Written
by Samanika
Jodha
pulang dari rumah Salima di siang hari (menjelang sore). Dia masuk kerumah dan
melihat orangtuanya yang sedang menikmati tidur siang kamar, dia tersenyum
melihat mereka yang sedang berbaring bersama. Dia merasa kalau orangtuanya
adalah pasangan yang sempurna. Jodha menginginkan hubungan dengan suaminya
nanti seperti orangtuanya. Dia menginginkan suami impiannya sama seperti
Ayahnya. Saat sedang melihat kebersamaan mereka, Jodha penasaran, kapan dia
akan dipertemukan dengan Pangeran Impiannya.
Jodha
adalah orang yang romantis dan menyukai film serta novel romansa. Dia berharap
akan di pertemukan dengan seorang pria yang dapat membuatnya terpesona dengan
kebaikan, hati yang besar, cinta, dan kepedulian dari si Pria. Pria impiannya
harus selalu mencurahkan seluruh cinta dan kasih sayangnya pada Jodha.
Jodha
pun menghela napas dan berjalan masuk menuju kamarnya sendiri untuk mengganti
pakaian.
Jalal
yang tadinya sedang tertidur, langsung terbangun di karenakan oleh segala
kekacauan dan kegelisahan yang masih menyelimuti pikirannya. Dia merasa
bingung. Dia pun bangkit dari tidurnya dan menuju ke kamar mandi untuk menggosok
gigi. Bahkan dalam tidurnya pun, dia hanya bisa memikirkan satu hal. Akhirnya,
dia memutuskan untuk menghubungi Benazir, untuk mengalihkan semua kegelisahan
yang menderainya.
Benazir:
"Hai, Sayang. Bagaimana kabarmu? Mengapa kau tak pernah lagi menghubungiku?"
Jalal:
"Maaf, Sayang. Selama ini aku sangat sibuk dengan pekerjaan."
("Maaf karena
telah berbohong. Selama ini aku banyak memikirkan tentang Jodha, hingga
siapapun akan mengira kalau aku terobsesi dan posesif padanya." Batinnya.)
Benazir:
"Oh, oke. Aku tak pernah melihatmu sesibuk ini, jadi aku berpikir kalau
kau pasti sengaja menghindariku."
Jalal:
"Tidak, Sayang. Bagaimana bisa aku sengaja menghindarimu. Kau tahukan klu
aku mencintaimu?"
("Well,
setidaknya aku berpikir begitu. Tapi aku tak pernah merasakan ketidakcocokan
seperti ini dengan Benazir sebelumnya. Aku tak pernah meras risih untuk
menelponnya. Lagi pula, dia adalah kekasihku. Aku punya beberapa tanggung jawab
terhadapnya. Aku harus menebusnya." Batinnya.)
Benazir:
"Jalal, apa kau masih disana?"
Jalal:
(Tersadar dari lamunannya) "Iya. Hey, bagaimana kalau kita pergi kencan
malam ini. Kita sudah jarang menghabiskan waktu bersama, jadi aku ingin
menebusnya dengan mengajakmu makan malam. Aku akan menjeputmu."
Benazir:
"Iya, tentu aku mau. Kapan aku harus bersiap-siap?"
Jalal:
"Aku akan kesana jam 8. Jadi, segeralah bersiap."
Benazir:
"Iya, tentu saja. Aku akan menunggu."
Jalal
lalu menutup telponnya. Dia merasa sangat senang karena ini adalah
kesempatannya untuk melupakan semua pemikirannya yang membuatnya gelisah. Lalu,
dia pun pergi untuk makan malam dengan Benazir.
~ Senin Pagi ~
Jodha
sampai dikantornya dan menuju ke tempat penerimaan tamu.
Selama
akhir pekan kemarin, dilalui Jodha dengan memikirkan tentang rencananya. Dia
sudah berkumpul dengan Salima dan Ruqaiyya kemarin. Mereka juga sudah
mendiskusikan tentang bagaimana cara mereka menjalankan rencana yang telah
dibuatnya.
Saat
di kantor, mereka memutuskan untuk bertemu dengan Javeda di waktu luang pada
hari itu, untuk membicarakan bagaimana caranya agar bisa masuk ke pesta
ultahnya Adham.
Jodha
yang merasa sedikit gugup saat itu, langsung disambut oleh Ruqaiyya.
Ruqaiya:
"Selamat pagi, Jodha."
Jodha:
"Selamat pagi, Ruqs."
Ruqaiya:
"Ada apa, Jo ? Kenapa kau tegang begitu?"
Jodha:
"Tidak apa-apa, hanya sedikit gugup saja untuk berbicara dengan Javeda
tentang pesta itu."
