Setelah selesai mencetak sidik jarinya, mereka pun
kembali ke meja kerja masing-masing dan bertingkah layaknya tak terjadi
apa-apa.
Mereka kembali berkumpul dirumahnya Salima
sepulang bekerja untuk meninjau rencana mereka. Ruqaiyya dan Jodha sedang duduk
sambil menunggu Salima membawakan cemilan. Salima pun datang, lalu mulai
berdiskusi.
Ruqaiya "Salima, apakah kostumnya sudah ada?
Dan bagaimana dengan wignya?"
Salima: "Iya, semuanya sudah ada. Sudah ku
siapkan semuanya. Kita nanti akan mulai memakainya disini."
Jodha: "Salima, apa kau sudah memberikan para
penari latar kartu ID ?"
Salima: "Iya, sudah kuberikan kemarin."
Ruqaiya: "Girls, kita harus memikirkan semua
yang akan kita lakukan di pesta nanti."
Jodha: "Iya. Apa yang akan kita lakukan
nanti."
Salima: "Aku sudah memikirkannya. Tugas
kalian adalah mengalihkan perhatian. Kalian harus berhasil menarik sebagian
dari para tamu untuk naik ke atas panggung. Di saat panggungnya mulai ramai,
akan memanfaatkan kesempatan itu untuk menyelinap keluar menuju tempat brankas
itu berada."
Ruqaiya "Oke, Salima. Aku akan menggunakan
kekuatan dari kecantikanku ini untuk menarik mereka."
Jodha: "Tidak, Salima. Kalianlah yang harus
mengalihkan perhatian mereka. Aku yang akan mengambil berkas-berkas itu dari
brankas."
Salima: "Memangnya kenapa, Jodha? Itu tak
perlu. Aku yang akan mengambilnya."
Jodha: "Kalian berdua sudah cukup melakukan
banyak hal. Salima, kau sudah membuat cetakan sidik jari itu dan kau juga sudah
melatih kami menari. Ruqaiyya yang membeli kostum dan mengatur transportasinya.
Bila dibandingkan kalian, aku bahkan belum melakukan apapun."
Salima: "Jodha, itu tak perlu. Ingatlah, kita
bisa mendapatkan sidik jari itu juga berkat dirimu."
Jodha: "Tidak, Salima. Kumohon, biarkanlah
aku yang mengambilnya. Akulah yang pertama mengetahui akan masalah ini. Jadi,
sudah kewajibanku untuk mengambil berkas-berkas itu langsung pada Pak
Presiden."
Salima dan Ruqaiyya akhirnya menyetujui permintaan
Jodha.
Setelah selesai dengan diskusi mereka, Jodha
berpamitan pulang. Sesampainya dirumah, orang tua Jodha dan adiknya, Sujamal
sudah menunggunya di meja makan.
Ibu: "Kemarilah, Sayang. Duduklah untuk makan
malam."
Sujamal: "Di, bagaimana harimu?"
Jodha: "Yahh, baik-baik saja."
Jodha duduk dikursi. Ibunya memberikannya sepiring
nasi disertai lauk pauk. Jodha mulai memakannya.
Ibu: "Jodha Sayang, mau berapa lama lagi kau
harus terus singgah di rumah Salima seperti ini?" Ini sudah berlangsung
hampir sebulan, lho."
Jodha: "Ibu, aku tahu ini sudah berlangsung
lama. Tapi aku bisa apa? Proyek ini belum terselesaikan dan semakin
membosankan. Kita juga masih punya banyak pekerjaan lain di kantor, karenanya
proyek ini dikerjakan secara sambilan. Tapi aku janji, Bu. Besok adalah hari
terakhirku mengerjakanny, karena hari senin sudah harus dikumpulkan."
Ayah: Iya, Sayang. Tak apa-apa. Pekerjaan bukanlah
sebuah candaan. Harus dilakukan dengan keseriusan."
Jodha tersenyum kepada Ayahnya dan lanjut
menyantap makanannya. Dia lega karena orangtuanya tidak curiga. Namun, ayahnya
tahu kalau sebenarnya ada sesuatu yang ganjil.
