Baginda, nama saya Atimsai dan saya hanyalah seorang petani. Dengan bertani
saya memenuhi segala kebutuhan semua anggota keluarga saya.” Setelah mengatakan
itu Atimsai menunjuk lelaki yang ada di sisi lain dan berkata.
AT: “Dan dia adalah adik saya Azim.
Tuanku, Saya telah mengasuhnya seperti saya mengasuh anak hamba sendiri. Ketika
ia baru berumur 3 tahun orangtua kami meninggal karena suatu penyakit
mematikan. Saya dan istri hamba tak memiliki anak, sehingga dalam duapuluh
tahun terkahir ini hamba dan istri memanjakanya layaknya anak kami sendiri.
Tapi karena terlalu banyak cinta dan kasih sayang ia berubah menjadi anak yang
tak tahu malu, tak bertanggung jawab dan sangat manja. Dia tanpa alasan
berkeliaran kesana kemari, dan pulang kerumah untuk beristirahat seperti orang
malas. Tidak hanya itu, ia sekarang juga mulai bermain judi. Sudah banyak cara
yang saya gunakan untuk membuatnya mengerti dan meninggalkan kebiasaan buruknya
tapi dia malah berfikir bahwa saya adalah musuhnya. Setiap kali kami
menegurnya, ia akan berteriak pada kamu. Istri hamba sudah terlalu banyak
mencoba menyembunyikan setiap pelanggaranya. Tapi kali ini dia sudah sangat
melewati batas, ia telah mencuri perhiasan saudara iparnya untuk digunakanya di
meja judi. Mengetahui itu ketika saya hendak menapar adik saya, istriku malah
marah pada hamba. Kami hanyalah orang miskin, yang kami punyai hanyalah
perhiasan itu.”
Setelah mendengar penjelasan Atimsai,
Atgah Sahib bergerak maju dan bertanya kepada Azim... :Azim, apakah kau ingin
mengatakan sesuatu? Atau kau menerima tuduhan pencurian ini?.”
Darah muda Azim mendidih, ia dengan
marah menatap kakaknya Atimsai dan menjawab dengan membela diri... “Pertama-tama
saya tidak berfikir bahwa saya telah mencuri perhiasan. Memang benar saya telah
mengambil perhiasan dari rumah itu, tapi itu juga rumahku. Jadi bagaimana bisa
itu disebut mencuri ketika kita mengambil barang dirumah sendiri?. Ketika kakak
ipar yang memiliki perhiasan saja tidak masalah ketika perhiasanya kubawa,
lantas kenapa kakakku lantas marah dan ingin menamparku ketika mengetahui semua
ini. dia selalu berpikir bahwa saya orang yang tidak
berguna dan malas tapi dia tidak pernah melihat penderitaan
saya. saya mencintai mereka seperti orang tua saya dan
saya ingin membelikan hadiah untuk mereka jadi saya mencoba
berjudi untuk mendapatkan lebih banyak uang. saya pikir
saya akan mendapatkan begitu banyak uang dari judi dan
saya akan mengembalikan perhiasan mereka. Tapi itu nasib burukku bahwa
saya telah kehilangan perhiasan. Saya tak pernah berfikir saya melakukan
pelanggaran apapun dan saya akan mengembalikan perhiasan kakak ipar secepat
mungkin.”
Jalal dengan cemas bertanya pada
Atimsai... “Apakah kau tahu apa hukuman untuk kejahatan pencurian di Mughal
Sultanat?.”
Atimsai dengan gugup menjawab... “Tidak
Shahenshah, hamba tak tahu apa hukuman untuk kejahatan ini.”
Maham memandang Begum E Khass dan
berkata... “Menurut hukum Mughal Sultanat orang yang mencuri tanganya akan
dipotong. Ketika Kalal merasa begitu banyak rasa sakit saat memberikan hukuman
yang serius ini.. menurutmu apa yang akan terjadi pada Jodha?.. dia pasti tak
akan setuju karena dia seorang yang bodoh yang selalu berfikir melalui hatinya.
Dan aku yakin dia akan menghentikan Jalal memberikan hukuman brutal ini.”
Maham segera bangkit dan berkata
dengan keras... “Dalam Mughal Sultanat mencuri adalah kejahatan yang sangat
besar dan hukuman untuk kejahatan ini adalah memotong tangan si pencuri.”
Atimsai benar-benar merasa
terguncang, matanya melebar dengan pandangan shock ia mencoba berbicara... “Tidaaaak...
tidaaak Shahenshah saya tidak tahu.” Tapi sebelum Atimsai berkata lebih jauh,
Maham menyelanya dengan berkata... “Anda akan mendapatkan waktu untuk
berbicara.”
Atimsai sangat terguncang, ia tak bisa
mengendalikan air matanya untuk tidak keluar. Seluruh pengadilan menyadari bahwa Atimsai tidak ingin
saudaranya untuk dihukum dengan keras.. namun sepertinya saudaranya akan
mendapatkan hukuman berat karena Jalal tak pernah melunak dengan hukum yang
telah ia terapkan. Ia tak akan membelokkan hukum untuk siapapun.
Atimsai dan sang istri menangis sedih
setelah mendengar hukuman yang akan diberikan pada saudaranya. Atgah Sahib juga
menunjukkan sedikit simpati pada Atimsai dan ia menatap Jalal, mencoba menerka
apa yang bakal dilakukan oleh Jalal.
Namun dengan nada menyesal Jalal
mengatakan... “Mencuri adalah kejahatan yang sangat besar Atimsai, dan sampai
hari ini dalam sejarah Mughal belum ada seorangpun yang diampuni atas kejahatan
ini.”