Ruqaiya:
"Jo, jangan khawatir. Aku dan Salima akan bersamamu."
Jodha:
"Baiklah. Makasih banyak ya, Ruqs. Kalau gitu, sekarang aku harus pergi
menemui Pak Presiden, kalau tidak dia akan membunuhku!"
Ruqaiya:
"Baiklah. Sampai nanti ya.."
Jodha
dengan cepat berjalan menuju ruangan Jalal. Dia mengetuk pintunya dan masuk
keruangannya.
Jodha:
"Selamat pagi, Pak Presiden."
Jalal
merasakan kegembiraan yang tak tergambarkan saat bertemu dengan Jodha. Seluruh
akhir pekannya telah dilaluinya tanpa melihat wajah Jodha.
Makan
malamnya dengan Benazir di Sabtu malam lalu telah mampu mengalihkan pikirannya
tentang Jodha untuk beberapa saat. Tapi saat kembali pulang, Jalal kembali
merasakan kegelisahan dan kekacauan yang sama menderainya lagi. Dia
menyimpulkan bahwa hal itu hanyalah pemikiran sementara, dan memutuska untuk
melupakan semua hal itu, karena telah membuatnya sangat frustasi.
Tapi
saat melihat Jodha saat itu, membuatnya kembali teringat dengan pemikirannya.
Dia juga menyadari betapa cantiknya penampilan Jodha. Dia sangat terlihat
mengagumkan hari itu saat memasuki ruangannya. Dia memakai kemeja formal
berwarna pink di padukan dengan rok pensil hitamnya. Jodha membiarkan rambutnya
terurai panjang menutupi punggungnya, dia memakai polesan make-up yang tipis
seperti biasanya. Tapi dia tetap saja terlihat cantik. Kalau Benazir pasti akan
memakai riasan wajah yang tebal setiap hari, tapi dia bahkan tidak terlihat
setengah cantik dari Jodha.
Saat
Jalal menatap Jodha, jantungnya berpacu dengan cepat. Namun, dia tetap bisa
terlihat tenang.
Jalal:
"Selamat pagi, Jodha. Bagaimana akhir pekanmu?"
Jodha:
"Sangat menyenangkan, Pak Presiden. Bagaimana dengan Anda?"
Jalal:
"Cukup baik, kurasa. Oh iya, sudah sejauh mana tugas presentasimu tentang
strategi Penjualan yang baru?"
Jodha:
"Sudah setengah yang kuselesaikan. Aku juga masih punya waktu 2 minggu,
Pak Presiden. Jangan khawatir, aku akan menyelesaikannya tepat waktu."
Jalal:
"Baiklah, Jodha. Aku mempercayaimu untuk itu. Kau adalah salah satu
karyawan terbaik yang selalu bekerja keras di perusahaan ini. Semua orang
menaruh harapan besar padamu. Aku yakin kalau kau takkan mengecewakan
siapapun."
Jodha:
"Pak Presiden, aku senang mengetahui banyak orang yang sangat berharap
padaku. Aku takkan mengecewakan siapapun, aku janji. Ngomong-ngomong, aku akan
mengirimkanmu laporan perkembangannya secara berkala seperti biasa di
penghujung hari."
Jodha
lalu bangkit dan meninggalkan ruangan. Jalal menatap tubuh mungil Jodha yang
perlahan menghilang dari pandangannya.
Jalal:
"Oh Jodha! Kau adalah salah satu dari sedikit wanita yang bisa terlihat
seksi dan cantik disaat yang bersamaan. Kau juga sangat akrab dengan Ibuku.
Tugas yang sulit pun akan menjadi mudah saat berada dalam genggamanmu. Masya
Allah! Kau sudah menunjukan banyak keahlianmu. Aku penasaran, berapa banyak
lagi keahlianmu yang tak kuketahui. Bahkan, setelah mengetahui semua ini, aku
akan tetap memanggilmu 'Jodha Hottie ku'."
Jodha
duduk diruangannya. Dia ingin melanjutkan pekerjaannya sebanyak apapun. Dia
tahu kalau Adham akan datang dan mencoba menggodanya seperti biasa. Dia bahkan
takkan mau melihat wajahnya yang keji setelah mendengar godaannya yang
menjijikan dihari yang lalu.
Tapi
Adham takkan menyerah dengan mudah. Dia datang mendekati Jodha dan mulai
berbicara.
Adham:
"Hey."
(Jodha
tidak menjawab. Dia berpura-pura seakan Adham tak ada disana. Adham tetap saja
berbicara.)
Adham:
"Kau tahu, kau terlihat sangat seksi saat acara malam itu. Gaun merahmu
itu membuatmu sangat seksi sekali."
