Written by Samanika
Translate by ChusNiAnTi
Note: Tulisan warna biruadalah ucapan dalam hati pemain.
Jodha: “Jangan lakukan itu Pak Presiden, dan jangan terlalu bersedih. Saya senang anda mengakui kesalahan Anda. Dibutuhkan banyak keberanian dan tapi keberanian itu hanya membuat Anda menjadi lebih kuat. Dan Pak Presiden, saya sudah memaafkan anda sejak saya mengetahui bahwa anda meminum minuman yang Adham berikan pada saya. Bahkan anda mempertaruhkan kesehatan anda hanya untuk menyelamatkan saya. Jadi, anda tidak perlu meminta maaf sekarang.”
Jalal: “Benarkah Jodha? Apakah kau benar-benar telah memaafkanku?” Jodha menatap matanya, “Ya, Pak Presiden, saya sudah memaafkan anda.”
Mereka terus berpandangan dengan tangan Jodha masih memegang tangan Jalal. Jalal tidak bisa berhenti menatap mata Jodha yang coklat dan besar berbentuk doe dan Jodha tidak bisa berhenti melihat dalam mata Jalal. Matanya begitu tenang bagai laut dan dia merasa sangat damai. Dia bisa tenggelam dalam tatapannya. Mereka terus berpandangan sampai Jodha menyadari apa yang ia lakukan. Dia dengan cepat mengalihkan pandangannya dan mengambil tangannya dan langsung mengepalkan tangannya didepan dadanya. Dia merasa malu dengan apa yang ia lakukan.
Jodha berkata dalam hati, “Jodha, apa sih yang kamu lakukan? Melihat ke dalam matanya seperti itu? Bagaimana jika dia berpikir bahwa aku tertarik dengan dia? Oh Tuhan, aku harap dia tidak berpikiran yang salah!” Jodha berpaling dengan wajah yang memerah, “Saya minta maaf, Pak Presiden. Saya kira saya hanya tersesat di saat ini. Maafkan saya.”
Jalal (untuk dirinya): “Itu sangat indah! Dan kami berdua tenggelam dalam mata kami. Mengapa realitas harus menghampirimu, Jodha? Tangan kita berdua terkunci begitu juga mata kita, tidak ada sesuatu yang lain yang lebih sempurna!” (untuk Jodha): “Tenanglah Jodha. Jujur, sebenarnya kau sedikit hilang.”
Jodha: “Oh tidak! Istirahat makan siang hampir berakhir! Saya pikir kita perlu kembali bekerja.”
Jalal kecewa. Dia tidak pernah merasakan percakapan yang menarik dengan wanita lain sebelumnya. Dia masih ingin pecakapan mereka berlanjut.
“Saya akan membereskan ini segera.” Jodha kemudian membungkuk untuk membereskan makanannya dari meja. Itu sedikit jauh dari jangkauannya sehingga dia perlu membungkuk sedemikian rupa hingga dia bersandar pada Jalal. Dan tentu saja Jalal sangat menikmati cara dia bersandar padanya, meskipun tidak sengaja. Jodha lebih membungkuk hingga ia bisa menjangkaunya dengan duduk di posisi yang sama. Sayangnya ia kehilangan keseimbangan dan akhinya jatuh di sofa tepatnya di atas Jalal. Jodha sedikit memekik. Dada mereka bertabrakan dengan suara keras dan rambut panjang Jodha mengenai wajah Jalal. Wajahnya bertengger di atas bahu Jalal dan tangannya memegang lengannya yang berotot. Jodha menutup matanya sedangkan Jalal merasa bahagia sekaligus terkejut. Dia tidak pernah membayangkan bahwa Jodha yang sedang membereskan makanan meraka telah membuat mereka begitu dekat satu sama lain. Angin sejuk bertiup dalam ruangan tersebut sehingga rambut Jodha berterbangan diwajahnya. Jalal bisa mencium aroma manis yang berasal dari tubuh Jodha dan rambutnya yang begitu segar setelah keramas. Dia benar-benar menikmati saat itu sementara Jodha terus menutup matanya dengan mencengkeram lengan Jalal dengan kuat. Jalal sangat ingin meletakkan tangannya di sekitar pinggang Jodha namun dia berusaha keras untuk menahan dirinya. Jodha terlalu murni dan suci dan dia tidak ingin dia berpikir dirinya seperti Adham, yang hanya mencari kesempatan untuk mendekati seorang gadis. Jodha, di sisi lain, merasa takut kalau ia melukai kakinya karena tekanan yang dia berikan di atasnya. Dia terus berbaring diatasnya, dengan tangannya memegang lengannya bahkan lebih kuat daripada sebelumnya. Mata Jalal terbuka lebar dan wajahnya menampakkan senyum lebar. Akhirnya, setelah terdiam beberapa saat, Jalal mulai berbica, “Um... Jodha?” Mendengar suaranya, perlahan-lahan Jodha mengangkat kepalanya. Matanya tampak tak berdosa seperti anak kecil dan membuat hati Jalal meleleh melihatnya seperti ini. “Dia tampak begitu cantik ketika dia rentan. Matanya adalah yang paling ekspresif yang pernah aku lihat!” Ucapnya dalam hati. “Apakah kau baik-baik saja, Jodha?”