Ayahnya pernah mendengar Jodha dan Salima
membicarakan sesuatu ditelepon mengenai kostum. Dia tahu kalau sia-sia saja
jika bertanya padanya tentang hal itu, karena Jodha tak akan mau mengatakan
yang sebenarnya. Jika Jodha mau bercerita pada ayahnya, pasti sudah
dilakukannya sejak awal. Namun, Bharmal masih sangat percaya padanya. Dia tahu
kalau putrinya tak akan membuat masalah. Dia merasa kalau Jodha ingin hal itu
tetap dirahasiakan. Jadi, dia putuskan untuk menunggu sampai Jodha sendiri yang
menceritakannya.
Namun, hal ganjil ini juga tak diberitahukan pada
istrinya, Mainavati. Karena dia tahu, istrinya akan sangat khawatir pada Jodha.
Jadi, dia memilih untuk diam dan menunggu untuk mendengar kebenarannya dari
mulut Jodha sendiri.
Jodha: "Ibu, besok aku mau menghadiri pesta
dirumahnya Salim. Dia juga mengundang beberapa teman."
Ibu: "Salima lagi,,, Salima lagi!! Apa kau
tak bosan terus-terusan melihatnya selama sebulan ini?"
Ayah: "Maina, biarkan saja. Kau tahukan kalau
dia sangat bertanggung jawab. Dia tak akan macam-macam." ~pada Jodha~
"Sayang, Ayah mengizinkanmu pergi. Pergilah dan nikmati pestanya."
Jodha: Terima kasih, Ayah. Oh ya, aku juga harus
pergi lebih awal, menjelang siang, untuk membantu Salima dengan persiapannya.
Sekalian juga menyelesaikan bagian akhir dari proyekku."
Ayah: "Iya, Sayang. Baiklah."
Mereka melanjutkan kembali menyantap hidangan
masing-masing.
Mainavati terlihat tidak senang. Dia tidak ingin
Jodha pergi kerumahnya Salima lagi. Dia menjadi sedikit curiga dengan kunjungan
Jodha kerumahnya yang terus-menerus. Tapi dia coba meyakinkan dirinya kalau
kunjungan itu hanyalah karena pekerjaan dan Bharmal juga meyakinkannya begitu.
Namun rencana akan pesta itu agak membuatnya sedikit curiga. Dia ingin
membicarakan hal itu dengan Jodha, tapi sudah tak ada gunanya saat ini.
Suaminya telah mengizinkannya pergi dan Jodha menuruti. Jadi, dia biarkan saja
hal itu dan hanya bisa berdoa pada Kanha untuk melindungi putrinya.
Jodha: (Dalam hatinya) "Maafkan aku, Ibu, Ayah. Aku tak bisa
mengatakan yang sebenarnya saat ini. Tapi aku janji pada diriku sendiri, jika
masalah ini sudah selesai, akan ku ceritakan semuanya pada kalian."
Jodha selesai dengan makan malamnya dan langsung
menuju ke kamarnya. Hari itu adalah hari yang melelahkan dan juga membuatnya
gugup.
Jodha: "Kanha, mohon bantulah kami dengan
melancarkan rencana ini agar kami dapat memperlihatkan kebenarannya pada Pak
Pres. Dan mohon maafkan aku karena telah berbohong pada Ayah dan Ibu. Aku akan
ceritakan semuanya pada mereka setelah tugas kami selesai esok hari."
Di sisi lain, Jalal merasa sangat gelisah dan
terganggu. Dia tahu bahwa ada sesuatu yang aneh dan di sembunyikan darinya. Dia
lebih khususnya khawatir tentang Jodha.
Dia teringat hari itu di kantor, dia melihat Jodha
sedang membawa sebuah gelas yang dibalut dengan saputangan dan Salima yang
membawa tas. Ketiga wanita itu lalu pergi ke suatu tempat dengan
mengendap-endap memastikan tak ada yang melihat mereka. Jalal sangat penasaran
dengan kejadian itu, tapi dia juga sangat khawatir.
