Written
by Samanika
Saat
ini, ketiga wanita tadi sedang duduk bersama menyantap makan siang di ruangan
kerja Jodha. Mereka, terutama Jodha, terlihat begitu tegang. Mereka
bertanya-tanya apa yang harus mereka lakukan selanjutnya.
Ruqaiya:
"Aku tak bisa menyangka kalau kita akan menyamar sebagai penari untuk
mengisi acara pertunjukannya. Akan ada banyak pria yang tak dikenal disana.
Bagaimana jika ada yang mencoba bertindak seenaknya?"
Salima:
"Aku juga sebenarnya merasa takut, Ruqaiyya. Tapi hanya inilah cara untuk
bisa mendapatkan berkas data-data itu."
(Jodha
tak berbicara sepatah kata pun. Dia sedang memikirkan pembicaraan mereka dengan
Javeda saat di ruangannya tadi.)
*Flashback*
Ketiga
sudah mau meninggalkan Javeda, lalu terhenti saat Javeda memanggil mereka
kembali.
Salima:
"Ada apa, Javeda?"
Javeda:
"Apakah kalian bisa menari?"
Salima:
"Aku bisa sedikit."
Ruqaiya:
"Sama, aku juga."
Jodha:
"Aku pun begitu."
Javeda:
"Well, okey! Aku ingin menyewa penari untuk mengisi acara pertunjukan di
pesta nanti. Aku sebenarnya sudah menyewa 30 penari, tapi masih butuh lebih.
Dan saat kalian bilang lagi butuh uang, aku pikir, bagaimana jika kalian
mencobanya."
Saat
mendengar kata 'penari', Jodha menjadi gugup. Dia tak keberatan menjadi
pelayan, tapi dia ragu jika ingin menari di depan banyak pria yang tak dikenal.
Salima:
"Beri kami waktu sebentar, Javeda."
(Ketiganya
lalu berjalan merapat ke sudut ruangan. Javeda bisa merasakan ketegangan di
wajah mereka.)
Ruqaiya:
"Salima, aku tak mau melakukannya!"
Jodha:
"Iya, aku juga sama."
Salima:
"Girls, coba pikirkan dulu,. Pesta itu adalah jalan satu-satunya untuk
bisa masuk ke dalam rumah si Lintah itu. Dan itu satu-satunya cara untuk bisa
masuk dengan selamat adalh dgn menyamar sebagai penari."
Jodha:
"Tapi Salima, beberapa karyawan di kantor ini juga akan ada disana.
Bagaimana jika mereka mengenali kita?"
Salima:
"Mereka akan dengan mudah mengenali kita jika kita menjadi pelayan, Jodha.
Coba pikirkan, jika kita menjadi penari, kita bisa mengenakan berbagai macam
kostum dan aksesoris, bahkan yang kostum paling aneh pun sesuai keinginan kita,
dan tak akan dikenali."
Jodha
dan Ruqaiyya pun memikirkannya. Akhirnya, mereka menyetujui bahwa inilah jalan
keluar satu-satunya.
Mereka
pun kembali mwnghampiri Javeda.
Salima:
"Javeda, kami siap untuk tampil nanti."
Javeda:
"Okey! Berikan saja nama dan nomor teleponmu."
Salima:
"Tapi berjanjilah satu hal, Javeda. Jangan pernah kau ceritakan pada
siapapun tentang kedatangan kami ini dan tentang kami yang akan tampil di pesta
nanti. Okay ??"
Javeda:
"Iya, jangan khawatir. Takkan ku ceritakan."
Salima:
"Dan juga, kami akan memberikanmu nama samaran kami, agar tak ada karyawan
dikantor ini yang bisa mengenali kami."
Javeda:
"Salima, kau adalah temanku. Aku akan menjaga rahasia kalian dengan baik.
Aku takkan cerita pada siapapun."
Javeda
lalu mengambil buku hariannya diatas meja dan menyuruh mereka untuk menuliskan
nama samaran dan nomor telepon mereka.
Salima
menuliskan namanya sebagai 'Cherry', Ruqaiyya sebagai 'Jade', dan Jodha sebagai
'Rose'.