Jodha yang masih dalam keadaan terkejut segera bangun dan menyadari kebodohan yang dilakukannya. Ia tersipu dan kemudian duduk di sofa dengan nyaman. Wajahnya memerah seperti tomat dan Jalal berpikir bahwa Jodha merasa tidak enak badan. Ia khawatir karena Jodha tidak mengatakan apapun. Dia memegang bahu Jodha untuk memastikan bahwa dia baik-baik saja. “Jodha! Jodha! Apakah kau merasa baik-baik saja?” Jodha masih memerah, “Ya Pak Presiden, saya merasa baik-baik saja. Saya hanya merasa haus.” Namun sebenarnya Jodha tidak merasa haus sama sekali, dia hanya sangat malu dengan apa yang terjadi antara mereka beberapa waktu lalu. Dia hanya memberikan alasan karena ia tidak mau Jalal menyadari tentang dirinya yang tersipu. Namun Jalal sudah menyadari hal itu. Bahkan kemudian, ia menuangkan air dari botol kedalam gelas untuknya. Jodha mengambil gelas berisi air yang diberikan Jalal dan meminumnya perlahan-lahan. Dia meletakkan gelas di atas meja dan menghadapi dia, tanpa membuat kontak mata dengan dia. Dia masih tersipu. “Apakah kau merasa lebih baik sekarang?” Jodha merasa gugup, “Ya, saya merasa lebih baik. Dan saya harus segera kembali ke meja saya sekarang, Pak presiden.”
Jodha segera mengemasi tiffins nya dan memasukkannya ke dalam tasnya dengan cepat. Jalal terus mengamati dia dengan tatapan tajam seperti ingin memakannya. Jodha bangun dari sofa berdiri di depannya. “Terima kasih untuk makan siang bersama saya, Pak Presiden. Itu benar-benar menyenangkan. Dan terima kasih untuk makan siang anda, itu benar-benar lezat. Tolong katakan pada bibi bahwa saya benar-benar menyukainya!”
Jodha berbalik untuk pergi, namun tiba-tiba Jalal menarik tangannya untuk menghentikannya. Jodha berbalik untuk melihat apa yang salah, dan saat itu Jalal bergerak lebih dekat kepadanya. Ia berdiri cukup dekat. Jantung Jodha mulai berdegup kencang seirama dengan jarak mereka yang semakin dekat. Dia tidak berusaha untuk bergerak bahkan saat Jalal terus semakin mendekatinya. Dengan cepat dia menutup matanya dan menunjukkan ketakutan diwajahnya. Jalal menyeringai dan kemudian berbisik ditelinganya, “Jodha, dupattamu basah.” Jodha segera menarik duppatanya dan melihat itu benar-benar basah. Dia kemudian teringat bahwa Jalal telah menuangkan air sebelumnya dan duppatanya basah saat dirinya terjatuh tadi sehingga duppatanya mengenai menu makan siang mereka.