Jalal: "Apa yang direncakan oleh
wanita-wanita itu? Sungguh, ini membuatku sangat gelisah. Dan mengapa Jodha
selalu menunjukkan ekspresi yang tegang di wajahnya. Aku harap Adham tak
macam-macam dengannya. Aku bersumpah, aku akan membuat semua darah dalam
tubuhnya menjadi kering, jika dia mencoba macam-macam dengan Jodha-ku!!"
Jalal kembali merenungkan kalimat terakhirnya. Dia
merasa heran, apa yang telah terjadi padanya.
Jalal: "Ya Allah, apa yang terjadi padaku?
Apa aku baru saja menyebutnya 'Jodha-ku'? Dia bukanlah milikku pribadi. Tapi
kenapa aku selalu merasa seperti itu? Mengapa keinginan Adham untuk memilikinya
membuatku jadi sangat marah dan mendorongku untuk menjadi sangat posesif? Aku
sudah mulai gila! Aku rasa, aku harus segera menemui dokter sebelum semunya tak
terkendali."
Jalal lalu terlelap dalam tidurnya dengan semua pemikiran
itu yang masih menyelimutinya.
Kemudian dia mulai bermimpi. Di mimpinya dia
melihat Jodha yang mengenakan pakaian yang dipakainya dikantor tadi pagi dan
terlihat sangat cantik seperti biasanya. Mereka hanya saling memandang dan
saling melempar senyum. Jalal senang dan lega melihatnya seperti itu, karena
sudah lama dia tak melihat senyuman yang terpancar dari wajah anggunnya. Namun
tiba-tiba, Jalal melihat Adham muncul dari belakang.. Adham menyentuh wajah
Jodha, lalu membawa paksa dirinya. Jodha hanya menjerit minta tolong. Jalal
ingin menolongnya, tapi tak bisa. Seperti ada yang menahan langkahnya. Jalal
hanya bisa meneriakkan nama Jodha, tapi usahanya sia-sia. Adham telah membawa
dan memasukkannya ke dalam mobil.
Jalal langsung tersentak bangun. Dia pun menyadari
bahwa itu hanyalah mimpi buruk. Dia menyalakan lampu di atas meja samping
ranjangnya dan menyambar segelas air putih lalu meneguknya.
Jalal: "Itu adalah mimpi buruk yang
mengerikan! si Pecundang Menyedihkan itu terus saja membawa paksa dirinya dan
tak ada yang bisa kulakukan untuk menolongnya. Ahh, aku baru ingat, aku harus
menghadiri pesta ulang tahunnya besok. Aku harus membeli setelan baru.
Sebaiknya aku kembali tidur saja."
***KEESOKAN
HARINYA***
Jodha dengan sabar sedang menanti berlalunya
waktu. Masih ada 2 jam lagi sebelum dia pergi ke rumahnya Salima. Dia sudah
mengingat semua yang harus dibawanya dan memastikan semuanya tlah siap.
Di sisi lain, Jalal mendatangi seorang designer
butik untuk membeli setelan baru. Setelah mencoba berbagai setelan yang di
sodorkan, akhirnya dia memilih membeli sebuah kemeja biru laut dengan celana
panjang bermerk Zara. Dia juga membeli sepasang sepatu bermerk Clarks. Setelah
membeli semuanya, dia langsung pulang. Dia menyegarkan dirinya dan bersiap-siap
untuk sebentar malam.
Jodha telah tiba dirumahnya Salima siang itu.
Ruqaiyya telah tiba lebih dulu.
Jodha: "Hai, teman-teman."
Ruq dan Salima: "Hai, Jodha."
Jodha: "Apa semuanya sudah siap?"
Salima: "Iya, kostumnya sudah siap, begitu
juga dengan wignya. Mobilnya telah disiapkan diluar dari agensi dan para penari
latarnya juga telah siap.
Jodha: "Bagus sekali. Aku rasa, kita sudah
siap pula."
Sejam berlalu, ketiganya langsung memilih untuk
segera bersiap-siap. Mereka harus tiba ditujuan pukul 7 malam, karena acaranya
akan di mulai pukul 8.30. Salima membawakan kostumnya di ruangan lain.