Javeda:
"Aku akan segera menghubungi kalian saat undangan dan kartu ID-nya sudah
jadi."
Salima:
"Terima kasih banyak, Javeda. Aku berhutang banyak padamu untuk ini."
Javeda:
"Tak masalah, Salima. Tak perlu berterima kasih. Aku melakukannya karena
kau adalah temanku. Dan jika kau butuh bantuanku lagi, jangan sungkan."
*Flashback End*
Jodha
tak berbicara sedikitpun sejak mereka meninggalkan Javeda diruangannya Adham.
Di wajahnya menyiratkan ketegangan yang dalam.
Salima:
"Jodha, aku tahu kalau kau tidak nyaman untuk tampil seperti ini di depan
banyak pria. Tapi ayolah, kita pasti akan berhasil melaluinya."
Jodha:
"Salima, bukan hanya itu saja kecemasanku. Pesta itu akan penuh dengan
para pria yang mabuk-mabukkan. Bagaimana jika mereka hilang kendali dan ada
yang mencoba bertindak seenaknya pada kita? Apa yang akan kita lakukan?"
Salima:
"Jodha, aku tahu kau sangat mencemaskan keselamatan kita. Tapi asal kau
tahu, di pesta itu akan di hadiri oleh tamu-tamu penting yang terkenal. Jika
ada yang berani macam-macam pada kita, maka hal itu akan tersebar di seluruh
media dan akibatnya, reputasi dan nama baik mereka akan tercoreng. Mereka tak
akan mau lagi bekerja sama dengan si Lintah itu atau pun perusahaan kita. Jadi
untuk mencegah hal itu, si Lintah selalu menyusun daftar tamunya dengan teliti
setiap tahun. Siapa saja tamu tetapnya dan siapa saja tamu yang harus
dikeluarkan dari daftarnya, telah di atur. Orang-orang yang kontroversial dan
yang suka membuat onar, tak akan diundangnya. Undangan khusus dibagikan hanya
pada tamu-tamu dan entri saja. Jadi, aku bisa menjamin, bahwa tak ada
seorangpun yang akan macam-macam pada kita."
Ruqaiya:
"Okey, fine. Aku paham, tak ada yang akan macam-macam dengan kita. Tapi
Salima, kita akan menjadi penari, apa yang akan kita tampilkan."
Salima:
"Aku sudah memikirkannya. Kita akan memberikan mereka sebuah penampilan
tari perut yang sensasional! Kita juga butuh beberapa penari latar. Aku sudah
mengaturnya dengan Javeda. Dia bilang kita bisa membawa 5 penari lgi untuk
tampil bersama kita."
Saat
Jodha mendengar nama tarian yang akan mereka tampilkan, hampir saja membuatnya
jatuh dari kursinya.
Jodha:
"Salima! Tari perut? Kenapa yang itu? Tak bisakah kita tampilkan yang
lain?"
Salima:
"Jodha, tari perut akan menjadi cara terbaik untuk mengalihkan perhatian
mereka di pesta nanti. Saat semuanya sudah teralihkan dan di pengaruhi oleh
alkohol, itu akan menjadi saat yang tepat untuk menyelinap ke kamarnya dan
membuka brankasnya dan mengambil semua data-datanya."
Jodha
dan Ruqaiyya pun mengangguk setuju dan terlihat yakin dengan rencana Salima.
Dan
untuk melakukan aksinya, mereka masih punya waktu sebulan sambil melakukan
persiapannya. Mereka yakin rencana ini akan berhasil.
**1 Bulan Kemudian**
Hari
itu adalah hari Jum'at. Jodha sudah tiba dikantornya. Pesta yang di rencanakan
hanya tinggal sehari lagi.