Jalal,
yang sudah memutuskan untuk selalu waspada sejak kejadian di acara malam lalu,
berniat untuk terus mengecek keadaan Jodha, dan sesekali mengamatinya dari
balik dinding kaca ruangannya.
Jalal
sedang akan menuju ke tempat Jodha, namun dia melihat Adham yang sedang berdiri
dibelakang Jodha, mencoba untuk berbicara dengannya. Jalal tak bisa mendengar
apa yang dikatakan Adham, tapi dia bisa melihat bahwa Jodha mengabaikan Adham
yang bebicara padanya. Jodha bahkan tak tetarik untuk melihat wajahnya. Jalal
merasa sangat lega melihat kejadian itu.
Jalal:
"Adham itu sungguh bodoh! Tak bisakkah dia melihat kalau Jodha tidak
tertarik padanya? Bahkan setelah rencananya yang gagal, dia masih saja punya keberanian
untuk menggoda Cintaku. Jalal, kau harus pergi menyelamatkannya."
Jalal
keluar dari ruangannya untuk sementara dan berjalan menuju tempatnya Jodha.
Disaat itu, Adham mau menepuk bahu Jodha, tapi Jalal keburu datang.
Jalal:
"Selamat pagi, Adham."
Adham
langsung mengurungkan niatnya saat melihat Jalal. Lalu dia kembali pada posisi
awalnya.
Adham:
"Oh Jalal.. Selamat pagi. "
Jalal:
"Aku membutuhkanmu diruanganku sekarang. Aku ingin mendiskusikan sesuatu
yang penting. Lagi pula, sedang apa kau disini? Apa kau punya pekerjaan dengan
Jodha.?"
Adham:
"Iya, tapi sudan selesai sekarang. Aku tadinya akan bertanya padanya
tentang kelangsungan persiapan strategi Penjualan yang baru."
Jodha
mendengar percakapan mereka. Dia mengernyitkan keningnya saat mendengar
kebohongan Adham.
Jodha:
"Dasar
pembohong! Dia berani sekali berbohong pada Pak Presiden." Batinnya.
Jalal:
("Tidak
ada yang bisa kau lakukan, Adham. Aku tahu kau berbohong. Karena aku tahu apa
yang sebenarnya ingin kau lakukan tadi." Batinnya.) "Mohon datanglah ke
ruanganku,Adham. Secepatnya!"
Adham
langsung mengangguk dan berlalu dengan kecewa, walaupun sebenarnya dia merasa
ragu, tapi karena itu adalah perintah Jalal, maka harus dituruti.
Jodha
langsung merasa sangat lega. Dia sangat senang saat Adham sudah pergi. Namun,
dia menyadari kalau itu berkat Jalal lagi.
Jodha:
"Syukurlah dia sudah pergi. Sebelum dia bisa menggodaku, Pak Presiden
sudah menyuruhnya pergi. Pak Presiden mungkin memang punya urusan penting
dengannya, tapi tak bisa kupungkiri kalau dia juga sudah menolongku, LAGI! Oh
Dewi Amba, aku harus beterima kasih padanya. Dia sudah menolongku dimalam itu,
tapi karena keadaannya saat itu aku tak bisa berterima kasih padanya secara
layak dan hormat. Akhir pekan kemarin telah kulalui dengan menyusun rencana
untuk membongkar tipuan Benazir-Si Lintah itu. Setelah semua ini berakhir, aku
akan sungguh berterima kasih padanya dengan layak."
Jalal
dan Adham berjalan menuju ruangan Jalal. Jalal juga senang karena telah
menyingkirkan Adham dari Jodha.
Jalal:
"Syukurlah,
aku menyuruhnya kemari. Dia ini sungguh bodoh! Tak bisakah dia mengerti kalau
Jodha tak tertarik padanya. Dia bahkan terus saja mempermalukan dirinya sendiri
didepan Jodha. Dan caranya dia menggoda Jodha, sangat menjijikan! Jodha memang
sangat sabar dan tenang. Jika Jodha adalah wanita lain, Adham pasti akan
dihajarnya habis-habisan. Kau mungkin bisa berbuat semaumu, Adham. Tapi
ingatlah! Jodha adalah milikku seorang! Dia takkan pernah jadi milikmu. Dan
karena kau sudah mencoba menggodanya dan berniat untuk menidurinya, aku
bersumpah, Adham! Saat datang kesempatan untukku, aku takkan mengampunimu. Aku
akan menghajarmu sampai kau menyadari kesalahanmu karena telah berusaha
mendekati sesuatu yang hanya bisa menjadi milik Jalaluddin Mohammed!" Batinnya.
Jodha
sedang melanjutkan pekerjaannya. Saat waktu sudah menunjukkan pukul 1 siang,
dia lalu mendapat panggilan interkom.