Salima: "Girls, ini dia
kostum-kostumnya."
Jodha dan Ruqaiyya langsung berteriak kegirangan.
Walaupun telah memilih sendiri dan membelinya lewat online, namun Salima tak mau
menunjukkan kostum aslinya pada mereka, sampai hari yang ditentukan tiba.
Keduanya lalu mengambil kostum masing-masing dari tangan Salima.
Jodha: "Wow... Ini terlihat lebih bagus
sekali dari yang kulihat di online."
Ruqaiya "Iya, benar sekali."
Mereka pun bergantian masuk ke kamar mandi untuk
memakai kostum masing-masing.
Ruqaiyya yang masuk pertama. Dia memakai blus
hitam dipadukan dengan rok belahan hitam yang memanjang sampai kaki. Dia juga
memakai syal pinggul hitam dengan hiasan koin-koin perak yang menggantung dan
berbunyi saat dia berjalan.
Salima dan Jodha sangat terpesona. Ruqaiyya
terlihat sangat seksi juga cantik. Dia berjalan menghampiri keduanya yang
sedang menatapnya dengan kagum.
Ruqaiya "Bagaimana penampilanku?"
Jodha: "Ruqs, kau terlihat seksi sekali yo..
"
Ruqaiya "Makasih, Jo."
Salima: "Oke, sekarang giliranku."
Salima masuk, dan beberapa saat kemudia keluar
dari kamar mandi. Dia memakai blus biru berbahan kain logam dengan rok berbahan
jaring berwarna senada yang menjulang sampai kaki. Dia juga memakai syal
pinggul biru.
Ruqaiyya langsung bersiul menggoda begitu Salima
keluar dari kamar mandi. Jodha melihatnya penuh kagum. Salima memang terlihat
sangat cantik.
Salima: "So, bagaimana menurut kalian?"
Ruqaiya "Kau kelihatan sangat luarbiasa."
Jodha: "Iya, Salima. Kau juga sangat
cantik."
Salima: "Thanks, girls. Jodha, sekarang
giliranmu."
Jodha memasuki kamar mandi lalu memakai kostumnya.
Dia memakai blus merah dipadukan dengan rok merah dengan belahan dibagian
sampingnya yang menjulang menutupi kaki jenjangnya. Belahan roknya lebih
terbuka dari punyanya Ruqaiyya. Pada dasarnya, kostum yang dipakai Jodha
dirancang lebih terbuka membuatnya terkesan lebih seksi dibanding yang lain.
Tak lupa pula syal pinggul dengan warna sama berhiasi koin-koin perak yang
menggelantung.
Jodha dengan perlahan membuka pintu dan keluar
dengan hati-hati. Ruqaiyya dan Salima yang sedang sibuk berbincang, seketika
menoleh ke arah Jodha saat mendengar suara koin-koin yang bergelantungan di
syal pinggulnya berbunyi. Mereka terpanah dengan pemandangan di hadapan mereka.
Jodha terlihat sangat seksi juga sangat cantik disaat yg bersamaan. Dia bahkan
belum memakai perhiasannya, tapi tetap terlihat bagaikan jutaan sinar yang
berkilauan (silauu donkk.. ). Salima dan Ruqaiyya menatapnya dengan mulut yang
tebuka lebar (awass mbak, kuah sayurnya tumpah tuh.. #abaikan).
Jodha: "Bagaimana?"
Salima: "Jodha, kau terlihat sangat
sangaaaattt seksi, bo..! Kau pasti akan memukau banyak orang dengan
penampilanmu."
Ruqaiya "Iya, Jo. Kau juga terlihat cantik
sekali. Semua pasang mata pasti akan terus menatapmu. Sialan, bahkan kostummu
lebih bagus dari punyaku. Kau memang punya selera yang bagus dalam memilih
kostum."
Salima: "Iya, Ruqs. Seleranya memang lebih
bagus dari kita."