Selama
sebulan ini, Salima, Ruqaiyya, dan Jodha memutuskan untuk selalu berkumpul di
rumah Salima sepulang bekerja dan sekaligus berlatih menari tari perut. Mereka
ingin memastikan semuanya telah sempurna dan tak ada lagi secerca keraguan diantara
mereka. Jodha memberitahu orangtuanya bahwa setiap sepulang bekerja dia akan
singgah ke rumah Salima untuk mengerjakan proyek yang harus mereka kumpulkan
bersama. Semua itu dia lakukan selama sebulan ini. Setiap kali Jodha pergi ke
rumahnya Salima, dia berdoa agar orangtuanya tidak mencurigainya.
Selain
latihan menari, mereka bertiga juga menyiapkan rencana lain, seperti mengatur
kostum, aksesoris, make-up, dan hal2 lainnya yang akan mereka butuhkan. Javeda
telah mengirimkan undangan dan kartu ID mereka.
Selama
sebulan ini, dilewati Jodha dalam samar-samar dan membuatnya tegang. Pertama,
dia sangat mencemaskan orangtuanya jika mereka mengetahui rencananya, itu akan
membuat ortunya marah. Kedua, mereka bertiga harus bisa menjaga rencananya agar
tetap aman dan tak boleh seorangpun dikantor yang mengetahuinya. Ketiga, Jodha
menjadi sangat sibuk dengan pekerjaan dikantor, kunjungannya ke rumah Salima,
dan latihan menarinya.
Dia
selalu pulang dengan raut wajah yang sangat lelah dan lesu. Saat dikantor pun
dia terlihat lelah.
Namun
akhirnya, Jodha merasa senang karena semua yang mereka rencanakan telah siap
dan besok tinggal menunggu waktu yang tepat untuk beraksi. Dan juga, seluruh
jerih payah mereka dalam menyusun rencana ini akan membuahkan hasilnya.
Jodha
mengadakan pertemuan terakhir dengan Salima dan Ruqaiyya untuk memastikan
semuanya telah sempurna dan siap.
Di
sisi lain, Jalal sedang khawatir. Dia sudah mengamati Jodha selama sebulan ini.
Setiap kali dia melihatnya, Jodha selalu terlihat lelah dan tak bersemangat.
Ini bukanlah pemandangan yang biasanya dilihat oleh Jalal. Jalal sudah pernah
coba menanyakan penyebabnya saat ada kesempatan, tapi jawaban yang didapatnya
hanyalah karena kurang tidur dan tidak enak badan.
Jalal
juga memperhatikan saat jam makan siang, Jodha, Salima, dan Ruqaiyya menjadi
agak pendiam, tak seperti biasanya. Mereka lebih sering berbicara secara
diam-diam dengan nada sayup. Jalal pernah coba untuk mendengarkan percakapan
mereka di waktu tertentu, dan bahkan pernah mencoba untuk bergabung makan siang
bersama mereka. Namun disaat dia datang, mereka lalu menghentikan percakapan
mereka. Dan mereka hanya buka suara saat ditanya saja.
Jalal
tahu kalau ada sesuatu yang aneh, tapi dia tak punya banyak waktu untuk
mengurusi mereka, terutama Jodha. Dia masih punya banyak pekerjaan yang harus
dikerjakan, dan permasalahan mereka termasuk dalam urusannya.
Namun,
tak peduli berapa kali Jalal mencoba mengabaikan mereka, dia tetap saja
mencemaskan Jodha. Dia pikir mungkin Adham telah melakukan sesuatu pada Jodha.
Untuk itu, dia masih terus mengecek keadaan Jodha secara rutin untuk memastikan
bahwa pemikirannya salah.
Jalal
dengan keras menyuruh Adham untuk kembali melaksanakan pekerjaannya setiap ada
kesempatan, dan Adham pun menurutinya. Akhirnya, Adham tak mengganggu Jodha
lagi. Tapi tetap saja, setelah melihat Jodha di saat tertentu, Jalal menjadi
yakin bahwa ada sesuatu yang terjadi. Namun, tak sedikitpun Jalal ketahui bahwa
kebungkaman mereka, yang nantinya akan menolong Jalal.