Sebelum Jalal melanjutkan ucapanya,
Maham meminta izin untuk menyela... “Shahenshah, saya meminta anda untuk satu
hal. Ini adalah hari pertama Malika E Hindustan dalam Diwani E Khass, kita
harus memberikan kasus ini kepadanya dan menghormati segala keputusanya. Dan sebagai
penilaian pertama, bukankah tadi kita sudah melihat sendiri betapa bijaksana
dan cerdasnya Malika E Hindustan.”
Ini adalah keputusan yang sangat
sulit bagi Jalal, ia tahu ini akan menjadi sangat sulit bagi Jodha untuk
memberikan hukuman untuk Azim. Tapi hukum tetaplah hukum, apalagi tadi Azim
juga telah mengakui kejahatanya didepan seluruh pengadilan. Tapi Jalal juga
ingin menghormati Maham Anga jadi dengan sangat enggan Jalal setuju, iapun
berkata... “Malika E Hindustan akam mengambil keputusan akhirnya.”
Jalal menatap Jodha dengan banyak
perhatian. Jodha juga sangat khawatir dan ragu-ragu, disatu sisi ia tahu bahwa
hukuman pencurian dalam Mughal Sultanat adalah memotong tangan si pencuri. Namun
disisi lain Jodha merasa bahwa hukuman itu terlalu keras, tidak hanya bagi
pelaku namun juga untuk seluruh keluarganya. Akan tetapi jika ia tak
menghukumnya sesuai hukum Mughal maka dia akan melawan hukum itu sendiri. **Dilema Besar, ehhhh lagunya siapa ya?? He he he**
Jodha sekali lagi melihat Jalal
dengan ekspresi bingung, Jalal mengetahui itu ia lalu menggenggam erat tangan
Jodha dan berkata... “Jodha, aku percaya padamu bahwa kau akan adil dalam
memberikan vonis hukuam sesuai dengan hukum Mughal Sutlanat.” Dengan pernyataan
Jalal ini, Jodha mengetahui bahwa Jalal akan mendukung menghukum Azim dan Jalal
juga ingin Jodha mengikuti hukum juga, namun hati kecilnya sama sekali tak mau
menerimanya.
Wajah evil Maham dan Begum E Khass
mulai bersinar dengan sinar jahat. Dan Jodhapun mulai mengumpulkan semua
keberanianya, ia mengatakan lebih lanjut untuk Azim... “Azim, apakah kau tahu. Mencuri
tetaplah mencuri, tak peduli barang itu dimana selagi bukan milikmu kau tak
boleh mengambilnya dengan sembarangan. Harusnya kau bertanya dulu pada kakak
iparmu sebelum mengambil perhiasan itu. Sekarang katakan padaku secara rinci
apa alasanmu mencuri?.”
Kemarahan Azim seketika menghilang,
dengan ketakutan ia menjawab dengan nada memohon... “Ketika saya mengambil
perhiasan saya pikir saya akan bisa mengembalikanya pada hari itu juga. Saya hanya
ingin menunjukkan pada kakakku bahwa saya juga bisa menghasilkan uang dan
mengurus mereka. Saya tahu dengan sangat baik bahwa kakakku telah bekerja keras
dalam keseluruhan hidupnya untuk merawat saya. Saya melihatnya melakukan
pekerjaan berat, namun ketika saya ingin bekerja dipertanian juga kakak saya
tidak pernah memperbolehkanya. Ia selalu berkata nahwa saya tidak cocok untuk
pekerjaan ini, ia memiliki begitu banyak harapan kepadaku. Namun saya tak tahu
apalagi yang harus dilakukan.”
Mendengar itu lantas Jodha bertanya
pada Atimsai... “Apakah benar bahwa kau tak pernah mengizinkan adikmu bekerja
di pertanian kalian?.”
Atimsai dengan menunduk mengatakan...
“Ya memang benar bahwa saya tak pernah membiarkanya bekerja di pertanian kami
karena saya tak ingin dia bekerja keras seperti saya. Saya ingin dia melakukan
bisnis atau bekerja sebagai administrator, dia sangat cerdas dalam penelitian. Ia
telah belajar selama bertahun-tahun tapi ia gagal memenuhi impian saya.”
Lalu Jodha Bertanya sekali lagi pada
Atimsai... “Apa pendapatmu, apakah saudaramu harus dihukum sesuai hukum Mughal
Sultanat?.”
Mendengar pertanyaan Jodha, dengan
sigap Atimsai langsung menjawab... “Tidak mungkin. Saya sudah seperti seorang
ayah baginya, dalam mimpi sekalipun saya tak pernah berfikir untuk menghukum
dia seperti ini. seandainya saya tahu hukum Mughal, saya tak akan pernah datang
dalam Diwani E Khass untuk meminta keladilan. Dan dapatkah saya menarik keluhan
saya kembali?.”
Jodha menatap Jalal untuk membiarkan
sang suami menjawab.. Jalalpun berkata... “Hal ini sudah sangat terlambat. Saudaramu
telah mengakui kejahatanya dan sesuai dengan hukum yang berlaku saudaramu tetap
harus dihukum, kau tak bisa menarik keluhanmu kembali.”
Jodha memandang Jalal dengan sedikit
kebencian. Tadinya dia berharap Jalal akan mengabaikan hal ini dan membiarkan
mereka pergi.. akan tetapi harapanya tinggalah harapan karena hati Jalal tak
akan pernah melembut ketika ia dihadapkan pada keadilan..
Salahkahhhh????? Kita tunggu
jawabanya di part selanjutnya **wink wink wink, maaf yaaa ini partnya panjaaang
tambah lebar kali tinggi persisi rumus matematika jdi kudu dibagi dalam 3
part**
FanFiction Is It Hate or Love Chapter yang lain Klik Disini