Jodha: "Hentikan, girls. Kalian juga tak
kalah cantik kok dengan gaya kalian masing-masing. Jadi, berhentilah memujiku
tinggi."
Ruqaiya "Aww,,, Jo. Makasih."
Salima: "Makasih, Jo. Mari kita mulai merias
wajah."
Jo-Ruqaiya "Yup!!"
Ketiganya pun mulai merias wajah masing-masing.
Mereka memilih tampilan Smokey pada bagian mata, karena dapat menyamarkan
mereka sampai batas tertentu. Mereka memakai polesan lip gloss pink cerah pad
bibir. Lalu, mereka menaburkan bubuk kerlap-kerlip di area pipi dan leher
secukupnya. Kemudian, dilanjutkan dengan memakai wig. Semua wig memiliki
panjang medium yang sama.
Ruqaiyya memakai wig berwarna hitam legam, yg
serasi dengan kostumnya. Salima memakai wig pirang yang kontras dengan kostum
birunya. Jodha memakai wig berwana coklat kemerah-merahan yang terlihat lebih
terang dari kostumnya. Dengan wig-wig tersebut, mereka hampir tak dapat
dikenali.
Kemudian mereka memakai perhiasan rambut yang
merupakan perpaduan antara mahkota dan maang-teeka. Lalu menyematkan gelang
dikedua lengan masing-masing serta memakai gelang kaki. Jodha melihat masih ada
bubuk kerlap-krlip yang tersisa.
Jodha: "Hey, aku punya ide!"
Jodha lalu menaburkan beberapa bubuk ke seluruh
lengan dan kaki jenjangnya yang terekspos. Kemudian, menaburkannya lagi pada
seluruh sekat badannya bagian depan dan membuat hiasan disekitar pusarnya
dengan bubuk tersebut.
Melihat itu, Salima dan Ruqaiyya pun mengikutinya.
Sementara itu, Jalal terbangun dari tidur
siangnya. Dia melihat arlojinya.
Jalal: "Sialan! Sudah hampir jam 6. Aku harus
segera bergegas."
Jalal langsung menyalakan pancuran air dan
mengguyur tubuhnya. Setelah itu, dia keluar sambil mengeringkan tubuhnya dengan
handuk. Kemudian, dia mengambil setelannya yang sudah dibeli dan memakainya.
Dia memakai jel rambut agar membuat tampilan licin pada rambut gondrongnya.
Dilanjutkan dengan memakai parfum favoritnya, jam tangan Rolex dan sepatunya.
Jalal: "Oh iya, aku hampir lupa untuk
membawakan kado ulang tahun buat si Pecundang itu."
Jalal membuka lemarinya dan mengambil sekotak
kado. Dia pun siap untuk berangkat. Dia menuju ke garasi dan masuk ke mobilnya.
Lalu mulai melajukan mobilnya menuju rumah Adham.
Setelag mengecek semua persiapannya, ketiganya pun
juga siap untuk berangkat, namun Salima teringat sesuatu.
Salima: "Oh, aku hampir lupa membawa cetakan
sidik jarinya."
Salima berlari masuk kedalam lalu keluar membawa
amplop, dia pun menyerahkannya pda Jodha.
Salima: "Simpanlah ini baik-baik. Kau akan
dapat membuka brankasnya dengan ini."
Jodha mengambil amplopnya dan menyelipkannya di
syal pinggulnya. Mereka pun menyelimuti tubuh masing-masing dengan mantel, lalu
keluar menuju mobil. Ruqiyya duduk di kursi pengemudi, Jodha duduk di
sampingnya, dan Salima duduk di kursi belakang. Ruqaiyya menyalakan mesin mobil
dan mulai melajukannya.
Jalal sedang didalam mobilnya sambil yang terjebak
dalam kemacetan. Sambil mendengarkan radio, dia mengingat-ingat mimpinya.
Jalal: "Apa maksud dari mimpi itu? Apakah itu
pertanda bahwa Jodha sedang dalam bahaya? Ataukah hanya karena aku yang terlalu
mencemaskannya? Oh Tuhan, aku sudah mulai gila. Aku harus mengeluarkannya dari
pikiranku. Ini semua membuatku stress dan gelisah. Dan sampai kapan kemacetan
ini akan berakhir!! Berlama-lama seperti ini membuatku muak."