Salima:
"Dengar, Jo. Inilah saat yg tepat untuk menemui Javeda dan berbicara
padanya."
Jodha:
"Iya, baiklah. Tapi bukankah si Lintah itu sedang ada diruangannya?"
Meja
kerja Salima dan ruangan kerja Jalal hanya dibatasi oleh dinding kaca
ditengahnya, begitu juga dengan meja kerja Javeda.
Salima:
"Jangan khawatir. Kau tahu, Bos telah menyuruh Adham keruangan kerja Andheri,
karena disana lagi membutuhkan bimbingan dari karyawan senior selama seminggu
ini. Jadi, karena Adham tidak ada diruangannya, Javeda yang menempati ruangan
itu sendiri."
Jalal
memang sengaja menyuruh Adham ke ruang kerja Andheri. Dia ingin menjauhkannya
dari Jodha untuk beberapa waktu, semenjak kejadian dimalam lalu. Itu juga
memberikan Jalal cukup waktu untuk memikirkan cara menghadapi Adham ke
depannya.
Jodha:
"Baiklah, aku akan menunggumu di depan ruangan Tuan Adham."
Salima:
"Oke! Aku dan Ruqs akan menemuimu disana."
Jodha
sudah sampai di depan ruangan kerja Adham dan menunggu kedatangan
Salima-Ruqaiyya.
Mereka
pun tiba, lalu ketiganya mengetuk pintu dan masuk ke ruangannya Adham. Disana
terlihat hanya Javeda seorang. Mereka menghampiri tempat dimana Javeda duduk
sambil sibuk bekerja. Salima menyapanya. Javeda pun bangkit dari duduknya dan
menyambut mereka bertiga. Lalu Salima berbincang sedikit dengannya, kemudian
mengenalkannya pada Jodha.
Salima
lalu menjelaskan maksud kedatangannya.
Salima:
"Javeda, dengar. Aku butuh bantuanmu."
Javeda:
"Tentu, Salima. Apapun untukmu. Katakanlah."
Salima:
"Kau yang mengatur pesta ulang tahun Tuan Adham setiap tahun,'kan ? Kapan
akan diselenggarakan?"
Javeda:
(tersenyum malu) "Oh itu... Iya, aku yang mengatur semuanya. Pestanya akan
diadakan bulan depan tanggal 16. Memangnya kenapa?"
Salima:
"Well Javeda, kau tahu, kalau kami bertiga hidup sendirian dan kau tahun
betapa semuanya sekarang serba mahal di Mumbai. Kami tak bisa memenuhi hidup
kami sendiri hanya dengan mengandalkan pendapatan kami yang dihasilkan dari
perusahaan ini. Jadi, aku ingin tahu, apakah kau bisa memberikan kami pekerjaan
sebagai pelayan di pesta nanti?"
Javeda
agak sedikit kaget mendengar permintaan Salima. Dia tak pernah menyangka Salima
akan meminta bantuan seperti itu.
Javeda:
"Kenapa kalian mau bekerja sebagai pelayan? Apa kalian sedang kekurangan
uang?"
Salima:
"Iya, Javeda. Kami hanya melakukan pekejaan sambilan seperti ini setiap
akhir pekan saja atau saat ada waktu luang."
Javeda
merasa iba dengan keadaan mereka yang seperti itu. Tapi walaupun begitu, dia
juga masih tak menyangka hal itu.
Javeda:
"Entahlah...."
Salima:
"Oh Javeda!! Please!!! Kami sangat butuh pekerjaan ini. Jika kau
menyetujuinya, aku akan bisa memberitahukanmu betapa gagahnya penampilan Adham
nanti."
(Mendengar
nama Adham, Javeda langsung kegirangan. Dia terus tersenyum tanpa henti.)
Javeda:
"Baiklah, akan ku usahakan."
Javeda
kembali ke dekat meja dan menelepon seseorang. Dia berbincang sedikit di
telepon, lalu kembali menghampiri mereka bertiga.
Javeda:
"Aku sudah menghubungi agen yang bertugas menangani para staff pelayan.
Mereka bilang, bahwa mereka sudah menyewa sejumlah pelayan yang
dibutuhkan."
Salima:
"Terus, tak bisakah mereka menyewa pelayan tambahan.?"
Javeda:
"Tidak bisa. Mereka sudah menyewa pelayan lebih dari yang dibutuhkan.
Maafkan aku, Salima."
Salima:
"Tidak apa-apa, Javeda. Setidaknya, kau sudah berusaha."
Ketiganya
pun berniat untuk pergi dari ruangan itu, namun.........
Javeda:
"Tunggu, Salima! Aku melupakan satu hal."