Dengan cepat Jodha mengumpulkan duppatanya di tangannya dan hendak beranjak dari sana, namun lagi-lagi Jalal memegang tangannya. Mata Jodha melebar sekaligus terkejut saat Jalal membungkuk dan membisikkan sesuatu di telinganya lagi. Dia bisa merasakan nafasnya yang hangat di telinganya ketika ia berbicara. Jalal berbisik dengan nada lembut namun serak, “Dan kau tampak begitu ‘drop-dead gorgeous’ saat kau memakai pakaian penari perut!”
Setelah mendengar pernyataan itu, Jodha tidak bisa mengendalikan wajahnya yang memerah. Dia tidak punya keberanian untuk melihat wajah Jalal. Ucapannya telah membuat jantungnya berhenti sesaat dan lututnya lemah. Dia merasa seolah-olah telah memenangkan dunia pada saat itu. Nafasnya menjadi berat dan senyum lenar terlukis diwajahnya. Namun, ia segera tersadar dari ketegangannya dan memutuskan untuk pergi dari sana secepat mungkin. “Terima kasih atas pujian anda, Pak Presiden.”
Jodha segera berjalan keluar dari kabin. Dia benar-benar lari keluar dari sana, seolah-olah hidupnya tergantung pada hal itu. Ketika ia meninggalkan kabin, pintu segera menutup perlahan. Jalal tidak bisa menahannya, namun ia tersenyum melihatnya yang tampak lugu dan malu. Dia melihat perawakannya yang mungil menghilang perlahan-lahan. “Aku tahu itu. It’s good, karena aku telah menunggu untuk memberitahukannnya hari ini. Reaksinya begitu lucu. Ia tersipu. Aku berharap, ia menyadari bahwa aku menyebutnya ‘panas’ secara tidak langsung. Dan aku suka cara dia memegang tanganku hari ini. Dan cara dia menghiburku, membuatku merasa lebih baik. Dan bagian akhir saat ia jatuh menimpaku. Ya Kudha! Itu begitu menakjubkan! Rambutnya, matanya, wajahnya; tidak ada jumlah pujian yang cukup untuk menggambarkannya! Dan cara dia mencengkeram lenganku dengan tangannya; begitu kuat hingga jas ku berkerut. Ini benar-benar makan siang yang luar biasa, melebihi dari apa yang aku bayangkan!”
Di sisi lain, Jodha sampai di mejanya. Dia masih tersipu berat dan jantungnya berdebar lebih cepat daripada sebelumnya. Senyum lebar tampak di wajahnya. Dia meletakkan kedua tangannya di sisi kiri dadanya dan menutup matanya, karena Dia tersenyum dan bernapas berat. “Oh Tuhan! Mengapa hal ini terjadi setiap kali? Setiap kali Pak Presiden mengatakan sesuatu yang baik atau memujiku, jantungku serasa berhenti dan lututku melemas! Dan mengapa senyum langsung muncul diwajahku? Aku tidak pernah sangat tersipu dan merasa terengah-engah seperti ini! Bahkan ketika aku jatuh diatasnya, aku memegang dia dengan erat tetapi ia tidak menyentuhku. Aku harus segera sadar, namun ada sesuatu yang menarikku padanya. Aku tidak pernah merasa begitu aman dengan seseorang. Itu seolah-olah tangannya melindungiku bahkan tanpa menyentuhku. Dan apa maksudnya dengan drop-dead gorgeous'? Aku hampir pingsan. Tetapi mengapa hal ini terjadi sepanjang waktu? Aku yakin Pak Presiden juga memuji wanita lain seperti ini sepanjang waktu. Meskipun mengetahui semua ini, mengapa aku mulai bertindak seperti seorang remaja dan malu-malu? Dan jantungku, masih berdetak begitu cepat. Ugh... Jodha! Sadarkan dirimu! Dia hanya menjadi baik! Kau tidak perlu mulai bertindak seperti ini dan mempermalukan dirimu kepadanya sepanjang waktu!”