Jodha, Salima, Ruqaiyya sudah hampir sampai di
tujuan. Mereka pikir kalau memarkirkan mobilnya terlalu dekat dengan rumah
Adham akan menimbulkan kecurigaan. Jadi, mereka memarkirkan mobilnya di jalur
lain, lalu berjalan kaki menuju rumah Adham.
Akhirnya, mereka telah sampai di pintu masuk
bagian belakang rumah, yang memang dikhususkan bagi jalan masuknya para pelayan
dan penari. Penjaga memeriksa kartu ID mereka lalu mengizinkan masuk. Dia
mengarahkan mereka menuju kamar rias untuk para penari.
Sambil berjalan, mereka mendengar percakapn antara
2 orang pelayan di depan sebuah kamar.
Pelayan 1 : "Dengar, masuklah dan ambillah
pakaian Tuan. Aku harus menyetrikanya."
Pelayan 2 : "Iya, aku juga harus merapikan
kamarnya dulu. Aku akan mengambilnya nanti."
Jodha: (dalam hati) "Jadi ini ya, kamarnya si Lintah itu!
Aku yakin brankasnya pasti ada di dalam sana."
Jodha menghapal letak kamar itu agar bisa dengan
mudah menemukan brangkasnya. Dia pun memastikan amplopnya tersimpan aman.
Mereka lalu tiba di kamar rias dan memasukinya.
Ada banyak wanita yang akan tampil hari itu. Mereka semua berdandan dengan
berbagai kostum.
Beberapa dari mereka ada yang sedang mengantri
untuk mengganti pakaian, lalu ada yang sibuk merias. Ada yang berteriak meminta
pakaiannya untuk dilemparkan padanya. Ada juga yang hampir menangis karena
tidak bisa menemukan aksesoris rambutnya.
Dalam sekejap, semua menjadi sangat bising dan
sesak di dalam. Untungnya Jodha, Salima, dan Ruqaiyya, sudah berdandan dan siap
lebih dulu dari rumah, jadi mereka tak perlu merasakan sesak di dalam. Mereka
pun duduk dikursi yang disediakan.
Salima: "Aku harap kita nanti tampil
terakhir."
Jodha: "Kenapa begitu?"
Salima: "Saat penampilan terakhir selesai,
para penari akan mulai meninggalkan tempat ini. Dan lantai ini akan sepi,
nantinya akan mudah bagimu untuk menyelinap masuk dan mengambil berkasnya tanpa
harus takut tertangkap."
Tiba-tiba seorang sukarelawan datang dengan nomor
undi dan menyerahkannya pada Salima. Melihat nomornya, Salima lalu berteriak
kegirangan.
Salima: "Yee,,,, kita akan tampil
terakhir!!"
Jodha dan Ruqaiyya ikut senang mendengarnya. Satu
per satu para penari latar mereka tiba.
Ketiganya semakin menjadi gugup dan gelisah disaat
yang bersamaan. Ada kemungkinan besar bahwa seluruh rencana mereka bisa menjadi
bumerang.
Sementara itu, Jodha mengeluarkan amplopnya lalu
menuliskan nama samarannya 'Rose' agar mudah baginya mengingat namanya. Setelah
itu, dia kembali menyelipkan amplop itu di balik syal pinggulnya. Mereka pun
dengan sabar menunggu waktu untuk berlalu.
Sementara itu, Jalal telah tiba ditujuan. Dia tiba
lebih awal karena tamu-tamu lain tidak akan tiba sebelum jam 8. Dia melihat
Adham dan berjalan menghampirinya.
Jalal: "Hey, Adham! Selamat ulang
tahun."
Adham: "Hey, Jalal. Thanks, man."