Jodha
sedang menunjukkan presentasinya untuk strategi Penjualan yang baru. Ternyata
presentasinya tidak berjalan lancar sesuai harapannya. Jalal mengatakan kalau
Jodha bisa lebih baik dari ini. Dia pun menyetujui untuk memeberikan satu
kesempatan lagi pada Jodha agar mengulangi presentasinya di lain hari. Hal ini
membuat Jodha sangat lega karena takut akan penolakan idenya. Jalal sudah cukup
baik memberikannya satu kesempatan lagi dan Jodha berjanji untuk memenuhi
harapannya.
Jalal,
disisi lain, melakukan hal tersebut hanya karena kecemasan terhadap Jodha.
Jodha
yang sedang memikirkan tentang rencananya esok hari, tiba-tiba dihampiri oleh
Salima.
Salima:
"Jodha, aku butuh bantuanmu."
Jodha:
"Iya, Salima. Katakanlah."
Salima:
"Jodha, aku tahu kau akan membunuhku jika aku mengatakan ini tapi
percayalah, aku tak punya pilihan lain. Aku ingin kau untuk mendapatkan sidik
jari si Lintah itu."
Jodha
langsung bangkit dari duduknya dengan wajah ketakutan. Keringat pun mengucur
keluar dari wajah cantiknya dan langsung menjadi gugup.
Jodha:
"Salima! Aku tak bisa melakukan itu. Bagaimana jika ia berbicara hal yang
tak senonoh lagi?"
Salima:
"Jodha, aku tahu kau takut tapi hanya inilah cara untuk melakukannya. Si
Lintah itu sangat tergila-gila padamu dan kita harus memanfaatkan kelemahannya
itu."
Jodha
tahu, untuk mendapatkan sidik jari Adham sangatlah penting. Mereka sangat
membutuhkannya untuk rencana awal mereka.
Jodha:
"Okey, fine! Akan kulakukan. Apa yang harus kulakukan sekarang.?"
Salima:
"Lihat, aku bawa minuman Sharbat ini dari rumah. Aku akan menuangkan ini
ke gelas dan kau harus memberikannya pada Adham. Katakan padanya kalau kau
membuat minuman ini khusus untuknya. Dan juga, cobalah untuk menggodanya
sedikit. Di saat dia meminumnya, dia akan meninggalkan sidik jarinya di permukaan
gelas ini. Lalu, kita bisa memproses sidik jarinya nanti."
Jodha:
"Uumm,, baiklah. Mana gelasnya?
Salima
mengeluarkan gelas yang dibalut dwngan saputangannya. Dia memberikannya pada
Jodha, lalu menuangkan Sharrbat ke gelas.
Salima:
"Pastikan kau tidak menyentuh gelasnya. Jika tidak, akan sulit untuk
mengetahui yang mana sidik jarimu dan sidik jarinya."
Jodha:
"Baiklah. Aku akan pergi dan mendapatkan sidik jarinya."
Jodha
mengambil gelasnya dengan hati-hati agar tak menyentuh permukaan gelas yang terbuka.
Dengan perlahan, dia berjalan ke ruangannya Adham sambil menggenggam gelas
ditangannya. Dia pun sampai di depan pintu masuknya dan mengetuk pintu. Dia
lalu masuk kedalam, setelah mendapat respon dari dalam ruangan. Dia melihat
Adham yang duduk di samping meja besarnya. Dia melempar sedikit senyuman pada
Adham sambil berjalan ke arahnya.
Disisi
lain, Adham langsung kegirangan. Dia memang ingin melihat Jodha sejak lama,
tapi Jalal selalu menghalanginya dengan tumpukan pekerjaannya. Dan memang benar
bahwa Jalal telah menambah tumpukan pekerjaan Adham, hingga tak memberikan
waktu luang bagi Adham untuk melihat wajah cantik Jodha. Hal itu membuat Adham
geram, tapi tak berani untuk menentang Jalal. Namun dengan melihat senyuman
Jodha, membuatnya langsung bertekuk lutut.
Jodha
berjalan mendekati Adham dan duduk di kursi.
Adham:
"So, Jodha. Apa yang membawamu kemari? Apakah kau akhirnya memutuskan
untuk berkencan denganku?"