~~~~~~~~~~o0o~~~~~~~~~~
Waktu berlalu dengan cepat dan kini jam sudah menunjukkan pukul 5 pm. Bharmal sudah kembali ke kantor dan Jodha mencoba untuk menyelesaikan pekerjaannya tetapi apa yang terjadi sebelumnya telah mengganggu konsentrasinya. Dia ingin bertemu dengannya dan meluruskan apa yang terjadi sebelumnya tetapi ia tidak mendapat kesempatan untuk melakukannya. Jalal sangat sibuk dengan pekerjaan dan telah mengatakan pada semua orang bahwa dia tidak akan bisa menemui siapapun. Tiba-tiba, ia mendengar suara pop pada laptopnya dan melihat bahwa ia telah menerima email. Dia membuka kotak masuk dan melihat bahwa itu adalah email dari Jalal. Pada subjek tertulis ‘Penting’.
“Mengapa Pak Presiden mengirim email. Dia telah menandai sebagai penting sehingga lebih baik aku membaca ini.” Jodha membuka email dan mulai membaca perlahan-lahan.
Dear karyawan,
Saya ingin berterima kasih kepada Anda semua atas dedikasi Anda untuk membuat perusahaan kami seperti sekarang ini. Setiap orang yang bekerja untuk perusahaan dihargai dan seperti anggota keluarga. Lagi pula, alasan saya menulis kepada kalian semua, adalah untuk memberitahukan Anda bahwa Adham Khan tidak lagi menjadi Wakil Presiden perusahaan. Ia dituduh terlibat menggelapkan uang perusahaan jutaan Rupee bersama Benazir Khan, seorang karyawan yang khusus, juga terlibat dengan dia dalam penipuan ini. Karena posisi wakil presiden dan Ms Khan sekarang kosong, saya telah memikirkan dua karyawan yang sangat setia dan berdedikasi untuk menggantikan tempat mereka. Jadi, saya sungguh-sungguh meminta semua orang untuk berkumpul di aula konferensi utama untuk mengumumkan nama-nama dua karyawan yang akan menggantikan tempat mereka. Juga, ada pengumuman khusus bagi tiga karyawan yang lain, yang mempertaruhkan keselamatan dan kesejahteraan mereka sehingga mereka dapat membawa kebenaran di depan mata saya dan saya sangat berterima kasih kepada mereka. Saya dengan tulus meminta kehadiran Anda di aula konferensi utama pada 6,30 pm, hari ini.
Mohammed Jalaluddin
Jodha membaca email tersebut sekali lagi. Dia tersenyum dan kemudian melanjutkan pekerjaannya. Dia terus memeriksa waktu karena dia harus datang di ruang konferensi pukul 6,30. Karena Salima dan Ruqaiyya tidak ada, ia memutuskan untuk pergi dengan ayahnya.
Jodha dan ayahnya meninggalkan kantor untuk pergi ke ruang konferensi utama di lantai 6. Karena ada banyak antrian untuk menggunakan lift, mereka memutuskan untuk menggunakan tangga. Mereka akhirnya sampai di ruang konferensi. Ruang pertemuan besar yang mana sekitar 200 orang bisa dengan mudah duduk. Ada podium di depan. Jodha dan Bharmal duduk bersebelahan di barisan belakang. Beberapa karyawan yang sudah datang dan sisa dari mereka sedang dalam perjalanan. Jodha berbicara kepada ayahnya tentang hari-nya dan apa yang dia lakukan. Demikian juga, Jodha bercerita tentang bagaimana dia telah makan siang dengan Jalal tapi dia tidak mengatakan bagian dimana dia memegang tangannya dan jatuh padanya. Ayahnya jelas tidak akan menyukai itu dan fakta bahwa ia bahkan tidak membuat upaya untuk bangun bahkan hal itu akan membuat ayahnya semakin marah. Dia tidak pernah merasa begitu aman dilengan seseorang sebelumnya. Namun dia tidak ingin mengakuinya pada dirinya sendiri. Dia masih belum bercerita tentang menari perut karena dia tidak mendapat kesempatan yang tepat. Semalam dia pulang kerumah dalam kondisi yang benar-benar lelah, jadi orang tuanya tidak begitu banyak memberikan pertanyaan padanya. Tapi dia tidak bisa menyembunyikan sesuatu dari mereka terlalu lama dan akhirnya harus memberitahu mereka. Dia mendesah dan menunggu tiba waktunya untuk memberitahu yang sebenarnya...........