Mereka saling berpelukan, lalu jalal memberikannya
kado. Adham membuka kadonya dan melihat sebuah jam tangan Rolex edisi terbatas
yang dilapisi dengan berlian dibagian luarnya dan dikelilingi dengan bahan
platinum. Sabuknya juga terbuat dari platinum. Adham tersenyum lebar melihat
arloji itu, lalu kembali memeluk jalal.
Adham: "Thanks, man. Bagaimana kau tahu kalau
aku memang menginginkan arloji ini?"
Jalal: "Well,, aku memang tahu segalanya
tentangmu. Kau tak bisa menyembunyikan apapun dariku."
Kalimat terakhir tadi sebenarnya di maksudkan
untuk menyindir Adham. Namun, karena saking senangnya, hingga dia tak
menyadarinya.
Adham: "Jalal, aku harus menyapa tamu-tamu
lainnya, jadi aku akan sangat sibuk. Kau pergilah ke bar dan minumlah sesuatu.
Acaranya akan segera dimulai. Lihatlah bartendenya. Dia seksi sekali,'kan?
Pergilah dan bicara padanya. Aku akan segera kembali."
Jalal: "Baiklah, aku akan ke bar."
Jalal pun menghampiri bar, sambil memikirkan
perkataan Adham barusan.
Jalal: "Dasar Pecundang!! Kau pikir aku mau
menggodanya.. Bagiku hanya ada satu wanita cantik, yaitu Jodha! Tidak ada yang
bisa menggantikannya. Tidak juga bartendermu itu!"
Jalal duduk di bar dan memesan segelas wiski. Si
baretender melempar senyum menggoda ke arahnya sambil membuatkan minumannya.
Jalal tidak menggubrisnya. Di dalam pikirannya, dia ingin melihat Jodha. Dia
mendesah pelan dan meneguk minumannya.
Suasana di kamar rias begitu tegang. Semua penari
sedang menunggu acarany dimulai. Waktu sudah hampie memasuki pukul 9 malam.
Sepertinya acarany agak sedikit terlambat.
Akhirnya, seorang sukarelawan menyuruh grup penari
pertama untuk beekumpul.
Jalal yang sedang duduk di bar, baru saja meneguk
gelas wiski yg kedua, lalu ia mendengar seseorang mengumumkan acaranya,
"Selamat malam, semua. Para tamu diharapkan segera berkumpul di sekitar
panggung karena acaranya akan di mulai. Terima kasih."
Jalal pun bangkit dari duduknya dan menuju ke arah
sekitar penggung untuk mendapat tontonan yang lebih jelas. Lampu ruangan dibuat
remang-remang, agar membuat susana semakin eksotis.
Sekelompok penari pertama memasuki panggung dan
menari dengan gerakan akrobatik.
Waktu pun perlahan berlalu. Satu per satu grup
penari menyelesaikan penampilannya di panggung. Akhirnya, tibalah waktu bagi
Salima, Jodha, dan Ruqaiyya, serta penari latarnya untuk tampil.
Salima: "Ayo, girls. Let's do this!
Semuanya: "Yeeahh!!!!
Salima: "Oh, aku hampir lupa sesuatu."
Salima mengeluarkan beberapa cadar yang terbuat
dari bahan jaring dari dalam tasnya. Dia membagikan beberapa cadar berwarna
putih kepada para penari latar yang senada dgn warna kostumnya. Lalu, dia
membagikan cadar berwarna hitam pada Ruqaiyya, yang merah pada Jodha dan dia
sendiri mengambil yang biru.
Salima: "Ini akan membantu kita dalam
penyamaran, juga membuat kita terlihat seperti penari tari perut yang
asli."
Mereka melepaskan mantel dan memakai cadar
masing-masing, yang menutupi hidung dan mulut mereka. Mereka pun mendapat
panggilan terakhir untuk tampil ke atas panggung.
Salima: "Ingatlah teman-teman, cobalah untuk
menarik sebanyak mungkin para pria itu untuk naik ke panggung. Bagusnya, jika
kalian sendiri yang membawa mereka naik ke panggung. Karena kita harus membuat
panggungnya menjadi ramai. Mengerti?"
Semuanya : "Mengerti!!!"
Ruqaiya: "Let's do this now, everybody!"