Jodha:
("Tidaklah!
Dasar B*jing*n Menyedihkan! Aku lebih baik mati dari pada berkencan
denganmu." Batinnya)
"Begini
Tuan, aku sudah membuat Sharbat ini untuk semua orang hari ini, dan kebetulan
aku masih punya gelas lebih, jadi aku pikir untuk memberikannya padamu."
Adham:
("Aku
rasa, dia sudah mulai tertarik padaku. Wow! Akhirnya, aku akan mendapatkan yang
sudah lama kuinginkan." Batinnya) "Oh, benarkah? Terima kasih banyak."
Jodha
meletakkan gelasnya di atas meja dan menarik kembali saputangan yang
membalutnya. Adham melihat saputangan itu dan menaruh rasa curiga.
Adham:
"Kenapa kau menarik kembali saputangan itu?"
(Jodha
sontak kaget dengan pertanyaannya. Tentu saja dia tak bisa memberitahukan
alasan sebenarnya. Dia pun beralasan lain)
Jodha:
"Sebenarnya, gelas ini tadinya baru dicuci, Tuan. Gelasnya basah dan licin
saat aku menuangkan minuman ke dalamnya, lalu aku membalutnya dengan saputangan
agar tidak tergelincir dari tanganku."
Adham:
"Oh, Baiklah. Aku tak sabar ingin meminumnya."
Adham
mengangkat gelasnya dan mendaratkannya di bibirnya. Dia pun perlahan
meminumnya. Jodha melihatnya dengan teliti. Setelah Adham menghabiskan
minumannya, lalu dia meletakkan kembali gelas di atas meja.
Adham:
"Ahh... Ini enak sekali! Terimah kasih banyak."
Jodha:
"Tidak masalah, Tuan."
Jodha
mengambil kembali gelasnya dengan hati-hati sambil memegang ujung permukaan
gelasnya, dan memastikan tidak menyentuh bagian tengahnya. Dengan cepat dia
membalutkan kembali saputangan disekitar gelasnya, kemudian pergi meninggalkan
Adham. Adham tak bisa menahan seringainya saat Jodha pergi.
Jodha
bergegas berjalan kembali menuju ke ruangannya, dimana Salima dan Ruqaiyya
sedang menantinya.
Ruqaiya:
"Apa kau berhasil mendapatkannya?"
Jodha:
"Iya."
Salima:
Apakah dia bersikap kurang ajar padamu?"
Jodha:
"Anehnya sih, tidak!"
RuqSalima:
"Allah ka laakh shukar hai."
Salima:
"Baiklah, sekarang mari kita memproses sidik jarinya."
Ketiganya
lalu menuju toilet, lalu masuk dan mengunci pintunya. Salima mengeluarkan kuas,
bubuk secukupnya, saputangan bedah dan gulungan isolasi yang besar dari dalam
tasnya. Dia memakai saputangan bedahnya, lalu menaburkan bubuk di seluruh
permukaan gelas. Dia mengambil kuas dan mulai menyapukan bubuknya di permukaan
gelasnya dengan sangat perlahan.
Ruqaiya:
"Salima, dari mana kau mempelajari semua ini? Dan bubuk apa ini?"
Salima:
"Internet penuh dengan banyak cara untuk memproses sidik jari. Aku hanya
menggunakan teknik dasarnya saja. Ini adalh bubuk khusus yang kubuat di
rumah."
Jodha:
"Oh iya, jangan arahkan kuasnya di ujung permukaan gelasnya. Karena di
situ ada sidik jariku."
Setelah
penaburan bubuknya selesai, sidik jarinya mulai tampak. Salima memotong isolasi
menjadi 5 bagian dan mulai menempelkannya di atas sidik jari tersebut secar
perlahan satu persatu. Kemudian dengan perlahan, melepaskan tempelannnya dan
memasukkannya pada secarik kertas kardus. Dia menjauhkan kertasnya di dalam
sebuah amplop dan mulai menjauhkan semua yang disekitarnya.
Salima:
"Kita mendapat sidik jari yang sempurna, berkat dirimu, Jodha."